Porogapit: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(7 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Underlinked|date=Desember 2022}}
'''Porogapit''' adalah sebuah metode [[pembagian]] bersusun dengan membuat garis pengapit antara [[bilangan]] yang dibagi dan bilangan pembaginya. Diambil dari bahasa jawa yaitu Poro dan Gapit. Poro memiliki arti Bagi ( membagi ) dan Gapit memiliki arti Pengapit.
{{gabung|Pembagian bersusun}}
'''Porogapit''' adalah sebuah metode [[pembagian]] bersusun dengan membuat garis pengapit antara [[bilangan]] yang dibagi dan bilangan pembaginya. Diambil dari bahasa jawa yaitu Poro dan Gapit. Poro memiliki arti Bagi ( membagi ) dan Gapit memiliki arti Pengapit.
 
Secara maknawimanusiawi Porogapit bisa diartikan menjadi membagi sebuah bilangan dengan meletakkan garis pengapit diantara bilangan pembagi dan yang dibagi.
 
Porogapit sendiri biasa digunakan di sekolah dasar, dimulai dari kelas 43 hingga kelas 6. Meski memiliki beberapa kekurangan, namun cara ini masih sering digunakan oleh guru dan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pembagian puluhan, ratusan hingga ribuan.
 
Kemampuan berhitung pembagian angka besar, sangat penting untuk digunakan sebagai alat dalam perhitungan materi matematika lainnya.Sebagaimana diketahui dalam teori perkembangan kognitif Jean Piaget, usia siswa SD masih dalam tahap berpikir operasional konkrit sehingga diperlukan materi pembelajaran yang juga konkrit. Pada tahapan operasional konkrit, tahapan berpikirnya masih kurang dalam hal abstraksi dan hipotesis.
 
Berikut ini adalah kelemahan penggunaan untuk diterapkan oleh siswa tingkat sekolah dasar (SD).
 
1. Proses pembagian pada porogapit tidak melalui proses pengenalan dari bentuk konkrit. Sehingga porogapit dikenalkan langsung pada suatu tahapan berhitung angka yang merupakan tahapan abstrak.
 
2. Ketika siswa membagi angka lebih kecil dari pembagiannya, lupa tidak memberikan angka nol hasilnya.
 
3. Sistem penulisan perhitungan yang tidak lurus dapat berujung pada kesalahan pandang saat berhitung.
 
4. Jalur perhitungan ketika menulis dengan sisi yang bergantian atas mapun bawah akan menjadi bahan yang selalu terbeban dalam pikiran siswa ketika melakukan konsep perhitungan terutama bagi siswa dengan tingkat perhitungan yang lemah (kebingungan pola)
 
Berdasarkan 4 daftar kelemahan porogapit, dapat menjadi evaluasi tentang banyaknya siswa SD yang tidak menguasai pembagian angka besar. Diperlukan metode lain yang sesuai dengan tahap berpikir siswa SD yang masih belum mampu dalam hal abstraksi. Pengenalan pembagian angka besar yang melibatkan benda-benda kongkrit perlu dilakukan.
 
Konsep pembagian yang diajarkan sebagai kebalikan dari perkalian atau pengurangan berulang, adalah konsep abstrak yang masih belum sesuai dengan tahap berpikir siswa SD. Pembelajaran perlu diberikan dengan konsep yang konkrit. Faktanya, dalam melakukan pembagian, sebenarnya siswa sedang melakukan kegiatan distribusi barang atau benda, misalnya: kegiatan membagi 10 permen kepada 5 orang temannya, lebih mudah dikenali sebagai kegiatan distribusi benda.
 
Alat bantu belajar semacam dakon dapat digunakan sebagai media untuk mengenalkan pembagian. Dakon adalah alat permainan yang sudah dikenal sejak lama. Melalui kegiatan permainan dakon, siswa dapat melakukan strategi dalam hal melakukan pembagian, contohnya: 8:4=... siswa dapat menyelesaikan dengan mengambil 8 biji dakon dan dibagi kedalam 4 lubang dakon, sehingga didapat hasil 8:4=2.
 
Pembagian angka besar menggunakan dakon dapat dikombinasikan dengan materi nilai tempat. Pembagian dapat dihubungkan antara nilai tempat ribuan, ratusan, puluhan, dan satuan. Dapat diambil sebagai contoh: 369:3=... kegiatan yang dapat dilakukan siswa adalah dengan mengidentifikasi nilai tempat ratusan diisi oleh angka 3, nilai tempat puluhan diisi oleh angka 6, nilai tempat satuan diisi oleh angka 9.
 
Metode ini lebih lanjut dibahas secara lebih dalam sebagai metode pembagian cara kakon. Pembagian cara kakon mengambil ide pembagian dari permainan tradisional dakon. Kegiatan mengenal pembagian angka besar dengan melibatkan alat bantu belajar kakon dapat menutupi kelemahan pembagian porogapit untuk penerapa anak usia SD.
 
Berikut ini adalah kelebihan yang bisa dimanfaatkan dari metode pembagian cara kakon. Kelebihan ini berdasarkan kelemahan pada metode pembagian porogapit.
 
1. Pembagian cara kakon dikenalkan melalui kegiatan konkrit.
 
2. Pembagian cara kakon dilakukan bertahap sesuai nilai tempatnya, sehingga pengisian hasil pembagian konsisten sesuai angka nilai tempat yang dibagi. Tidak akan terlewat.
 
3. Penulisan angka pada pembagian cara kakon tidak panjang seperti pada pembagian porogapit, sehingga tidak akan terjadi kesalahan pandang.
 
4. Jalur penulisan pada pembagian cara kakon dilakukan secara berurutan terus kebawah sesuai nilai tempatnya, tidak bergantian atas bawah seperti pada pembagian porogapit.
 
Sumber:
https://kakonindonesia.wordpress.com/2012/08/04/57/
 
 
 
Secara maknawi Porogapit bisa diartikan menjadi membagi sebuah bilangan dengan meletakkan garis pengapit diantara bilangan pembagi dan yang dibagi.
 
Porogapit sendiri biasa digunakan di sekolah dasar, dimulai dari kelas 4 hingga kelas 6. Meski memiliki beberapa kekurangan, namun cara ini masih sering digunakan oleh guru dan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pembagian puluhan, ratusan hingga ribuan
 
== Pranala luar ==
https://bidangstudi.com/354/cara-pembagian-bersusun-porogapit-ribuan.html
 
{{Authority control}}
{{matematika-stub}}
 
[[Kategori:Matematika]]
 
 
{{matematika-stub}}