Pangeran Anglingkusumo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(3 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 42:
Sebagai sosok yang berwirausaha penuh serta terjun langsung membidani lahirnya perguruan tinggi swasta mampu menginspirasi seorang mantan Fungsionaris Koperasi Mahasiswa [[Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta|IAIN Sunan Kalijaga (sekarang UIN)]] tahun 1998 – 2001, Ahmad Baihaki AM menyebutkan, penekanan Kanjeng Angling terhadap gerakan moral dengan strategi kultural merupakan ciri dia. Kata Baihaki:”Belaiau cukup smart, analisis tajam, detail tapi sangat komprehensif dalam pengambilan keputusan. Dimenasi spiritual wirausaha menjadikan dia sebagai entrepreneur yang bisa menjadi suri tauladan umat.”
 
Profesor Dr [[Amri Yahya]] (alm) pernah membuat catatan bahwa KPHGPH Anglingkusumo adalah satu-satunya keturunan langsung alm. Paku Alam VIII yang memiliki kepedulian tinggi terhadap dunia pendidikan, seni dan budaya.
Dan kepedulian seperti itu sangat dibutuhkan bila sebiuah dinasti akan tetap menjadi bagian dari masyarakat modern. Bahkan Prof Amri Yahya waktu itu menegaskan, banyak kegiaatan Pak Angling maupun Bu Angling yang terdokumentasi di media cetak maupun elektronik.
 
Baris 49:
Seniman gaek Azwar AN (71 tahun) yang saat ini menjabat sebagai Ketua Bidang Seni dan Budaya Keluarga Minangkabau Yogyakarta mengenal sosok Kanjeng Angling sebagai seorang bangsawan yang berjiwa kerakyatan. “Pak Anglingitu sosok keluarga ningrat dari Pakualaman yang supel dan selalu berperhatian terhadap lawan bicara, meskipun yang mengajak bicara itu rakyat biasa”. Tambah Azwar lagi: ”Saya lebih terkesan lagi dengan Pak Angling karena perhatiannya terhadap dunia seni dan budaya. Hampir semua karya seni tradisi sampai modern diperhatikan secara cermat. Bahkan dia menguasai dunia fotografi.”
 
Di mata Azwar AN, KPHGPH Anglingkusumo telah berhasil mendidik dan menempatkan istrinya. Di era gender seperti saat ini, Ir. KRAy. Hj. Setianingsih Moerwengdyah Anglingkusumo S.Pd.,M.Eng. yang berpendidikan modern itu tetap dapat menempatkan diri selaku istri yang tut wuri. Bahkan, Bu Angling juga sangat conceren terhadap pengembangan seni dan budaya di dalam dinasti Pakualaman serta di tempat lain.
 
== Pangeran Anglingkusumo dan Suksesi Pakualaman ==
Baris 65:
* Purnomo + Ningrum = Purnamaningrum yang di belakang/dimudakan.
 
Namun hal-hal lain masalah suksesi belum memperoleh titik temu namun sudah dinyatakan final oleh KPHGPH.Ambarkusumo sehingga terjadi walkout oleh KPHGPH. Probokusumo dan KPHGPH. Songkokusumo. Oleh sebab itu kemudian disepakati perlunya mediator yg diambil dari sesepuh Hudyono.
Namun secara mengejutkan pada rapat terakhir tanggal 18 April 1999 disampaikan sebuah Deklarasi yang dibuat oleh 12 orang sesepuh kerabat berpangkat pangeran lurah/bupati mengatasnamakan Hudyono yang dibuat tgl 6 April 1999 di Jakarta isinya: Mendukung dan Menobatkan KPHGPH. Ambarkusumo sebagai Paku Alam IX dan meNYISIHkan pihak-pihak yang tidak setuju terhadap penobatan itu baik dari internal maupun external.
Berdasarkan Deklarasi tersebut maka KPHGPH.Ambarkusumo melakukan Jumenengan sebagai Paku Alam IX tanpa ada persetujuan dari seluruh ahli waris. Pihak KPHGPH. Ambarkusumo juga menolak penggunaan Akta Notaris pada waktu Jumenengan yang diusulkan pada saat rapat terakhir serta menolak perlunya tanda tangan persetujuan dari Ahli Waris yang lain. Pihak Ambarkusumo juga menolak dan tidak mau menggubris semua bukti-bukti tentang adanya Janji KGPAA Paku Alam VIII dengan kakek kandungnya SISKS. PB X.
Pihak KPHGPH. Ambarkusumo juga tidak mendudukkan hak dan kewajibannya sebagai Paku Alam terhadap adik-adiknya dan tidak mendudukkan / membagikan hak waris dari seluruh ahli waris yang sah baik itu merupakan harta pribadi mendiang Alm. KGPAA.Paku Alam VIII ataupun Harta Keprabon/ Harta Kerajaan sampai detik ini. Pihak KPHGPH. Ambarkusumo juga melakukan bongkar paksa terhadap kamar mendiang alm.KGPAA.Paku Alam VIII dan mengambil semua barang-barang berharga secara sepihak. Pihak KPHGPH. Ambarkusumo juga melakukan bongkar paksa terhadap museum Puro Pakualaman yang selama ini dikelola oleh KPHGPH. Anglingkusumo.
 
Dengan demikian maka pihak KPH. Probokusumo menyatakan bahwa Jumenengan KPHGPH. Ambarkusumo TIDAK SAH dan CACAT HUKUM dengan tidak adanya persetujuan dari seluruh Ahli Waris Tahta yang Sah, tidak menggunakan Akta Notaris yang diakui oleh hukum Negara dan Hanya berdasarkan Deklarasi yang mengatasnamakan Hudyono yang melanggar AD-ART Hudyono serta yang notabene hanya berfungsi sebagai mediator. Hudyono tidak memiliki mandat dari Ahli Waris untuk melakukan Jumenengan dan tidak memiliki Hak untuk memilih atau menjumenengkan seorang raja di dalam AD-ARTnya.Paguyuban Hudyono sendiri adalah paguyuban yang Tidak Berbadan Hukum/Tidak punya Akta Notaris Pendirian sehingga Deklarasi tersebut Tidak memiliki dasar hukum/ Cacat Hukum.
 
Perlu diketahui bahwa setelah KGPAA. Paku Aam VIII mangkat maka tas kantor yang selalu dibawa dia sehari-hari yang berisi 3 map, uang dan kunci brankas (menurut keterangan abdi dalem yang meladeni dia sehari-hari dan yang terakhir membantu dia memasukan isi tas tersebut) HILANG sampai sekarang tidak diketemukan. Yang kami ketahui terjadi adalah pernyataan KRAy. Punamaningrum yang mengatakan bahwa dia menemukan kunci brankas kuno yang berada di dalam kamar almarhum yang notabene berada didalam TAS yang HILANG (menurut keterangan abdi dalem yang terakhir memasukan isi tas sebelum KGPAA. Paku Alam VIII mangkat). Tas tersebut diDUGA berisi SURAT WASIAT yang ditinggalkan almarhum mengingat berdasarkan keterangan wartawan sejak tahun 1989 sebetulnya Dia telah menunjuk pengganti/ Putra Mahkota.
 
== Mencuatnya Kembali Permasalahan Suksesi Puro Paku Alaman ==
Pada tahun 2001 KPHGPH. H. Anglingkusumo membuat sebuah buku mengenai suksesi Puro Pakualaman dengan judul “Sebuah Dinasti yang Terkoyak”. Buku tersebut kemudian dibedah melalui bedah buku yang dilaksanakan oleh Pasca Sarjana Universitas Islam Indonesia. Hasil dari bedah buku tersebut adalah disarankannya oleh beberapa pakar untuk menuntut melalui PTUN menimbang bukti-bukti yang cukup lengkap dan memadai.
 
Dengan semangat, ”Mikul duwur mendhem jero” dan menghindari keributan yang lebih besar maka saran para pakar belum dilaksanakan oleh KPHGPH. Anglingkusumo. KPHGPH. Anglingkusumo lebih memilih cara persuasif dengan berharap bahwa dengan berjalannya waktu maka ada kesadaran dari pihak KPHGPH. Ambarkusumo ataupun Hudyono untuk kemudian melakukan upaya rekonsiliasi seperti yang terjadi pada Puro Mangkunegaran di Solo.
 
Berdasarkan permintaan dari salah satu penerbit maka dibuatlah buku “Sebuah Dinasti yang Terkoyak” edisi kedua. Tanpa diduga buku tersebut menjadi booming sebelum sampai ke tangan penerbit, sampai sekarang kami kewalahan menangani permintaan buku tersebut.
 
Perseteruan keluarga mulai muncul kembali saat kubu Ambarkusumo akan mensertifikatkan Tanah Paku Alam atau Paku Alam Ground(PAG) yang ada di Kulon Progo yang akan diguanakan untuk penambangan pasir besi dan bandara. Hal tersebut ditentang oleh keluarga dari kubu Probokusumo yang kini dimotori oleh KPHGPH. Anglingkusumo sebagai putra laki-laki tertua setelah meninggalnya KGPHGPH. Probokusumo dan ditandatangani oleh semua Ahli Waris dari KRAy. Ratnaningrum (Kubu Probokusumo/Anglingkusumo). Hal tesebut kemudian didukung oleh masyarakat PAG (masyarakat Adikarto) yang banyak dirugikan oleh pihak Ambarkusumo dengan praktik penambangan pasir besinya. Masyarakat Adikarto juga kecewa terhadap kubu Ambarkusumo karena selama 13 tahun mereka tidak pernah dilihat, ditengok, diurus, diayomi bahkan akan dieksploitasi.
 
Diduga hal tersebut diatas yang melatar belakangi terjadinya, ”Pengukuhan KPHGPH. H. Anglingkusumo menjadi Sri Paduka KGPAA Paku Alam IX pada tanggal 15 Maret 2012 oleh masyarakat Adikarto Kulon Progo secara sepontan pada acara Sedekah Bumi sekaligus Peringatan 102 tahun kelahiran KGPAA.Paku Alam VII (Pengukuhan tersebut sudah disahkan dengan Akta notaris). Peristiwa tersebut mendapat tekanan dari kubu Ambarkusumo, bahkan terjadi aksi semi kekerasan di kediaman KPHGPH. H. Anglingkusumo (sudah dilaporkan ke Polda, namun Polisi tidak memproses lanjut). Hal tersebut justru menambah perhatian dan simpati publik terhadap apa yang sebenarnya terjadi sehingga permintaan buku Dinasti yang Terkoyak edisi 2 semakin bertambah seiring dengan bertambahnya dukungan terhadap KPHGPH. H. Anglingkusumo. Bahkan muncul, ”Pengukuhan ke-2 terhadap KPHGPH. H. Anglingkusumo sebagai Sri Paduka KGPAA Paku Alam IX oleh elemen-elemen masyarakat dari kabupaten Gunung Kidul. Kemudian diikuti pula dukungan dari elemen mahasiswa dan masyarakat Indonesia Timur terutama kaum muda dan seterusnya semakin bertambah setiap harinya hingga saat ini.
 
Seiring dengan bertambahnya pendukung KPHGPH. H. Anglingkusumo sebagai KGPAA. Paku Alam IX dari kerabat dan masyarakat maka dibentuklah suatu Himpunan Kerabat dan Kawulo Paku Alam (HKPA) Notokusumo yang sudah disahkan oleh Akta Notaris nomor 147 pada tanggal 10 Juli 2012 yang sudah memiliki perwakilan di beberapa provinsi, kabupaten/kota bahkan ada perwakilan di Amerika Serikat dan Inggris. Perwakilan HKPA dengan anggota terbanyak untuk saat ini adalah HKPA cabang Kabupaten Gunung Kidul, disusul Kabupaten Kulon Progo dan Bantul.
 
[[Kategori:Pangeran di Indonesia]]