|kepadatan =... jiwa/km²
}}
'''Loano''' adalah [[desa]] di [[kecamatan]] [[Loano, Purworejo|Loano]], [[Kabupaten Purworejo|Purworejo]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. Loano berbatasan langsung dengan desa [[Trirejo, Loano, Purworejo|Trirejo]] dan [[Kali Nongko, Loano, Purworejo|kalinongko]] disebelah selatan, [[Sungai Bogowonto|sungai bogowonto]] disebelah timur dan desa [[Maron, Loano, Purworejo|maron]] di utara serta desa [[Jetis, Loano, Purworejo|Jetis]].
<!--
== Sejarah ==
'''SEJARAH'''
SUASANA sunyi menyergap kompleks makam pendiri daerah Loano, salah satu daerah tertua di Purworejo, Jawa Tengah. Letaknya di gugusan perbukitan Gunungdamar, sekira 1,5 kilometer ke arah barat kantor Polsek Loano. Sesekali suara tonggeret, serangga yang muncul sebagai penanda akhir musim penghujan, turut menyapa. Jauh masuk kedalam hutan, suara mesin gergaji mengalun, memotong batang pohon di hutan-hutan Purworejo.
Di kompleks makam itu, terdapat dua nisan utama dalam satu cungkup. Di sekitar cungkup utama itu, masih terdapat sekira 13 nisan lain yang berukuran lebih kecil.
“Dua nisan besar itu adalah persemayaman terakhir Adipati Anden dan istrinya, Nyai Dewi Retno Marlengen. Dan 13 nisan lain adalah keturunannya. Dan di antara 13 nisan kecil itu ada satu nisan Tionghoa bernama Nyai Tan Ing Hwat atau Mak Kempiang,” ujar Erwan Wilodilogo, 37 tahun, perangkat desa Lowano sekaligus penulis buku ''Lowano, Sejarah yang Tersembunyi''.
Ke-15 nisan itu berada dalam satu kompleks makam sejak setahun lalu. KH Ibnu Hajar Soleh Pranolo, generasi ke-25 Adipati Anden, membangunnya pada Agustus 2015.
Siapakah Adipati Anden?
Dalam cerita tutur setempat, Haryo Bangah dari Kerajaan Galuh di Jawa Barat, berjalan ke arah timur untuk mencari adiknya, Raden Tanduran. Dia menyingkir ke timur setelah kalah bertarung dengan Ciung Wanara. Menurut Saleh Danasasmita dalam ''Babad Pakuan atau Babad Pajajaran I'', Haryo Bangah merupakan pewaris takhta Kerajaan Galuh.
Akhirnya, ujar Erwan, kebekuan yang terjadi menjadi cair. Mereka saling berbicara kembali. Masyarakat pun kemudian menyebut lokasi itu sebagai Lowano: ''Lo'' (pohon) dan ''wanuh'' (menyapa).
-->
Kini, secaraSecara administratif, nama Loano menggantikandiganti Lowano, dan di beberapa literatur disebut juga Lowanu. Bahkan pada awal tahun lalu, di bekas situs kadipaten Loano, ditemukan arca Mahakala atau Nandikala yang diduga peninggalan era Hindu
{{Loano, Purworejo}}
{{Authority control}}
[[SANDJAYA CHANNEL MEDIA]]
▲{{ kelurahanKelurahan-stub}}
|