Pangan vs. bahan bakar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 0 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.9.2
Noname5679 (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
(Satu revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Types and generation of biofuels.png|jmpl|323x323px|Berbagai jenis bahan bakar hayati]]
'''Pangan versus bahan bakar''' adalah dilema yang terkait dengan produksi [[bahan bakar hayati]]. Dimana produksi bahan bakar hayati dapat mempengaruhi [[Ketahanan pangan|suplai pangan.]] Perdebatan ini merupakan perdebatan yang panjang tentang topik yang kontroversial.<ref>{{cite news|url=http://news.bbc.co.uk/1/hi/business/7026105.stm|publisher=BBC News|title=Will biofuel leave the poor hungry?|author=Maggie Ayre |date=2007-10-03|language=|accessdate=2008-04-28}}</ref><ref>{{cite web | url=http://www.farmfutures.com/ME2/dirmod.asp?sid=CD26BEDECA4A4946A1283CC7786AEB5A&nm=News&type=news&mod=News&mid=9A02E3B96F2A415ABC72CB5F516B4C10&tier=3&nid=BA3B97B230724D7C904E54CB50E9E9B5 | title=The Biofuel Smear Campaign | publisher=Farm Futures | author=Mike Wilson | date=2008-02-08 | accessdate=2008-04-28 | language= }}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref><ref>{{cite news|url=http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,1725975,00.html|title=The Clean Energy Scam|publisher=Time Magazine|author=Michael Grundwald|date=2008-03-27|accessdate=2008-04-28|language=|archive-date=2013-08-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20130825090014/http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,1725975,00.html|dead-url=yes}}</ref><ref name="babcock">[http://ictsd.org/downloads/2011/12/the-impact-of-us-biofuel-policies-on-agricultural-price-levels-and-volatility.pdf The Impact of US Biofuel Policies on Agricultural Price Levels and Volatility] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170810120032/https://www.ictsd.org/downloads/2011/12/the-impact-of-us-biofuel-policies-on-agricultural-price-levels-and-volatility.pdf |date=2017-08-10 }}, By Bruce A. Babcock, Center for Agricultural and Rural Development, Iowa State University, for [[ICTSD]], Issue Paper No. 35. June 2011.</ref> Topik tentang pentingnya permasalahan ini, penyebab, dan bagaimana menanganinya masih banyak diperdebatkan. Rumitnya dan tidak jelasnya permasalahan ini disebabkan oleh sejumlah besar dampak dan timbal balik yang dapat mempengaruhi sistem harga. Timbal balik yang ditimbulkan dapat bersifat positif maupun negatif. Juga, timbal baliknya berbeda untuk jangka panjang dan jangka pendek. Dan juga permasalahan ini memiliki dampak yang tertunda. Penggunaan berbagai model ekonomi dalam analisis strategi bisnis dapat menimbulkan pendapat yang berbeda.<ref>{{cite web |url=http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/hlpe/hlpe_documents/HLPE_Reports/HLPE-Report-5_Biofuels_and_food_security.pdf |title=Biofuels and food security |author=HLPE |date=June 2013 |work= }}</ref>
 
Pendapat bahwa ketahanan energi melalui pengembangan bahan bakar nabati akan mengancam ketahanan pangan ada benarnya ketika bahan pangan yang jumlahnya terbatas dijadikan sebagai bahan sumber energi. Namun, hal tersebut tidak valid ketika bahan pangan tersebut bukan bahan pangan utama dan ada dalam jumlah yang jauh melebihi kebutuhan sebagai bahan pangan. Tentu saja bahan bakar nabati juga dapat dikembangkan dari bahan non-pangan untuk mengatasi isu tersebut.<ref>{{Cite book|last=IPB|first=Guru Besar|date=2021-06-28|url=https://books.google.com/books?id=Hjg1EAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA189&dq=bahan+bakar+nabati+harga+pangan&hl=en|title=Merevolusi Revolusi Hijau|location=Bogor|publisher=PT Penerbit IPB Press|isbn=978-623-256-750-4|pages=189|language=id|url-status=live}}</ref> Kenaikan harga pangan akibat permintaan untuk biofuel akan berdampak negatif pada penduduk miskin yang di dunia jumlahnya mencapai lebih dari 2 miliar orang. Mereka bakal terancam kelaparan.<ref>{{Cite book|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=SPLF1BjtFt8C&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA141&dq=bahan+bakar+nabati+harga+pangan&hl=en|title=BBN, bahan bakar nabati: bahan bakar alternatif dari tumbuhan sebagai pengganti minyak bumi dan gas|publisher=Niaga Swadaya|isbn=978-979-002-062-7|pages=141|language=id|url-status=live}}</ref>
Baris 13:
 
== Bahan Bakar dari Tanaman Pangan ==
Pengembangan bahan bakar nabati sangat terkait dengan kondisi pangan. Secara langsung keduanya harus menggunakan luas lahan yang terbatas, serta bersama-sama memanfaatkan [[sumber daya air]]. Kondisi produksi pangan global sangat dipengaruhi oleh berkurangnya luas lahan produktif akibat alih fungsi lahan dari usaha pertanian pangan menjadi usaha pertanian non-pangan. Bahan bakar nabati dihasilkan dari produk hasil pertanian yang biasanya digunakan untuk bahan pangan atau pakan, seperti jagung, kedelai, atau singkong. Ini akan mempengaruhi jumlah produksi pangan hasil ternak, dan juga ketersediaan pangan bagi manusia. Kegairahan menanam [[Komoditas|komoditi]] bahan bakar nabati non-pangan menyebabkan adanya peralihan peruntukan lahan yang seharusnya digunakan untuk menanam bahan pangan menjadi tanaman untuk bahan bakar nabati. Peralihan fungsi lahan pangan yang terjadi di Indonesia, dimana banyak lahan persawahan yang berubah menjadi perkebunan lahan sawit, merupakan salah satu faktor penyebab turunnya produksi beras. Hal tersebut terjadi karena masyarakat menilai kelapa sawit lebih menguntungkan dibandingkan memproduksi beras. Oleh karenanya, kebijakan terkait pengembangan bahan bakar nabati haruslah dengan pertimbangan yang mengedepankan agar tidak terjadi pengalihan lahan-lahan pangan produktif maupun mengorbankan hutan, dan dapat mempertimbangkan pemanfaatan lahan-lahan terlantar.<ref>{{Cite journal|last=Harbintoro|first=Sony|last2=Krisnadi|first2=Luky|last3=Hafid|first3=Hafid|date=2016-08-24|title=Penelitian Penggunaan Bahan Bakar Nabati (Bbn) pada Mesin Diesel Stasioner sebagai Upaya Mengurangi Ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak|url=http://dx.doi.org/10.26578/jrti.v7i14.1539|journal=Jurnal Riset Teknologi Industri|volume=7|issue=14|pages=110|doi=10.26578/jrti.v7i14.1539|issn=2541-5905}}</ref>
 
[[Kelapa sawit|Sawit]] merupakan bahan baku bahan bakar hayati yang populer di Indonesia, sementara di [[Amerika Serikat]] banyak menggunakan jagung sebagai bahan baku biofuelnya. Sekitar 40% produksi jagung di Amerika digunakan untuk produksi etanol. Cina dan Kanada adalah negara lainnya yang memproduksi biofuel dari jagung. Penelitian menunjukkan bahwa nilai sosial dan ekonomi untuk memproduksi jagung sebagai pangan di Amerika Serikat adalah $1.492 per hektare, sementara untuk produksi biofuel hanya $10 per hektare. Artinya, penggunaan jagung sebagai pangan jauh lebih menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan dibandingkan biofuel.<ref>{{Cite web|last=Zuhra|first=Wan Ulfa Nur|title=Biofuel dari Jagung, Lebih Besar Biaya dari Manfaatnya|url=https://tirto.id/biofuel-dari-jagung-lebih-besar-biaya-dari-manfaatnya-csAP|website=tirto.id|language=id|access-date=2022-01-29}}</ref>
 
[[Kedelai]] adalah komoditas yang permintaanya tinggi karena produk hilirnya sangat beragam dan bernilai tinggi, meliputi pakan, pangan, energi dan bahan baku industri. Ketergantungan masyarakat terhadap produk turunan kedelai, seperti tahu dan tempe, menjadikan kedelai sebagai bagian dari bahan pangan pokok. Minyak dari kedelai dikonsumsi secara intensif sebagai minyak sayur di seluruh dunia. Minyak kedelai kegunaan utamanya adalah sebagai bahan lemak dalam industri pangan, yang bersama-sama dengan minyak sawit merupakan lemak nabati yang paling banyak digunakan. Peran potensi kedelai juga semakin besar dalam industri biodiesel, karena terbukti bahwa minyak kedelai adalah bahan baku pembuatan biodiesel yang sangat baik. Produksi biodiesel yang menggunakan minyak kedelai semakin banyak selama dekade terakhir ini. Penyebarluasan ke Asia yang semakin luas dan tumbuh relatif cepat menyebabkan kenaikan harga minyak kedelai. Budidaya kedelai sangat terkonsentrasi secara geografis pada empat negara, yaitu Amerika Serikat, Brazil, Argentina dan Cina, dengan pangsa produksi hampir 90% dari output dunia. Sementara Asia dan Afrika yang merupakan dua kawasan rawan pangan, hanya berkontribusi sekitar 5% dari produksi tersebut. Dengan demikian, dinamika penawaran kedelai dunia sangat ditentukan oleh keempat negara tersebut, terutama AS. Situasi seperti ini sangat rawan, karena pemasok yang terbatas melayani banyak permintaan, sehingga dapat terjadi kompetisi pembelian yang berakhir pada kesetimbangan dengan tingkat harga yang tinggi.<ref>{{Cite journal|last=Bantacut|first=Tajuddin|date=2017|title=Pengembangan Kedelai untuk Kemandirian Pangan, Energi, Industri, dan Ekonomi.|url=http://www.jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/view/346/299|journal=Pangan|volume=26|issue=1}}</ref>
Baris 30:
 
== Sektor Ekonomi ==
Di Indonesia, 51% konsumsi minyak sawit mentah domestik digunakan untuk pembuatan minyak goreng yang merupakan salah satu dari kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, dan 37% digunakan untuk bahan baku margarin serta sisanya untuk pembuatan oleokimia dan sabun. Jika pasokan minyak sawit mentah untuk bahan pokok tersebut berkurang maka dapat mengakibatkan lonjakan harga domestik. Adanya pengembangan bioenergi berbahan baku minyak sawit mentah dapat mengurangi alokasi minyak sawit mentah untuk konsumsi. Berkurangnya pasokan minyak sawit mentah akibat alokasi bioenergi tersebut berpengaruh pada harga minyak sawit mentah domestik. Hasil simulasi menunjukkan dari tahun ke tahun harga minyak sawit mentah domestik mengalami fluktuasi namun akan cenderung mengalami kenaikan.<ref>{{Cite journal|last=Denny M.|first=Eka|date=2011|title=DAMPAKDampak KEBIJAKANKebijakan PENGEMBANGANPengembangan BAHANBahan BAKARBakar NABATINababti TERHADAPTerhadap DINAMIKADinamika HARGAHarga KOMODITASKomoditas PANGANPangan DANdan ENERGIEnergi NASIONALNasional DENGANdengan PENDEKATANPendekatan MODELModel SISTEMSistem DINAMISDinamis|url=https://ijae.ejournal.unri.ac.id/index.php/IJAE/article/view/1506/1481|journal=Jurnal Ilmu Ekonomi Pertanian Indonesia|volume=2|issue=2|pages=109}}</ref>
 
Jika pemerintah menetapkan kebijakan yang kondusif untuk pertumbuhan pasokan, harga komoditas yang lebih tinggi memberikan kesempatan untuk menutup sebagian celah hasil panen antara negara berkembang dan negara maju, sehingga membantu petani miskin di negara berkembang.<ref>{{Cite journal|last=Tyner|first=Wallace E.|date=2013-07-01|title=Biofuels and food prices: Separating wheat from chaff|url=https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2211912413000205|journal=Global Food Security|language=en|volume=2|issue=2|pages=126–130|doi=10.1016/j.gfs.2013.05.001|issn=2211-9124}}</ref>