Layang Ijo: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Perbarui referensi situs berita Indonesia |
k →top: pembersihan kosmetika dasar, replaced: {{Yatim → {{orphan |
||
(4 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{
{{More citations needed|date=Mei 2022}}
{{One source|date=Mei 2022}}
{{DISPLAYTITLE:Layang Ijo}}
'''Layang Ijo''' atau '''Risalah Hijau''' atau '''Kitab Ijo'''
== Sejarah dan Definisi ==
Kitab ini bertuliskan aksara arab dengan lafal Bahasa Jawa Kuno (Kawi dan [[Bahasa Sanskerta|Sanskrit]]/[[Bahasa Sanskerta|Sansekerta]]) atau yang lebih dikenal dengan aksara [[Abjad Pegon|pego]] dan ditulis pada lembaran kertas berwarna hijau (telor asin). Kertas yang digunakan merupakan kertas keluaran Eropa.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Said|first=Nur|date=20 Desember 2015|title=Jalan Tasawuf dalam Naskah Layang Ijo Koleksi Kyai Mohammad Thohari Sidoarjo, Jawa Timur|url=https://jlka.kemenag.go.id/index.php/lektur/article/view/230/|journal=Deskripsi data dan Pembahasan}}</ref>
Menurut KH Mohammad Thohari (Yai Thoha), kitab ini didapatkan dari Kyai Jaelani (K. Jaelani) yang berasal dari desa Temu, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. K. Jaelani mendapatkan koleksi kitab itu dari seorang kerabatnya (Si Fulan) dengan imbalan 2 pasang sapi yang apabila dikonversikan saat ini setara kurang lebih Rp 130.000.000,- (seratus tiga puluh juta rupiah). Pada masa itu, sapi merupakan sebuah komoditi yang sangat berharga bahkan nyaris lebih berharga dari logam emas. K. Jaelani tidak memiliki putra selain putra angkat yang menurut beliau tidak cocok untuk menyimpan Layang Ijo.
# Layang Ijo hanya diberikan saja kepada K. Jaelani tanpa imbalan, dan
# K. Jaelani memberikan 2 pasang sapi kepada si Fulan sebagai imbalan
K. Jaelani akhirnya menyimpannya sebagai koleksi. Berselang beberapa bulan, K. Jaelani bermimpi bertemu dengan seseorang yang lain dan berkata "''Berikanlah kitab ini kepada orang yang bisa merasakan isinya!''". Hingga akhirnya, diputuskan untuk memberikan kitab tersebut kepada seorang Kyai bernama Kyai Khasan Wira'i yang berasal dari desa Bendotretek, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.<ref name=":0" />
Sepeninggalnya K. Jaelani, kitab ini sempat diminta kembali oleh anaknya karena mereka merasa kitab tersebut merupakan peninggalan paling berharga milik ayahnya dan langsung deberikan bergitu saja oleh Kyai Khasan Wira'i kepada mereka. Tapi beberapa waktu kemudian, anak-anak K. Jaelani mengalami mimpi yang sama yang dialami oleh Ayahnya semasa hidupnya. Oleh karena itu, kitab ini kembali ke tangan Kyai Khasan Wira'i dan dipelajarinya secara utuh. Kyai Khasan Wira'i adalah seorang ulama di desanya yang sangat berpegang teguh terhadap ajaran Agama Islam.
Kyai Khasan Wira'i memiliki 10 putri dan putra:
# Asmini (beda ibu)
Baris 32:
# Ustman
Selama mempelajari kitab ini Kyai Khasan Wira'i juga sekaligus mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga kitab yang "berat" ini dapat diajarkan kepada anak-anaknya dengan bahasa yang lugas. Pada masa itu, isi kitab ini disebarluaskan secara sembunyi-sembunyi dan tertutup. Bahkan pengajiannya dihadiri oleh kerabat-kerabat terdekat saja atau kepada mereka yang benar-benar ingin belajar.
Diantara anak-anaknya, Yai Thoha dianggap yang paling mampu menjelaskan isi kitab ini kepada khalayak umum dan dapat menyajikannya sedikit lebih "ringan" serta mudah dipahami. Oleh karena itu, pengajian sepeninggalnya Kyai Khasan Wira'i dipimpin oleh Yai Thoha.
Pada era ini, Layang Ijo semakin dikenal oleh masyarakat. Pengajiannya rutin dilakukan pada malam jumat kliwon. Pengajian ini dilakukan secara bertahun-tahun. Uniknya, pembacaan kitab Layang Ijo ini dilantunkan menggunakan tembang jawa, seperti Asmarandana, Dandang Gula, dsb. Hal ini dilakukan dengan tujuan menarik perhatian masyarakat umum sekaligus mengenalkan ajaran islam lebih dalam lagi. Pembacaan kitab Layang Ijo ini dilakukan atas dasar cara para wali (terutama [[Sunan Bonang]] dan [[Sunan Kalijaga]]) yang menyebarkan agama islam melalui budaya jawa. Pelantunan tembang ini dilakukan secara bergantian oleh murid-murid Yai Thoha yang dianggap mampu. Setiap bait dilantunkan lalu dijelaskan (ditafsirkan) oleh Yai Thoha tentang makna dari bacaan tersebut. Setelah selesai ditafsirkan, maka ditembangkan bagian berikutnya. Begitu seterusnya hingga (dianggap) selesai 1 (satu) bab.
Sekitar tahun 2013-2014 tersebar berita tentang pembubaran Padepokan Santri Luwung (Al Luwung), Bedowo, Sragen, Jawa Tengah yang dinilai meresahkan masyarakat pada saat itu.<ref>{{Cite web|last=FM|first=Fajri|date=10 Februari 2014|title=MUI Sragen Nyatakan Padepokan Santri Aluwung Menyimpang dari Islam|url=https://fajrifm.com/2014/02/10/mui-sragen-nyatakan-padepokan-santri-aluwung-menyimpang-dari-islam/|website=fajrifm.com|access-date=19 Mei 2022}}</ref><ref>{{Cite news|last=Marwoto|first=Bambang Dwi|date=23 November 2013|editor-last=Burhani|editor-first=Ruslan|title=Warga bakar bangunan Pasujudan Santri Luwung Sragen|url=https://www.antaranews.com/berita/406375/warga-bakar-bangunan-pasujudan-santri-luwung-sragen|work=[[Lembaga Kantor Berita Nasional Antara|ANTARA News]]|access-date=19 Mei 2022}}</ref><ref>{{Cite web|last=Yuniati|first=Ika|date=25 November 2013|title=KONFLIK PADEPOKAN BUMI ARUM : Kuasa Hukum Gus Anto: Ini Bukan Soal Aliran Sesat|url=https://www.solopos.com/konflik-padepokan-bumi-arum-kuasa-hukum-gus-anto-ini-bukan-soal-aliran-sesat-468325|website=solopos.com|access-date=19 Mei 2022}}</ref>
Salah satu muridnya, Nuradi, menjelaskan tentang apa dan bagaimana Layang Ijo diajarkan kepada santri-santrinya di desa Wates Sari, Kecamatan Balong Bendo dan desa Doplang Tretek, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pembicaraan mereka berakhir pada sebuah dialog.<ref>{{cite interview |last=Robbi |first=Adist |interviewer=[[Nuradi]]|title=Obrolan Ringan bersama Nuradi}}</ref>
'''Pak Andi''': "Apakah kitab ini menimbulkan keresahan di masyarakat Anda?".
'''Nuradi''': "Selama berpuluh tahun diajarkan, kitab ini tidak pernah menimbulkan masalah sekalipun."
Baris 53:
== Sekilas Isi Layang Ijo ==
[[Berkas:LAYANG IJO ASLI.png|jmpl|Bentuk ''cover'' Layang Ijo versi Mohammad Thohari]]
Pada dasarnya, Layang Ijo merupakan bentuk penafsiran dari Al Quran dan Al Hadist yang ditulis dalam aksara Pegon. Bagi siapapun yang membaca isi Layang Ijo tanpa dasar Al Qur'an dan Al Hadist, serta pengetahuan dasar agama yang kuat dan akal yang sehat tidak akan dapat menemukan makna yang sebenarnya. Selain bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Kuno, penulis sering menggunakan ungkapan atau kiasan yang multi-tafsir, sehingga membutuhkan referensi lain (Qur'an dan Hadist) untuk dapat memahami makna dan rasa-nya. Ibarat teka-teki (puzle) yang harus disusun satu-per-satu agar dapat terlihat gambar utuhnya.
Sulitnya memahami isi dari kitab ini merupakan salah satu alasan kenapa penyebarannya dilakukan secara tertutup. Hal tersebut juga bertujuan agar tidak terjadi kekeliruan dalam memaknai dan memahami isi dari kitab tersebut.
== Pranala luar ==
<references />▼
{{DEFAULTSORT:layang_ijho}}▼
[[Kategori:Kitab]]
[[Kategori:Tasawuf]]
[[Kategori:Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Budaya Jawa]]
▲{{DEFAULTSORT:layang_ijho}}
[[Kategori:Manuscripts]]
[[Kategori:Naskah Islam]]
▲<references />
|