Ngaras: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
merapikan penulisan rujukan
 
(8 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Ngaras''' adalah salah satu [[upacara]] adat [[JawaBudaya BaratSunda|Sunda]] yang dilakukan oleh kedua mempelai dengan tujuan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tua dan meminta doa untuk kelancaran acara pernikahan.<ref name=":0">{{Cite journalweb|last=Nurizka|first=_|date=24 Juni 2016-06-24|title=SIMBOLSimbol JEUNGJeung MA’NAMa'na DINADina RUNTUYANRuntuyan UPACARAUpacara ADATAdat NGARASNgaras DIdi KECAMATANKecamatan BALEENDAHBaleendah KABUPATENKabupaten BANDUNGBandung|url=http://repository.upi.edu/32439/|language=en|publisherwebsite=Universitas Pendidikan Indonesia|access-date=30 Maret 2023}}</ref> Secara etimologis istilah ngaras berasal dari kata bahasa Sunda yaitu ''ras'', kata ras adalah kata yang digunakan untuk mengingat, merasakan, atau mengingatkan. <ref name="Kamus Basa Sunda">Danadibrata. (2015).''Kamus Basa Sunda''. Bandung: Kiblat Buku Utama, Hal. 567</ref> Selain itu, dalam [[bahasa Sunda]] juga terdapat kata ''ngaraas'' yang artinya menyeberangi [[sungai]] yang tidak terlalu dalam. Kata ''ngaraas'' berasal dari kata 'raas' yang memiliki awalan ''nga-''. Bisa jadi, dalam [[ilmu]] [[linguistik]], kata ngaraas mengalami proses [[morfologi]] sinkope (hilangnya [[fonem]] di tengah kata) menjadi kata ''ngaras.'' <ref name="Kamus">LBSS. (2007).''Kamus Umum Basa Sunda''. Bandung: Tarate, Hal. 407</ref>
 
== Makna ==
Upacara ngaras dimaksudkan untuk mengingatkan [[ Anaking Amulet Awaking|anak]] akan kemulyaan orang tuanya. Dengan kasih sayang, mendidik dan membimbing jalan hidup yang benar-benar sesuai dengan pedoman [[ agama|agama]] dan [[hukum]] [[Negara (pemerintahan)|negara]] dalam melakoni [[kehidupan]] di dunia. Tentunya bimbingan yang bersumber dari ajaran [[ agama|agama]] tersebut merupakan pedoman bagaimana menempatkan orang tua dalam wilayah iman dan takwa dengan hormat kepada orang tua. [[Islam]] menuntut anak untuk menghormati orang tuanya, terutama [[Orang tua|ibunya]] . Dalam [[Budaya Sunda|budaya sunda]] menghormati [[Orang tua|ibu]] dan [[ayah]] tersirat dalam ungkapan ''munjung jangan pergi ke [[gunung]], ibadah jangan ke [[laut]], munjungnya harus ke ibu, ibadah harus ke ayah''. Ungkapan tersebut tentu saja merupan penjelasan dari ungkapan lainnya yang berbunyi ''ibunya yang berhasil mengandung ayahnya.''
 
=== Menghormati orang tua ===
Baris 8:
 
=== Sadar diri sebagai manusia ===
Kata ngaras dalam [[Bahasa Jawa|bahasa jawa]] berarti [[sungkem]], [[ mengunjungi|munjungan]]. Kata ngaras, berasal dari raras yang jangkar kata ras, makna dalam [[bahasa Kawi]] ''senang,'' ''melamun,'' indah, sedih; araras '': sedih'' . Ngaras juga dikatakan sebagai ekspresi dari berlari dan merasakan, perasaan bahwa manusia dilahirkan ke alam dunia berasal dari cinta dan kasih sayang [[Orang tua|ibu]] dan [[ayah]] . Dalam [[Islam]], ngaras berasal dari kata ''arasy'' yang artinya tempat yang luhur. Dengan demikian, lambang dalam upacara adat ngaras adalah mencuci dan mencium telapak kaki ibu dengan hormat. Kemudian [[Orang tua|ibu]] dan [[ayah]] mempelai laki-laki berjanji bahwa mereka akan bahagia dan ridho atas pernikahan kedua mempelai.
 
=== Menyucikan diri ===
Hali ini diilustrasikan dengan kata ''ngaras'' yang artinya menyeberangi sungai untuk mengambil air yang jernih untuk membersihkan [[kaki]] orang tua.<ref>{{Cite web|title=Upacara Daur Hidup dalam Pernikahan Adat Sunda|url=http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:l-GX3gmxWPgJ:journal.uinjkt.ac.id/index.php/refleksi/article/download/916/807+&cd=8&hl=en&ct=clnk&gl=id|website=webcache.googleusercontent.com|access-date=2020-08-26|archive-date=2020-02-14|archive-url=https://web.archive.org/web/20200214170841/http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/refleksi/article/download/916/807|dead-url=yes}}</ref> Dalam paradigma [[Islam]], [[kaki]] penting sebagai tanda menyembah dan memohon ampun. [[Muhammad|Nabi Muhammad]] pernah bersabda bahwa surga ada di telapak kaki ibu. Kaki tersebut memiliki makna yang dalam dan nilai luar biasa yaitu sebagai sarana dalam melaksanakan perjalanan hidup manusia . Jika kontrol manusia sudah di luar jalur, maka perjalanan hidup juga akan keluar dari jalur yang seharusnya. Uraian ini mengandung makna bahwa perilaku anak bergantung pada cara orang tua mendidiknya agar berada di jalur yang benar. Mereka tetap berada di jalur yang dikehendaki [[Allah|Tuhan]] . Bimbingan dari orang tua akan membangun watak, [[ karakter|karakter]], dan kebiasaan anak.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Hendrayana|first=Dian|title=Ngaras: Upacara Membasuh Kaki Yang Sarat Makna|url=http://jurnal.upi.edu/pls/view/1588/ngaras:-upacara-membasuh-kaki-yang-sarat-makna.html|journal=pls|volume=266|issn=1411-688X}}</ref>
 
== Tujuan ==
 
* Menambah referensi upacara pernikahan selain [[ Upacara pernikahan adat|upacara]] adat Sunda yang telah ada, seperti ''siraman, ngerik, seserahan, ngeuyeuk seureuh, sawer, buka [[ pintu|pintu]], huap lingkung'', dll.
* Semoga ada upacara yang lebih khidmat untuk menunjukkan pengabdian seorang anak kepada orang tuanya. Oleh karena itu, tidak salah jika seorang anak menunjukkan pengabdian kepada orang tuanya dengan mengungkapkan perasaannya.
* Semoga ada upacara yang istimewa, untuk menyampaikan rasa cinta orang tua kepada anak.
Baris 21:
* Mempererat persaudaraan kedua mempelai.
* Menyampaikan pesan mulya khususnya kepada kedua mempelai pada umumnya untuk semua yang hadir di tempat tersebut.
* Turunkan suasana stres (tegang, [[ emosional|emosional]] ) terutama bagi keluarga pengantin.
* Menumbuhkan rasa hormat kepada orang tua terutama bagi kedua mempelai. Bagi yang menyaksikan maka akan tersadar bahwa kita ada di dunia karena ibu dan ayah.
* Dalam membasuh kaki orang tua ada arti meminta ridho orang tua agar rumah tangganya lancar. Dengan demikian, upacara ngaras diharapkan mampu mempertahankan keharmonisan sebuah keluarga yang akan dibangun.<ref name=":0" />
Baris 29:
* [[ Penyelenggara acara|Acara]] pertama, pengatur acara menjelaskan tujuh kain [[batik]] yang diartikan sebagai perjalanan hidup yang selalu dalam waktu tujuh hari. Setiap manusia harus menghargai waktu. Tentu saja budaya Sunda sangat berhubungan dengan makna yang terkandung dalam [[Al-Qur'an]] Surat Al-Ashr. Karenanya, mengisi waktu tujuh hari dalam seminggu itu merupakan hal yang baik.
 
* Pengatur acara menjelaskan berbagai daun yang harus ada dan menjadi simbol upacara. Daun tersebut adalah daun [[Cordyline fruticosa|hanjuang]], [[sirih]], [[puring]], [[melati]], beringin, mamangkokan, kibeusi, [[Palem waregu|waregu]], dan handeuleum . Sebut saja beberapa contoh dedaunan (biasanya penyelenggara membawa berbagai macam dedaunan sesuai dengan kebutuhan saja .<ref name="Rineka Budaya Sunda">Suryalaga, H. R. (1997). ''Rineka Budaya Sunda''. Bandung: Geger Sunten, kc. 32</ref> . Sebagai gambaran, berikut makna beberapa daun yang harus ada[[Cordyline fruticosa|Hanjuang]], simbol yang menjelaskan bahwa selama kita diberi kesempatan untuk [[ pernafasan|bernafas]], kita pasti punya nafsu. Arti lainnya adalah sebagai pembatas antara kehidupan sendiri dan rumah tangga.
**[[Sirih|Seureuh]] adalah simbol melawan hawa nafsu, karena akan memiliki teman hidup. Arti lainnya adalah melambangkan cinta antara calon pengantin [[Betina|wanita]] dan calon pengantin [[Jantan|pria]] .
** [[ puring|Puring]] adalah simbol diri sendiri (mpu) . Artinya kita yang ada di dalam diri sendiri dan harus bisa mengendalikannya.
** [[Melati|Malati]] adalah simbol bahwa sekecil apapun kasih sayang yang diberikan harus dihormati sebersih putihnya bunga melati.
** [[Beringin|Caringin]] yang menjadi simbol dalam perjalanan hidup harus bisa menuntun orang lain.