Eka Santosa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k →‎Referensi: ganti kategori using AWB
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
 
(38 revisi perantara oleh 23 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox Officeholder
'''Drs. H. Eka Santosa''' ({{lahirmati|[[Kota Banjar|Banjar]], [[Jawa Barat]]|29|7|1959}}) adalah seorang [[politikus]] [[Indonesia]]. Ia adalah anggota Komisi II [[DPR-RI]] dari Fraksi [[PDI-Perjuangan]] saat ini (2004-2009). Sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua [[DPRD]] [[Jawa Barat]] pada periode 1999-2004.
|honorific-prefix =[[Doktorandus|Drs.]] [[Haji (gelar)|H.]]
|name = {{PAGENAME}}
|honorific-suffix =
|image =
|imagesize = 220px
|office = Anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat|DPR RI]] Fraksi [[PDIP]]
|order =
|term_start = [[1 Oktober]] [[2004]]
|term_end = [[1 Oktober]] [[2009]]
|president = [[Megawati Soekarnoputri]] {{br}} [[Susilo Bambang Yudhoyono]]
|predecessor =
|successor =
|birth_date = {{birth date and age|1959|7|29}}
|birth_place = [[Kota Banjar|Banjar]], [[Jawa Barat]]
|death_date =
|death_place =
|nationality = [[Indonesia]]
|party = {{Parpolicon|PDIP}} (1999-2010) {{br}} {{Parpolicon|NasDem}} (2010-2015) {{br}} {{Parpolicon|Berkarya}} (2017-sekarang)
|spouse =
|children =
|residence =
|alma_mater =
|occupation =
|religion = [[Islam]]
}}
 
'''Drs. H. Eka Santosa''' ({{lahirmati|[[Kota Banjar|Banjar]], [[Jawa Barat]]|29|7|1959}}) adalah seorang [[politikus]] [[Indonesia]]. Ia adalah anggota Komisi II [[DPR-RI]] dari Fraksi [[PDI-Perjuangan]] saat ini (2004-2009). Sebelumnya ia menjabat sebagai Ketua [[DPRD Jawa Barat]] pada periode 1999-2004.
 
Santosa menyelesaikan pendidikan dasarnya di [[Sukaraja, Tasikmalaya|Sukaraja]], [[Kabupaten Tasikmalaya|Tasikmalaya]]. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di Banjar. Ia lulus dari jurusan Ilmu Pemerintahan dalam Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik di [[Universitas Padjadjaran]] di [[Kota Bandung|Bandung]]. Ia lama menggeluti kegiatan di lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan aktif di [[GMNI]] Cabang Bandung, Sekretaris Forum Alumni GMNI Jawa Barat serta Wakil Ketua Balitbang PDI-Perjuangan Jawa Barat. Ia juga sedang menjabat sebagai Ketua Umum [[KONI]] Jawa Barat.
 
== Kasus Kavling Gate ==
Pada [[1 Juni]] [[2005]], ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembobolan [[APBD]] sebesar Rp.33,375 miliar yang juga dikenal sebagai kasus ''kaveling-gate''. Pada 5 Januari 2006, ia ditetapkan menjadi terdakwa dalam kasus ini oleh Pengadilan Negeri Bandung.
 
Putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 11 April 2007 menyatakan Eka Santosa tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan sehingga dibebaskan dari dakwaan. Kasus ini kemudian di[[kasasi]] oleh Kejaksaan Negeri Bandung ke Mahkamah Agung RI, namun menurut Putusan MA tanggal 28 Februari 2008 menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari pemohon kasasi.
Dari pernikahannya dengan Rina Ningsih, ia mempunyai dua orang anak.
 
Berbeda dengan politisi lainnya yang cenderung menutup-nutupi setiap kasus yang terjadi selama berlangsungnya kebijakan pada masa jabatannya. “Bagi saya ini merupakan ujian tersendiri. Setelah bertahun-tahun disandera oleh masalah kavling gate, justru dengan dihadirkannya ke pengadilan yang berakhir dengan banding jaksa yang ditolak MA, secara hukum saya bebas murni”, jelas Eka berkonsekuensi negara harus merehabilitasi nama baik dan membayar biaya perkara. Sejatinya adanya dana kavling bagi 100 anggota DPRD Jabar kala itu, merupakan kebijakan yang sudah ada sebelumnya, termasuk bagi yang menjabat hanya 2 tahun (1997 – 1999).
 
Berkali-kali ia ungkapkan terima kasih atas terbebasnya dari kasus ini setelah terombang-ambing selama 3 tahun lebih. Ucapan terima kasih itu ia tujukan bagi aparat penegak hukum Kejati Bandung, para hakim di PN Bandung, termasuk aparat hakim MA, serta para simpatisan lainnya. Uniknya, Eka tidak lupa secara khusus pula mengucapkan terima kasih kepada Ibu Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum PDIP yang menurutnya walaupun tidak dengan kata-kata, menjadikan ia matang dan dewasa dalam mengayuh kehidupan berpolitik. “Kesempatan selama menjabat di Komisi lll DPR RI bersama mitra kerjanya semakin mematangkan apa hakikat keadilan dan hukum di negeri kita. Imbasnya, kita harus berhati-hati dan cermat dalam memegang amanah”.
 
== Kehidupan pribadi ==
Eka yang beristrikan mojang Tasikmalaya, Hj. Rina Ningsih, keponakan KH Ilyas Rukyat pemilik Ponpes Cipasung Tasikalaya. Dari pernikahannya itu, ia mempunyai dua orang anak.
 
== Riwayat Pendidikan ==
 
* SDN Sukaraja ll Kab. Tasikmalaya, lulus 1972
* SMPN l Banjar Kab. Ciamis, lulus 1975
* SMAN l Banjar Kab. Ciamis, lulus 1978
* Sarjana Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD, lulus 1986
* Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik UNPAD 2005
 
== Riwayat Organisasi ==
 
* 1977: Ketua OSIS SMAN 1 Banjar Kab. Ciamis
* 1978: Wakil Ketua Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Pemuda Demokrat Kab. Ciamis.
* 1978 – 1980: Pengurus Dewan Kerja Cabang (DKC) Gerakan Pramuka Kab. Ciamis.
* 1979 – 1986: Ang./Aktivis GMNI Cabang Bandung.
* 1993 – 1998: Wakil Ketua Balitbangda DPD PDI Jabar
* 1999/2000: Wakil Sekertaris DPD PDI Perjuangan Jabar
* 2001 – 2005: Ketua Alumni GMNI Jawa Barat.
* 2002 – 2006: Ketua Umum KONI Jawa Barat
* 2003 – sekarang: Dewan Penasihat KADIN Jabar
* 2005 – sekarang: Ketua Alumni FISIP UNPAD
* 2008 – sekarang: Ketua Bidang Hubungan Antar lembaga Taruna Merah Putih.
* 2010 – sekarang: Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Citarum
* 2010 – 2013: Sekertaris Jenderal BOTS (Baresan Olot Tatar Sunda)
* 2012 – 2017: Ketua Harian IKA UNPAD
* 2013 – 2015: Ketua DPW Partai NasDem Jabar
* 2015 - sekarang: Ketua Umum Gerakan Hejo
* 2016 - sekarang: Sekjen BOMA (Baresan Olot Masyarakat Adat)
* 2017 - sekarang: Ketua DPW Partai Berkarya Jabar<ref>http://www.balebandung.com/eka-santosa-resmi-ketua-dpw-partai-berkarya-jabar/</ref>
 
== Riwayat Pekerjaan ==
 
* 1985 – 1989 Pimpinan Cabang PT Cita Gelora (Peralatan Telekomunikasi)
* 1990 – 2002 Direktur Utama PT. Cempaka Manunggal Karya (Developer Perumahan Bumi Cempaka Asri Rangkasbitung Kab. Lebak Banten).
* 1994 – 1996 Manager Pengembangan Usaha koperasi Pegawai Telkom Kantor Pusat.
* 2002 – sekarang, Komisaris PT Cempaka Manungal Karya.
* 1999 – 2000, Ketua Komisi A DPRD Prov. Jabar
* 2000 – 2004 Ketua DPRD Prov. Jabar.
* 2004 – 2009 DPRI – Komisi ll
 
== Tanda Penghargaan ==
 
* 1986 Direktur Jenderal Sekretariat Nasional – ASEAN DEPLU RI.
* 1989 Menteri Negara dan Lingkungan Hidup & Menteri Negara Perumahan Rakyat.
* Dosen Luar Biasa atas Dharma Bhakti dan Pengabdian Kepada Universitas Galuh dari Universitas Galuh Ciamis.
* 2004 Penghargaan dan Tanda Jasa dari Dewan Harian Daerah 45 (DHD 45)
* 2004 Penghargaan dan Tanda Jasa dari Gubernur Jabar sebagai Ketua DPRD Jawa Barat periode 1999 – 2004.
* 2006 Tanda Jasa SATYA BINA BHAKTI UTAMA dari PB Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia.
 
== Referensi ==
 
* {{id}} [http://www.indonesian-aerospace.com/book/d04.htm Artikel tulisan Eka Santosa] - biodata singkat di akhir tulisan, diakses 6 Januari 2006
{{reflist}}
* {{id}} [http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/06/01/brk,20050601-61871,id.html "Anggota DPR Eka Santosa Jadi Tersangka Korupsi APBD"], ''[[TEMPO]]'', 1 Juni 2005
 
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0605/02/0101.htm "Eka Santosa Tersangka Kasus Kaveling-gate"], ''[[Pikiran Rakyat]]'', 2 Juni 2005
* {{id}} [http://www.indonesian-aerospace.com/book/d04.htm Artikel tulisan Eka Santosa] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060317164730/http://www.indonesian-aerospace.com/book/d04.htm |date=2006-03-17 }} - biodata singkat di akhir tulisan, diakses 6 Januari 2006
* {{id}} [http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/06/01/brk,20050601-61871,id.html "Anggota DPR Eka Santosa Jadi Tersangka Korupsi APBD"]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, ''[[TEMPO]]'', 1 Juni 2005
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0605/02/0101.htm "Eka Santosa Tersangka Kasus Kaveling-gate"]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}, ''[[Pikiran Rakyat]]'', 2 Juni 2005
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/18/Jabar/1824053.htm "Eka Santosa Ditanya soal Pencairan Dana Kapling"], ''[[KOMPAS]]'', 18 Juni 2005
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/20/Jabar/2304310.htm "Berkas Sudah Dilimpahkan ke PN Bandung"], ''[[KOMPAS]]'', 20 Desember 2005
* {{id}} [http://kompas.com/kompas-cetak/0601/06/daerah/2343486.htm "Mantan Pimpinan DPRD Jabar Didakwa Korupsi"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070312133858/http://kompas.com/kompas-cetak/0601/06/daerah/2343486.htm |date=2007-03-12 }}, ''[[KOMPAS]]'', 6 Januari 2006
 
{{indo-bio-stub}}
 
{{lifetime|1959||Santosa, Eka}}
<!--
Dari "Garis Tangan"
 
'''BIODATA'''
Drs. H. Eka Santosa, Banjar (Jawa barat) 29 Juli 1959, laki-laki, Islam, Menikah, Rina Ningsih (Isteri dengan 2 anak), Jl. Terbang Layang No 71 RT 06/RW 02 Kelurahan Cisaranten Endah Kec. Arcamanik Kota Bandung 40195.
 
Secara pribadi, ia contohkan tentang dirinya secara terbuka, tatkala pada perode 1999 – 2004 ditahbiskn menjadi anggota DPRD Jabar. Pada periode ini, ia satu tahun menjabat sebagai Ketua Komisi A. Ia kemudian menjadi Ketua DPRD Jabar menggantikan posisi Alm. Idin Rafiudin.
 
.”Inilah garis tangan itu. Seumur-umur tak terbayangkan satu kali pun menginjak gedung DPRD Jabar. Tentu kita harus mensyukurinya dan menjaga amanah ini sebaik-baiknya”.
 
Menurut banyak kalangan, kiprah Eka berpolitik praktis sudah dimulai sejak masa kanak-kanaknya di kota Banjar dan Ciamis Jawa Barat pada era 1970-an. Lulusan SDN Sukaraja ll Kabupaten Tasikmalaya 1972, SMPN l Banjar (Kabupaten Ciamis) 1975, SMAN l Banjar (Kabupaten Ciamis) 1978, sarjana ilmu pemerintahan FISIP UNPAD 1986, serta mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik UNPAD 2005 hingga sekarang, masih tak “mempercayai dirinya” bisa berkarier politik di Jabar dan nasional hingga kini.
 
“Sejatinya, modal saya meraih karier politik sederhana saja – jujur, lurus, pantang menyerah, ingat pada nasihat orang tua serta berpegang pada ajaran agama, tentunya”, kata Eka dalam beberapa kali kesempatan.
 
'''Orang Desa dan Disiplin'''
Eka adalah anak ke-5 dari 10 bersaudara, putra dari pasangan Moesa Koswara dan Siti Sobariah yang ayahnya beprofesi sebagai PNS golongan ll-D di Perhutani (Priangan Timur). Sebagai anak desa, sejak awal sudah lekat dengan pola hidup sederhana dan disiplin keras.
 
Ibunya, sejak awal telah memberikan disiplin yang tegas tentang bagaimana mengatur rumah tangganya. “Kami sejak SD sudah bergiliran melakukan tugas mengepel dan membersihkan rumah setiap hari bersama kakak dan adik-adiknya. Termasuk mencari kayu bakar ke hutan bersama kawan sepermainan”.
 
Eka menyadari bahwa disiplin yang diterapkan kedua orang tuanya, walaupun secara sosial-ekonomi termasuk mampu untuk tidak mengerjakannya kala itu, ternyata amatlah berguna untuk menempa karater dalam pergaulan kelak. Menurut Eka, orang tuanya secara tidak langsung telah menanamkan rasa tanggung jawab, solidaritas, kejujuran, keterbukaan, termasuk cinta lingkungan dan budaya yang hidup di sekitarnya.
Membandingkan dengan pola didik kedua orang tuanya kala itu dengan kehidupan masa kini, menurut Eka tak jarang rasa rendah diri sempat muncul.
“Bayangkan saja, manakala anak-anak seusia saya bersekolah dengan membawa buku dan sebagainya. Saya waktu itu di SD kerap dibebani sambil berjualan makanan. Untungnya, saya dan saudara lainnya menjalani dengan gembira tanpa mengeluh”.
'''Bung Karno sebagai Inspirator'''
Satu hal yang disadari Eka, betapa besarnya pengaruh ajaran Bung Karno pada era Orde Baru (Orba) yang kala itu sempat dilarang pemerintah, turut mewarnai “garis tangan” karier politiknya. Diam-diam warisan koleksi buku-buku Soekarno milik ayahnya, “Dibawah Bendera Revolusi”, “Sarinah”, dan banyak lainnya, isinya ia lahap pada usia SMP.
 
Nilai perjuangan hidup Marhaenisme yang di jaman Orba sering disetarakan dengan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Lenninisme, oleh Eka tegas dikatakan untuk pemerintahan masa Orba jelas-jelas sarat kekeliruan.
 
Atas dasar pisau analisis berpikir “Soekarnois” oleh anak “ingusan”, cita rasa kebangsaan dan cinta lingkungan hidup serta budaya pun dikembangkan dengan cara yang khas. Ditambah aktivitas sejak SD pada kegiatan Pramuka (Saka Pramuka), dan bersekolah agama (pesantren). “Saya sudah mempertanyakan ada hal yang salah dalam pola pendidikan kebangsaan. Implementasi UUD 1945, di lapangan banyak yang tak sejalan. Ini yang selalu saya pikirkan dan diskusikan walaupun dengan cara kanak-kanak, tentunya”.
 
Tak jarang karena pengembaraan pemikiran yang sudah jauh dari anak seusianya, Eka sejak SMP sudah dikenal punya kepribadian yang berbeda. Guru-gurunya di sekolah yang sudah melihat ada potensi lain, sering menjadi rekan diskusinya. Tentu pihak yang mengerti, sering mengapresianya. Tak jarang ada guru atau pihak orang dewasa yang “berseberangan”, justru mewanti-wantinya.
 
Tak hirau oleh pihak yang mewanti-wantinya secara “ngawur”, justru Eka terus bersemangat aktif di organisasi intra (OSIS dan Pramuka) termasuk organisasi ekstra sekolahnya. Khusus selama aktif di OSIS SMPN Sukarja 1 Banjar, ia sempat membuat majalah Tunas Muda. Begitu pun kecintaannya pada olahraga bulu tangkis sempat dipupuknya disini.
 
Berkaitan timbulnya kontroversi kepemimpinan Bung Karno, Eka masih duduk di bangku SMA sebagai Ketua OSIS. Keberpihakan kepada paham Marhaenisme, ia munculkan dengan melawan arus kala itu. Suatu hari ia bersekolah dengan gambar Bung Karno dibajunya plus lambang Marhaenisme.
 
Kebandelannya, berbuah ia dikeluarkan dari sekolahnya. “Hanya, gara-gara memakai baju bergambar Bung Karno”. Puncaknya, pada tahun 1977 manakala Orba sedang dalam puncak kekuasannya, Eka mendirikan Gerakan Pemuda Marhaen (GPM). Aktivis Nur Ali kala itu didaulat sebagai Ketua GPM. Sementara dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua GPM.
 
Imbasnya, dari deklarasi ini pihak pengaman negara ada yang mengicarnya. Sisanya, banyak pula yang memberi dorongan untuk tak surut dengan perjuangan ini.
 
Salah satu peristiwa yang sering ia ingat pada era 1978 berbarengan dengan masa perpanjangan (transisi) kurikulum jaman Kementrian Pendidikan & Kebudayaan, Daoed Joesoef, Eka bergabung dengan gerakan mahasiswa. Tuduhan pad dirinya, Eka dicap pemuda kritis yang membahayakan pemerintahan kala itu. Dampaknya, Eka sempat “diamankan” PM Ciamis. “Sekitar 20 PM mengepung rumah saya. Ayah saya pun harus datang dari tugasnya di Banjar ke Ciamis”.
 
“Label sebagai orang kiri yang identik dengan PKI sempat saya sandang saat itu”. Hikmah dari peristiwa ini, makin bulat mencari kaitan dengan arus politik yang ada saat itu. “Marhaenisme saya sadari sebagai salah satu jati diri paham PDI. Makin bulat tekad saya memahami Marhaenisme sampai ke akar-akarnya”.
 
Selintas kita tahu, Marhaen adalah hasil penjelajahan buah pikiran Bung Karno dalam membentuk nation & character building bangsa kita, termasuk dalam pengembangan teori pergerakannya. “Perjuangan petani sederhana Marhaen dari Bandung Selatan yang ingin berdikari. Hal inilah yang menginspirasi saya sampai kapan pun, ini relevan sepanjang jaman dengan nasib bangsa kita”, kata Eka dalam banyak kesempatan.
'''
“Guratan Marhaenisme” dan Gerakan Politik'''
Selanjutnya penjelajahan politik praktis Eka Santosa setelah era 1978 menambah referensi perkawanan khusus dengan tokoh politik Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Guru politik yang menjadi sahabatnya antara lain Alm. Jajang Kurniadi, Ibing Kalyubi, HS Cakradinata (tokoh Murba), R Hamara Efendi (Ketua IPKI), dan dr Badra.
Sejujurnya menurut Eka, Jajang Kurniadi adalah sorang Soekarnois sejati yang selanjutnya menjadi Ketua DPD PDI Jawa Barat. “Prinsip utama dari guru saya yang masih diingat sampai kini, kita itu dalam berpolitik harus sabar, tekun, dan tidak berbohong”, papar Eka.
 
Selanjutnya di GPM, Eka sempat berkenalan secara pribadi dengan Rahmawati Soekarno Putri. Perlu diketahui politisi Megawati Soekarno Putri pada era itu relatif masih belum muncul ke permukaan, walaupun sudah menjadi anggota DPR dari PDI.
 
Seiring perkembangan politik, GPM pada era 1982 menjadi Pemuda Demokrat (PD). Eka saat itu termasuk sebagai pendiri PD cabang Ciamis. Nama Eka sebgai politisi mulailah moncer dengan label – aktivis politik berbasis nasionalisme-soekarnoisme.
'''
Periode Kuliah'''
Elan vital (daya juang) Eka Santosa untuk meraih ilmu setinggi-tingginya bukanlah datang begitu saja. Sepenggal kisahnya, ia paparkan saat tinggal di kota Banjar (1972 – 1975) di Jl. Kawedanaan, di belakang rumahnya tinggal tukang beca bernama Mang Anen. Uniknya, Mang Anen ini memiliki anak bernama Yono yang berkuliah di UNS – Solo. Acapkali ibunda Eka Santosa bertutur:”Anak Mang Anen saja bisa bersekolah sampai kuliah di Solo (Jateng), masa kamu tidak?!”
 
Atas dasar “kisah nyata Mang Anen”, dua kakak dari Eka Santosa yakni Sampurna dan Sobur bisa berkuliah di UNS-Solo mengikuti jejak Yono, tetangganya itu.
 
Eka pun selepas lulus dari SMAN l Banjar di Kabupaten Ciamis pada tahu 1978, melanjutkan kuliah ke FISIP – UNPAD Bandung. Selama kuliah di Bandung, ia harus serba mandiri karena ibunda tercinta telah berpulang pada tahun 1975. “Sementara ayah saya yang berpenghasilan pas-pasan sebgai PNS golongan rendah, tak mampu membiayai biaya kuliah. Makanya selama kuliah saya berusaha yang halal kanan-kiri. Berkuliah sambil merintis bisnis”, kilah Eka memaparkan serba perjuangan berat pada tahap awal tinggal di Bandung.
 
Guratan berkuliah di Bandung bagi Eka, erat kaitannya dengan ajaran ayahandanya yang sering berkata:”Kalau memang itu pilihan kamu untuk menggeluti politik, pergilah kuliah di Bandung”.
Sahabat Eka yang tak mengenal “lelah” membantunya kala itu di Bandung, diantaranya Satria Kamal GP, putra dari Solihin GP yang menjabat sebagai Sesdalopbang. “Mujur rekan-rekan putra-putri pejabat lain kala itu bersahabat dengan saya. Merekalah yang selalu memberi dorongan dalam banyak hal”.
 
'''Jaringan Perkawanan'''
Masa keemasan anak kampung yang kini tinggal di ibukota provinsi, tak disia-siakan oleh Eka. Sejumlah jaringan perkawanan semakin diperluas. Disini Eka memanfaatkan aktivitas di intra dan ekstra kampus.
Pilihan aktif di GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia) terus diperluas dengan berbagai konstalasi politik kala itu. Ketika terjadi krisis pembubaran Dewan Mahasiswa se-Indonesia terkait NKK-BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus – Badan Koordinasi Kemahasiswaan), Eka melalui GMNI berusaha menentangnya.
Berkali-kali Eka bersama rekan GMNI dan mahasiswa Bandung lainnya melakukan aksi demo di Senayan, Jakarta. Sempat kala itu ia berseloroh:”Besok lusa mungkin kita bukan sebagai pendemo melainkan penghuni Senayan (DPR/MPR)”. Tak pelak seloroh ini banyak ditertawakan rekan-rekan Eka kala itu.
 
Uniknya, seloroh ini menjadi kenyataan. Pada periode 2004 – 2009 Eka menjadi anggota DPR RI. Bagi yang percaya, inilah yang mungkin dinamakan garis tangan itu. Tentu dengan kerja keras, ulet dan pantang menyerang menghadapi setiap tantangan. Dana operasional untuk aktivitas politiknya selama mahasiswa, tak jarang diperolehnya dari rintisan usahanya yang dijalin bersama Koperasi Telkom Pusat kala itu.
'''Torehan Eka Santosa'''
Kelas sosok Eka Santosa selaku politisi multi facet yang dirinstis sejak masa mudanya, tak dipungkiri disegani kawan dan lawan.
 
Sejak masa mahasiswa dulu ia sudah berkawan dekat diantaranya dengan Teten Masduki, Syarif Bastaman, Didin S Maolani, Andreas Pareira, Daniel Dhakidae, Arief Budiman, dll. Khusus bersama Teten Masduki dan Syarif Bastaman pernah mendirikan LSM dengan nama Yayasan Bina Bangsa pada tahun 1980-an.
 
Berkat pergaulannya yang luas dengan berbagai pihak, pada saat menjadi Ketua DPRD Jabar, salah satu yang ia lakukan adalah membuka akses seluar-luasnya kepada khalayak dan media untuk berhubungan dengan institusi legislatif di Jabar. “Ruangan kantor Ketua DPRD Jabar kala itu bisa didatangi siapa saja. Padahal sebelumnya amatlah sakral. Bahkan ada anggota DPRD Jabar yang pernah selama menjabat oleh ketua lainnya, tak pernah masuk ke ruangan ini”, papar Eka menjelaskan betapa angkernya suasana DPRD apalagi ketika jaman Orba.
 
Sebagai pimpinan Ketua DPRD Jabar yang berusia kurang dari 40 tahun, Eka kerap menorehkan gagasan segar lainnya, diantaranya upaya pembebasan vonis mati TKI atas nama Pipin dan Dedi di Arab Saudi.”Saat itu banyak pihak yang menyangsikannya. Malah ketika saya kesana, disebut hanya untuk umroh. Bersyukur akhirnya upaya tersebut bisa berhasil”.
 
Upaya lainnya adalah pencabutan sejumlah sertifikat tanah saat menjadi Ketua Komisi A yang menangani Hukum dan Pertanahan. Sertifikat tanah di Cimacan Kabupaten Cianjur kala itu sempat dicabut. Begitu pun sertifikat tanah di daerah Condong di Kabupaten Tasikmalaya, walaupun tak sedrastis yang dilakukan di Cimacan.
Mengingat peran dan fungsi Itwilprop yang tidak sebagaimana mestinya, dalam masa jabatan Eka di DPRD Jabar sempat mengevaluasi dengan rekomendasi untuk dibubarkan.
 
Dimasa kepemimpinannya pula Eka sempat menggulirkan reformasi agraria di Jawa Barat. Serikat Petani Pasundan sempat memberi penghargaan khusus atas inisiatif Eka.”Kenyataannya, saya masih belum puas dengan reformasi agraria di Jabar. Masih perlu terobosan hingga para petani memperoleh haknya untuk kesejahteraan mereka. Ini tugas penting bukan untuk di Jabar melainkan masalah agrarian di level nasional masih carut marut”, ungkap Eka mengingatkan masalah strategis bagi bangsa kita.
 
Diluar torehan di atas tentu masih banyak, diantaranya rekomendasi Banten menjadi provinsi baru di pulau Jawa. Dasar pemikirannya saat itu, pemekaran menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, diantaranya memutus rentang kendali pusat-daerah. Pemekaran di Jabar banyak diinisiasi saat Eka menjabat. Pemekaran daerah semakin berhasil diwujudkan saat Eka berkiprah di DPR RI.
 
'''Kavling Gate'''
Berbeda dengan politisi lainnya yang cenderung menutup-nutupi setiap kasus yang terjadi selama berlangsungnya kebijakan pada masa jabatannya. “Bagi saya ini merupakan ujian tersendiri. Setelah bertahun-tahun disandera oleh masalah kavling gate, justru dengan dihadirkannya ke pengadilan yang berakhir dengan banding jaksa yang ditolak MA, secara hukum saya bebas murni”, jelas Eka berkonsekuensi negara harus merehabilitasi nama baik dan membayar biaya perkara.
 
Sejatinya adanya dana kavling bagi 100 anggota DPRD Jabar kala itu, merupakan kebijakan yang sudah ada sebelumnya, termasuk bagi yang menjabat hanya 2 tahun (1997 – 1999). “kebijakan ini bukan atas gagasan diri saya melainkan sudah digagas sebelum saya menjabat”, tegasnya.
Dari kasus ini Eka tidak kurang memperoleh sejumlah hikmah yang besar. Diantaranya, selama memegang amanah harus hati-hati mengembannya. Tak kurang ia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendorongnya untuk tetap tegar melaluinya. “Tak kurang bujukan untuk memperjuangkan SP3 selalu menghampiri saya. Sebaliknya justru saya bertahan untuk mencari keadilan melalui pengadilan. Terbukti apa yang saya perjuangkan berhasil” jelas Eka.
 
Berkali-kali ia ungkapkan terima kasih atas terbebasnya dari kasus ini setelah terombang-ambing selama 3 tahun lebih. Ucapan terima kasih itu ia tujukan bagi aparat penegak hukum Kejati Bandung, para hakim di PN Bandung, termasuk aparat hakim MA, serta para simpatisan lainnya.
 
Uniknya, Eka tidak lupa secara khusus pula mengucapkan terima kasih kepada Ibu Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum PDIP yang menurutnya walaupun tidak dengan kata-kata, menjadikan ia matang dan dewasa dalam mengayuh kehidupan berpolitik. “Kesempatan selama menjabat di Komisi lll DPR RI bersama mitra kerjanya semakin mematangkan apa hakikat keadilan dan hukum di negeri kita. Imbasnya, kita harus berhati-hati dan cermat dalam memegang amanah”.
 
'''Kiprah di DPR RI'''
Masa jabatan di DPR RI (2004 – 2009) di Komisi ll dan lll semakin mematangkan wawasan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan khususnya di ranah legislatif. Tatkala menjabat sebagai Ketua Komisi ll DPR RI, ia banyak behubungan dengan otonomi daerah dan penanganan daerah tertinggal.
 
Secara khusus, kala itu Megawati Soekarno Putri memberikan penugasan untuk menangani daerah Indonesia Timur, terutama pengembangan dan peningkatan kesejahteran daerah berkategori tertinggal. Selain itu penanganan Pemilu lagislatif maupun presiden 2009.
 
Khusus untuk otonomi daerah yang menjadi mayoritas aspirasi dari berbagai kalangan di Nusantara:”Rasanya takkan cukup waktu bagi siapa pun di negeri ini untuk menuntaskannya dalam satu atau dua periode. Hal ini terjadi karena begitu luasnya Nusantara dan begitu kompleksnya permaslahan yang dialami setiap daerah. Semuanya perlu penanganan khusus”
 
Berbicara tentang aspirasi otonomi darah di Papua yang rata-rata bermuara pada pemekaran kota/kabupaten dan provinsi, Eka dengan lugas menyatakan:”Khusus untuk Papua yang selama ini terabaikan, lebih baik otda atau pemekaran itu diberikan kepada mereka, daripada sedikit-sedikit salah penanganan mereka menuntut memisahkan diri dari NKRI”.
 
Masih dalam rangka otonomi daerah yang ia lakukan melalui perjalanan berat se-Nusantara selama masa jabatannya, ada 3 hal yang selalu menjadi pegangannya: 1. Otonomi daerah hendaknya dilakukan semata untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pelayanan aparat. 2. Memecahkan persoalan rentang kendali yang berkaitan dengan peningkatan sarana komunikasi dan perbaikan infrastruktur. 3. Konsekuensi bantuan pusat atau distribusi ke daerah, hendaknya dilakukan semata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat setempat.
 
Uniknya, Eka dalam kerangka pembentukan atau rintisan otonomi daerah ini, ia selalu melakukan pendekatan yang multidisiplin, termasuk pendekatan budaya. “Banyak hal dalam rangka otda ini semasa saya tak semata dilakukan berdasarkan kekuatan otoritas belaka, pendekatan pribadi dan pemahaman budaya setempat amatlah diperlukan. Itulah kayanya budaya kita.
'''Sejenak “Parkir” dan Kembali Berkiprah'''
Selepas berkiprah di DPR RI pada 2009, Eka menyatakan ingin menikmati masa “parkir” dengan tenang. Namun hal itu tak berlangsung lama. Kembali ia didaulat menjadi Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum sejak 2010 sampai sekarang. Selanjutnya menjadi Sekertaris Jenderal Baresan Olot Tatar Sunda (BOTS) sejak 2010 sampai 2013.
 
Ia juga didapuk menjadi Ketua Harian IKA UNPAD periode 2012 – 2017. Disini ia menjalankan organisasi bersama Sapta Nirwandar, Wamenparekraf, selaku Ketua IKA UNPAD 2012 -2017.
Eka pun kembali mendapat banyak tawaran untuk terjun kembali ke dunia politik praktis menjelang Pemilu 2014. Beberapa pimpinan partai politik menawarinya untuk bergabung dengan aneka jabatan. Diantaranya, Partai Gerindra. Ia sempat berdialog panjang bersama Prabowo Subianto dan Hasyim Djojohadikusumo di Hotel Bidakara Jakarta. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, yang juga menjabat sebagai Ketua PKPI juga sempat menawarinya untuk bergabung. Partai Hanura Jabar melalui telepon pun menawarinya untuk bergabung.
 
Namun pilihan akhirnya jatuh ke Partai NasDem besutan Surya Paloh. Utusan Partai NasDem diantaranya Jeannette Sudjunadi, IGK Manila, Saur Hutabarat, Sofyan Yazir, dan beberapa rekannya hadir di Kawasan Wisata Alam dan Budaya Alam Santosa di Pasir Impun Kabupaten Bandung beberapa hari sebelum 1 Juni 2012.
 
Surya Paloh pada peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Juni 2012 sempat hadir di Pasir Impun Bandung. Surya Paloh kala itu didampingi Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Dan keesokan harinya, Wamen Parekraf, Sapta Nirwandar pun sempat hadir bersama para tokoh Jabar untuk menghelat Festival Budaya Masyarakat Adat Jabar yang berlangsung selama 1 minggu penuh.
 
Setelah melalui pertimbangan yang cukup panjang dan matang, dan atas sepengetahuan serta persetujuan dari para olot (tetua adat di BOTS) barulah pada 25 Mei 2013, ia dikukuhkan sebagai Ketua DPW Partai NasDem Jabar. Konsekuensi dari jabatan politis ini, ia harus melepaskan jabatan selaku Sekjen BOTS yang disandangnya selama ini.
 
Dalam kaitan tugas partai di NasDem ini, kedudukan Eka selanjutnya hanya sebagai Pangaping dari BOMA (Baresan Olot Masyarakat Adat) Jabar. “Di BOMA Jabar yang kini punya populasi sekitar 8 juta jiwa dari sekitar 43 juta populasi warga Jabar, hanya sebatas Pangaping. Sedangkan, otoritas sepenuhnya di paguyuban ini ada di Ketua Harian yang dijabat oleh para olot secara langsung”.
 
'''Kiprah lainnya'''
Kiprah menonjol lainnya dari Eka Santosa adalah di organisasi olahraga. Ia sejak 2002 – 2006 menjabat sebagai Ketua Umum KONI Jabar dan kini sebagai Dewan Penasihat dari organisasi tersebut. Sejak 2003 sampai sekarang, Eka juga menjabat sebagai Dewan Penasihat KADIN Jabar.
 
Yang menonjol dalam kiprah sebagai ketua Umum KONI Jabar dalam masa kepemimpinannya: Dalam dua kali SEA Games (Vietnam dan Philipina) KONI Jabar termasuk penyumbang terbesar di Indonesia. Begitupun dalam kancah prestasi nasional, KONI Jabar menempatkan peraih medali 2 besar di PON Palembang. Atas dasar terobosan prestasi besar ini, Eka ditempatkan sebagai Ketua Dewan Kehormatan KONI Jabar hingga kini. Yang cukup menonjol pula di Jabar, menggagas Jabar sebagai tuan rumah PON 2016. “Hal ini baru terjadi setelah PON tahun 1962”, katanya baru-baru ini di Kawasan Wisata dan Budaya Alam Santosa yang kini telah menjadi icon baru di bidang lingkungan hidup di Bandung Timur.
 
Sekilas tentang Kawasan Wisata dan Budaya Alam Santosa yang luasnya sekitar 4 ha lebih, tadinya daerah ini sekitar 13 tahun lalu (2001) merupakan daerah gersang dan sumber bencana longsor di Bandung Timur. “Berkat penataan lingkungan bersama masyarakat adat Jabar, lambat laun kini menjadi hutan kembali”, tutur Eka disela mengantar sejumlah pengunjung yang tertarik oleh penataan lingkungan yang berhasil melbatkan warga setempat dan masyarakat adat Jabar.
 
Demikian secuplik tentang biografi Eka Santosa “pituan” Jabar yang di kancah lokal dan nasional. Sebagai politisi, ia kental dengan sejumlah gagasannya yang progresif. Selaku budayawan, ia diterima banyak kalangan teutama masyarakat adat yang merupakan akar budaya bangsa. Selaku masyarakat yang gandrung olahraga, sejumlah prestasi fenomenal kerap ia gulirkan. Pun selaku tokoh sosial-kemasyarakatan, integritasnya sudah tidak diragukan lagi.
 
Khasanah berwacana dan berpraktik kebangsaan dari berbagai sisi kerap ia terapkan dengan lugas, tanpa banyak berkata-kata. Selama menjabat pada berbagai bidang, kerap ia lakukan melalui pendekatan pribadi dan budaya yang menginspirasinya – Ada cara baru dan lebih bermafaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan sekedar perintah atau petatah-petitih belaka.
Metoda blusukan atau kukurusukan yang selalu dianggap “baru” pada masa lalu, sejatinya sudah lama ia lakukan. Banyak kebijakan yang selama ini “mampet”, ia buka dengan cara Eka Santosa – heart to heart tanpa banyak basa-basi atau protokoler semata.
 
-->
 
[[Kategori:Tokoh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]]
[[Kategori:Anggota DPR]]
[[Kategori:Alumni Universitas Padjadjaran]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh dari Ciamis]]
[[Kategori:Tokoh dari Banjar]]
[[Kategori:Tokoh Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]]
[[Kategori:Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia]]
[[Kategori:Anggota DPR RI 2004–2009]]