Chen Fu Zhen Ren: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, replaced: cinderamata → cenderamata using AWB |
k Pengembalian suntingan oleh 180.246.135.70 (bicara) ke revisi terakhir oleh 41.113.220.229 Tag: Pengembalian |
||
(11 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
[[Berkas:Efigi Tanhucinjin Rogojampi.jpg|
[[Berkas:Kirab Tanhucinjin 10 Mar 2013 Rogojampi.jpg|
'''Chen Fu Zhen Ren''' ([[Hanzi]]= 陈府真人; [[Hokkien]]= ''Tan Hu Cin Jin'') adalah salah satu leluhur etnis Tionghoa (Tionghoa) yang
Klenteng-klenteng yang memuja Chen Fu Zhen Ren sebagai panutan utama mereka tersebar di wilayah [[Pulau Jawa]], [[Pulau Bali|Bali]], hingga [[Pulau Lombok]]. Namun,
== Etimologi ==
Baris 20:
== Sejarah tertulis ==
Hanya ada dua sumber tertulis yang mengisahkan kehidupan Chen Fu Zhen Ren, sementara sumber-sumber lain tidak ditulis melainkan diturunkan secara
Prasasti di Probolinggo menuliskan asal usul dia sebagai berikut:
Baris 30:
Dalam tulisan ini, Chen Fu Zhen Ren disebutkan bernama '''Tan Cin Jin''' (menurut dialek [[Hokkien]]). Ia adalah kakak tertua dan memiliki dua adik pria yang datang ke Indonesia bersama-sama. Tan Cin Jin menjadi kapten dari kapal bertiang satu (Perahu Sloop). Pada suatu ketika mereka mengadakan perjalanan dari [[Batavia]] menuju Bali, tetapi perahu mereka naas di [[Selat Bali]]. Tan Cin Jin terdampar di pantai [[Blambangan]], adik keduanya hilang di laut, sementara yang ketiga terdampar di pantai Bali. Umat Klenteng Chen Fu Zhen Ren meyakini bahwa adik kedua dia menjadi Dewa di Pantai [[Watu Dodol]] dan disebut '''Ji Kongco''' (''Kakek Buyut Kedua'') sementara yang ketiga menjadi harimau dan disebut '''Sa Kongco''' (''Kakek Buyut Ketiga''). Itulah sebabnya masyarakat setempat, terutama suku [[Fujian]] (Hokkian), percaya bahwa harimau tidak akan memangsa mereka yang telah dianggap sebagai cucu-cucunya.
Chen Fu Zhen Ren kemudian menuju [[Kerajaan Blambangan]]. Dituliskan bahwa ''Ketika itulah mulai baharu ada orang
Tan Cin Jin diterima oleh Raja Blambangan yang kemudian memerintahkannya membangun sebuah istana di [[Macanputih, Kabat, Banyuwangi|Macanputih]] (kini berada di wilayah [[Kota Probolinggo|Probolinggo]]). Dikisahkan bahwa istananya begitu sempurna sehingga kabar bahwa Raja Blambangan memiliki arsitek berbakat sampai ke telinga Raja Mengwi. Pada saat itu, Raja Mengwi hendak mengadakan sebuah pesta besar serta membangun istana baru, sehingga Raja Blambangan mengutus Tan Cin Jin ke Mengwi. Awalnya Tan Cin Jin menolak karena mengetahui bahwa ia akan dikhianati, tetapi Raja Blambangan terus memaksa bahkan bersumpah bahwa jika Tan Cin Jin mengalami musibah di sana, Kerajaan Blambangan tidak akan diberkahi selama beberapa generasi. Tan Cin Jin akhirnya berangkat ke Mengwi dan segera membangun istana baru.
Saat istana selesai baru separuh, para pegawai istana datang menghadap Raja Mengwi dan berkata bahwa raja percuma menyewa si pemahat
Kedua orang ajudan raja mengundang Tan Cin Jin ke pantai untuk menikmati hiburan. Sesampai di pantai, mereka bingung dan terdiam karena menyadari bahwa korban mereka sebenarnya tidak bersalah. Tan Cin Jin menyuruh mereka untuk melaksanakan perintah raja. Namun, karena dirinya tidak bersalah, pembunuhan tersebut akan menjadi peringatan bahwa tidak lama lagi Kerajaan Mengwi dan Blambangan akan hancur. Kedua ajudan tersebut ketakutan dan memohon maaf, selain mereka juga tidak sanggup membunuh Tan Cin Jin. Keduanya tidak berniat kembali, sebab raja pasti akan membunuh mereka karena gagal melaksanakan perintahnya. Tan Cin Jin mengajak keduanya ke Blambangan.
Baris 40:
Dalam kisah, Tan Cin Jin dikatakan berjalan kaki melintasi laut. Kedua sandalnya digunakan kedua ajudannya untuk mengambang. Sesampai di pantai Blambangan, mereka naik ke puncak Gunung Sembulungan dan [[moksa]] (menghilang) di sana.
=== <ref name=":0" />Masa kehidupan setelah Menjadi roh suci ===
40-50 tahun kemudian, dikatakan bahwa ''saat itu banyak sekali orang
Suatu hari datang perahu layar besar dari [[Kabupaten Badung|Badung]] menuju Batavia membawa 60-70 orang budak ''laki-laki dan perempuan, besar dan kecil, sangat sederhana dan rendahan'', semuanya ''diikat dengan rantai besi dari leher hingga kaki mereka''. Pada saat perahu tersebut sampai di seberang Gunung Sembulungan, ''seolah-olah perahu layar tersebut telah meninggalkan tempat itu untuk satu siang dan satu malam, dan memiliki angin yang baik dan memiliki kekuatan yang bagus, tetapi tiba-tiba pada pagi harinya perahu itu kembali lagi ke tempat yang sama''. Hal tersebut terjadi hampir sebulan sehingga perbekalan hampir habis dan orang-orang di dalam perahu ketakutan (khawatir bahwa) hidup mereka akan berakhir. Di antarabudak yang berasal dari kasta [[Ksatria]], ''yang mana telah dijual dan tangan, kaki, serta lehernya terikat oleh rantai besi'', tiba-tiba salah satunya terbebas ''meskipun kuncinya masih terkunci''. Ia mengalami ''trance'', menari-nari dan berbicara kepada kapten kapal dalam bahasa
:"''Hey Kapten, kau seharusnya tahu bahwa aku adalah Kongco dengan nama Tan Cin Jin. Aku tinggal di puncak Gunung Sembulungan. Bawa aku ke wilayah Blambangan, sehingga aku dapat tinggal di sana selamanya''."
Pria itu kemudian melompat ke laut dan berjalan dengan hati-hati di atas ombak, sementara kapten kapal mengikuti dengan sampan. Setelah si Ksatria sampai di puncak Gunung Sembulungan, ia menjadi sadar dan menemukan tiga patung: satu besar dan dua kecil. Keduanya kemudian membawa tiga patung tersebut ke Pelabuhan Banyualit.
Di Banyualit, Kapten kapal mengumpulkan warga
Warga
Penulis ''Aku'' menambahkan bahwa pada Tahun 1880 hanya terdapat tiga Klenteng Chen Fu Zhen Ren di Jawa, yaitu di Banyuwangi, [[Besuki, Situbondo|Besuki]], dan [[Kota Probolinggo|Probolinggo]]. Sementara di Bali terdapat dua [[Klenteng]], yaitu di [[Kota Buleleng|Buleleng]] dan [[Kabupaten Badung|Badung]]. Selain itu, tiap-tiap rumah orang
:"''Saya memperoleh penjelasan ini dari
Keterangan: kata ''...wangi'' yang tidak terbaca, kini secara umum dianggap ''di Banyuwangi''.
== Sejarah
Berikut ini merupakan berbagai sejarah dan kisah Chen Fu Zhen Ren yang diturunkan dari mulut ke mulut oleh masyarakat [[Jawa]] dan [[Pulau Bali|Bali]].
=== Kisah dari Mengwi (Banjar Jawa) ===
Lokasi Banjar Jawa berada di daerah utara Desa [[Mengwi]], [[Bali]]. Penduduk banjar tersebut mengaku berasal dari Jawa dan dibawa ke Bali untuk membangun sebuah istana (puri) dibawah paduan seorang arsitek
Pada awal tahun
C. Salmon dan M. Sidharta (1999) juga berhasil memperoleh informasi dari Anak Agung Gede Ajeng Tisna Mangun (dari Puri Gede Mengwi) bahwa Raja Mengwi saat itu bukan meminta sang arsitek untuk menggambar rancangan puri, melainkan rancangan [[Pura Taman Ayun]]. Sang arsitek membuat kerangka taman dengan menggali parit pembatas taman kemudian menggambar rancangan serta memberi instruksi tentang tanaman serta pepohonan yang akan ditanam. Arsitek itu kemudian pergi menuju pesisir pantai bersama dua orang yang ditugasi untuk menemaninya dan tidak pernah kembali lagi. Kisah ini diilustrasikan pada bagian depan Klenteng Gong Zu Miao di Tabanan, Bali. Kerancuan timbul karena berdasarkan sejarah, [[Pura Taman Ayun]] selesai dibangun pada Tahun 1634, tidak sesuai dengan perkiraan hidup Chen Fu Zhen Ren berdasarkan tulisan Melayu.
Baris 72:
Menurut pengurus Klenteng Banyuwangi, Chen Fu Zhen Ren adalah seorang pengrajin dari Kanton ([[Guangzhou]]). Ia diminta untuk membangun istana bagi Raja Kerajaan [[Singaraja]], tetapi banyak orang yang menjadi dengki kepadanya. Maka Chen Fu Zhen Ren melarikan diri menyeberangi [[Selat Bali]].
Chen Fu Zhen Ren menciptakan seekor harimau dari punggung sebelah kanan dan buaya dari punggung sebelah kiri untuk menahan para pengejarnya. Kemudian dia melintasi Selat Bali dengan menunggangi seekor kepiting raksasa. Versi lain mengatakan Chen Fu Zhen Ren kembali ke Blambangan secara gaib, sementara dua prajurit yang menyertainya melintasi Selat Bali di atas kepiting raksasa. Mereka sampai di pantai Banyuwangi dan menetap di sana. Oleh warga
=== Legenda Watu Dodol ===
[[Berkas:Makam Watudodol 2011.jpg|
Chen Fu Zhen Ren adalah seorang arsitek yang memenuhi sayembara Raja Mengwi untuk membangun sebuah taman kerajaan dalam kurun waktu tertentu. Namun, hingga tiga hari dari batas waktu yang ditentukan, arsitek tersebut belum membangun apa-apa. Selama ini Raja Mengwi terus memberinya peringatan, tetapi sang arsitek terlihat acuh. Pada malam
Raja Mengwi memerintahkan untuk menangkap sang arsitek karena takut akan kesaktiannya. Pada malam harinya, dua orang prajurit yang ditugaskan menjaga sang arsitek membawanya kabur ke [[Kerajaan Blambangan|Blambangan]] karena mereka menganggap sang arsitek sebenarnya tidak bersalah. Tidak seberapa jauh, pelarian mereka diketahui dan mereka dikejar hingga menyeberangi [[Selat Bali]]. Kedua prajurit tersebut bertempur mati-matian melindungi sang arsitek dan akhirnya tewas, sementara sang arsitek yang terkepung berubah menjadi batu berukuran besar dengan bentuk aneh, yaitu bagian atasnya lebih besar dari bawahnya. Penduduk setempat memakamkan kedua prajurit di puncak bukit di dekat
Pada saat dilakukan pelebaran jalan, pemerintah berusaha untuk memindahkan
=== Kisah Pedagang Hainan ===
Tiga patung kayu di Klenteng [[Hoo Tong Bio|Hu Tang Miao]], Banyuwangi, memiliki kisah lain yang berbeda dari yang dituliskan dalam Tulisan Melayu.<ref>Moetirko, ''Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang, Tempat Ibadah Tridharma Se-Jawa'', Semarang, Sekretariat Empeh Wong Kam Fu, 1980, hal. 293. Sumber: Salmon dan Sidharta, 2000.</ref>
=== Kisah arca Klenteng Rogojampi ===
{{lihat pula|Tik Liong Tian}}
[[Berkas:Watu dodol.jpg|
Menurut tradisi
=== Pengalaman kaum spiritualis ===
Baris 94:
=== Penelitian spiritualis ===
Kedua peneliti dan spiritualis Indrana Tjahjono dan Mas Soepranoto mengeluarkan sebuah hipotesis bahwa Chen Fu Zhen Ren adalah seorang kaisar ke II [[Dinasti Ming]], yaitu Kaisar [[Zhu Yunwen]], yang dikudeta pamannya sendiri dan menghilang. Dugaan tersebut berasal dari adanya aksesoris mahkota kaisar yang disimpan di Klenteng [[Hoo Tong Bio|Hu Tang Miao]], Banyuwangi. Diperkirakan bahwa simbol mahkota tersebut pernah dipakai pada arca Chen Fu Zhen Ren sekitar tahun 1950 sampai 1960an. Selain itu, ukiran pada arca tertua Chen Fu Zhen Ren terdapat ukiran [[naga
Kaisar [[Zhu Yunwen]] bertahta selama tiga tahun sebelum dikudeta pada tahun 1403. Zhu Yunwen menghilang, diduga melarikan diri ke Samudera Selatan. [[Kaisar Yongle|Kaisar Yung Lo]] khawatir Zhu Yunwen akan merebut kembali tahtanya. Ia mengirim tiga panglima, yaitu Wan Lian Fu ke [[Kerajaan Champa|Campa]], Yan Qin ke Jawa, dan [[Cheng Ho]] dalam tujuh pelayarannya.<ref>Gan Kok Hwie dan Kwa Tong Hay. ''600 th Pelayaran Muhibah ZHENG H'' (262 th Tay Kak Sie). KAISAR YANG HILANG, Hal. 57. Sumber: Tjahjono dan Soepranoto, 2010.</ref>
Konon, dalam pelayaran Cheng Ho yang ke tujuh (1433), ia singgah di Blambangan dan bertemu dengan Kaisar [[Zhu Yunwen]]. Pada saat itu, [[Kaisar Yongle|Kaisar Yung Lo]] telah wafat. Kedua peneliti memberikan kemungkinan bahwa peristiwa ini melahirkan nama '''Blambangan'''. Warga
Peristiwa kudeta Kaisar Zhu Yunwen pada tahun 1403 dengan pembangunan Pura Taman Ayu pada tahun 1627 serta perkiraan pembangunan Istana di [[Blambangan]] pada tahun 1700an menimbulkan permasalahan tersendiri. Kelompok spiritualis percaya bahwa rentang tahun yang begitu jauh justru menunjukkan kebesaran dari Chen Fu Zhen Ren.
Baris 114:
== Kultus ==
=== Prasasti dari Klenteng Hu Tang Miao, Banyuwangi ===
Baris 133:
* Prasasti ''Zun Dao De''
{{quote|Dia menghormati yang saleh.}}
* Prasasti bertanggal ''Guangxu Guimao'' (1903) oleh sebuah perusahaan di [[Kota Surabaya|Surabaya]], menyebutkan Chen Fu Zhen Ren adalah pelindung warga
{{quote|Kebaikan Kong membenamkan orang China dan penduduk asli, setiap orang mendapat bagian keuntungan, penduduk mendoakan dia seperti sebelumnya; bantuan Co menyelubungi orang-orang Fukien (Fujian) dan Canton (Kanton), empat orang yang berjasa telah menyelesaikan pekerjaan yang baik, pengorbanan musim gugur secara beraturan diperbaharui.}}
* Prasasti bertanggal ''Guangxu Guimao'' (1903) oleh penduduk Xin An, [[Guangdong]], menyebutkan berkah Chen Fu Zhen Ren sampai ke Negara Barat.
Baris 175:
== Pranala luar ==
* W. Franke, C. Salmon, dan Anthony Siu. ''Chinese Epigraphic Materials in Indonesia'', Singapura, Paris, Masyarakat Laut Selatan, École française d'Extrême-Orient, Asosiasi Archipel, 1997, II Jawa 2, hal. 846.
* [http://arkeologi.web.id/articles/arkeosinologi/1531-riwayat-klenteng-tertua-di-jawa-timur-dan-bali- Riwayat Klenteng Tertua di Jawa Timur dan Bali] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20131001012210/http://arkeologi.web.id/articles/arkeosinologi/1531-riwayat-klenteng-tertua-di-jawa-timur-dan-bali- |date=2013-10-01 }}.
* [http://kelenteng300.blogspot.com/2010/12/hut-tan-hu-cin-jin-tik-liong-tian.html HUT Tan Hu Cin Jin, Tik Liong Tian Rogojampi].
* [http://www.facebook.com/tikliongtian.rogojampi?fref=ts Facebook resmi Klenteng Tik Liong Tian, Rogojampi]
|