Nurul Taufiqu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
Terdapat biodata orang lain |
||
(15 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Promosi}}{{wikify}}
{{Infobox person
|name = Nurul Taufiqu Rochman
Baris 13 ⟶ 14:
}}
Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman Bekerja di Pusat Penelitian Fisika-LIPI sejak 1989 dan menjadi Kepala Bidang Sarana Penelitian, Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI pada 2010, kemudian menjadi Kepala Pusat Inovasi sejak Januari 2014 hingga 30 April 2018 dan kembali menjadi Peneliti Utama (Profesor Riset) sejak 1 Mei 2018. Pada 1 Agustus 2019, Prof. Nurul diangkat menjadi Kepala Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI. Tugas belajar ke Jepang sejak tahun 1990 melalui Program Pak Habibie (STMPD II: Science and Technology Man Power Development Program). Lulus dari Kagoshima University, Jepang untuk S1, S2, S3 dalam bidang Ilmu Material dan Rekayasa Produksi. Pada tahun 2000, bekerja di Industri Jepang sebagai konsultan R & D selama 1 tahun dan Pusat Penelitian Daerah sebagai peneliti istimewa selama 3 tahun. Menjadi Advisor pada Proyek Konsorsium Daerah di Khusyu tahun 2002-2003. Telah mempublikasikan
▲=== Riwayat Singkat ===
Nurul Taufiqu Rochman atau dikenal dengan sebutan Nurul, dilahirkan di Malang pada tanggal 5 Agustus 1970 dari keluarga yang sangat sederhana. Sejak kecil, orangtuanya tidak mengajarinya untuk berleha-leha apalagi hidup penuh kemanjaan.
▲Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman Bekerja di Pusat Penelitian Fisika-LIPI sejak 1989 dan menjadi Kepala Bidang Sarana Penelitian, Pusat Penelitian Metalurgi-LIPI pada 2010, kemudian menjadi Kepala Pusat Inovasi sejak Januari 2014 hingga 30 April 2018 dan kembali menjadi Peneliti Utama (Profesor Riset) sejak 1 Mei 2018. Tugas belajar ke Jepang sejak tahun 1990 melalui Program Pak Habibie (STMPD II: Science and Technology Man Power Development Program). Lulus dari Kagoshima University, Jepang untuk S1, S2, S3 dalam bidang Ilmu Material dan Rekayasa Produksi. Pada tahun 2000, bekerja di Industri Jepang sebagai konsultan R & D selama 1 tahun dan Pusat Penelitian Daerah sebagai peneliti istimewa selama 3 tahun. Menjadi Advisor pada Proyek Konsorsium Daerah di Khusyu tahun 2002-2003. Telah mempublikasikan 15 Paten (''5 diantaranya terpilih dalam buku 100(x) Inovasi Indonesia'') dan Hak Cipta (di antaranya 1 Paten Jepang yang telah di-''granted'' dan diterapkan di Perusahaan Kyushu Tabuchi sejak 2003) dan lebih dari 100 publikasi dan pemakalah internasional dan 180 publikasi dan pemakalah nasional. Mendapat Penghargaan Hatakeyama Award sebagai mahasiswa terbaik dan Fuji Sankei Award sebagai peneliti terbaik tahun 1995. Setelah pulang, pada 2004 mendapat penghargaan dari LIPI sebagai Peneliti Muda Terbaik dan Penghargaan dari Persatuan Insinyur Indonesia (Adhidarma Profesi) tahun 2005 dan ''The Best Innovation and Idea Award'' dari Majalah SWA. Delegasi Indonesia untuk menghadiri pertemuan Pemenang Nobel di Lindau Jerman, 2005. Tahun 2009 memperoleh perhargaan ITSF-Science and Technology Award dari Industri Toray Indonesia sebagai ''Outstanding Scientist'' dan Ganesha Widya Adiutama dari ITB pada Dies Natalis ke-50 serta menerima Habibie Award di bidang Ilmu Rekayasa 11 November 2009. Pada 2010, Prof. Dr. Nurul menerima penghargaan Inovasi Award I pada ulang tahun HKI ke-10 sedunia yang diselenggarakan oleh Dirjen HKI, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Prof. Dr. Nurul mendapat anugerah iptek Widyasilpawijana, sebagai Duta IPTEK pada Hakteknas dari Kementrian Riset dan Teknologi, Puspiptek, Serpong pada 2011 dan AKIL (Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa) dari Mendiknas pada 2012. Pada 2014 mendapat Anugerah BJ Habibie Technology Award dari Kepala BPPT atas Karya Nyata di Bidang Penerapan Teknologi industri dan mendapat Medali WIPO katagori Inventor dari ''World Intelectual Property Organization'', Jeneva pada 2016. Pada Juli 2011 Prof. Dr. Nurul menyelesaikan kembali Program Doktor pada Bidang Manajemen dan Bisnis di Institut Pertanian Bogor dan menjadi ketua Masyarakat Nano Indonesia 2005-2017.
Setelah lulus SMA Nurul harus hijrah ke Bandung karena diterima di jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB).
▲=== '''Kembali Ke Indonesia Mengembangkan Nanoteknologi Untuk Kemandirian Bangsa''' ===
▲Nurul Taufiqu Rochman atau dikenal dengan sebutan Nurul, dilahirkan di Malang pada tanggal 5 Agustus 1970 dari keluarga yang sangat sederhana. Sejak kecil, orangtuanya tidak mengajarinya untuk berleha-leha apalagi hidup penuh kemanjaan. Membuat es lilin, kripik pedas, berjualan buah kupas, memasak dan membersihkan rumah adalah pekerjaan sehari-hari yang ditugaskan orang tuanya supaya Nurul kelak terbiasa hidup mandiri dan menikmati hasil dari keringat sendiri. Semangat belajar tidak dibiarkan padam oleh keterbatasan fasilitas. Sambil bekerja Nurul masih bisa bermain dengan teman sebayanya dan juga mencuri waktu untuk terus belajar. Maka sambil jualan gorengan dan membungkus es lilin dia simpan buku di sampingnya supaya bisa terus membaca. Sejak kecil Nurul sudah menyadari bahwa membaca adalah instrumen utama untuk meraih pengetahuan. Nurul belajar tidak hanya di bangku sekolah akan tetapi juga belajar langsung dari kehidupan yang penuh dengan peluh dan kesah.
Tahun pertama di Jepang, Nurul melanjutkan belajar bahasa Jepang di Tokyo selama satu tahun. Kemudian,
▲Setelah lulus SMA Nurul harus hijrah ke Bandung karena diterima di jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB). Waktu itu, bisa kuliah di ITB adalah suatu prestasi yang luar biasa karena ITB adalah salah satu perguruan tinggi yang sangat prestisius di tanah air. Berkat keuletan dan keenceran otaknya Nurul bisa dengan mudah menembusnya. Akan tetapi kuliah di ITB hanya dijalaninya selama tiga bulan saja karena Nurul beruntung mendapatkan kesempatan mengikuti program BJ Habibie yang bernama STMDP II (Science and Technology Man Power Development Program) untuk sekolah di Jepang. Setelah belajar Bahasa Jepang selama 6 bulan di Jakarta, pada tahun 1990 Nurul berangkat ke Negeri Sakura.
▲Tahun pertama di Jepang, Nurul melanjutkan belajar bahasa Jepang di Tokyo selama satu tahun. Kemudian, di tahun 1991, Nurul pindah ke Propinsi Kagoshima karena diterima di Universitas Kagoshima dalam bidang Teknik Mesin dengan penjurusan Teknik Material dan Rekayasa Produksi. Nurul dapat menyelesaikan kuliah S-1 (1995), S-2 (1997) dan S-3 (2000) di Universitas Kagoshima dengan predikat ''cum laude.''
Menurut Nurul, Habibie lah yang telah mengubah jalan kehidupannya. Nurul menganggap Bapak Teknologi Indonesia itulah yang memberi segala inspirasi serta membuka jalan hidupnya. Ia juga ingin seperti Habibie. "Beberapa waktu lalu, ketika ada perkumpulan di rumah Beliau, Beliau (Habibie) menerangkan tentang teknologi pesawat benar-benar sangat detail. Pak presiden ke-3 kita ini memang benar-benar ''scientist'' banget" ujar Nurul.
Keuletannya sebagai peneliti nano dan menyalurkan hasil karyanya di dunia industri sudah terlihat sejak Nurul masih menempuh studi di Jepang. Nurul mulai meneliti nanoteknologi pada semester VII program sarjana di Kagoshima University. Sebagaimana prinsip dasar nanoteknologi untuk mengendalikan sifat material, Nurul juga gigih berusaha mengendalikan hidupnya. Setamat program doktor di Jepang, dia tak langsung pulang ke Indonesia. Ia lalu memutuskan bekerja dulu di Pusat Penelitian Daerah Propinsi Kagoshima, Jepang, guna mengumpulkan modal sekaligus membina jaringan. Misi lain bekerja
Nurul bekerja di industri Jepang sebagai konsultan riset dan pengembangan (''research and development'') selama setahun dan bekerja selama tiga tahun di Pusat Penelitian Daerah Jepang sebagai peneliti istimewa. ”Selama tiga tahun saya bekerja seperti PNS (pegawai negeri sipil) di sana,” kenang pria yang bertampang serius tapi suka humor ini. Selain itu,
Selama bekerja di Kagoshima prestasinya dinilai mencengangkan. Dia menemukan cara membersihkan logam berat timbal (Pb: timah hitam) dari paduan tembaga termasuk kuningan. Dengan temuan ini, Nurul bisa membuat jutaan meter limbah kuningan di Jepang menjadi bernilai tinggi. Nurul mengatakan, di Jepang ada regulasi yang mengatur bahwa logam yang dijual di pasaran harus bebas dari kandungan timah hitam. Di Indonesia regulasi seperti itu belum ada. Padahal, kandungan timah hitam dalam besi sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dalam jangka panjang. Dampaknya, bisa mengakibatkan gangguan kesuburan, parkinson, dan gangguan otak. Temuan ini dipatenkan, dengan namanya tercantum sebagai penemu utama, membawahi dua profesor dan empat anggota peneliti lain. Di Jepang, temuan-temuan Nurul diapresiasi sangat baik. Tawaran menetap dan menjadi pegawai dengan iming-iming gaji jauh lebih besar terus menghampirinya, tetapi dia tak bergeming
Pada saat bekerja di Jepang tersebut, kebetulan Nurul masuk ke tim projek divisi material. Dia bekerja dengan sebuah ''team work'' yang kuat yang tertata dalam bentuk sistem yang terintigrasi. “Begitu saya masuk ke dunia sistem yang sudah terintigrasi yang mapan kita langsung unggul di situ. Nilai-nilai kita dengan yang lain sebagai sebuah sistem jauh melebihi nilai sebagai individu. Di Jepang terkenal dengan istilah “''Medatsu tataki”'' yang artinya adalah yang muncul di pukuli. Intinya mereka mengajak kesiapan dari ''team work'' supaya selalu bekerja bersama-sama, maju bersama-sama. Inilah nilai keunggulan mereka. Tetapi ''person to person'' kita bisa saja jauh lebih
Setelah cukup lama studi dan mencari pengalaman kerja di Negeri Matahari Terbit, Nurul menyimpulkan, banyak budaya masyarakat Jepang yang patut ditiru. Misalnya budaya kesolidan tim. Juga soal bekerja yang efektif dan efisien. ”Di sana kalau kita menonjol sendiri malah dipentungi (dipukuli, Red),” ungkapnya.
Baris 40 ⟶ 39:
Bekerja di lembaga riset Jepang membuat Nurul hafal strategi menyalurkan hasil penelitiannya ke dunia industri. Dia berharap rencana pemerintah Indonesia membuat ''Science Techno Park'' (STP) di beberapa daerah bisa menjembatani kegiatan penelitian dengan kebutuhan industri di daerah setempat. Sehingga hasil penelitian dari para ahli dapat lebih berdaya guna. Tidak seperti sekarang, yang banyak berhenti menjadi ''paper'' dan laporan hasil penelitian yang menumpuk di rak-rak perpustakaan.
Tahun 2004, Nurul berkeinginan untuk kembali ke Indonesia. Niatnya itu menjadi bahan cibiran beberapa teman yang sudah merasakan nikmatnya bekerja di Jepang. Temannya mengingatkan tentang kurangnya penghargaan pemerintah terhadap para ilmuwan dan juga sedikitnya perhatian pemerintah Indonesia terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga terjadi fenomena ''brain drain''. Temannya juga mengingatkan tentang kedudukan Nurul yang sudah mapan dengan gaji yang cukup besar. Selain itu dia mendapat tawaran visa tinggal tetap (seumur hidup). Namun, tekad kuat untuk mengabdi di Indonesia mengalahkan berbagai tawaran kenyamanan
Nurul kembali ke tanah air setelah 14 tahun belajar dan berkarya di Jepang. Di Jepang, dia pun menggoreskan tinta emas sejarah inovasi karena nama Nurul dicatat sebagai
Dia memiliki sedikit tabungan pada saat pulang. Sebagai bekal mengawali merealisasikan idealisme untuk membangun nanoteknologi di Indonesia.
Sekali layar terkembang, pantang surut kembali. Dengan hanya membeli komponen di Glodok, Jakarta ia berhasil menciptakan alat pembuat partikel nano. “Seperti latihan pedang si ''Zorro.'' Fokus dan konsisten.” Tegasnya.
Bermodal sebuah bengkel yang ada di kantornya, Nurul pun berpikir untuk memulai penelitian dengan membuat alat-alat penelitian seperti ''high energy milling'' untuk memproses sumber daya alam Indonesia menjadi partikel nano. Dengan semangat “''bushido”'' yang diwarisinya dari budaya Jepang, dia bekerja siang malam demi menggapai obsesinya. Sampai sekarang Nurul dan timnya terbiasa pulang malam dari kantornya yang senyap. Ruang kerja yang lausnya hanya sekitar 40 meter persegi ia bagi bersama rekan-rekannya. Dari segala keterbatasan itulah Nurul dan timnya bisa menghasilkan alat yang dapat memproduksi partikel nano. Dia mematenkan alatnya dengan tujuan hanya melindungi temuannya dan membebaskan peneliti lain untuk memanfaatkannya.
Nurul masih terus teringat
Dahulu dia datang ke Jepang seperti memasuki belantara dan ternyata ketika pulangpun Nurul juga seperti memasuki hutan yang lebih lebat lagi karena tantangan yang lebih besar. Berbagai macam konsep dan teori yang dia miliki tidak dengan mudah bisa langsung diaplikasikan (diadopsi) akan tetapi harus ada sebuah proses adaptasi terlebih dahulu.
Setelah kembali ke Indonesia Nurul tidak pernah diam. Kesehariannya diisi dengan kerja, kerja, dan kerja. Hal pertama yang dia pikirkan adalah bagaimana membuat alat dengan mesin-mesin yang ada dibengkelnya. Beruntung dia memiliki banyak teman yang ahli dalam bidang perbengkelan. Berdiskusi di setiap waktu dan di setiap tempat, akhirnya terciptalah berbagai macam peralatan pembuatan partikel nano. Sementara dia bersikap realistis, kalau dahulu dia selalu berorientasi menciptakan produk-produk riset yang ''high value'', dengan melihat kondisi industri di Indonesia akhirnya dia berkompromi dengan
Dari porses ini juga Nurul semakin tersadarkan bahwa apa yang dia pelajari di Jepang ternyata benar. Semuanya bermula dari material. “Ketika saya mempelajari material di Kagoshima University, saya baru memahami semuanya bermuara di penguasaan material. Saya perdalam ilmu material dan saya melihat ternyata ilmu material di Indonesia itu sangat lemah sekali. Apalagi di industri-industri, bahan bakunya pasti impor.
Ilmu yang dipelajari oleh Nurul sebenarnya bukan hanya nanoteknologi, akan tetapi dia melihat bahwa sekarang ini yang sangat potensial untuk dikembangkan dan dapat berinteraksi langsung dengan industri adalah nanoteknologi. Bukan hanya industri dalam negeri, akan tetapi juga dengan industri luar negeri dimana kita bisa menjadi ''leading sector''-nya. Oleh karena itu, Nurul semakin giat menciptakan peralatan-peralatan yang mengarah kepada keunggulan nanoteknologi. Dari 19 paten dan hak cipta yang dimilikinya, separuhnya adalah berkenaan dengan bagaimana menciptakan material berkarakter nano.
Untuk meraih obsesi itu maka Nurul menggerakkan timnya untuk berevolusi
Tak hanya menghidupkan laboratorium nanoteknologi di LIPI, dia pun berusaha membangkitkan nanoteknologi di Indonesia. Ia mendirikan Masyarakat Nano Indonesia (MNI) dan menggandeng universitas, lembaga penelitian, hingga industri untuk mengembangkan nanoteknologi.
Baris 66 ⟶ 65:
Ia juga menciptakan Nano-Edu, paket pengajaran nanoteknologi untuk pelajar, berisi buku dan alat peraga. Menurutnya, anak-anak harus dikenalkan sejak dini nanoteknologi. Alat peraga Nano-Edu sudah dibeli Jepang sebanyak 300 paket untuk menunjang pendidikan di sana, tetapi di Indonesia belum sepenuhnya dipakai.
Nurul menganalisis bahwa dalam struktur Gross National Product Indonesia sejak
Di awal fajar abad ke-20 para pemuda Indonesia harus berani tampil sebagai penggerak perubahan bangsa di garda depan. Di rumah sang Guru Pergerakan yang dijuluki juga Raja Tanpa Tahta, HOS Tjokro Aminoto, hampir semua pemuda tokoh pergerakan seperti Soekarno, Hatta, dan lain-lain berhimpun untuk kemudian menjadi tokoh muda yang kelak dengan gagah berani berjuang untuk meraih Kemerdekaan Indonesia. Maka,
Melalui inovasi Iptek inilah Nurul telah memberi contoh baik dengan sejumlah karya Iptek inovatif di bidang nanoteknologi.
Hasil temuan Nurul di bidang nanoteknologi ini juga mendapatkan penghargaan dari ''World Intelectual Property Organization'' (WIPO) yang berbasis di Jenewa pada tahun 2016. Karya besarnya bukan hanya memberikan keuntungan ekonomi pada pribadinya saja, tapi juga ikut memperkuat pembangunan Bangsa Indonesia. Tak aneh, jika kini nama Nurul banyak dikenal para ilmuwan dan pelaku industri baik sebagai ilmuwan dan inovator maupun sebagai pengusaha teknologi yang berbakat.
Baris 82 ⟶ 81:
Itulah prestasi Nurul dalam pengkajian dan penerapan nanoteknologi yang telah mendongkrak antusiasme peneliti pada umumnya. Sebab, selama ini peneliti Indonesia hanya dikenal jago membuat konsep atau menelurkan teori dan teknologi baru, tapi kesulitan menembus kalangan industri. Tidak ada proses hilirisasi karya penelitian mereka ke dunia industri.
“Saya ingin memaknai dari konteks ini bahwa membangun bangsa ini seharusnya menjadi peran kita.
== Penghargaan dan Tanda Kehormatan ==
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
=== Pendidikan ===
* 1990-1995: S1 Teknik Mesin Kagoshima University Jepang
*1995-1997: S2 Teknik Mesin Kagoshima University Jepang dengan Gelar M. Eng.
*1997-2000: S3 Teknik Material dan Proses Produksi, Kagoshima University Jepang dengan Gelar PnD.
*2007-2011: S3 Manajemen Bisnis, IPB dengan Gelar Dr.
== Penemuan Bidang Nano ==
Baris 168 ⟶ 170:
== Referensi ==
* http://www.fisika.lipi.go.id/en/?q=node/392794 {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160305001916/http://www.fisika.lipi.go.id/en/?q=node%2F392794 |date=2016-03-05 }}
* http://www.tempo.co/read/news/2012/08/16/061423951/Nurul-Ciptakan-Mesin-Penggiling-Nanopartikel{{Pranala mati|date=Desember 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* http://www.forumsains.com/ilmu-dan-teknologi-nano/dr-taufiqu-rochman-menerima-hak-paten-nanosilika/
* http://io.ppijepang.org/old/article.php?id=162 {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160304142220/http://io.ppijepang.org/old/article.php?id=162 |date=2016-03-04 }}
* http://miti.or.id/?p=308{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* http://www.rimanews.com/read/20111109/46062/dr-nurul-taufiqu-rochman-lipi-kebanjiran-pesanan-pembuatan-barang-serba-nano{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
{{Authority control}}
[[Kategori:Ilmuwan Indonesia]]
|