#ALIH [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia]]
{{Infobox political party
| name = Masyumi
| logo = Logo of the Masyumi Party.svg
| colorcode = black
| chairman = [[Soekiman Wirjosandjojo]] (pertama)<br/>[[Mohammad Natsir]]<br/>[[Prawoto Mangkusasmito]] (terakhir)
| secretary_general =
| foundation = 24 Oktober 1943 (organisasi)<br/> 8 November 1945 (partai)
| ideology = [[Pan Islamisme]]
| religion = [[Islam]]
| headquarters = Jakarta, Indonesia
| website =
| country = Indonesia
| native_name = Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia
| merger = [[Muhammadiyah]]<br/> [[Persatuan Islam]]<br/> [[Nahdlatul Ulama]]
| abbreviation = Masyumi
| predecessor = [[Majelis Islam A'la Indonesia]]
| successor = Keluarga Bulan Bintang <small>(kemudian menjadi [[Partai Bulan Bintang]])</small>
| newspaper = ''Abadi''
| dissolution = 17 Agustus 1960
| membership = 10 juta <ref>[http://www.muslimedianews.com/2015/05/nu-dan-masyumi-dibalik-keluarnya-nu.html NU and Masyumi; behind NU leave]</ref>
| membership_year = 1950
}}
'''Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia''' atau disingkat menjadi '''Masyumi''', adalah partai politik Islam yang pernah ada selama [[Sejarah Indonesia (1950–1959)|era Demokrasi Liberal di Indonesia]]. Partai ini dibubarkan oleh Presiden [[Sukarno]] pada tahun 1960 karena keterlibatan tokoh-tokohnya dalam [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI).
Masyumi adalah nama yang diberikan kepada sebuah organisasi yang dibentuk oleh [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|Jepang yang menduduki Indonesia]] pada tahun 1943 dalam upaya mereka untuk mengendalikan umat Islam di Indonesia.<ref name="RICKLEFS194">Ricklefs (1991) p194</ref> Tidak lama setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia]], pada tanggal 7 November 1945 sebuah organisasi baru bernama Masyumi terbentuk. Dalam waktu kurang dari setahun, partai ini menjadi partai politik terbesar di Indonesia. Masyumi termasuk dalam kategori organisasi Islam, sama seperti [[Nahdlatul Ulama]] dan [[Muhammadiyah]]. Selama periode demokrasi liberal, para anggota Masyumi duduk di [[Dewan Perwakilan Rakyat]] dan beberapa anggota dari partai ini terpilih sebagai [[Perdana Menteri Indonesia]], seperti [[Muhammad Natsir]] dan [[Burhanuddin Harahap]].<ref name="SIMANJUNTAK">Simanjuntak (2003)</ref>
[[Berkas:Sukarno at Masyumi Convention Suara Merdeka 30 December 1954.jpg|jmpl|Presiden [[Soekarno]] dalam muktamar Masyumi tahun 1954]]
Masyumi menduduki posisi kedua dalam [[Pemilu 1955|pemilihan umum 1955]]. Mereka memenangkan 7.903.886 suara, mewakili 20,9% suara rakyat,<ref name="FEITH">Feith (2007)</ref> dan meraih 57 kursi di parlemen. Masyumi termasuk populer di daerah modernis Islam seperti [[Sumatra Barat]], [[Jakarta]], dan [[Aceh]]. 51,3% suara Masyumi berasal dari Jawa, tetapi Masyumi merupakan partai dominan untuk daerah-daerah di luar Jawa, dan merupakan partai terdepan bagi sepertiga orang yang tinggal di luar Jawa.<ref name="FEITH_436437">Feith (2007) p436-437</ref><ref name="Ricklefs 1991 p238">Ricklefs (1991) p238</ref> Di [[Sumatra]], [[Kalimantan]], dan [[Sulawesi]], Masyumi memperoleh jumlah suara yang signifikan. Di Sumatra, 42,8% memilih Masyumi,<ref>{{cite book|publisher=http://epaper.kompas.com|title=Sumatra, Runtuhnya Benteng Penguasaan Partai|date=13 Februari 2009|accessdate=8 Desember 2017}}</ref> kemudian jumlah suara untuk Kalimantan mencapai 32%,<ref>{{cite book|publisher=http://epaper.kompas.com|title=Kalimantan, Heterogenitas yang Statis|date=19 Februari 2009|accessdate=8 Desember 2017}}</ref> sedangkan untuk Sulawesi mencapai angka 33,9%.<ref>{{cite book|publisher=http://epaper.kompas.com|title=Sulawesi, Merangkai Konfigurasi Baru Penguasaan Politik|date=27 Februari 2009|accessdate=8 Desember 2017}}</ref>
Pada tahun 1958, beberapa tokoh Masyumi bergabung dalam struktur [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI). oleh karena itu, Masyumi bersama-sama dengan [[Partai Sosialis Indonesia]] dibubarkan oleh pemerintah.<ref name="RICKLEFS256">Ricklefs (1991) p256</ref> Setelah pembubaran tersebut, para anggota dan simpatisan Masyumi mendirikan [[Partai Bulan Bintang|Keluarga Bulan Bintang]] untuk mengkampanyekan pemberlakuan [[syariah]] . Sebuah upaya untuk membangkitkan kembali partai ini selama masa [[transisi ke Orde Baru]] sempat dilakukan, tetapi tidak diizinkan. Setelah [[kejatuhan Soeharto]] pada tahun 1998, upaya kedua untuk membangkitkan partai ini kembali dilakukan dengan cara mendirikan [[Partai Bulan Bintang]]] yang berpartisipasi dalam pemilihan-pemilihan umum pasca-Reformasi.<ref name="Partai2">' Bambang Setiawan & Bestian Nainggolan (Eds) (2004) pp54-55</ref>
== Sejarah ==
Masyumi pada awalnya merupakan sebuah organisasi Islam yang berada dalam pengawasan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 24 Oktober 1943 sebagai pengganti [[MIAI]] (Madjlisul Islamil A'laa Indonesia). Tujuan pembentukan Masyumi sebagai sarana penghimpun masyarakat muslim di Indonesia untuk dijadikan sebagai pasukan pendukung Jepang dalam [[Perang Pasifik]].<ref>{{Cite book|last=Qodir, Z., dkk.|date=2020|url=http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/32609/ISI%20MR%20KASMAN-FIX-OK_compressed.pdf?sequence=1&isAllowed=y|title=Nasionalis Tulen Singa Podium Kasman Singodimedjo: Pemikiran dan Pergerakan|location=Yogyakarta|publisher=Jusuf Kalla School of Government|isbn=978-602-73900-8-9|editor-last=Budiyanto, G., dkk.|pages=75-76|url-status=live}}</ref> Meskipun demikian, Jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai Islam yang telah ada pada zaman Belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola pikir modern, sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang telah melarang [[Sarekat Islam|Partai Sarekat Islam Indonesia]] (PSII) dan [[Partai Islam Indonesia]] (PII). Selain itu Jepang juga berusaha memisahkan golongan cendekiawan Islam di perkotaan dengan para kyai di pedesaan. Para kyai di pedesaan memainkan peranan lebih penting bagi Jepang karena dapat menggerakkan masyarakat untuk mendukung Perang Pasifik, sebagai buruh maupun tentara. Setelah gagal mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis di dalam [[Putera]] (Pusat Tenaga Rakyat), akhirnya Jepang mendirikan Masyumi.
Masyumi pada zaman pendudukan [[Jepang]] belum menjadi partai namun merupakan federasi dari empat organisasi Islam yang diizinkan pada masa itu, yaitu [[Nahdlatul Ulama]] (NU), [[Muhammadiyah]], [[Persatuan Umat Islam]], dan [[Persatuan Umat Islam Indonesia]].<ref>{{Cite web |url=http://www.al-shia.com/html/id/service/Info-Universitas/universitas%20Islam%20Indonesia.htm |title=Sejarah Singkat Universitas Islam Indonesia |access-date=2007-02-03 |archive-date=2007-03-12 |archive-url=https://web.archive.org/web/20070312092913/http://www.al-shia.com/html/id/service/Info-Universitas/universitas%20Islam%20Indonesia.htm |dead-url=yes }}</ref>
Setelah menjadi partai, Masyumi mendirikan surat kabar harian [[Abadi (surat kabar)|Abadi]] pada tahun 1947.{{Butuh rujukan}} Surat kabar Abadi ini digunakan untuk menyampaikan pandangan Partai Masyumi tentang kehidupan bernegara di Indonesia.<ref>{{Cite book|date=2003|url=https://www.researchgate.net/profile/Puji-Santosa/publication/330889150_Ensiklopedia_Sastra_Indonesia_Modern/links/5c5a264045851582c3d173e0/Ensiklopedia-Sastra-Indonesia-Modern.pdf|title=Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern|location=Jakarta|publisher=Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional|isbn=979-685-308-6|editor-last=Sugono, D., dkk.|editor-first=|pages=1|url-status=live}}</ref>
[[Nahdlatul Ulama]] (NU) adalah salah satu organisasi massa Islam yang sangat berperan dalam pembentukan Masyumi. Tokoh NU, [[Hasyim Asy'arie|KH Hasyim Asy'arie]], terpilih sebagai pimpinan tertinggi Masyumi pada saat itu. Tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam kepengurusan Masyumi dan karenanya keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi sulit dihindari. Nahdlatul Ulama kemudian ke luar dari Masyumi melalui surat keputusan [[Pengurus Besar Nahdlatul Ulama]] (PBNU) pada tanggal [[5 April]] [[1952]] akibat adanya pergesekan politik di antara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasi para kiai NU pada persoalan agama saja. Hubungan antara Muhammadiyah dengan Masyumi pun mengalami pasang-surut secara politis dan sempat merenggang pada [[Pemilu 1955]]. Muhammadiyah pun melepaskan keanggotaan istimewanya pada Masyumi menjelang pembubaran Masyumi pada tahun [[1960]].
=== Di bawah Kabinet Natsir ===
{{main|Kabinet Natsir}}
Presiden Soekarno memberikan tanggung jawab pembentukan [[Kabinet Pemerintahan Indonesia|kabinet pemerintahan]] pertama Indonesia pasca kemerdekaan kepada Ketua Umum Masyumi, [[Mohammad Natsir]].{{sfn|Feith|1962|p=148}} Dengan 49 kursi parlemen, Masyumi merupakan partai terbesar yang menduduki kursi DPR. Sebagian besar pengamat berasumsi, bahwa kurangnya persentase mayoritas Masyumi di parlemen menghilangkan hak mereka untuk memerintah secara sepenuhnya, oleh karena itu mereka membutuhkan pragmatisme politik untuk berusaha membangun pemerintahan koalisi. [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI) yang merupakan partai terbesar kedua di parlemen, sempat dipertimbangkan sebagai mitra koalisi Masyumi dalam kabinet.{{sfn|Lucius|2003|p=75}}
Sebagai formatur, pada awalnya Natsir mencoba membentuk kabinet dengan menggabungkan Masyumi bersama PNI, tetapi serangkaian perselisihan mengenai pembagian posisi kunci di kementerian menyebabkan upaya-upaya ini gagal. Natsir kemudian mengubah strateginya, dan dengan berani mengganti rencananya untuk mengatur kabinet dengan menempatkan para anggota Masyumi sebagai inti, ditambah dengan perwakilan non-partai dan anggota dari banyak partai kecil di parlemen, sedangkan PNI diabaikan dalam rencananya.{{sfn|Feith|1962|p=150}} Hasilnya, ia mampu membentuk kabinet dimana kader-kader Masyumi memegang jabatan [[Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]], kemudian posisi kunci seperti [[Menteri Luar Negeri Indonesia|Menteri Luar Negeri]], [[Menteri Keuangan Indonesia|Keuangan]], dan [[Menteri Agama Indonesia|Agama]]. Kelima jabatan tersebut diberikan kepada individu-individu yang tidak memiliki hubungan dengan partai tertentu, dan sembilan kursi lainnya dialokasikan ke beberapa partai kecil, masing-masing terdiri dari [[Partai Sosialis Indonesia]] (16 kursi), [[Partai Indonesia Raya]] (9 kursi), [[Parkindo]] (4 kursi), [[Persatuan Indonesia Raya]] (18 kursi), Fraksi Katolik (8 kursi), Fraksi Demokrasi (14 kursi), dan [[Partai Sarekat Islam Indonesia]] (5 kursi). Pembagian dua jabatan menteri yang relatif sederhana ke PSI memungkiri fakta bahwa kelima menteri tanpa afiliasi partai dianggap telah berbagi agenda politiknya.{{sfn|Feith|1962|p=151}}
Komposisi Kabinet Natsir disambut dengan penolakan secara langsung dari dalam parlemen, dan juga dari dalam Masyumi sendiri. Sebagai partai terbesar kedua di parlemen, para pimpinan PNI dengan keras menolak kenyataan bahwa mereka dikeluarkan secara sepihak dari kabinet baru ini. Di sisi lain, tokoh-tokoh senior Masyumi juga berbeda pendapat dengan keputusan Natsir yang memilih untuk mengecualikan anggota PNI dari parlemen. Secara khusus, faksi sayap modern Masyumi pimpinan [[Sukiman Wirjosandjojo]] memperingatkan Natsir terhadap ancaman polarisasi hubungan antara Masyumi dengan PNI yang tentu akan menghasilkan hubungan yang lebih dekat dengan berbagai partai oposisi lainnya, terutama yang menyukai ideologi [[Komunis]]. Sukiman dan sekutu politiknya di Masyumi memang termasuk tokoh yang paling gencar dalam menentang upaya Natsir untuk menyingkirkan PNI dari kabinet.{{sfn|Lucius|2003|p=76}}
Meskipun pada bulan Oktober 1950 ada sebuah upaya yang dilakukan oleh sekutu politik PNI untuk memperkenalkan gerakan parlemen yang akan menyebabkan pengangkatan daftar pejabat resmi, pemerintah di bawah Natsir dapat mengumpulkan cukup banyak dukungan untuk memenangkan mosi percaya dengan selisih yang cukup besar (118 melawan 73).<ref name=MOSI>{{harvnb|Feith|1962|p=152}}; {{harvnb|Kahin|1950|p=211}}</ref> Namun, pengunduran diri yang dilakukan [[Harsono Tjokroaminoto]], perwakilan tunggal dari PSII di kabinet ini, melemahkan dukungan PSII terhadap Masyumi di parlemen, dan secara lebih jauh memperlemah koalisi ini. Peristiwa ini dan upaya-upaya lain untuk menggagalkan pemerintahan Natsir bahkan sebelum memulai pekerjaannya tampaknya memberi dampak progresif antara parlemen dan kabinet berikutnya.{{sfn|Feith|1962|p=153}}
== Pemilu 1955 ==
[[File:Election Pamphlet of Masyumi 1955 election.jpg|thumb|Sebuah pamflet yang dikeluarkan oleh Masyumi untuk pemilu 1955]]
Hasil penghitungan suara pada [[Pemilu 1955]] menunjukkan bahwa Masyumi mendapatkan suara yang signifikan dalam percaturan politik pada masa itu.<ref>{{Cite web |url=http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/02/23/0076.html |title=Kisah Dua Saudara NU dan Muhammadiyah |access-date=2006-11-06 |archive-date=2006-09-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20060913120241/http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/02/23/0076.html |dead-url=yes }}</ref> Masyumi menjadi partai Islam terkuat, dengan menguasai 20,9 persen suara dan menang di 10 dari 15 daerah pemilihan, termasuk [[Jakarta|Jakarta Raya]], [[Jawa Barat]], [[Sumatra Selatan]], [[Sumatra Tengah]], [[Sumatra Utara]], [[Kalimantan Barat]], [[Kalimantan Selatan]], [[Sulawesi Tenggara Selatan]], dan [[Maluku]]. Namun, di [[Jawa Tengah]], Masyumi hanya mampu meraup sepertiga dari suara yang diperoleh PNI dan di [[Jawa Timur]] setengahnya. Kondisi ini menyebabkan hegemoni penguasaan Masyumi secara nasional tak terjadi.
Berikut Hasil Pemilu 1955:
# [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI) - 8,4 juta suara (22,3%)
# Masyumi - 7,9 juta suara (20,9%)
# [[Nahdlatul Ulama]] - 6,9 juta suara (18,4%)
# [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) - 6,1 juta suara (16%)
Melalui Pemilu 1955 ini Masyumi mendapatkan 57 kursi di Parlemen.
== Organisasi ==
Struktur organisasi Masyumi terdiri dari Dewan Pimpinan Partai dan Majelis Syuro. Dewan Pimpinan Partai bertindak sebagai lembaga eksekutif yang membuat pernyataan politik dan memutuskan kebijakan partai. Majelis Syuro merupakan lembaga penasihat yang berperan untuk memberi nasihat dan fatwa kepada Dewan Pimpinan Partai perihal langkah apa yang akan diambil oleh partai secara garis besar. Susunan kepengurusan pimpinan partai didominasi oleh para politisi yang berlatar belakang pendidikan Barat. Di sisi lain, Majelis Syuro didominasi oleh para ulama, terutama para pemimpin organisasi Islam, seperti [[Hasyim Asyari|K.H. Hasyim Asyari]] dan [[Wahid Hasyim|K.H. Wahid Hasyim]] dari [[Nahdlatul Ulama]], dan [[Ki Bagus Hadikusumo]] dari [[Muhammadiyah]]. Masuknya unsur-unsur organisasi dalam Masyumi sebagai anggota istimewa berperan besar dalam peningkatan anggotanya, terutama dari kalangan umat Islam.{{sfn|Siregar|2013|p=91}}
=== Ideologi ===
Pada awal pembentukannya, Partai Masyumi tidak memberikan keterangan yang tegas, jelas dan terperinci tentang ideologinya, meskipun Masyumi berideologikan Islam. Identitas keislaman dalam Masyumi sangat menonjol, baik dalam mengambil keputusan dan pola pikirnya yang bersumber dari ajaran Islam. Identitas ini tercermin dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Masyumi serta resolusi-resolusi yang dikeluarkan Masyumi. Salah satu resolusi yang dikeluarkan Masyumi pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]], menyerukan kepada seluruh umat Islam Indonesia untuk melakukan ''jihad fi sabilillah'' dalam menghadapi segala bentuk penjajahan. Anggaran Dasar Masyumi menyebutkan bahwa tujuan partai adalah untuk menegakkan kedaulatan negara dan agama Islam. Ideologi Masyumi sebagai partai politik baru diungkapkan dalam manifesto politik Masyumi yang dikeluarkan pada tanggal 6 Juli 1947.<ref name=MANIFESTO>{{harvnb|Noer|1987|pp=120-122}}; {{harvnb|Kementerian Penerangan RI|1951|p=15}}; {{harvnb|Siregar|2013|p=92}}</ref> Lambatnya penjelasan tentang ideologi Masyumi bukan karena masalah di dalam internal partai, melainkan karena pada saat yang sama, Masyumi sedang disibukkan dengan keterlibatan mereka dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Setelah Indonesia memperoleh kedaulatan secara penuh, para pemimpin Masyumi mulai memanfaatkan situasi dengan menafsirkan asas Partai Masyumi, yang disahkan dalam Muktamar Masyumi ke-6 yang digelar pada bulan Agustus 1952. Sejak tahun 1952 sampai Partai Masyumi dibubarkan pada tahun 1960 asas Partai Masyumi adalah Islam. Selain itu, Masyumi juga mengeluarkan tafsir asas yang merupakan rumusan resmi ideologi partai yang dijadikan sebagai pedoman dan pegangan bagi para anggota Masyumi.<ref name=ASAS>{{harvnb|Siregar|2013|p=93}}; {{harvnb|Kementerian Penerangan Republik Indonesia|1954|p=443}}</ref>
=== Tokoh ===
Di antara tokoh-tokoh Masyumi yang dikenal adalah:
* [[Hasyim Asy'arie|Hasyim Asy'ari]], salah satu pendiri
* [[Sukiman Wirjosandjojo|Sukiman]], [[Perdana Menteri Indonesia]]
* [[Wahid Hasjim]], putra KH Hasyim Asy'ari, termasuk dalam pimpinan partai Masyumi sebelum membentuk [[NU|Partai NU]], akibat perbedaan dan kekecewaan terhadap kebijakan dalam organisasi
* [[Haji Abdul Malik Karim Amrullah|Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)]], wakil Masyumi dalam [[Konstituante]]
* [[Aboebakar Atjeh|Prof. Dr. KH. Aboebakar Atjeh]], wakil Masyumi dalam [[Konstituante]]
* [[Muhammad Natsir]], Menteri Penerangan dalam beberapa kabinet pada masa revolusi, Perdana Menteri Pertama NKRI, terkenal dengan [[Mosi Integral Natsir]] yang mengubah Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
* [[Burhanuddin Harahap]], Perdana Menteri Indonesia
* [[Syafrudin Prawiranegara]], Menteri Kemakmuran dalam beberapa kabinet pada masa revolusi, Ketua [[Pemerintah Darurat Republik Indonesia]], Gubernur [[Bank Indonesia]] Pertama, terkenal dengan kebijakan [[Gunting Sjafrudin]]
* [[Mr. Mohammad Roem]], Diplomat ulung yang dikenal lewat inisiatifnya dalam perundingan yang kemudian dikenal sebagai Perundingan Roem - Royen
* [[Isa Anshari|Muhammad Isa Anshari]], Ketua Partai Masyumi di Parlemen yang dikenal lantang dan tegas dalam memegang teguh prinsip perjuangan, termasuk saat polemik tentang dasar negara berlangsung di Majelis Konstituante sebelum akhirnya dibubarkan dengan Dekret Presiden tanggal 5 Juli 1959.
* [[Kasman Singodimedjo]], Daidan [[PETA]] daerah [[Jakarta]], yang menjamin keamanan untuk diselenggarakannya [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Proklamasi Kemerdekaan NKRI]] dan [[Rapat Raksasa Lapangan Ikada|Rapat Umum IKADA]].
* [[Anwar Harjono|Dr. Anwar Harjono]], merupakan juru bicara terakhir Partai Masyumi yang dibekukan oleh Pemerintah Orde Lama, sehingga lahirlah Keluarga Besar Bulan Bintang dan pada masa Orde Baru mendirikan Organisasi Dakwah, yakni [[Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia]] (DDII) yang pada masa Reformasi menjadi inspirator bagi lahirnya kekuatan politik baru penerus perjuangan Masyumi, yakni [[Partai Bulan Bintang]] (PBB).
==Pembubaran==
[[File:Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 200 Tahun 1960 tentang Pembubaran Partai Politik Masjumi.jpg|200px|right|thumb|Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 200 Tahun 1960 tentang Pembubaran Partai Politik Masjumi]]
Pada 1960, sejumlah pimpinan Masyumi turut terlibat dalam mendukung '''Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia''' atau [[PRRI]] melawan pemerintahan Orde Lama untuk mengubah kebijakan-kebijakan pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin Sukarno. Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara dan Burhanuddin Harahap, terlibat sebagai kelompok pemimpin gerakan pemberontakan PRRI di [[Padang]], namun partai Masyumi menolak untuk menyalahkan gerakan ini, sehingga Masyumi dibubarkan paksa dan para anggota senior, termasuk [[Buya Hamka]],<ref>Ricklefs, M.C. (2008) [1981], A History of Modern Indonesia Since c. 1200 (4th ed.), Palgrave MacMillan, ISBN 978-0-230-54686-8, p. 411.</ref> turut dipenjara karena dianggap terlibat dalam pemberontakan.<ref>Ward, Ken (1970). The Foundation of the Partai Muslimin Indonesia. Ithaca, New York: Modern Indonesia Project, Cornell University. pp. 12-14.</ref>
== Partai Penerus ==
* [[Partai Bulan Bintang]]
* [[Partai Keadilan Sejahtera]]
* [[Partai Masyumi Baru]]
* [[Partai Politik Islam Indonesia Masyumi]]
* [[Partai Masyumi Reborn]]
== Referensi ==
{{reflist|30em}}
=== Bibliografi ===
{{refbegin}}
* {{citation|last={{aut|Lucius}}|first=Robert E.|url=<!-- http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a418569.pdf -->|title=A House Divided: The Decline and Fall of Masyumi (1950-1956)|year=2003|month=September|publisher=Naval Postgraduate School|location=[[Monterey, California]]}}
* {{citation|last={{aut|Siregar}}|first=Insan Fahmi|url=<!-- http://ejournal.uin-suka.ac.id/adab/thaqafiyyat/article/download/614/pdf_19 -->|title=Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Partai Masyumi (1945-1960)|journal=Thaqãfiyyãt|year=2013|volume=14|issue=1|publisher=[[Universitas Negeri Semarang]]|location=[[Kota Semarang|Semarang]]}}
{{refend}}
=== Sumber ===
{{refbegin}}
* Bambang Setiawan & Bestian Nainggolan (Eds) (2004) 'Partai-Partai Politik Indonesia: Ideologi dan Program 2004-2009 (''Indonesian Political Parties: Ideologies and Programs 2004-2009'' Kompas (1999) {{ISBN|978-979-709-121-7}}
* {{citation|last={{aut|Feith}}|first=Herbert|authorlink=Herbert Feith|url=<!-- https://archive.org/details/bub_gb_VAH0W9uxoqoC -->|title=The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia|year=1962|month=September|publisher=[[Universitas Cornell]]|location=[[Ithaca, New York]]|ISBN=0-80-140126-7}}
* {{citation|last={{aut|Feith}}|first=Herbert|authorlink=Herbert Feith|title=The Indonesian Elections of 1955|journal=Interim reports series: Modern Indonesia Project|issue=6|year=1957|publisher=[[Universitas Cornell]]|ISBN=978-087-7630-20-3|location=[[Ithaca, New York]]}}
* {{citation|author={{aut|Kementerian Penerangan RI}}|authorlink=Kementerian Penerangan Republik Indonesia|url=<!-- TIDAK ADA -->|title=Kepartaian di Indonesia|year=1951|publisher=[[Kementerian Penerangan Republik Indonesia]]|location=[[Jakarta]]}}
* {{citation|author={{aut|Kementerian Penerangan RI}}|authorlink=Kementerian Penerangan Republik Indonesia|url=<!-- TIDAK ADA -->|title=Kepartaian dan Parlementaria Indonesia|year=1954|publisher=[[Kementerian Penerangan Republik Indonesia]]|location=[[Jakarta]]}}
* {{citation|last={{aut|Noer}}|first=Deliar|url=<!-- TIDAK ADA -->|title=Partai-partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965|year=1987|publisher=Graffiti Press|location=[[Jakarta]]}}
* [[M. C. Ricklefs|Ricklefs, M.C.]] (1991). ''A history of modern Indonesia since c.1200''. Stanford: Stanford University Press. {{ISBN|978-0-8047-4480-5}}
* Simanjuntak, P.H.H (2003) ''Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi (Cabinets of the Republic of Indonesia: From the Start of Independence to the Reform era'', Penerbit Djambatan, Jakarta, {{ISBN|978-979-428-499-5}}
{{refend}}
{{Partai politik Indonesia terdahulu}}
[[Kategori:Masyumi]]
[[Kategori:Partai politik yang sudah bubar di Indonesia]]
[[Kategori:Pendirian tahun 1943 di Hindia Belanda]]
|