Erik Erikson: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-pondasi; +fondasi) |
Erik Erikson.jpg Tag: halaman dengan galat kutipan |
||
(18 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Scientist
|name = Erik Erikson
|box_width
|image =
|image_width = 150px
|caption = Erik Erikson
|birth_date = 15 Juni 1902
|birth_place = [[Frankfurt-am-Main]], [[Jerman]]<ref name="NYTObit">[http://www.nytimes.com/1994/05/13/obituaries/erik-erikson-91-psychoanalyst-who-reshaped-views-of-human-growth-dies.html?pagewanted=all# "Erik Erikson, 91, Psychoanalyst Who Reshaped Views of Human Growth, Dies"], ''[[New York Times]]'',
|death_date = 12 Mei 1994
|death_place = [[Harwich, Massachusetts|Harwich]], [[Cape Cod]], [[Massachusetts
|residence =
|citizenship =
|nationality =
|ethnicity =
|field = [[Psikologi Perkembangan|Psikolog Perkembangan]]
|work_institutions =
|alma_mater =
|doctoral_advisor =
|doctoral_students =
|known_for
|author_abbrev_bot =
|author_abbrev_zoo =
|influences = [[Sigmund Freud]], [[Anna Freud]]
|influenced =
|prizes =
|religion =
|footnotes =
|signature
}}
'''Erik Erikson''' seorang [[psikolog]] [[Jerman]] yang terkenal dengan teori tentang [[delapan tahap perkembangan]] pada manusia.<ref name="Boeree" /> Sebenarnya Erikson adalah seorang psikolog [[Freudian]], namun teorinya lebih tertuju pada masyarakat dan [[kebudayaan]] jika dibandingkan dengan para psikolog Freudian lainnya.<ref name="Boeree" />
Erikson menjadi terkenal karena upayanya dalam mengembangkan teori tentang tahap perkembangan manusia yang dirintis oleh [[Freud]].<ref name="Boeree"/> Erikson menyatakan bahwa pertumbuhan manusia berjalan sesuai [[prinsip epigenetik]] yang menyatakan bahwa kepribadian manusia berjalan menurut delapan tahap.<ref name="Boeree"/> Berkembangnya manusia dari satu tahap ke tahap berikutnya ditentukan oleh keberhasilannya atau ketidakberhasilannya dalam menempuh tahap sebelumnya.<ref name="Boeree"/> Pembagian tahap-tahap ini berdasarkan periode tertentu dalam kehidupan manusia: bayi (0-1 tahun), balita (2-3 tahun), pra-sekolah (3-6 tahun), usia sekolah (7-12 tahun), remaja (12-18 tahun), pemuda (usia 20-an), separuh baya (akhir 20-an hingga 50-an), dan manula (usia 50-an dan seterusnya).<ref name="Boeree"/><ref name="Morgan">{{en}}Clifford T. Morgan, et. al. 1986. ''Introduction to Psychology''. New York: McGraw-Hill Inc. P. 473.</ref>
=== A. Biografi ===▼
Masing-masing tahapan juga memiliki tugas perkembangan sendiri yang bersifat [[psikososial]].<ref name="Boeree"/><ref name="Morgan"/> Misalnya saja, pada usia bayi tujuan psikososialnya adalah menumbuhkan harapan dan kepercayaan.<ref name="Boeree"/> Kemudian bila tujuan ini tak tercapai, maka bayi itu akan lebih didominasi sifat penakut.<ref name="Boeree">{{id}}George Boeree. 2008. ''Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia''. Yogyakarta: Prismasophie. Hal. 74-78.</ref>
Erikson lahir di Frankurt Jerman pada [[tanggal]] 15 Juni 1902. Ayahnya adalah seorang kebangsaan Denmark yang tidak dikenal namanya dan ibunya, Karla Abrhamsen, adalah wanita Yahudi. Orang tuanya berpisah sebelum Erik lahir. Ibunya, Karla kemudian menikah dengan Dr. Theodore Homburger, lalu pindah ke Karlsruhe, Jerman Selatan.▼
Erikson menyelesaikan pendidikan di Gymnasium. Pada usia 25 tahun ia diundang untuk mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina. Erikson menjadi begitu tertarik pada pendidikan anak-anak. Erikson akhirnya memilih kesenian, karena ia memiliki bakat dan minat di bidang itu. Pada masa hidupnya ini (Erikson pada waktu itu berusia 25 tahun) terjadilah sesuatu yang membuatnya berubah secara drastis. Ia diundang untuk mengajar pada suatu sekolah swasta kecil, di Wina. Sekolah ini dibangun sebagai tempat mendidik anak anak, sementara mereka dan (atau) orangtua mereka menjalani psikoanalisis. Sekolah itu progresif dan para guru serta murid diberi kebebasan penuh dalam mengembangkan kurikulum. Erikson menjadi begitu tertarik pada pendidikan anak anak sehingga ia mengikuti dan tamat dari sekolah pendidikan guru yang menerapkan metode Montessori. Metode Montessori menekankan perkembangan inisiatif anak sendiri melalui permainan dan pekerjaan. Pengalaman ini memiliki pengaruh yang tidak pernah hilang dalam diri Erikson. Pengaruh lain yang lebih dalam ialah perkenalannya yang tak teralakan dengan psikoanalisis ialah ia berkenalan dengan perkumpulan Freud, mengikuti pendidikan pbeliau dengan konsep psikoanalisis di bawah bimbingan Anna Freud, mempelajari psikoloanalisis di Institut Psikoanalisis di Wina, dan tamat dari sana pada tahun 1933. Bisa dikatakan, ia telah menemukan identitas profesinya.▼
▲Erikson lahir di Frankurt Jerman pada [[tanggal]] 15 Juni 1902. Ayahnya adalah
▲Erikson menyelesaikan pendidikan di Gymnasium. Pada usia 25 tahun ia diundang untuk mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina. Erikson menjadi begitu tertarik pada pendidikan anak-anak. Erikson akhirnya memilih kesenian, karena ia memiliki bakat dan minat di bidang itu. Pada masa hidupnya ini (Erikson pada waktu itu berusia 25 tahun) terjadilah sesuatu yang membuatnya berubah secara drastis. Ia diundang untuk mengajar pada suatu sekolah swasta kecil, di Wina. Sekolah ini dibangun sebagai tempat mendidik anak anak, sementara mereka dan (atau)
Reputasi Erikson hampir seluruhnya berasal dari uraiannya tentang perkembangan psikososial sepanjang masa kehidupan, dari masa bayi sampai masa tua, terutama konsep-konsepnya tentang identitas dan krisis identitas. Pada umumnya para psikolog lebih menyukai tahap Erikson daripada tahap psikoseksual Freud. Mereka berpendapat bahwa Erikson telah memberikan sumbangan untuk perkembangan kepribadian, setara dengan apa yang telah dilakukan Piaget tentang perkembangan intelektual. Erikson juga dikagumi karena observasinya yang tajam dan inteprestasinya yang peka dan perasaan kasihnya dalam terhadap segala sesuatu yang bersifat manusiawi.
Baris 41 ⟶ 45:
Sumbangan penting yang telah diberikan Erikson meliputi dua topik utama yaitu teori psikososial tentang perkembangan dari mana muncul suatu konsepsi yang luas tentang ego dan penelitian psikosejarah yang menerangkan psikososialnya.
Perkembangan berlangsung melalui delapan tahap menurut Erikson. Tahap yang berurutan itu tidak ditetapkan menurut suatu jadwal kronologis yang ketat. Erikson berpendapat bahwa setiap anak memiliki jadwal waktunya sendiri.
Baris 47 ⟶ 51:
Erikson membagi tahap-tahap itu berdasarkan kualitas dasar ego pada masing-masing tahap yaitu:
Kepercayaan dasar yang paling awal terbentuk selama tahap sensorik oral dan ditunjukkan oleh bayi lewat kapasitasnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan membuang kotoran dengan santai. Kebiasaan itu berlangsung terus dalam kehidupan bayi dan merupakan dasar paling awal bagi berkembangnya suatu perasaan identitas psikososial. Melalui pengalaman dengan orang dewasa, bayi belajar menggantungkan diri dan percaya pada mereka, tetapi mungkin yang lebih penting, ia mempercayai dirinya sendiri. Kepastias semacam itu harus mengungguli lawan negatif dari kepercayaan dasar yakni, kecurigaan dasar.
Baris 59 ⟶ 63:
Tahap pertama kehidupan ini merupakan tahap ritualisasi numinous yaitu, perasaan bayi akan kehadiran ibu, dalam hal ini pandangannya, pegangannya, sentuhannya, teteknya atau “pengakuan atas dirinya”. Bentuk ritual numinous yang menyimpang dan terungkap dalam kehidupan dewasa berupa pemujaan terhadap pahlawan secara berlebih-lebihan atau idolisme.
Anak harus didorong untuk mengalami situasi-situasi yang menuntut otonomi dalam melakukan pilihan bebas. Rasa mampu mengendalikan diri akan menimbulkan dalam diri anak rasa memiliki kemauan baik dan bangga yang bersifat menetap. Sebaliknya rasa kehilangan kontrol diri dapat menyebabkan perasaan malu dan ragu-ragu yang bersifat menetap.
Baris 69 ⟶ 73:
Penyimpangan ritualisme pada tahap ini adalah legalisme, yakni pengagungan huruf ketentuan hukum daripada semangatnya, mengutamakan hukuman daripada belas kasih.
Tahap psikososial ketiga ialah tahap inisiatif yaitu suatu masa untuk memperluas penguasaan dan tanggung jawab. Selama tahap ini anak menampilkan diri lebih maju dan lebih seimbang secara fisik maupun kejiwaan.
Baris 79 ⟶ 83:
Padanan negatif dari ritualisasi dramatik adalah ritualisme impersonasi sepanjang hidup, yaitu melakukan tindakan yang tidak mencerminkan kepribadiannya yang sejati.
Pada tahap ini, anak harus belajar mengontrol imjinasinya yang sangat kaya, dan mulai menempuh pendidikan formal. Bahaya dari tahap ini ialah anak bisa mengembangkan perasaan rendah diri apabila ia tidak berhasil menguasai tugas-tugas yang dipilihnya atau yang diberikan oleh guru dan
Nilai kompetensi muncul pada tahap kerajinan ini. Rasa kompetensi dicapai dengan menerjunkan diri pada pekerjaan dan penyelesaian tugas, yang pada akhirnya mengembangkan kecakapan kerja.
Baris 87 ⟶ 91:
Usia sekolah merupakan tahap ritualisasi formal, masa anak belajar bekerja secara metodis. Penyimpangan ritualismenya dimasa depan adalah formalisme, berwujud pengulangan, formalitas yang tidak berarti.
Selama masa [adolesen], individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa ia adalah manusia unik, namun siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah masyarakat, entah peranan ini bersifat menyesuaikan diri atau bersifat memperbaharui. Inilah masa dalam kehidupan ketika orang ingin menentukan siapakah ia pada saat sekarang dan ingin menjadi apakah ia pada masa yang akan datang.
Baris 95 ⟶ 99:
Peralihan yang sulit dari masa kanak-kanak ke masa dewasa di satu pihak dan karena kepekaan terhadap perubahan sosial dan historis dilain pihak, maka selama tahap pembentukan identitas seorang remaja, mungkin merasakan penderitaan paling dalam dibandingkan pada masa-masa lain akibat kekacauan peranan atau kekacauan identitas.
Istilah krisis identitas menunjuk pada perlunya mengatasi kegagalan yang bersifat sementara itu untuk selanjutnya membentuk suatu identitas yang stabil atau sebaliknya suatu kekacauan peranan. Kesetiaan adalah fondasi atas dasar mana terbentuk suatu perasaan identitas yang bersifat
Tahap dimana orang dewasa awal siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain. Agar memiliki arti sosial yang bersifat menetap maka genitalitas membutuhkan seseorang untuk dicintai dan diajak menngadakan hubungan seksual, dan dengan siapa seseorang dapat berbagi rasa dalam suatu hubungan kepercayaan. Bahaya pada keintiman ini adalah isolasi.
Baris 103 ⟶ 107:
Ritualisasi pada tahap ini adalah afiliatif yakni berbagi bersama dalam pekerjaan, persahabatan dan cinta. Penyimpangan ritualismenya adalah elitisme.
Ciri tahap ini adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan, keturunan, produk, ide serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan maka kepribadian akan mundur dan mengalami stagnasi. Nilai pemeliharaan berkembang dalam tahap ini.
Baris 109 ⟶ 113:
Ritualisasi dari tahap ini ialah sesuatu yang generasional, yakni ritualisasi peranan orang tua, produksi, pengajaran dengan mana orang dewasa bertindak sebagai penerus nilai-nilai ideal kepada kaum muda. Penyimpangan dari ritualisasi ini adalah autoritisme.
Tahap terakhir dalam proses epigenetis perkembangan disebut integritas. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda, produk, ide, orang dan setelah berhasil menyesuaikan diri dengan keberhasilan dan kegagalan dalam hidup.
Baris 119 ⟶ 123:
Ritualisasi usia lanjut dapat disebut integral, ini tercermin dalam kebijaksanaan segala zaman. Sebagai ritualisme yang padanannya, Erikson mengusulkan sapientisme.
Freud memandang ego sebagai eksekutif kepribadian yang memuaskan impuls id, mengatasi keadaan darurat sosial dan fisik dari dunia luar, serta berusaha memenuhi dengan norma-norma perfeksionistik dari superego. Sebagaimana tampak dalam tahap kehidupan yang dikemukakan Erikson, ia telah memberikan sejumlah kualitas pada ego yang jauh melampaui konsepsi psikoanalitik pendahulu tentang ego.
Baris 129 ⟶ 133:
Erikson juga telah berpikir tentang dimensi yang mungkin terdapat pada suatu identitas ego yang baru. Ia berpendapat bahwa suatu identitas harus berpijak pada tiga aspek kenyataan, yaitu faktualitas, kesadaran akan kenyataan dan aktualitas. Namun kemudian Erikson dengan bercanda menambahkan aspek yang ke empat yaitu nasib atau kebetulan.{{lahirmati|[[Frankfurt-am-Main]], [[Jerman]]|15|6|1902|[[Harwich, Massachusetts|Harwich]], [[Cape Cod]], [[Massachusetts]], [[Amerika Serikat]]|12|5|1994}}) adalah seorang [[psikolog]] [[Jerman]] yang terkenal dengan teori tentang [[delapan tahap perkembangan]] pada manusia.<ref name="Boeree" /> Sebenarnya Erikson adalah seorang psikolog [[Freudian]], namun teorinya lebih tertuju pada masyarakat dan [[kebudayaan]] jika dibandingkan dengan para psikolog Freudian lainnya.<ref name="Boeree" />
Erikson menjadi terkenal karena upayanya dalam mengembangkan teori tentang tahap perkembangan [[manusia]] yang dirintis oleh [[Freud]].<ref name="Boeree"/> Erikson menyatakan bahwa pertumbuhan manusia berjalan sesuai [[prinsip epigenetik]] yang menyatakan bahwa kepribadian manusia berjalan menurut delapan tahap.<ref name="Boeree"/> Berkembangnya manusia dari satu tahap ke tahap berikutnya ditentukan oleh keberhasilannya atau ketidakberhasilannya dalam menempuh tahap sebelumnya.<ref name="Boeree"/> Pembagian tahap-tahap ini berdasarkan periode tertentu dalam kehidupan manusia: bayi (0-1 tahun), balita (2-3 tahun), pra-sekolah (3-6 tahun), usia sekolah (7-12 tahun), remaja (12-18 tahun), pemuda (usia 20-an), separuh baya (akhir 20-an hingga 50-an), dan manula (usia 50-an dan seterusnya).<ref name="Boeree"/><ref name="Morgan">{{en icon}} Clifford T. Morgan, et. al. 1986. ''Introduction to Psychology''. New York: McGraw-Hill Inc. P. 473.</ref
Masing-masing tahapan juga memiliki tugas perkembangan sendiri yang bersifat [[psikososial]].<ref name="Boeree"/><ref name="Morgan"/> Misalnya saja, pada usia bayi tujuan psikososialnya adalah menumbuhkan harapan dan kepercayaan.<ref name="Boeree"/> Kemudian bila tujuan ini tak tercapai, maka bayi itu akan lebih didominasi sifat penakut.<ref name="Boeree">{{id icon}} George Boeree. 2008. ''Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia''. Yogyakarta: Prismasophie. Hal. 74-78.</ref>
== Lihat pula ==
* [[Teori perkembangan rentang hidup]]
== Referensi ==
Baris 137 ⟶ 144:
{{reflist}}
{{lifetime|1902|1994|Erikson, Erik}}
[[Kategori:Psikolog Amerika Serikat]]
[[Kategori:Psikolog Jerman]]
[[Kategori:Psikoanalis]]
[[Kategori:Psikolog Perkembangan]]
[[Kategori:Tokoh yang berpindah agama dari Yahudi ke Kristen]]
[[Kategori:Yahudi-Amerika]]
[[Kategori:Yahudi-Jerman]]
[[Kategori:Ilmuwan Yahudi]]
[[Kategori:Tokoh dari Frankfurt]]
|