Eka Santosa: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (- + ) |
RaFaDa20631 (bicara | kontrib) k Moving from Category:Tokoh GMNI to Category:Tokoh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia using Cat-a-lot |
||
(15 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 13:
|successor =
|birth_date = {{birth date and age|1959|7|29}}
|birth_place =
|death_date =
|death_place =
|nationality =
|party =
|spouse =
|children =
Baris 52:
== Riwayat Organisasi ==
* 1977
* 1978
* 1978 – 1980
* 1979 – 1986
* 1993 – 1998
* 1999/2000
* 2001 – 2005
* 2002 – 2006
* 2003 – sekarang
* 2005 – sekarang
* 2008 – sekarang
* 2010 – sekarang
* 2010 – 2013
* 2012 – 2017
* 2013 – 2015
* 2015 - sekarang
* 2016 - sekarang
* 2017 - sekarang
== Riwayat Pekerjaan ==
Baris 77:
* 1994 – 1996 Manager Pengembangan Usaha koperasi Pegawai Telkom Kantor Pusat.
* 2002 – sekarang, Komisaris PT Cempaka Manungal Karya.
* 1999 – 2000
* 2000 – 2004 Ketua DPRD Prov. Jabar.
* 2004 – 2009 DPRI – Komisi ll
Baris 94:
{{reflist}}
* {{id}} [http://www.indonesian-aerospace.com/book/d04.htm Artikel tulisan Eka Santosa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060317164730/http://www.indonesian-aerospace.com/book/d04.htm |date=2006-03-17 }} - biodata singkat di akhir tulisan, diakses 6 Januari 2006
* {{id}} [http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/06/01/brk,20050601-61871,id.html "Anggota DPR Eka Santosa Jadi Tersangka Korupsi APBD"]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, ''[[TEMPO]]'', 1 Juni 2005
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0605/02/0101.htm "Eka Santosa Tersangka Kasus Kaveling-gate"]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, ''[[Pikiran Rakyat]]'', 2 Juni 2005
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/18/Jabar/1824053.htm "Eka Santosa Ditanya soal Pencairan Dana Kapling"], ''[[KOMPAS]]'', 18 Juni 2005
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/20/Jabar/2304310.htm "Berkas Sudah Dilimpahkan ke PN Bandung"], ''[[KOMPAS]]'', 20 Desember 2005
* {{id}} [http://kompas.com/kompas-cetak/0601/06/daerah/2343486.htm "Mantan Pimpinan DPRD Jabar Didakwa Korupsi"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070312133858/http://kompas.com/kompas-cetak/0601/06/daerah/2343486.htm |date=2007-03-12 }}, ''[[KOMPAS]]'', 6 Januari 2006
{{lifetime|1959||Santosa, Eka}}
Baris 106:
'''BIODATA'''
Drs. H. Eka Santosa, Banjar (Jawa barat) 29 Juli 1959, laki-laki, Islam, Menikah, Rina Ningsih (Isteri dengan 2 anak), Jl. Terbang Layang No 71 RT 06/RW 02 Kelurahan Cisaranten Endah Kec. Arcamanik Kota Bandung 40195.
Secara pribadi, ia contohkan tentang dirinya secara terbuka, tatkala pada perode 1999 – 2004 ditahbiskn menjadi anggota DPRD Jabar. Pada periode ini, ia satu tahun menjabat sebagai Ketua Komisi A. Ia kemudian menjadi Ketua DPRD Jabar menggantikan posisi Alm. Idin Rafiudin.
.”Inilah garis tangan itu. Seumur-umur tak terbayangkan satu kali pun menginjak gedung DPRD Jabar. Tentu kita harus mensyukurinya dan menjaga amanah ini sebaik-baiknya”.
Menurut banyak kalangan, kiprah Eka berpolitik praktis sudah dimulai sejak masa kanak-kanaknya di kota Banjar dan Ciamis Jawa Barat pada era 1970-an. Lulusan SDN Sukaraja ll Kabupaten Tasikmalaya 1972, SMPN l Banjar (Kabupaten Ciamis) 1975, SMAN l Banjar (Kabupaten Ciamis) 1978, sarjana ilmu pemerintahan FISIP UNPAD 1986, serta mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik UNPAD 2005 hingga sekarang, masih tak “mempercayai dirinya” bisa berkarier politik di Jabar dan nasional hingga kini.
Baris 117:
'''Orang Desa dan Disiplin'''
Eka adalah anak ke-5 dari 10 bersaudara, putra dari pasangan Moesa Koswara dan Siti Sobariah yang ayahnya beprofesi sebagai PNS golongan ll-D di Perhutani (Priangan Timur). Sebagai anak desa, sejak awal sudah lekat dengan pola hidup sederhana dan disiplin keras.
Ibunya, sejak awal telah memberikan disiplin yang tegas tentang bagaimana mengatur rumah tangganya. “Kami sejak SD sudah bergiliran melakukan tugas mengepel dan membersihkan rumah setiap hari bersama kakak dan adik-adiknya. Termasuk mencari kayu bakar ke hutan bersama kawan sepermainan”.
Eka menyadari bahwa disiplin yang diterapkan kedua orang tuanya, walaupun secara sosial-ekonomi termasuk mampu untuk tidak mengerjakannya kala itu, ternyata amatlah berguna untuk menempa karater dalam pergaulan kelak. Menurut Eka, orang tuanya secara tidak langsung telah menanamkan rasa tanggung jawab, solidaritas, kejujuran, keterbukaan, termasuk cinta lingkungan dan budaya yang hidup di sekitarnya.
Baris 128:
Satu hal yang disadari Eka, betapa besarnya pengaruh ajaran Bung Karno pada era Orde Baru (Orba) yang kala itu sempat dilarang pemerintah, turut mewarnai “garis tangan” karier politiknya. Diam-diam warisan koleksi buku-buku Soekarno milik ayahnya, “Dibawah Bendera Revolusi”, “Sarinah”, dan banyak lainnya, isinya ia lahap pada usia SMP.
Nilai perjuangan hidup Marhaenisme yang di jaman Orba sering disetarakan dengan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Lenninisme, oleh Eka tegas dikatakan untuk pemerintahan masa Orba jelas-jelas sarat kekeliruan.
Atas dasar pisau analisis berpikir “Soekarnois” oleh anak “ingusan”, cita rasa kebangsaan dan cinta lingkungan hidup serta budaya pun dikembangkan dengan cara yang khas. Ditambah aktivitas sejak SD pada kegiatan Pramuka (Saka Pramuka), dan bersekolah agama (pesantren). “Saya sudah mempertanyakan ada hal yang salah dalam pola pendidikan kebangsaan. Implementasi UUD 1945, di lapangan banyak yang tak sejalan. Ini yang selalu saya pikirkan dan diskusikan walaupun dengan cara kanak-kanak, tentunya”.
Tak jarang karena pengembaraan pemikiran yang sudah jauh dari anak seusianya, Eka sejak SMP sudah dikenal punya kepribadian yang berbeda. Guru-gurunya di sekolah yang sudah melihat ada potensi lain, sering menjadi rekan diskusinya. Tentu pihak yang mengerti, sering mengapresianya. Tak jarang ada guru atau pihak orang dewasa yang “berseberangan”, justru mewanti-wantinya.
Tak hirau oleh pihak yang mewanti-wantinya secara “ngawur”, justru Eka terus bersemangat aktif di organisasi intra (OSIS dan Pramuka) termasuk organisasi ekstra sekolahnya. Khusus selama aktif di OSIS SMPN Sukarja 1 Banjar, ia sempat membuat majalah Tunas Muda. Begitu pun kecintaannya pada olahraga bulu tangkis sempat dipupuknya disini.
Berkaitan timbulnya kontroversi kepemimpinan Bung Karno, Eka masih duduk di bangku SMA sebagai Ketua OSIS. Keberpihakan kepada paham Marhaenisme, ia munculkan dengan melawan arus kala itu. Suatu hari ia bersekolah dengan gambar Bung Karno dibajunya plus lambang Marhaenisme.
Kebandelannya, berbuah ia dikeluarkan dari sekolahnya. “Hanya, gara-gara memakai baju bergambar Bung Karno”. Puncaknya, pada tahun 1977 manakala Orba sedang dalam puncak kekuasannya, Eka mendirikan Gerakan Pemuda Marhaen (GPM). Aktivis Nur Ali kala itu didaulat sebagai Ketua GPM. Sementara dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua GPM.
Imbasnya, dari deklarasi ini pihak pengaman negara ada yang mengicarnya. Sisanya, banyak pula yang memberi dorongan untuk tak surut dengan perjuangan ini.
Salah satu peristiwa yang sering ia ingat pada era 1978 berbarengan dengan masa perpanjangan (transisi) kurikulum jaman Kementrian Pendidikan & Kebudayaan, Daoed Joesoef, Eka bergabung dengan gerakan mahasiswa. Tuduhan pad dirinya, Eka dicap pemuda kritis yang membahayakan pemerintahan kala itu. Dampaknya, Eka sempat “diamankan” PM Ciamis. “Sekitar 20 PM mengepung rumah saya. Ayah saya pun harus datang dari tugasnya di Banjar ke Ciamis”.
“Label sebagai orang kiri yang identik dengan PKI sempat saya sandang saat itu”. Hikmah dari peristiwa ini, makin bulat mencari kaitan dengan arus politik yang ada saat itu. “Marhaenisme saya sadari sebagai salah satu jati diri paham PDI. Makin bulat tekad saya memahami Marhaenisme sampai ke akar-akarnya”.
Selintas kita tahu, Marhaen adalah hasil penjelajahan buah pikiran Bung Karno dalam membentuk nation & character building bangsa kita, termasuk dalam pengembangan teori pergerakannya. “Perjuangan petani sederhana Marhaen dari Bandung Selatan yang ingin berdikari. Hal inilah yang menginspirasi saya sampai kapan pun, ini relevan sepanjang jaman dengan nasib bangsa kita”, kata Eka dalam banyak kesempatan.
Baris 165:
Guratan berkuliah di Bandung bagi Eka, erat kaitannya dengan ajaran ayahandanya yang sering berkata:”Kalau memang itu pilihan kamu untuk menggeluti politik, pergilah kuliah di Bandung”.
Sahabat Eka yang tak mengenal “lelah” membantunya kala itu di Bandung, diantaranya Satria Kamal GP, putra dari Solihin GP yang menjabat sebagai Sesdalopbang. “Mujur rekan-rekan putra-putri pejabat lain kala itu bersahabat dengan saya. Merekalah yang selalu memberi dorongan dalam banyak hal”.
'''Jaringan Perkawanan'''
Baris 171:
Pilihan aktif di GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia) terus diperluas dengan berbagai konstalasi politik kala itu. Ketika terjadi krisis pembubaran Dewan Mahasiswa se-Indonesia terkait NKK-BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus – Badan Koordinasi Kemahasiswaan), Eka melalui GMNI berusaha menentangnya.
Berkali-kali Eka bersama rekan GMNI dan mahasiswa Bandung lainnya melakukan aksi demo di Senayan, Jakarta. Sempat kala itu ia berseloroh:”Besok lusa mungkin kita bukan sebagai pendemo melainkan penghuni Senayan (DPR/MPR)”. Tak pelak seloroh ini banyak ditertawakan rekan-rekan Eka kala itu.
Uniknya, seloroh ini menjadi kenyataan. Pada periode 2004 – 2009 Eka menjadi anggota DPR RI. Bagi yang percaya, inilah yang mungkin dinamakan garis tangan itu. Tentu dengan kerja keras, ulet dan pantang menyerang menghadapi setiap tantangan. Dana operasional untuk aktivitas politiknya selama mahasiswa, tak jarang diperolehnya dari rintisan usahanya yang dijalin bersama Koperasi Telkom Pusat kala itu.
'''Torehan Eka Santosa'''
Kelas sosok Eka Santosa selaku politisi multi facet yang dirinstis sejak masa mudanya, tak dipungkiri disegani kawan dan lawan.
Sejak masa mahasiswa dulu ia sudah berkawan dekat diantaranya dengan Teten Masduki, Syarif Bastaman, Didin S Maolani, Andreas Pareira, Daniel Dhakidae, Arief Budiman, dll. Khusus bersama Teten Masduki dan Syarif Bastaman pernah mendirikan LSM dengan nama Yayasan Bina Bangsa pada tahun 1980-an.
Berkat pergaulannya yang luas dengan berbagai pihak, pada saat menjadi Ketua DPRD Jabar, salah satu yang ia lakukan adalah membuka akses seluar-luasnya kepada khalayak dan media untuk berhubungan dengan institusi legislatif di Jabar. “Ruangan kantor Ketua DPRD Jabar kala itu bisa didatangi siapa saja. Padahal sebelumnya amatlah sakral. Bahkan ada anggota DPRD Jabar yang pernah selama menjabat oleh ketua lainnya, tak pernah masuk ke ruangan ini”, papar Eka menjelaskan betapa angkernya suasana DPRD apalagi ketika jaman Orba.
Sebagai pimpinan Ketua DPRD Jabar yang berusia kurang dari 40 tahun, Eka kerap menorehkan gagasan segar lainnya, diantaranya upaya pembebasan vonis mati TKI atas nama Pipin dan Dedi di Arab Saudi.”Saat itu banyak pihak yang menyangsikannya. Malah ketika saya kesana, disebut hanya untuk umroh. Bersyukur akhirnya upaya tersebut bisa berhasil”.
Upaya lainnya adalah pencabutan sejumlah sertifikat tanah saat menjadi Ketua Komisi A yang menangani Hukum dan Pertanahan. Sertifikat tanah di Cimacan Kabupaten Cianjur kala itu sempat dicabut. Begitu pun sertifikat tanah di daerah Condong di Kabupaten Tasikmalaya, walaupun tak sedrastis yang dilakukan di Cimacan.
Mengingat peran dan fungsi Itwilprop yang tidak sebagaimana mestinya, dalam masa jabatan Eka di DPRD Jabar sempat mengevaluasi dengan rekomendasi untuk dibubarkan.
Dimasa kepemimpinannya pula Eka sempat menggulirkan reformasi agraria di Jawa Barat. Serikat Petani Pasundan sempat memberi penghargaan khusus atas inisiatif Eka.”Kenyataannya, saya masih belum puas dengan reformasi agraria di Jabar. Masih perlu terobosan hingga para petani memperoleh haknya untuk kesejahteraan mereka. Ini tugas penting bukan untuk di Jabar melainkan masalah agrarian di level nasional masih carut marut”, ungkap Eka mengingatkan masalah strategis bagi bangsa kita.
Diluar torehan di atas tentu masih banyak, diantaranya rekomendasi Banten menjadi provinsi baru di pulau Jawa. Dasar pemikirannya saat itu, pemekaran menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, diantaranya memutus rentang kendali pusat-daerah. Pemekaran di Jabar banyak diinisiasi saat Eka menjabat. Pemekaran daerah semakin berhasil diwujudkan saat Eka berkiprah di DPR RI.
'''Kavling Gate'''
Berbeda dengan politisi lainnya yang cenderung menutup-nutupi setiap kasus yang terjadi selama berlangsungnya kebijakan pada masa jabatannya. “Bagi saya ini merupakan ujian tersendiri. Setelah bertahun-tahun disandera oleh masalah kavling gate, justru dengan dihadirkannya ke pengadilan yang berakhir dengan banding jaksa yang ditolak MA, secara hukum saya bebas murni”, jelas Eka berkonsekuensi negara harus merehabilitasi nama baik dan membayar biaya perkara.
Sejatinya adanya dana kavling bagi 100 anggota DPRD Jabar kala itu, merupakan kebijakan yang sudah ada sebelumnya, termasuk bagi yang menjabat hanya 2 tahun (1997 – 1999). “kebijakan ini bukan atas gagasan diri saya melainkan sudah digagas sebelum saya menjabat”, tegasnya.
Baris 199:
Dari kasus ini Eka tidak kurang memperoleh sejumlah hikmah yang besar. Diantaranya, selama memegang amanah harus hati-hati mengembannya. Tak kurang ia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendorongnya untuk tetap tegar melaluinya. “Tak kurang bujukan untuk memperjuangkan SP3 selalu menghampiri saya. Sebaliknya justru saya bertahan untuk mencari keadilan melalui pengadilan. Terbukti apa yang saya perjuangkan berhasil” jelas Eka.
Berkali-kali ia ungkapkan terima kasih atas terbebasnya dari kasus ini setelah terombang-ambing selama 3 tahun lebih. Ucapan terima kasih itu ia tujukan bagi aparat penegak hukum Kejati Bandung, para hakim di PN Bandung, termasuk aparat hakim MA, serta para simpatisan lainnya.
Uniknya, Eka tidak lupa secara khusus pula mengucapkan terima kasih kepada Ibu Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum PDIP yang menurutnya walaupun tidak dengan kata-kata, menjadikan ia matang dan dewasa dalam mengayuh kehidupan berpolitik. “Kesempatan selama menjabat di Komisi lll DPR RI bersama mitra kerjanya semakin mematangkan apa hakikat keadilan dan hukum di negeri kita. Imbasnya, kita harus berhati-hati dan cermat dalam memegang amanah”.
'''Kiprah di DPR RI'''
Masa jabatan di DPR RI (2004 – 2009) di Komisi ll dan lll semakin mematangkan wawasan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan khususnya di ranah legislatif. Tatkala menjabat sebagai Ketua Komisi ll DPR RI, ia banyak behubungan dengan otonomi daerah dan penanganan daerah tertinggal.
Secara khusus, kala itu Megawati Soekarno Putri memberikan penugasan untuk menangani daerah Indonesia Timur, terutama pengembangan dan peningkatan kesejahteran daerah berkategori tertinggal. Selain itu penanganan Pemilu lagislatif maupun presiden 2009.
Khusus untuk otonomi daerah yang menjadi mayoritas aspirasi dari berbagai kalangan di Nusantara:”Rasanya takkan cukup waktu bagi siapa pun di negeri ini untuk menuntaskannya dalam satu atau dua periode. Hal ini terjadi karena begitu luasnya Nusantara dan begitu kompleksnya permaslahan yang dialami setiap daerah. Semuanya perlu penanganan khusus”
Berbicara tentang aspirasi otonomi darah di Papua yang rata-rata bermuara pada pemekaran kota/kabupaten dan provinsi, Eka dengan lugas menyatakan:”Khusus untuk Papua yang selama ini terabaikan, lebih baik otda atau pemekaran itu diberikan kepada mereka, daripada sedikit-sedikit salah penanganan mereka menuntut memisahkan diri dari NKRI”.
Masih dalam rangka otonomi daerah yang ia lakukan melalui perjalanan berat se-Nusantara selama masa jabatannya, ada 3 hal yang selalu menjadi pegangannya: 1. Otonomi daerah hendaknya dilakukan semata untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pelayanan aparat. 2. Memecahkan persoalan rentang kendali yang berkaitan dengan peningkatan sarana komunikasi dan perbaikan infrastruktur. 3. Konsekuensi bantuan pusat atau distribusi ke daerah, hendaknya dilakukan semata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat setempat.
Uniknya, Eka dalam kerangka pembentukan atau rintisan otonomi daerah ini, ia selalu melakukan pendekatan yang multidisiplin, termasuk pendekatan budaya. “Banyak hal dalam rangka otda ini semasa saya tak semata dilakukan berdasarkan kekuatan otoritas belaka, pendekatan pribadi dan pemahaman budaya setempat amatlah diperlukan. Itulah kayanya budaya kita.
'''Sejenak “Parkir” dan Kembali Berkiprah'''
Selepas berkiprah di DPR RI pada 2009, Eka menyatakan ingin menikmati masa “parkir” dengan tenang. Namun hal itu tak berlangsung lama. Kembali ia didaulat menjadi Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum sejak 2010 sampai sekarang. Selanjutnya menjadi Sekertaris Jenderal Baresan Olot Tatar Sunda (BOTS) sejak 2010 sampai 2013.
Ia juga didapuk menjadi Ketua Harian IKA UNPAD periode 2012 – 2017. Disini ia menjalankan organisasi bersama Sapta Nirwandar, Wamenparekraf, selaku Ketua IKA UNPAD 2012 -2017.
Eka pun kembali mendapat banyak tawaran untuk terjun kembali ke dunia politik praktis menjelang Pemilu 2014. Beberapa pimpinan partai politik menawarinya untuk bergabung dengan aneka jabatan. Diantaranya, Partai Gerindra. Ia sempat berdialog panjang bersama Prabowo Subianto dan Hasyim Djojohadikusumo di Hotel Bidakara Jakarta. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, yang juga menjabat sebagai Ketua PKPI juga sempat menawarinya untuk bergabung. Partai Hanura Jabar melalui telepon pun menawarinya untuk bergabung.
Namun pilihan akhirnya jatuh ke Partai NasDem besutan Surya Paloh. Utusan Partai NasDem diantaranya Jeannette Sudjunadi, IGK Manila, Saur Hutabarat, Sofyan Yazir, dan beberapa rekannya hadir di Kawasan Wisata Alam dan Budaya Alam Santosa di Pasir Impun Kabupaten Bandung beberapa hari sebelum 1 Juni 2012.
Surya Paloh pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Juni 2012 sempat hadir di Pasir Impun Bandung. Surya Paloh kala itu didampingi Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Dan keesokan harinya, Wamen Parekraf, Sapta Nirwandar pun sempat hadir bersama para tokoh Jabar untuk menghelat Festival Budaya Masyarakat Adat Jabar yang berlangsung selama 1 minggu penuh.
Setelah melalui pertimbangan yang cukup panjang dan matang, dan atas sepengetahuan serta persetujuan dari para olot (tetua adat di BOTS) barulah pada 25 Mei 2013, ia dikukuhkan sebagai Ketua DPW Partai NasDem Jabar. Konsekuensi dari jabatan politis ini, ia harus melepaskan jabatan selaku Sekjen BOTS yang disandangnya selama ini.
Baris 232:
'''Kiprah lainnya'''
Kiprah menonjol lainnya dari Eka Santosa adalah di organisasi olahraga. Ia sejak 2002 – 2006 menjabat sebagai Ketua Umum KONI Jabar dan kini sebagai Dewan Penasihat dari organisasi tersebut. Sejak 2003 sampai sekarang, Eka juga menjabat sebagai Dewan Penasihat KADIN Jabar.
Yang menonjol dalam kiprah sebagai ketua Umum KONI Jabar dalam masa kepemimpinannya: Dalam dua kali SEA Games (Vietnam dan Philipina) KONI Jabar termasuk penyumbang terbesar di Indonesia. Begitupun dalam kancah prestasi nasional, KONI Jabar menempatkan peraih medali 2 besar di PON Palembang. Atas dasar terobosan prestasi besar ini, Eka ditempatkan sebagai Ketua Dewan Kehormatan KONI Jabar hingga kini. Yang cukup menonjol pula di Jabar, menggagas Jabar sebagai tuan rumah PON 2016. “Hal ini baru terjadi setelah PON tahun 1962”, katanya baru-baru ini di Kawasan Wisata dan Budaya Alam Santosa yang kini telah menjadi icon baru di bidang lingkungan hidup di Bandung Timur.
Baris 238:
Sekilas tentang Kawasan Wisata dan Budaya Alam Santosa yang luasnya sekitar 4 ha lebih, tadinya daerah ini sekitar 13 tahun lalu (2001) merupakan daerah gersang dan sumber bencana longsor di Bandung Timur. “Berkat penataan lingkungan bersama masyarakat adat Jabar, lambat laun kini menjadi hutan kembali”, tutur Eka disela mengantar sejumlah pengunjung yang tertarik oleh penataan lingkungan yang berhasil melbatkan warga setempat dan masyarakat adat Jabar.
Demikian secuplik tentang biografi Eka Santosa “pituan” Jabar yang di kancah lokal dan nasional. Sebagai politisi, ia kental dengan sejumlah gagasannya yang progresif. Selaku budayawan, ia diterima banyak kalangan teutama masyarakat adat yang merupakan akar budaya bangsa. Selaku masyarakat yang gandrung olahraga, sejumlah prestasi fenomenal kerap ia gulirkan. Pun selaku tokoh sosial-kemasyarakatan, integritasnya sudah tidak diragukan lagi.
Khasanah berwacana dan berpraktik kebangsaan dari berbagai sisi kerap ia terapkan dengan lugas, tanpa banyak berkata-kata. Selama menjabat pada berbagai bidang, kerap ia lakukan melalui pendekatan pribadi dan budaya yang menginspirasinya – Ada cara baru dan lebih bermafaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan sekedar perintah atau petatah-petitih belaka.
Metoda blusukan atau kukurusukan yang selalu dianggap “baru” pada masa lalu, sejatinya sudah lama ia lakukan. Banyak kebijakan yang selama ini “mampet”, ia buka dengan cara Eka Santosa – heart to heart tanpa banyak basa-basi atau protokoler semata.
-->
[[Kategori:Alumni Universitas Padjadjaran]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh dari Ciamis]]
[[Kategori:Tokoh dari Banjar]]
[[Kategori:Tokoh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]]
[[Kategori:Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia]]
[[Kategori:
|