Pesarean Gunung Kawi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Okkisafire (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru VisualEditor
 
(19 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{inuse}}
{{for|situs dengan nama sama di Bali|Candi Gunung Kawi}}
{{Infobox building
Baris 6 ⟶ 5:
| caption =
| map_type =
| altitude = 2.860551 [[dpl]]<ref name=home>{{cite web|url=http://gunungkawi.synthasite.com/|authors=|title=Pesarehan Gunung Kawi|year=|location=|publisher=|date=|accessdate=1-8-2016}}</ref>
| building_type =
| architectural_style =
Baris 19 ⟶ 18:
| landlord =
| coordinates =
| start_date = [[Senin]] [[Pahing]], 1 Selo 1817 M
| completion_date =
| inauguration_date =
Baris 51 ⟶ 50:
|longd=|longm=|longs=|longEW=
}}
'''Pesarean Gunung Kawi''' merupakan lokasi pemakaman [[EyangKanjeng DjoegoKyai Zakaria II]] atau juga dikenal sebagai Eyang Djoego dan Eyang Raden Mas Iman Soedjono yang menjadi tempat ziarah spiritual hingga ke manca negara. Pesarean ini terletak di kawasan [[Gunung Kawi]], [[Jawa Timur]] sehingga dikenal dengan namanya yang sekarang, meskipun desa tempat situs ini berada bernama [[Wonosari, Wonosari, Malang|Wonosari]]. Situs Pesarean Gunung Kawi terletak di sebelah barat [[Malang]] dengan jarak sekitar ± 53 Km dari kota.<ref name=home/> Selain itu, sekitar 5&nbsp;km di atas pesarean terdapat [[Petilasan Prabu Sri Kameswara]] yang lebih dikenal dengan nama ''Keraton''.<ref name=intisari/>
 
Pesarean Gunung Kawi dikenal sebagai situs untuk memohon rezeki dan banyak dikunjungi oleh masyarakat [[Tionghoa-Indonesia|keturunan Tionghoa]]. Jumlah peziarah meningkat pada malam Senin Pahing dan Jumat Legi.<ref>{{cite news|url=http://daerah.sindonews.com/read/1004593/29/gunung-kawi-pusat-klenik-jawa-china-1432413486/2|authors=S.M. Said|title=Gunung Kawi, Pusat Klenik Jawa-China (3)|publisher=SindoNews|date=25-5-2015|accessdate=1-8-2016}}</ref>
==Sejarah==
===Pembukaan hutan Gunung Kawi===
Dengan ditangkapnya [[Pangeran Diponegoro]] pada tahun 1830, sebagian pengikutnya melarikan diri ke [[Jawa Timur]]. Eyang Djoego atau Kyai Zakaria yang menjadi penasihat spiritual Pangeran Diponegoro mengungsi ke timur melewati berbagai tempat seperti [[Pati, Pati|Pati]], [[Bagelen, Purworejo|Bagelen]], [[Kabupaten Tuban|Tuban]], [[Kepanjen, Malang|Kepanjen]], hingga akhirnya tiba di Desa Sanan, [[Kesamben, Blitar]] sekitar tahun 1840. Ia mendiami suatu dusun yang selanjutnya dikenal sebagai [[Jugo, Kesamben, Blitar|Dusun Jugo (''Djoego'')]]. Sekitar satu dekade pertama, Eyang Djoego membuka padepokan dan menerima murid yang salah satu diantaranya menjadi putera angkatnya, yaitu Raden Mas Jonet atau [[Raden Mas Iman Soedjono]] yang merupakan salah satu senapati Pangeran Diponegoro. Pada dekade kedua, Ki Moeridun dari Warungasem, Pekalongan datang menjadi murid R.M. Iman Soedjono.<ref name=sej>{{cite web|url=http://gunungkawi.synthasite.com/sejarah.php|authors=|title=SEJARAH PESAREHAN GUNUNG KAWI|year=|location=|publisher=|date=|accessdate=1-8-2016}}</ref>
 
== Sejarah ==
Eyang Djoego kemudian memerintahkan R.M. Iman Soedjono dan Ki Moeridun untuk membuka hutan di sebelah selatan [[Gunung Kawi]] dan berpesan bahwa ia ingin dimakamkan di sana. Ia juga meramalkan bahwa desa yang akan dibuka tersebut akan ramai serta menjadi tempat pengungsian. Murid-murid Eyang Djoego yang berangkat berjumlah sekitar 40 orang yang diantaranya beretnis [[Tionghoa]]. Rombongan dipimpin oleh Mbah Wonosari diiringi 20 orang pengikut dan membawa dua pusaka bernama ''Kudi Caluk'' dan ''Kudi Pecok''. Selama perjalanan, rombongan mengalami berbagai peristiwa yang menyebabkan terjadinya pemberian nama berbagai tempat.<ref name=sej>
=== Pembukaan hutan Gunung Kawi ===
#Lokasi ditemukan batu yang dikerumuni semut hingga tumpang tindih menjadi Tumpang Rejo.
{{lihat|Wonosari, Wonosari, Malang}}
#Lokasi pembuatan perapian ([[bahasa Jawa|Jawa]]; ''pawon'') dekat [[Ficus racemosa|pohon Loa Gondang]] yang tumbuh dekat tanjakan menjadi Dusun Lopawon.
Dengan ditangkapnya [[Pangeran Diponegoro]] pada tahun 1830, sebagian pengikutnya melarikan diri ke [[Jawa Timur]]. Eyang Djoego atau Kyai Zakaria II yang menjadi penasihat spiritual Pangeran Diponegoro mengganti namanya menjadi Eyang Soedjoego atau Eyang Djoego. Ia mengungsi ke timur melewati berbagai tempat seperti [[Pati, Pati|Pati]], [[Bagelen, Purworejo|Bagelen]], [[Kabupaten Tuban|Tuban]], [[Kepanjen, Malang|Kepanjen]], hingga akhirnya tiba di Desa SananJugo, [[Kesamben, Blitar]] sekitar tahun 1840. Ia mendiami suatu dusun yang selanjutnya dikenal sebagai [[Jugo, Kesamben, Blitar|Dusun Jugo (''Djoego'')]]. Sekitar satu dekade pertama, Eyang Djoego membuka padepokan dan menerima murid yang salah satu diantaranya menjadi putera angkatnya, yaitu Raden Mas Jonet atau [[Raden Mas Iman Soedjono]] (Eyang Soedjo) yang merupakan salah satu senapati Pangeran Diponegoro. Pada dekade kedua, Ki Moeridun dari Warungasem, Pekalongan datang menjadi murid R.M. Iman Soedjono.<ref name="sej">{{cite web|authors=|date=|year=|title=SEJARAH PESAREHAN GUNUNG KAWI|url=http://gunungkawi.synthasite.com/sejarah.php|authors=|title=SEJARAH PESAREHAN GUNUNG KAWI|yearpublisher=|location=|publisherarchive-url=https://archive.today/20160801153237/http://gunungkawi.synthasite.com/sejarah.php|archive-date=2016-08-01|accessdate=12016-808-201601|dead-url=no}}</ref>
#Lokasi ditemukan ''gendok'' (sejenis panci) tembaga menjadi Dusun Gendogo.
#Lokasi ditemukan [[Beringin pencekik|pohon Bulu]] yang tumbuh sejajar dengan [[Nangka|pohon Nangka]] dinamai Buluangko (kini Hutan Blangko).
#Lokasi tempat menginap di atas ''gumuk'' (bukit kecil) ditanami dua buah kelapa, salah satunya tumbuh bercabang dua sehingga dinamai Klopopang ([[bahasa Jawa|Jawa]]= ''klopo'' ["kelapa"] dan ''pang'' ["bercabang"]).
 
Eyang Djoego kemudian memerintahkan R.M. Iman Soedjono dan Ki Moeridun untuk membuka hutan di sebelah selatan [[Gunung Kawi]] dan berpesan bahwa ia ingin dimakamkan di sana. Ia juga meramalkan bahwa desa yang akan dibuka tersebut akan ramai serta menjadi tempat pengungsian. Murid-murid Eyang Djoego yang berangkat berjumlah sekitar 40 orang yang diantaranya beretnis [[Tionghoa]]. Rombongan dipimpin oleh Mbah Wonosari diiringi 20 orang pengikut dan membawa dua pusaka bernama ''Kudi Caluk'' dan ''Kudi Pecok''. Selama perjalanan, rombongan mengalami berbagai peristiwa yang menyebabkan terjadinya pemberian nama berbagai tempat.<ref name=sej/>
Dari Klopopang, rombongan membuka hutan ke arah selatan, kemudian ke timur, dan dilanjutkan ke utara hingga Kali Gedong, kemudian ke barat. Para peserta rombongan masing-masing membangun rumah dan sebuah padepokan. Pada padepokan tersebut, semua peserta rombongan berunding untuk memberi nama tempat yang baru saja mereka buka hingga akhirnya disepakati nama Wonosari sesuai nama pemimpin rombongan. Mereka mengutus salah satu pengikut untuk memberi tahu Eyang Djoego bahwa pekerjaan mereka telah selesai. Eyang Djoego berangkat ke Wonosari kemudian memberi petunjuk siapa saja yang menetap dan siapa yang pulang ke Dusun Jugo. Ia juga memberi pesan bahwa ia ingin dimakamkan di atas sebuah ''gumuk'' (bukit kecil) yang diberi nama Gumuk Gajah Mungkur. Di antara padepokan dan Gumuk Gajah Mungkur, mereka membuat sebuah taman sari (kini dibangun [[Masjid Agung Iman Soedjono]]. Eyang Doejogo sendiri kembali ke Dusun Jugo sementara R.M. Iman Soedjono ditugaskan untuk tinggal.<ref name=sej>
# Lokasi ditemukan batu yang dikerumuni semut hingga tumpang tindih menjadi Tumpang Rejo.
<!--
# Lokasi pembuatan perapian ([[bahasa Jawa|Jawa]]; ''pawon'') dekat [[Ficus racemosa|pohon Loa Gondang]] yang tumbuh dekat tanjakan menjadi Dusun Lopawon.
===pendirian
# Lokasi ditemukan ''gendok'' (sejenis panci) tembaga menjadi Dusun Gendogo.
Demikian di antaranya yang tinggal di dusun Wonosari yang baru jadi, yang lain ikut Kanjeng Eyang Djoego ke Dusun Djoego, Desa Sanan, Kesamben, Blitar. Dengan demikian Kanjeng Eyang Djoego sering bolak-balik dari dusun Djoego – Sanan – Kesamben ke Dusun Wonosari Gunung Kawi, untuk memberikan murid-muridnya yang berada di Wonosari Gunung Kawi wejangan dan petunjuknya.
# Lokasi ditemukan [[Beringin pencekik|pohon Bulu]] yang tumbuh sejajar dengan [[Nangka|pohon Nangka]] dinamai Buluangko (kini Hutan Blangko).
# Lokasi tempat menginap di atas ''gumuk'' (bukit kecil) ditanami dua buah kelapa, salah satunya tumbuh bercabang dua sehingga dinamai Klopopang ([[bahasa Jawa|Jawa]]= ''klopo'' ["kelapa"] dan ''pang'' ["bercabang"]).
 
Dari Klopopang, rombongan membuka hutan ke arah selatan, kemudian ke timur, dan dilanjutkan ke utara hingga Kali Gedong, kemudian ke barat. Para peserta rombongan masing-masing membangun rumah dan sebuah padepokan. Pada padepokan tersebut, semua peserta rombongan berunding untuk memberi nama tempat yang baru saja mereka buka hingga akhirnya disepakati nama Wonosari sesuai nama pemimpin rombongan. Mereka mengutus salah satu pengikut untuk memberi tahu Eyang Djoego bahwa pekerjaan mereka telah selesai. Eyang Djoego berangkat ke Wonosari kemudian memberi petunjuk siapa saja yang menetap dan siapa yang pulang ke Dusun Jugo. Ia juga memberi pesan bahwa ia ingin dimakamkan di atas sebuah ''gumuk'' (bukit kecil) yang diberi nama Gumuk Gajah Mungkur. Di antara padepokan dan Gumuk Gajah Mungkur, mereka membuat sebuah taman sari (kini dibangun [[Masjid Agung Iman Soedjono]]. Eyang DoejogoDjoego sendiri kembali ke Dusun Jugo sementara R.M. Iman Soedjono ditugaskan untuk tinggal.<ref name=sej/>
Demikianlah dan pada hari Senen Pahing tanggal Satu Selo Th 1817 M,Kanjeng Eyang Djoego wafat. Dan jenasahnya dibawa dari dusun Djoego Kesamben ke dusun Wonosari Gunung Kawi, untuk di makamkan sesuai permintaan dia yaitu di gumuk (bukit) Gajah Mungkur di selatan Gunung kawi .Dan tiba/ sampai di Gunung Kawi pada hari rabu wage malam, dan dikeramat (dimakamkan) pada hari kamis kliwon pagi.
 
=== Pendirian Pesarean Gunung Kawi ===
Dengan wafatnya Kanjeng Eyang Djoego pada hari senen pahing, oleh Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono, setiap hari senen pahing selalu diadakan sesaji dan selamatan. Apabila hari senen pahing tepat pada bulan selo, diikuti oleh seluruh penduduk desa Wonosari untuk mengadakan selamatan bersama pada pagi harinya.dan sampai sekarang terkenal dengan nama Barikan.
Eyang Djoego wafat pada hari Minggu Legi, 1 Selo 1799 dal (22 Januari 1871) yang ditandai dengan candrasengkala "Aruming Kusumo Pinudjeng Jagad". Jenasahnya diberangkatkan dari Dusun Jugo dan sampai di Gunung Kawi pada hari Rabu [[Wage]]. Karena sudah malam, jenasah Eyang Jugo dimakamkan pada hari Kamis [[Kliwon]] pagi. Oleh sebab itu, setiap hari Minggu Legi malam Senin Pahing diadakan [[selamatan]] dan bila bertepatan dengan bulan Selo, peserta selamatan adalah seluruh penduduk desa. Selamatan tersebut dikenal dengan nama ''Barikan''.<ref name=sej/>
 
Desa Wonosari semakin ramai didatangi orang-orang yang bermaksud menetap. Sekitar tahun 1871-1876, seorang putri Residen Kediri bernama Ny. Schuller datang untuk berobat ke R.M. Iman Soedjono hingga sembuh. Ia tidak pulang lagi ke Kediri hingga R.M. Iman Soedjono wafat pada hari Rabu [[Kliwon]] tanggal 12 Suro 1805 Jimawal (8 Februari 1876). R.M. Iman Soedjono dimakamkan satu liang dengan Eyang Djoego.<ref name=sej/>
Sepeninggal Kanjeng Eyang Djoego – Dusun Wonosari menjadi banyak pengunjung, dan banyak pula para pendatang itu menetap di Dusun Wonosari, dikala itulah datang serombongan pendatang untuk ikut babat hutan, oleh Eyang R.M. Iman Soedjono diarahakan ke arah barat Dusun Wonosari rombongan pendatang itu berasal dari babatan Kapurono yang dipimpin oleh :
 
=== Pemugaran ===
1. Mbah Kasan Sengut (daerah asal Bhangelan)
Pada tahun 1932, Ta Kie Yam atau mpek Yam datang berziarah ke Pesarean Gunung Kawi, tetapi akhirnya tinggal menetap. Ia bersama dengan beberap temannya di [[Surabaya]] dan seorang dari [[Singapura]] kemudian membangun jalan dari pesarean hingga ke bawah berikut dengan gapura-gapuranya.<ref name=sej/>
 
=== Rokok Bentoel ===
2. Mbah Kasan Mubarot (tetap bertempat di babatan Kapurono)
{{Main|Bentoel Group}}
Sekitar tahun 1950an, [[Ong Hok Liong]] mengalami keterpurukan ekonomi sehingga ia berziarah ke Pesarean Gunung Kawi. Pada malam harinya, ia bermimpi melihat [[bentul]] kemudian bertanya maksudnya kepada juru kunci makam. Juru kunci menganjurkan agar ia mengubah merk rokoknya menjadi Bentoel, yang ia lakukan pada tahun 1954. Setelah itu, bisnis Ong Hok Liong meningkat dan menjadikannya salah satu orang kaya di Indonesia.<ref>{{cite news|url=http://daerah.sindonews.com/read/1004593/29/gunung-kawi-pusat-klenik-jawa-china-1432413486/3|authors=S.M. Said|title=Gunung Kawi, Pusat Klenik Jawa-China (4)|publisher=SindoNews|date=25-5-2015|accessdate=1-8-2016}}</ref>
 
=== Pemekaran wilayah dan pencanangan tempat wisata ===
3. Mbah Kasan Murdot (ikut Mbah kasan Sengut)
Pesarean Gunung Kawi terus berkembang dan diwarnai oleh akulturasi budaya dan agama. Oleh sebab itu, pada tahun 1986, [[Ngajum, Malang|Kecamatan Ngajum]] dimekarkan sehingga diperoleh kecamatan baru yaitu [[Wonosari, Malang|Kecamatan Wonosari]]. Pada tahun 2002, pemerintah Kabupaten Malang mencanangkan [[[[Wonosari, Wonosari, Malang|Desa Wonosari]] sebagai "Desa Wisata Ritual Gunung Kawi".<ref name=home/>
 
== Wisata Gunung Kawi ==
4. Mbah Kasan Munadi (ikut Mbah kasan Sengut)
Jalan dari tempat parkir hingga komplek Pesarean Gunung Kawi adalah berupa rangkaian tangga sepanjang sekitar 750 meter dengan kemiringan hampir 35° serta dibatasi oleh tiga buah gapura yang dipenuhi relief Pangeran Diponegoro. Di sepanjang jalan menuju pesarean terdapat penginapan berupa hotel, losmen, atau rumah penduduk. Selain itu, terdapat banyak rumah makan dan stan-stan penjual bunga untuk persembahan dan makanan serta barang-barang lainnya.<ref name=intisari>{{cite web|url=http://intisari-online.com/read/ngalap-berkah-di-pesarean-gunung-kawi|authors=Agus Surono|title=Ngalap Berkah di Pesarean Gunung Kawi|year=|location=|publisher=|date=3-5-2014|accessdate=2-8-2016|archive-date=2016-08-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20160816201752/http://intisari-online.com/read/ngalap-berkah-di-pesarean-gunung-kawi|dead-url=yes}}</ref> Beberapa kuliner khas yang dijual pada stan-stan makanan Gunung Kawi adalah ubi ungu kukus, jagung kukus, [[tebu]], [[ronde (makanan)|ronde]], dan madu serta sarang tawon.
 
Sebuah penelitian tahun 2013 dari [[Malaysia]] menunjukkan bahwa Pesarean Gunung Kawi adalah daerah wisata spiritual yang berkontribusi terbaik nomor tiga terhadap lingkungan sosio-ekonomisnya di Pulau Jawa.<ref>{{Cite journal|last=Hengky|first=S. H.|date=2013-09|title=Envisaged the potential of sustainable sacred tourism in Java Indonesia|url=http://ijbssnet.com/journals/Vol_4_No_12_Special_Issue_September_2013/13.pdf|journal=International Journal of Business and Social Science (IJBSS)|language=en|volume=4|issue=12|pages=123–127|issn=2219-1933}}</ref>
Juga diikuti temannya bernama Mbah Modin Boani yang berasal dari Bangkalan Madura, bersama temannya Mbah Dul Amat juga berasal dari Madura, juga diikuti Mbah Ngatijan dari Singosari bederta teman-temannya.
 
=== Gebyar Ritual 1 Suro ===
Dengan demikian Dusun Wonosari bertambah luas dan penduduknya bertambah banyak. Karena dengan bertambah luasnya dusun juga karena bertambah banyaknya penduduk, maka diadakan musyawarah untuk mengangkat seorang pamong yag bisa menjadi panutan masyarakat dalam mengelola dusunnya yang masih baru itu, maka ditunjuklah salah seorang abdi Mbah Eyang R.M.Iman Soedjono yang bernama Mbah Warsiman sebagai bayan. Dengan demikian Mbah Warsiman sebagai pamong pertama Dusun Wonosari.
Gebyar Ritual 1 Suro merupakan sebuah perayaan ritual yang dimulai semenjak tahun 2000. Pada acara ini, tumpeng-tumpeng di[[kirab]] dari gapura paling bawah (''stanplat'') hingga pesarean. Tumpeng-tumpeng diletakkan pada ''jolen'' atau wadah tumpeng yang dihias berbagai bentuk serta diiringi lagu dan nyanyian bernuansa tradisional Jawa, Islam, China, dan musik modern. Perayaan ditutup dengan pembakaran ''sangkala'' yang melambangkan keburukan manusia.<ref>{{cite web|url=http://gunungkawi.synthasite.com/acara.php|authors=|title=GEBYAR RITUAL 1 SURO|year=|location=|publisher=|date=|accessdate=1-8-2016}}</ref>
Pada masa Mbah Eyang R.M. Iman Soedjono antara tahun 1871-tahun1876, dating seorang wanita berkebangsaan Belanda bernama Ny. Scuhuller, seorang putri Residen Kediri dating keWonosari Gunung Kawi untuk berobat kepada Eynag R.M Iman Soedjono. Setelah sembuh Ny. Schuller tidak pulang ke Kediri melainkan menetap di Wonosari mengabdi pada Eyang R.M. Iman Soedjono sampai dia wafat pada tahun 1876, Ny, Schuller kemudian pulang ke Kediri.
 
=== Ziarah spiritual ===
Pada tahun 1931 datang seorang Tiong Hwa yang bernama Ta Kie Yam (mpek Yam)untuk berziarah di Gunung Kawi, tapi pek Yam merasa tenang hidup di Gunung Kawi dan akhirnya dia menetap didusun Wonosari untuk ikut mengabdi kepada Kanjeng Eyang sekalian (Mbah Djoego dan R.M. Soedjono) dengan cara membangun jalan dari pesarehan sampai kebawah dekat stamplat, pek Yam pada wktu itu dibantu oleh beberapa orang temannya dari Surabaya dan juga ada seorang dari Singapura, setelah jalan itu jadi kemudian dilengkapai dengan beberapa gapura, mulai dari stanplat sampai dengan sarehan.
Pada hari rabu kliwon tahun 1876 M. Kanjeng Eyang R.M. Iman Soedjono wafat, dan dimakamkan berjajar dengan makam Kanjeng Mbah Djoego di Gumuk Gajah Mungkur. Sepeninggalan Eyang R.M. Iman Soejono, dusun Wonosari bertambah ramai, maka dalam mengelola dusun masyarakat bermusyawarah lagi untuk memilih Pamong atau Kamituwo. Maka terpilih seorang tokoh yang bernama Mbah Karni sebagai Kamituwo Pertama dukuh Wonosari. Dan seterusnya , dukuh Wonosari mempunyai Kamituwo berturut-turut sebagai berikut :
-->
 
==== Syukuran ====
<!--
Para peziarah yang hendak mengunjungi pesarean wajib mendaftarkan syukuran pada loket di depan gerbang masuk menuju komplek pesarean. Syukuran dilaksanakan pada pukul 10.00, 15.00, dan 21.00 WIB. Peziarah dapat membawa persembahan berupa bunga yang banyak dijual pada stan-stan menuju komplek pesarean atau [[tumpeng]] yang dapat dibeli di loket. Persembahan diterima oleh juru kunci untuk diteruskan ke depan makam.<ref name=intisari/> Setelah syukuran selesai, peziarah dapat membawa pulang tumpeng yang diletakkan di atas [[tampah]] dan dilengkapi berbagai lauk seperti ayam utuh.
Gunung Kawi, terletak di sebelah barat kota Malang merupakan obyek wisata yang perlu untuk dikunjungi bila kita berada di Jawa Timur karena keunikannya, obyek wisata ini lebih tepat dijuluki sebagai "kota di [[gunung|pegunungan]]". Di sini kita tidak akan menemukan suasana gunung yang sepi, tapi justru kita akan disuguhi sebuah pemandangan mirip di negeri tiongkok zaman dulu.
Di sepanjang jalan kita akan menemui bangunan bangunan dengan [[arsitektur]] khas Tiongkok, dimana terdapat sebuah [[kuil]]/[[klenteng]] tempat untuk bersembahyang atau melakukan ritual khas [[Konfusianisme|Kong Hu Cu]]. Biasanya orang-orang [[Tionghoa]] mengunjungi tempat ini pada hari-hari tertentu untuk melakukan ritual keagamaan seperti memohon keselamatan , [[giam si]] , [[ci suak]] dsb namun tak jarang pula yang hanya sekedar berpelesir untuk melepas lelah. Di sepanjang jalan juga banyak terdapat penginapan baik itu hotel, losmen, atau bahkan rumah penduduk dapat juga disewa untuk dijadikan tempat menginap.
 
==== Air janjam ====
Ada banyak hal unik yang berhubungan dengan kepercayaan yang dapat kita temukan di gunung Kawi, Salah satu diantaranya adalah sebuah pohon yang konon dipercaya bila kita kejatuhan buahnya, maka kita akan mendapat rejeki. Pada malam-malam tertentu akan banyak sekali orang yang duduk di bawah pohon ini. Selain pohon, terdapat juga makam Mbah Djoego, seorang pertapa pembantu Pangeran Diponegoro, yang juga sangat dijaga oleh penduduk setempat.
Air janjam merupakan nama yang digunakan untuk merujuk air yang ditampung pada dua buah guci tanah liat kuno peninggalan Eyang Djoego. Kedua guci tersebut semenjak dulu digunakan untuk menampung air yang digunakan untuk pengobatan.<ref name=miscel>{{cite web|url=http://gunungkawi.synthasite.com/miscellanous.php|authors=|title=Hal-Hal Unik di Area Wisata Ritual Gunung Kawi|year=|location=|publisher=|date=|accessdate=}}</ref>
 
==== Pohon dewandaru ====
Bila masuk ke dalam klenteng, maka dapat melakukan [[Jiam Si]], yaitu sebuah ritual "Meramal Nasib" dimana nantinya akan diminta untuk mengocok sebuah wadah yang berisi petunjuk-petunjuk nasib sampai salah satu diantaranya terjatuh ke lantai, maka itulah yang menjadi "peruntungan" pada periode ini. Bila merasa bingung dengan artinya, karena kebanyakan kata-kata di dalam lembar itu dikatakan secara abstrak, maka dapat menggunakan jasa penerjemah yang ada di bagian depan klenteng untuk mengartikan apa yang sebetulnya menjadi maksud dari lembar tersebut, dan semua ini tak dipungut biaya atau gratis.
Pohon dewandaru atau ''pohon kesabaran'' ditanam oleh Eyang Djoego untuk melambangkan keamanan pada daerah Wonosari. Para peziarah memiliki kepercayaan untuk menunggu gugurnya buah, daun, atau ranting pohon tersebut untuk digunakan sebagai jimat pemberi kekayaan.<ref name=miscel/> Menurut legenda, pohon tersebut berasal dari tongkat Eyang Djoego yang ditancapkan ke tanah agar wilayah Gunung Kawi aman dan bebas gangguan dari siapapun, baik manusia maupun makhluk halus.<ref>{{cite news|url=http://daerah.sindonews.com/read/1004593/29/gunung-kawi-pusat-klenik-jawa-china-1432413486/5|authors=S.M. Said|title=Gunung Kawi, Pusat Klenik Jawa-China (6)|publisher=SindoNews|date=25-5-2015|accessdate=1-8-2016}}</ref> Banyak peziarah yang duduk-duduk di halaman sekitar untuk menunggu gugurnya bagian tanaman dewandaru.<ref name=intisari/>
-->
 
==== Klenteng ====
===Pemekaran wilayah dan pencanangan tempat wisata===
Di dekat komplek pesarean sebelum memasuki halaman padepokan terdapat sebuah [[klenteng]] tempat beribadah umat [[agama Khonghucu|Konghucu]] dan [[agama Buddha|Buddhis]]. Klenteng ini memiliki junjungan utama [[Kwan Im|Dewi Kwan Im]].<ref name=intisari/>
Pesarean Gunung Kawi terus berkembang dan diwarnai oleh akulturasi budaya dan agama. Oleh sebab itu, pada tahun 1986, [[Ngajum, Malang|Kecamatan Ngajum]] dimekarkan sehingga diperoleh kecamatan baru yaitu [[Wonosari, Malang|Kecamatan Wonosari]]. Pada tahun 2002, pemerintah Kabupaten Malang mencanangkan [[[[Wonosari, Wonosari, Malang|Desa Wonosari]] sebagai "Desa Wisata Ritual Gunung Kawi".<ref name=home/>
 
== Kultur populer ==
==Lihat pula==
* [[Digital Film Media]] berencana memproduksi film horor komedi berjudul ''Gunung Kawi'' yang akan mengambil lokasi syuting di sekitar pesarean. Rencana syuting tersebut ditolak oleh masyarakat Wonosari dan keluarga besar Juru Kunci pesarean (Juli 2016) karena dianggap menodai kesucian makam kedua tokoh ulama yang dimakamkan di Pesarean Gunung Kawi.<ref>{{cite news|url=https://m.tempo.co/read/news/2016/07/19/111788671/penduduk-tolak-rencana-pembuatan-film-horor-gunung-kawi|authors=Abdi Purnomo|title=Penduduk Tolak Rencana Pembuatan Film Horor Gunung Kawi|publisher=Tempo|date=19-7-2016|accessdate=2-8-2016}}</ref>
*[[Padepokan Jambe Pitu]]
*[[Umbul Jumprit]]
 
==Referensi Lihat pula ==
* [[Padepokan Jambe Pitu]]
* [[Umbul Jumprit]]
 
== Referensi ==
{{reflist}}