Kasus Kedung Ombo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k pembersihan kosmetika dasar, removed stub tag
 
(34 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Kasus Kedung Ombo''' adalah peristiwa penolakan penggusuran dan pemindahan lokasi pemukimanpermukiman oleh warga karena tanahnya akan dijadikan [[wadukWaduk Kedungombo]]. Penolakan warga ini diakibatkan kecilnya jumlah ganti rugi yang diberikan.
 
==Latar belakangKronologi ==
Untuk keperluan pembangunan Waduk Kedungombo, sebanyak 5.391 keluarga yang tinggal di 37 desa di [[Sragen]], [[Boyolali]], dan [[Grobogan]] dinyatakan harus dipindah. Sebagaimana kebijakan pemerintah Indonesia saat itu, warga diberi opsi untuk ber[[transmigrasi]] ke luar [[Jawa]] atau pindah ke lokasi lain yang tidak terancam tergenang oleh waduk. Menteri Dalam Negeri, [[Soepardjo Roestam]] menyatakan bahwa ganti rugi yang diberikan adalah sebesar Rp 3.000 / m<sup>2</sup>, padahal warga dipaksa hanya menerima Rp 250 / m<sup>2</sup>. Penurunan besaran ganti rugi tersebut salah satunya diduga karena adanya pemotongan tidak resmi dari aparat desa, dengan alasan sebagai sumbangan untuk penduduk yang kelaparan.<ref name="sinaro"/> Sehingga, sampai waduk mulai diisi pada bulan Januari 1989, masih terdapat 190 keluarga yang belum bersedia untuk pindah karena tidak setuju dengan ganti rugi yang diberikan. [[Romo Mangun]], Romo [[Sandyawan]], dan K.H. [[Hamam Jafar]] kemudian mendampingi warga yang masih bertahan, dengan membangun sekolah darurat dan membuat rakit untuk mempermudah mobilitas warga. Pada tanggal 1 Agustus 1989, warga akhirnya harus menyelamatkan diri dengan menggunakan peralatan seadanya. Akibatnya, lima orang warga meninggal dalam peristiwa tersebut.<ref name="sinaro">{{cite book | last =Sinaro | first = Radhi | author-link = | title = Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) | publisher = Bentara Adhi Cipta | series = | volume = | edition = | date = 2007 | location = Tangerang Selatan | pages = | language = Indonesia | url = http://webadmin.ipusnas.id/ipusnas/publications/books/158847/ | doi = | id = | isbn = 978-979-3945-23-1 | mr = | zbl = | jfm =}}</ref>
Pada tahun 1985 pemerintah merencanakan membangun waduk baru di [[Jawa Tengah]] untuk pembangkit tenaga listrik berkekuatan 22,5 megawatt dan dapat menampung air untuk kebutuhan 70 hektar sawah disekitarnya. Waduk ini dinamakan Waduk Kedung Ombo.
Pembangunan Waduk Kedung Ombo ini dibiayai USD 156 juta dari [[Bank Dunia]], USD 25,2 juta dari Bank Exim Jepang, dan [[APBN]], dimulai tahun 1985 sampai dengan tahun 1989.
 
Pada bulan April 1991, sejumlah warga pun mendatangi kantor [[Bank Dunia]] di [[Jakarta]], dan meminta agar Bank Dunia meninjau kembali besaran ganti rugi yang diberikan. Pada tahun 1991 juga, [[ABRI]] membangun 320 rumah berukuran 54 m<sup>2</sup> di [[Kedungmulyo, Kemusu, Boyolali|Kedungmulyo]] untuk warga yang masih bertahan tinggal di tepi waduk. Setahun kemudian, pemerintah mulai memberikan pelatihan penanaman [[bawang merah]] kepada warga yang belum setuju dengan besaran ganti rugi yang diberikan.<ref name="sinaro"/>
Waduk mulai diairi pada [[14 Januari]] [[1989]]. Menenggelamkan 37 desa, 7 kecamatan di
3 kabupaten, yaitu [[Sragen]], [[Boyolali]], [[Grobogan]].
Sebanyak 5268 keluarga kehilangan tanahnya akibat pembangunan waduk ini.
 
Pada bulan April 1994, proyek pembangunan Waduk Kedungombo pun disorot oleh parlemen Jepang, yang kemudian meminta agar [[ODA]] bertanggung jawab atas proyek-proyeknya di negara berkembang. Pemerintah Jepang lalu menyimpulkan bahwa pemberian kredit ke luar Jepang harus didasarkan pada pertimbangan [[hak asasi manusia]] dan lingkungan. Hingga tahun 1998, persoalan mengenai ganti rugi pembangunan waduk ini dapat dikatakan belum selesai. Pada tahun 1999, sejumlah warga bahkan mendatangi rumah milik mantan presiden [[Soeharto]] di Solo, yakni [[Ndalem Kalitan]], untuk menyampaikan tuntutan mereka mengenai ganti rugi.<ref name="sinaro"/>
==Kasus==
Ketika sebagian besar warga sudah meninggalkan desanya, masih tersisa 600 keluarga yang masih bertahan karena ganti rugi yang mereka terima sangat kecil.
Mendagri [[Soeparjo Rustam]] menyatakan ganti rugi Rp 3.000,-/m², sementara warga dipaksa menerima Rp 250,-/m².
Warga yang bertahan juga mengalami teror, intimidasi dan kekerasan fisik akibat perlawanan mereka terhadap proyek tersebut.
Pemerintah memaksa warga pindah dengan tetap mengairi lokasi tersebut, akibatnya warga yang bertahan kemudian terpaksa tinggal ditengah-tengah genangan air.
 
Pada tahun 2001, warga menuntut Gubernur Jawa Tengah untuk membuka kembali persoalan ini dan melakukan negosiasi ulang mengenai besaran ganti rugi. Tetapi, pemerintah bersikeras bahwa persoalan ganti rugi untuk pembangunan Waduk Kedungombo telah selesai. Pemerintah juga menyatakan telah menitipkan ganti rugi untuk keluarga yang menuntut di pengadilan negeri setempat.
[[Romo Mangun]] bersama Romo [[Sandyawan]] dan K.H. [[Hammam Ja'far]], pengasuh pondok pesantren Pebelan Magelang mendampingi para warga yang masih bertahan di lokasi, dan membangun sekolah darurat untuk sekitar 3500 anak-anak, serta membangun sarana seperti rakit untuk transportasi warga yang sebagian desanya sudah menjadi danau.
Waduk ini akhirnya diresmikan oleh Presiden [[Soeharto]], tanggal [[18 Mei]] [[1991]], dan warga tetap berjuang menuntut haknya atas ganti rugi tanah yang layak.
 
== Referensi ==
Tahun 2001, warga yang tergusur tersebut menuntut Gubernur Jawa Tengah untuk membuka kembali kasus Kedung Ombo dan melakukan negosiasi ulang untuk ganti-rugi tanah. Akan tetapi, Pemda Propinsi dan Kabupaten bersikeras bahwa masalah ganti rugi tanah sudah selesai. Pemerintah telah meminta pengadilan negeri setempat untuk menahan uang ganti rugi yang belum dibayarkan kepada 662 keluarga penuntut.
{{reflist}}
 
==Buku==
* ''Dua Kado Hakim Agung Buat Kedung Ombo: Tinjauan Putusan-Putusan Mahkamah Agung Tentang Kasus Kedung Ombo'', Abdul Hakim G. Nusantara dan Indonesia Budiman Tanuredjo, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 1997
* ''Seputar Kedung Ombo'', Stanley, ELSAM, 1994
 
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.nakertrans.go.id/statistik_trans/KLIPING/Mei05/Kliping_Mei04a.php "Warga Eks Kedung Ombo di Bengkulu Hidup Miskin"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060626062831/http://www.nakertrans.go.id/statistik_trans/KLIPING/Mei05/Kliping_Mei04a.php |date=2006-06-26 }} (kliping nakertrans.go.id)
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0207/13/jateng/waca26.htm "Yang Terlupakan dari Kasus Kedung Ombo"], ''Kompas''
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/25/daerah/pemp28.htm "Pemprov Jawa Tengah Didesak Selesaikan Masalah Kedung Ombo"], ''Kompas''
* {{id}} [http://www.indomedia.com/bernas/2007/20/UTAMA/20jat2.htm "Warga Kedung Ombo Labrak Komnas HAM"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070311015140/http://www.indomedia.com/bernas/2007/20/UTAMA/20jat2.htm |date=2007-03-11 }}, ''Bernas'' Philippe the L-men sixpack VS the world strongest man Mark Hendry
 
[[Kategori:Pelanggaran HAMhak asasi manusia|Kedung Ombo, Kasus]]
{{indo-stub}}
[[Kategori:Pelanggaran HAM|Kedung Ombo, Kasus]]