Barata (sistem politik): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(14 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Barata''' atau disebut juga '''Pertahanan Barata'''<ref>http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/174972</ref> adalah sebuah [[sistem politik]] dariyang dijalankan oleh [[Kesultanan Buton]]. Dalam pengertian [[Suku Buton|masyarakat Buton]], Barata berarti penguat yang saling membantu agar tetap bertahan, seimbang, dan tidak mudah hancur, karena yang satu menunjang yang lain, demikian pula sebaliknya. Jadi sistem barata ini diibaratkan seperti perahu ''jarangka'' (bersayap).
 
Barata juga berarti [[cadik]] (cadik perahu). Dengan demikian wilayah Barata adalah wilayah yang dianggap dan diharapkan untuk menjaga kestabilan kerajaan. Dalam hal ini, termasuk pula pengertian menjaga keamanan dari luar. AdaTerdapat empat wilayah yang berkedudukan sebagai Barata bagi Kesultanan Buton yaitu [[Kerajaan Muna]], Kerajaan Tiworo, Kerajaan Kulisusu, dan Kerajaan Kaledupa yang dikenal sebagai ''Empat Barata Kesultanan Buton''.<ref>https://www.perpusnas.go.id/magazine-detail.php?lang=id&id=8230</ref>
 
== Penentangan oleh Muna ==
Dalam masa pemerintahan La Elangi (1579–1631) sebagai Sultansultan Buton IV., keempat kerajaan tersebut di atas ditetapkan sebagai wilayah barataBarata dari Kesultanan Buton. Keempat wilayah Barata Kesultanan Buton itu masing-masing diberi kewenangan untuk mengatur dirinya dengan Dewan Legislatif dan Dewan Pemerintahannya sendiri-sendiri. Pada pertengahan abad ke-19, semua Barata kecuali [[Kerajaan Muna]] sudah merupakan wilayah yang menyatu dengan Kesultanan Buton. Muna tetap berpegang teguh pada tradisi hubungannya dengan Buton sebagai dua kerajaan bersaudara. Selalu menolak kedudukan sebagai Barata dari Buton. Persaudaraan kedua kerajaan itu terjalin ketika diangkatnya Murhum yang menjabat raja Muna, diangkat juga sebagai raja (kemudian sultan) di Buton. Sementara itu, di Muna ia digantikan oleh adiknya La Posasu, dan sejak itu pulau Muna bagian selatan digabungkan ke dalam Kerajaan Buton. Namun dalam sepanjang sejarahnya, Muna sering bertentangan dengan Buton yang selalu menempatkan Muna pada pihak yang dirugikan. Setiap kekalahan Muna dalam menghadapi Buton. Buton selalu menempatkan pejabatnya sebagai pejabat raja Muna. Hal itu merupakan pangkal pertentangan Muna terhadap Buton. Konon pada kurun waktu yang hampir bersamaan. Kerajaan Muna juga berada di bawah pengaruh kekuasaan [[Kesultanan Ternate]].
 
Pada tahun 1655, [[Sultan Hasanuddin]] dari [[Kerajaan Gowa|Gowa]] menyerang Buton serta berhasil menguasai Muna dan Tiworo. Raja Muna Sangia Kaindea menjadikan kesempatan ini untuk bebas dari pengaruh Ternate tanpa sepengetahuan Ternate sendiri (.{{sfnp|Abdul Razak Daeng Patunru, |1967).}}
 
Akan tetapi pada tahun 1664, Sultan Ternate menyerahkan kembali Muna atau Pantsiano kepada sultan Buton tanpa sepengetahuan raja Gowa. Penyerahan ini kemudian ditentang oleh raja Muna dan tidak mengakui kekuasaan Buton atas Muna. Atas bantuan VOC dan Ternate, Sangia Kaindea dapat ditangkap dan dibawa ke Ternate. Selama di Ternate jabatan raja Muna dipegang oleh istrinya Wa Ode Wakelu anak dari La Manempa ''sapati'' Buton waktu itu. Sesudah peperangan Gowa, Sangia Kaindea kembali ke Muna sebagai raja Muna tetapi pemerintahan sebenarnya dijalankan oleh La Ode Idris seorang ''kapitalau'' dari Buton. Pemerintahan La Ode Idris ini disebut Muna sebagai Sarano Kraindeadea. Cucu Sangia Kaindea eajaraja Muna La Ode Husai Omputo Sangia pada masa pemerintahannya selalu tidak mengakui kekuasaan Buton atas Muna. Tetapi Belanda menganggap Muna sebagai "Vrij en on van Boeton".<ref>''Lightvoot'', 1878.</ref>
Akan tetapi pada tahun 1664, Sultan Ternate menyerahkan kembali Muna atau Pantsiano kepada S
Sultan Buton tanpa sepengetahuan raja Gowa. Penyerahan ini kemudian ditentang oleh raja Muna dan tidak mengakui kekuasaan Buton atas Muna. Atas bantuan VOC dan Ternate, Sangia Kaindea dapat ditangkap dan dibawa ke Ternate. Selama di Ternate jabatan raja Muna dipegang oleh istrinya Wa Ode Wakelu anak dari La Manempa ''sapati'' Buton waktu itu. Sesudah peperangan Gowa, Sangia Kaindea kembali ke Muna sebagai raja Muna tetapi pemerintahan sebenarnya dijalankan oleh La Ode Idris seorang ''kapitalau'' dari Buton. Pemerintahan La Ode Idris ini disebut Muna sebagai Sarano Kraindeadea. Cucu Sangia Kaindea eaja Muna La Ode Husai Omputo Sangia pada masa pemerintahannya selalu tidak mengakui kekuasaan Buton atas Muna. Tetapi Belanda menganggap Muna sebagai "Vrij en on van Boeton".<ref>Lightvoot, 1878.</ref>
 
Pada tahun 1816, Muna bersama Tiworo dengan bantuan Syarif Ali dari [[Sulawesi Selatan]] kembali menentang Buton. Perang ini berlangsung sampai akhir 1823 dengan kekalahan Muna dan Tiworo. Seorang ''kapitalau'' dari Buton ditunjuk oleh sultan Buton sebagai pejabat raja Muna yaitu La Ode Ngkumabusi.<ref>''Sejarah Daerah Sulawesi Tenggara'', 1978.</ref>
 
Uraian diatas memperlihatkan bahwa sepanjang abad ke-16 sampai abad ke-19, disamping adanya hubungan persaudaraan Muna yang merupakan wilayah Barata dari Buton, walaupun Muna berdaulat didalamnya, dipihak lain orang Muna sampai masa-masa terakhir ini tidak mengakui negerinya sebagai bawahan Buton. wilayahWilayah Barata yang lain yaitu Kulisusu, Tiworo, dan Kaledupa dalam perkembangannya secara bertahap menjadi wilayah kesultanan Buton dengan kedudukan khusus sebagai Barata dan pejabat-pejabatnya selalu ditentukan dari KeratonKesultanan Buton.
 
== Tugas utama Barata ==
Baris 28 ⟶ 27:
 
=== Kesepakatan tradisional ===
Kesepakatan tradisional dari lima kerajaan dalam sistem pertahanan Barata ini diperbaharui kembali pada masa pemerintahan sultan Buton Kaimuddin Muhammad Idrus pada tahun 1840 yang disepakati menjadi ''sarana Barata'' (pemerintahan Barata) dan ditandatangani oleh sultan Buton serta raja-raja keempat kerajaan. Pihak Buton yang ikut bertandatangan adalah sultan Kaimuddin Muhammad Idrus, ''sapati'' La Tobelo, ''kanepulu'' La Kasorana, ''kapitalao'' Latia dan Ismail, ''bonto ogena matanaeyo'' La Peropa, dan ''bonto ogena sukanaeyo'' Haji Abdul Rachim. Penandatanganan dari empat kerajaan adalah raja Muna Ismail atau La Ode Sumaili, raja Tiworo Muhammad, raja Kulisusu La Madja, dan raja Kaledupa Adam.<ref>''Dokumen DPRD Tk. I.'', (1978), (hlm. 198).</ref>
 
Adapun tugas-tugas yang diemban oleh sistem pertahanan Barata adalah terutama mempersiapkan persenjataan di setiap kerajaan yang ada dalam lingkungan Buton dengan tujuan untuk menjaga keamanan di wilayahnya. Apabila terjadi penyerahan, maka terlebih dahulu mengadakan perlawanan dan apabila tidak bisa menghadapinya barulah ia meminta bantuan dari Barata yang lain atau pada sultan Buton. Selain itu, Barata juga ditugasi memantau keadaan wilayahnya jika ada orang asing yang terdampak karena mengalami kecelakaan kapal, perahu pecah, ataupun tenggelam di wilayah perairan Buton dan sekitarnya, terutama bagi pelaut-pelaut Bone dan Ternate, serta pelarian politik dan budak yang mencari perlindungan agar ditolong dan diperlakukan dengan baik dan diberi perlindungan, kemudian dikembalikan ke negeri asalnya dengan selamat.{{sfnp|Zahari|1976|p=30}}
 
Dalam ''sarana Barata'' juga diatur tentang kunjungan para pejabat kesultanan Buton di wilayah Barata, khususnya ''kapitalau'' dan pengawas sultan. Bagi rakyat dan aparat atau pembesar kerajaan di wilayah Barata yang melakukan pelanggaran harus dihukum sesuai kesalahannya. Mulai dari hukuman ringan seperti diberi sanksi, mulai dari dipecat hingga hukuman gantung. ''Sarana Barata'' juga mengatur perkawinan antar kerajaan yang tergabung dalam Barata, baik antara orang-orang dari Kesultanan Buton dengan keempat kerajaan maupun sebaliknya. Hal ini merupakan suatu politik dan strategi jangka panjang bagi Kesultanan Buton untuk memperluas jangkauan pengaruhnya ke seluruh wilayah termasuk kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam Barata.<ref>{{Cite web|last=Zuhdi dkk|first=Susanto|title=Kerajaan Tradisional Sulawesi Tenggara : Kesultanan Buton|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/12819/1/Kerajaan%20tradisional%20sulawesi%20tenggara%20kesultanan%20buton.pdf|website=Penerbit Kemdikbud|access-date=2022-07-6}}</ref>
 
==Referensi==
{{Reflist}}
 
[[Kategori:Kesultanan Buton]]
[[Kategori:Sistem politik]]