Larvul Ngabal: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(8 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{DISPLAYTITLE:
'''
Hukum ''Larvul Ngabal'' yang terdiri atas [[hukum pidana]], [[hukum keluarga]], dan [[hukum properti]] ini merupakan gabungan dua tatanan hukum yang berbeda dari dua [[moietas (kekerabatan)|moietas]] dalam masyarakat Kei, yakni ''Ursiu'' (serikat sembilan) dan ''Lorlim'' (serikat lima). Menurut riwayat-riwayat lisan, hukum adat ini dirumuskan dalam dua pertemuan para bangsawan pendatang ([[bahasa Kei]]: ''mel'') yang prihatin melihat ketiadaan tatanan di Kepulauan Kei, dan yang kemudian menetapkannya demi menghadirkan ketertiban di kepulauan itu.<ref>{{cite book|title= Austronesian Diaspora and the Ethnogeneses of People in Indonesian Archipelago: Proceedings of the International Symposium|editors= Truman Simanjuntak, Ingrid Harriet Eileen Pojoh, Muhamad Hisyam|year= 2006|publisher= LIPI Press|isbn= 979-26-2436-8|page= 400}}</ref>
Hukum adat ini digambarkan pula sebagai sebuah [[kontrak sosial]] dari zaman prakolonial yang menaungi seluruh masyarakat Kepulauan Kei. Tatanan hukum yang menaungi dan mempersatukan seluruh kelompok masyarakat semacam ini tidak dijumpai di Maluku Tengah yang juga memiliki moietas serupa.<ref>{{cite book|title= The Cultural Dimension of Peace: Decentralization and Reconciliation in Indonesia|year= 2014|url= https://archive.org/details/peaceveryshortin0000rich|last= Bräuchler|first= Birgit|editor= Oliver P. Richmond}}</ref><ref>{{cite book|title= Religious Violence and Conciliation in Indonesia: Christians and Muslims in the Moluccas|last= Al Qurtuby|first= Sumanto|edition=
== Etimologi ==
Baris 12:
Menurut ''tom-tad'' (sejarah lisan) masyarakat Kei, hukum ''Larvul'' dan hukum ''Ngabal'' diprakarsai oleh anak-anak dari dua orang pendatang adik-beradik dari Pulau Bali, yakni Kasdeu dan Jangra. Rombongan yang dipimpin Kasdeu memilih untuk menetap di Pulau Nusyanat (sekarang ''Nuhu Roa'' atau [[Pulau Kei Kecil]]), sementara rombongan yang dipimpin Jangra memilih{{efn-ua|Menurut berbagai versi tentang kisah datangnya kedua adik-beradik ini, rombongan perahu yang dipimpin Jangra terpisah dari rombongan perahu yang dipimpin Kasdeu akibat diamuk badai di perairan selatan Kepulauan Kei.}} untuk menetap di Pulau Nustēn (sekarang ''Yūt'' atau [[Pulau Kei Besar]]). Kedua pulau ini sesungguhnya tidak terlampau berjauhan, bahkan berdekatan di ujung selatan.
Sebelum kedatangan Kasdeu dan Jangra, penduduk Kepulauan Kei telah hidup bermasyarakat dalam permukiman-permukiman besar maupun kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang ''hala'ai'' (pembesar).{{efn-ua|Secara harfiah ''hala'ai'' berarti "membesar", namun mungkin saja ''hala'ai'' hanyalah variasi pengucapan kata "''ila'ai''" (''ain la'ai'' dalam bahasa Kei modern), semakna dengan kata "''ila'a''" dalam [[bahasa Fordata]] yang berarti "si besar" atau "yang besar", mirip dengan gelar ''ki ageng'' di Jawa.}} Beberapa permukiman bahkan sudah membentuk persekutuan atas dasar kekerabatan atau kerjasama, dan ada pula yang sudah memiliki hukum adat sendiri. Meskipun demikian, belum ada satu tatanan yang seragam atau diterima secara luas, sehingga
Jangra memiliki seorang putri yang bernama Dit Somar. Dengan berbekal beberapa bilah tombak bawaan ayahnya dari Pulau Bali, Dit Somar berupaya menjalin persekutuan dengan para penguasa setempat. Upaya ini disambut baik oleh lima penguasa di Pulau Nustēn yang kemudian berkumpul dan merumuskan hukum ''Ngabal'' sebagai pedoman bersama, sekaligus membentuk persekutuan ''Lorlim'' (serikat lima).
Baris 18:
Di Pulau Nusyanat, putri Kasdeu yang bernama Dit Sakmas mengalami perundungan dalam perjalanan menuju kampung calon suaminya. Tipu daya dan pertumpahan darah yang menyusul peristiwa perundungan ini mendorong abang Dit Sakmas yang bernama Tebtut untuk mengumpulkan para penguasa di Pulau Nusyanat guna merumuskan suatu hukum bersama sekaligus membentuk persekutuan demi menyokong penegakannya. Ikhtiar Tebtut disambut baik oleh sebelas orang penguasa; sembilan di antaranya berkumpul dan merumuskan hukum ''Larvul'' sekaligus membentuk persekutuan ''Ursiu'' (serikat sembilan).
Pembentukan serikat sembilan dan serikat lima ini mungkin meniru bentuk [[moietas (kekerabatan)|moietas]] serupa yang juga terbentuk di [[Maluku Utara]] dan [[Maluku Tengah]]. Keberadaan moietas Siwa-Lima di seluruh [[Kepulauan Maluku]] mungkin timbul sebagai dampak persaingan berabad-abad di Nusantara dalam bidang niaga rempah-rempah Maluku antara golongan saudagar pemeluk agama Siwa (pemuja [[Nawadewata|sembilan Dewata]] penguasa penjuru-penjuru jagat) dan golongan saudagar pemeluk agama Buddha (penganut [[Pancasila (Buddha)|lima pantangan]]). Meskipun bukan penghasil rempah-rempah, Kepulauan Kei merupakan tempat persinggahan ([[Kota Tual|Tua]] di Pulau Du dan Hār di Pulau Nustēn) di jalur niaga yang menghubungkan kawasan barat Nusantara dengan [[kepulauan Aru]], [[Semenanjung Onin]], dan [[Benua Australia|pesisir utara Benua Australia]]. Sebagaimana yang terjadi di Maluku Utara dan Maluku Tengah, hubungan serikat lima dan serikat sembilan di Kepulauan Kei juga kerap diwarnai persaingan dan perseteruan terkait wilayah dan pengaruh. Meskipun demikian, hukum ''Larvul'' dan hukum ''Ngabal'' tidak saling dipertentangkan, malah dianggap saling melengkapi, dan lambat laun diterima sebagai bagian-bagian yang tak terpisahkan dari satu hukum adat seluruh masyarakat Kepulauan Kei, baik yang bergabung dalam persekutuan ''Ursiu'', persekutuan ''Lorlim'', maupun masyarakat ''Lorlabai'' (pihak netral).{{efn-ua|''Lorlabai'' adalah sebutan bagi permukiman-permukiman yang memutuskan untuk tetap netral, dengan cara tidak menjadi anggota serikat lima maupun serikat sembilan dan tidak memihak salah satunya bilamana kedua persekutuan itu sedang bertikai. ''Lor'' berarti "rakyat" atau "kaum", dan ''labai'' mungkin berasal dari
== Penjabaran ==
Baris 28:
# ''Rek fo mahiling'', ambang bilik hendaklah diluhurkan.
# ''Moryain fo kelmutun'', bilik petiduran hendaklah disucikan.
# ''Hira ni fo i ni, it did fo it did'', milik orang biarlah miliknya, milik kita biarlah milik kita.<ref>{{cite book|title= Indonesia: Law and Society|editor= Timothy Lindsey|edition=
Empat petuah terawal merupakan ringkasan hukum pidana yang disebut ''Hukum Nevnev'', dan diyakini sebagai ''Hukum Larvul'' yang dirumuskan dalam pertemuan para ''mel'' pembentuk serikat sembilan di ''[[Elaar Lamagorang, Kei Kecil Timur, Maluku Tenggara|Elaar]], [[pulau Kei Kecil|Nuhu Roa]]''. Dua petuah berikutnya adalah ringkasan hukum keluarga yang disebut ''Hukum Hanilit'', sementara petuah terakhir adalah ringkasan hukum properti yang disebut ''Hukum Hawear Balwirin''. ''Hukum Hanilit'' dan ''Hukum Hawear Balwirin'' diyakini merupakan ''Hukum Ngabal'' yang dirumuskan dalam pertemuan para ''mel'' pembentuk serikat lima di ''[[Ler Ohoilim, Kei Besar, Maluku Tenggara|Ler Ohoilim]], [[pulau Kei Besar|Yūt]]''.<ref>{{cite book|title= Indonesia: Law and Society|editor= Timothy Lindsey|edition=
''Hukum Nevnev'', ''Hukum Hanilit'', dan ''Hukum Hawear Balwirin'' masing-masing terdiri atas tujuh macam
;''Hukum Nevnev''
# ''Mu'ur nar suban med'',
# ''Haung hebang'', bermufakat jahat
# ''Rasung smu rudang dad'', meracun dan mengguna-guna
Baris 71:
* [http://www.malukutenggarakab.go.id/index.php/sejarah-singkat/450-refleksi-pemahaman-nilai-filosofi-hukum-adat-larvul-ngabal ''Refleksi pemahaman nilai filosofi hukum adat Larvul Ngabal'' dari situs web [[Kabupaten Maluku Tenggara]]]
[[Kategori:
[[Kategori:Maluku]]
[[Kategori:Bahasa Kei]]
|