Parikesit: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menghapus Krishna_give_life_to_dead_child_of_Uttara.jpg karena telah dihapus dari Commons oleh Jameslwoodward; alasan: Commons:Deletion requests/Category:Mahabharata Book
 
(28 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Parikesit-klVishnu and Parikshit.jpg
| Caption = Lukisan [[India]] ([[abad ke-19]]) yang menggambarkan Parikesit dalamberjumpa versi[[Wisnu]] pewayangan(berkulit Jawabiru).
| Nama = Parikesit
| Devanagari = परीक्षितपरीक्षित्
| Ejaan_Sanskerta = ParikṣitaParikṣit
| Nama_lain = Parikshit; ParikshitaWisnurata
| Asal = [[Hastinapura]], [[Kerajaan Kuru]]
| PasanganIstri = Uttari (Madrawati)
| Tempat = [[Hastinapura]]
| Senjata = Panah
| Kasta = [[kesatria]]
| Ayah = [[Abimanyu]]
| Ibu = [[Utari]]
| Dinasti = [[Dinasti Kuru|Kuru]]
| Golongan = [[Candrawangsa]]
| Kitab = ''[[Mahabharata]]''; ''[[Bhagawatapurana]]''
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Anak = [[Janamejaya]], Ugrasena, Srutasena, Bimasena.
}}
'''Parikesit''' {{Sanskerta|परीक्षित्|Parikṣit}} adalah nama penguasa [[kerajaan Kuru]] dalam legenda [[India]], yang disebutkan dalam sejumlah [[sastra Hindu|pustaka Hindu]], meliputi ''[[Mahabharata]]'' dan ''[[Purana]]''. Berdasarkan analisis kepustakaan, ia memerintah pada [[periode Weda|Periode Weda Pertengahan]] ([[abad ke-12 SM|abad ke-12]] sampai [[abad ke-9 SM|ke-9]] [[Sebelum Masehi|SM]]).<ref>[[Michael Witzel]] (1989), ''Tracing the Vedic dialects'' in ''Dialectes dans les litteratures Indo-Aryennes'' ed. [[Colette Caillat|Caillat]], Paris, 97–265.</ref> Ia bersama putra sekaligus penerusnya yang bernama [[Janamejaya]], memiliki peranan penting dalam konsolidasi negeri Kuru, penyusunan [[sloka|sloka-sloka]] [[Weda]] menjadi suatu himpunan, dan pengembangan upacara [[srauta]] yang ortodoks, sehingga menjadikan ranah kerajaan Kuru sebagai pusat kebudayaan dan politik yang dominan di kawasan [[India Utara]] pada [[India Zaman Besi|Zaman Besi]].<ref name="witzel">Michael Witzel, "Early Sanskritization. Origins and development of the Kuru State". B. Kölver (ed.), Recht, Staat und Verwaltung im klassischen Indien. The state, the Law, and Administration in Classical India. München : R. Oldenbourg 1997, 27-52 {{cite web|title=Archived copy|url=http://users.primushost.com/~india/ejvs/issues.html|url-status=dead|archive-url=https://web.archive.org/web/20060815004414/http://users.primushost.com/~india/ejvs/issues.html|archive-date=15 August 2006|access-date=2010-07-05|df=dmy-all}}</ref>
'''Parikesit''' {{Sanskerta|परीक्षित|parikṣita; parikṣit}} atau '''Pariksita''' adalah seorang tokoh dari [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]''. Ia adalah raja [[Kerajaan Kuru]] dan cucu [[Arjuna]]. Ayahnya adalah [[Abimanyu]] sedangkan putranya adalah [[Janamejaya]].
 
Riwayat Parikesit terutama tercatat sebagai legenda dalam ''Mahabharata'' dan ''Purana''. Dalam ''Mahabharata'' disebutkan bahwa ia merupakan putra [[Abimanyu]] dan [[Utari]], dan merupakan cucu [[Arjuna]]. Ia menjadi penerus kakeknya, [[Yudistira]] yang bertakhta di [[Hastinapura]], ibukota Kuru.{{refn|group=Ket|Menurut ''[[Mahabharata]]'', ibukota Kuru adalah [[Hastinapura]]. Namun pustaka suci Weda mengindikasikan bahwa kerajaan Kuru Kuno beribukota di Āsandīvat,<ref name="witzel"/> yang diidentifikasi pada masa kini sebagai [[Assandh]], di [[Haryana]].<ref>{{Cite web | url=https://books.google.com/books?id=AL45AQAAIAAJ&q=asandh |title = Prāci-jyotī: Digest of Indological Studies|year = 1967}}</ref><ref>{{Cite book | url=https://books.google.com/books?id=DH0vmD8ghdMC&pg=PA177 |title = Hinduism: An Alphabetical Guide|isbn = 9780143414216|last1 = Dalal|first1 = Roshen|year = 2010}}</ref>{{sfn|Raychaudhuri|2006|p=18}} }} Menurut ''Mahabharata'', ia memerintah selama 24 tahun dan wafat saat berumur 60 tahun.{{sfn|Raychaudhuri|2006|pp=19}} Pada suatu legenda dalam kitab ''[[Adiparwa]]'' dan ''[[Bhagawatapurana]]'', diceritakan bahwa Parikesit meninggal karena digigit Naga [[Taksaka]]. Menurut kitab ''Adiparwa'', sang naga menyamar menjadi ulat dan bersembunyi di dalam buah [[jambu]] yang dihidangkan kepada Parikesit. Cara kematian tersebut terjadi karena kutukan [[brahmana]] bernama Srenggi yang merasa sakit hati karena Parikesit telah mengalungkan bangkai ular di leher Samiti (Samika), ayahnya.
Dalam kitab ''[[Adiparwa]]'', akhir riwayatnya diceritakan bahwa Prabu Parikesit meninggal karena digigit Naga [[Taksaka]] yang bersembunyi di dalam buah [[jambu]], sesuai dengan kutukan [[Brahmana]] Srenggi yang merasa sakit hati karena Prabu Parikesit telah mengalungkan bangkai ular hitam di leher ayahnya, Bagawan Samiti.
<!--
Parikesit tewas digigit oleh Naga Taksaka, setelah beliau diramalkan akan dibunuh oleh seekor ular. Maka beliaupun menyuruh untuk mengadakan [[upacara]] sarpayadnya untuk mengusir semua ular. Tetapi karena sudah takdirnya, beliau pun digigit sampai wafat.-->
 
==Konteks sejarah==
== Peristiwa sebelum kelahiran ==
[[File:Late Vedic Culture (1100-500 BCE).png|ki|thumb|Peta yang menunjukkan lokasi pusat [[Kerajaan Kuru]] dan kerajaan-kerajaan lainnya di [[Asia Selatan]] pada [[Periode Weda]].]]
Dalam pustaka suci ''[[Weda]]'', hanya ada satu nama Parikesit yang tercatat; namun, sastra pasca-Weda (''[[Mahabharata]]'' dan ''[[Purana]]'') tampaknya mengindikasikan keberadaan dua raja dengan nama Parikesit, yang satunya hidup sebelum [[Perang Kurukshetra]] dan menjadi leluhur [[Pandawa]] (tokoh ''Mahabharata''), yang satunya lagi hidup setelah Pandawa dan merupakan keturunannya. Sejarawan [[H. C. Raychaudhuri]] meyakini bahwa keterangan tentang Parikesit yang kedua lebih cocok dengan yang disebutkan dalam pustaka ''Weda'', sedangkan informasi tentang keberadaan Parikesit yang pertama amat langka dan tidak konsisten. Namun Raychaduri penasaran apakah kenyataannya memang ada dua raja dengan nama yang sama. Ia berpendapat bahwa penggandaan nama sebenarnya "dilakukan oleh para penulis silsilah untuk mencatat [[anakronisme]]" dalam beberapa bagian ''Mahabharata'', sebagai "duplikasi karangan yang merujuk kepada orang yang sama, yang keberadaannya dalam silsilah penguasa Kuru tidak mewariskan suatu tradisi yang bertahan", sehingga "ada suatu pengacauan kepada catatan silsilah" dalam tradisi pasca-Periode Weda, yang juga mencatat adanya dua nama Janamejaya, putra Parikesit.<ref>Raychaudhuri (1996), pp.13-19</ref>{{refn|group=Ket|Sebagai perbandingan, Witzel (1995) hanya mengacu kepada satu orang Parikshit dan satu orang Janamejaya.}}
 
Sejarawan [[Michael Witzel]] menyatakan bahwa Parikesit adalah penguasa kuno [[kerajaan Kuru]]; ia menentukan tarikh Dinasti Pārikṣita sekitar 1200–1100 SM (Periode Regweda Akhir).<ref>Michael Witzel (1989), [http://www.people.fas.harvard.edu/~witzel/dialects.pdf ''Tracing the Vedic dialects''], p. 19, 141</ref> Sebaliknya, [[Hem Chandra Raychaudhuri|H.C. Raychaudhuri]] menentukan tarikhnya sekitar [[abad ke-9 SM]].{{sfn|Raychaudhuri|2006|p=29}} Witzel menganggap Parikṣhit (beserta raja lainnya dalam dinasti tersebut) berperan penting terhadap pengumpulan berbagai naskah yang terpencar menjadi suatu himpunan karya "nasional"—[[Regweda|Reg-weda Samhita]], [[Samaweda|Samaweda Samhita]], dan [[Khilani]].<ref>{{Cite book|last=Witzel|first=Michael|title=The Realm of the Kurus: Origins and Development of the First State in India|publisher=Summaries of the Congress of the Japanese Association for South Asian Studies|year=1989|location=Kyoto|pages=1-3}}</ref>
Saat Parikesit masih berada dalam kandungan, ayahnya yang bernama [[Abimanyu]], turut serta bersama [[Arjuna]] dalam pertempuran besar [[Baratayuda]] di daratan [[Kurukshetra]]. Dalam pertempuran tersebut, Abimanyu gugur dalam serangan musuh yang dilakukan secara curang, dan meninggalkan ibu Parikesit yang bernama Utara (atau [[Utari]] menurut versi [[Jawa]]).
 
== Kelahiran ==
Pada pertempuran di akhir hari kedelapan belas, [[Aswatama]] bertarung dengan [[Arjuna]]. Aswatama dan Arjuna sama-sama sakti dan sama-sama mengeluarkan senjata Brahmāstra. Karena dicegah oleh Resi [[Byasa]], Aswatama dianjurkan untuk mengarahkan senjata tersebut kepada objek lain. Maka Aswatama memilih agar senjata tersebut diarahkan ke kandungan Utari. Senjata tersebut pun membunuh Parikesit yang masih berada dalam kandungan. Atas pertolongan dari [[Kresna]], Parikesit dihidupkan kembali dengan ilmu Edo Tensei. Aswatama kemudian dikutuk agar mengembara di dunia selamanya.
 
Catatan dalam ''[[Mahabharata]]'' dan ''[[Bhagawatapurana]]'' menyebutkan bahwa Parikesit adalah putra [[Abimanyu]], keturunan [[Arjuna]], salah satu [[Pandawa]]. Saat Parikesit masih berada dalam kandungan, ayahnya berpartisipasi dalam [[perang Kurukshetra|perang]] antara [[Pandawa]] melawan [[Korawa]] (''[[Bharatayuddha]]'') di [[Kurukshetra]]. Dalam pertempuran tersebut, Abimanyu gugur, meninggalkan ibu Parikesit ([[Utari]]) yang sedang hamil tua. Maka dari itu ia lahir dalam keadaan yatim.{{sfn|Raychaudhuri|2006|pp=11-16}}
== Ramalan kehidupan ==
 
[[Berkas:Pariksit-snake.jpg|right|240px|thumb|Raja Parikesit mengalungkan bangkai ular di leher Bagawan Samiti]]
Sebelum kelahiran Parikesit, diceritakan dalam kitab ''[[Sauptikaparwa]]'' bahwa [[Aswatama]] bertarung dengan Arjuna pada akhir perang. Keduanya sama-sama sakti dan mampu mengeluarkan senjata ''Brahmāstra''. Agar tidak terjadi kehancuran akibat pertemuan dua senjata itu, mereka dilerai oleh Resi [[Byasa]], dan diminta untuk menarik senjata masing-masing. Arjuna mampu menariknya, sedangkan Aswatama tidak. Aswatama dianjurkan untuk mengarahkan senjata tersebut kepada objek lain. Karena dipenuhi hasrat untuk menghancurkan garis keturunan [[Pandawa]], ia mengarahkan senjata tersebut ke janin [[Utari]]. Parikesit yang masih berada dalam kandungan pun tewas. Berkat pertolongan dari [[Kresna]], Parikesit dihidupkan kembali.<ref>{{cite book|last= Dowson|first= John|title=A Classical Dictionary of Hindu Mythology and Religion, Geography, History, and Literature|url=https://archive.org/stream/aclassicaldictio00dowsuoft#page/n45/mode/2up|year=1888|publisher=Trubner & Co., London|page=1}}</ref>
 
Menurut ''[[Bhagawatapurana]]'', saat senjata milik [[Aswatama]] diarahkan ke janin [[Utari]], [[Dropadi]] dan [[Subadra]] berdoa kepada [[Kresna]] agar keturunan Pandawa terselamatkan. Kresna menenangkan mereka, lalu ia melindungi janin dalam kandungan Utari dari serangan senjata milik Aswatama yang mematikan. Akhirnya nyawa Parikesit terselamatkan. Maka dari itu, Parikesit juga memiliki nama lain "Wisnurata" (''Viṣṇurāta''), karena Dewa [[Wisnu]] (dalam wujud Kresna) menjadikannya anugerah bagi para Pandawa saat garis keturunan mereka terancam punah.<ref>{{Cite web|title=Who was Raja Parikshit in Mahabharat and why the story of his death is philosophical|url=https://www.timesnownews.com/spiritual/religion/article/who-was-raja-parikshit-in-mahabharat-and-why-the-story-of-his-death-is-philosophical/588140|access-date=2020-08-29|website=www.timesnownews.com|language=en}}</ref>
 
Resi Dhomya[[Domya]] menyampaikan ramalan kepada [[Yudistira]] bahwa Parikesit akan menjadi pemuja [[Wisnu]] yang setia, dan semenjak diselamatkan oleh [[Kresna]], ia akan dikenal sebagai ''Wisnurata'' (orang yang selalu dilindungi oleh Sang Dewa). Resi Domya juga meramalkan bahwa Parikesit akan selamanya mencurahkan kebajikan, ajaran agama dan kebenaran, dan akan menjadi pemimpin yang bijaksana, tepatnya seperti [[Ikswaku]] dan [[Rama]] dari [[Ayodhya]]. Ia akan menjadi ksatriakesatria panutan seperti [[Arjuna]], yaitu kakeknya sendiri, dan akan membawa kemasyhuran bagi keluarganya.
 
== Pemerintahan ==
{{HastinaRaja}}
Setelah [[Perang Kurukshetra]] berakhir, kakek Parikesit yang bernama [[Yudistira]] (kakak [[Arjuna]]) menjabat sebagai raja di [[Hastinapura]] selama 36 tahun. Dalam kitab ''[[Prasthanikaparwa]]'', Yudistira memutuskan untuk turun takhta, tak lama setelah wafatnya [[Kresna]]. Kemudian takhta [[Kerajaan Kuru]] diserahkan kepada Parikesit. Dalam menjabat, ia didampingi oleh kakeknya yang lain yang bernama [[Yuyutsu]] (putra [[Dretarastra]]), selaku penasihat raja.
Resi [[Dhomya]] menyampaikan ramalannya kepada [[Yudistira]] setelah Parikesit lahir bahwa ia akan menjadi pemuja setia Dewa [[Wisnu]], dan semenjak ia diselamatkan oleh [[Kresna|Bathara Kresna]], ia akan dikenal sebagai ''Vishnurata'' (Orang yang selalu dilindungi oleh Sang Dewa).
 
Setelah menjabat sebagai raja, Parikesit menyelenggarakan tiga ritual [[yadnya]]. Saat melangsungkan ritual, ia berkelana ke berbagai penjuru kerajaannya. Dalam perjalanannya, ia melihat seorang pria sedang memukul banteng berkaki satu dengan menggunakan tongkat, serta menendang seekor sapi. Parikesit menahan pria tersebut lalu menjatuhkan hukuman mati. Sebelum dihukum, pria tersebut menampakkan wujud aslinya sebagai [[Kali (raksasa)|Raksasa Kali]]. Ia meminta ampun kepada sang raja, kemudian dibebaskan dengan syarat tidak menginjakkan kaki lagi di wilayah kekuasaan Parikesit. Sapi yang dipukul pria tadi pun menampakkan wujud aslinya sebagai Dewi [[Pertiwi]] yang dilanda duka sebab [[Kresna]] telah meninggal dunia dan kembali ke [[Waikuntha]]. Sementara si banteng adalah [[personifikasi]] dari [[darma]] yang ketiga kakinya telah dimutilasi, dan pada masa [[Kaliyuga]] ini ia berdiri dengan satu kaki saja.<ref>Motilal Bansaridas Bhagavata Purana Book 1 Skandha I Chapter 16-17</ref>
Resi Dhomya juga meramalkan bahwa Parikesit akan selamanya mencurahkan kebajikan, ajaran agama dan kebenaran, dan akan menjadi pemimpin yang bijaksana, tepatnya seperti [[Ikswaku]] dan [[Rama]] dari [[Ayodhya]]. Ia akan menjadi ksatria panutan seperti [[Arjuna]], yaitu kakeknya sendiri, dan akan membawa kemasyhuran bagi keluarganya.
 
== RajaAkhir Hastinapurariwayat ==
[[Berkas:Pariksit-snake.jpg|rightki|240pxjmpl|thumb|RajaLukisan yang menggambarkan Parikesit mengalungkan bangkai ular di leher Bagawan Samiti.]]
Dalam bagian awal kitab ''[[Adiparwa]]'' dan ''[[Bhagawatapurana]]'' terkandung cerita tentang kutukan Srenggi pada Parikesit. Diceritakan bahwa Parikesit beristirahat di sebuah tempat pertapaan Begawan [[Samiti]] (Samika), setelah lelah melakukan perburuan. Ketika itu Samiti sedang duduk bertapa. Tatkala Parikesit bertanya ke mana buruannya pergi, Samiti hanya diam membisu karena pantang berkata-kata saat bertapa. Setelah pertanyaannya tidak dijawab, Parikesit merasa dongkol lalu mengambil bangkai [[ular]] yang ada di dekat situ dengan anak panahnya, lalu mengalungkannya ke leher Samiti.<ref name="samika">http://ritsin.com/story-raja-parikshit-snake-sacrifice-janmejaya.html/</ref>
 
SaatSeseorang Sangbernama SrenggiKresa pulangmenyaksikan perbuatan Parikesit, lalu ia melihatmenceritakannya bangkaikepada ularputra hitamSamiti melilityang leherbernama ayahnyaSrenggi. Karena marahnya, kemudian Sang Srenggi mengucapkan kutukan bahwa Rajamenyumpahi Parikesit akanagar mati digigit ular dalam waktu tujuh hari sejak kutukansumpah tersebut diucapkan. Bagawan Samiti kecewa terhadap perbuatan puteranyaputranya tersebut, yang mengutuk raja yang telah memberikan mereka tempat berlindung. Akhirnya Bagawan Samiti berjanjiberencana akanuntuk mengurungkanmembatalkan kutukan tersebutSrenggi. Ia lalu mengutus muridnya untuk memberitahu Sangdan Raja,mengundang namunParikesit Sangagar Rajadatang merasakembali maluke untukpertapaannya, memintatetapi diurungkannyasang kutukanraja tersebutmenjaga gengsi saat mendengar tawaran Samiti, dan memilih untuk berlindung.<ref name="samika"/>
Saat dimulainya zaman [[Kali Yuga]], yaitu zaman kegelapan, dan mangkatnya [[Kresna]] [[Awatara]] dari dunia fana, [[Pandawa]] lima bersaudara lalu meninggalkan pemerintahan. Parikesit sudah layak diangkat menjadi raja, dengan [[Krepa]] sebagai penasihatnya. Ia menyelenggarakan [[Aswameddha]] [[Yadnya|Yajña]] tiga kali di bawah bimbingan Krepa.
 
PadaTujuh hari saatnyakemudian, Nagaseekor [[naga (mitologi India)|naga]] bernama [[Taksaka]] pergi ke [[Hastinapura]] untukdalam misi melaksanakan perintah Sang Srenggi untuk menggigit SangParikesit. RajaDi tengah perjalanan ke Hastinapura, Taksaka bertemu seorang ahli bisa bernama Kasyapa yang hendak melindungi sang raja. Setelah PenjagaanKasyapa mendemonstrasikan kemahirannya, Taksaka menyuapnya agar segera pulang. Setiba di Hastinapura, Taksaka melihat bahwa penjagaan istana sangat ketat. Sang Rajaraja berlindung di dalam menara tinggi dan dikelilingi oleh prajurit, [[brahmana]], dan ahli [[bisa]]. Untuk dapat membunuh Sang RajaParikesit, Naga Taksaka lalu menyamar menjadi ulat dalam buah [[jambu]]. Kemudian jambu tersebut disuguhkan kepada Sang RajaParikesit. Pada Merasasaat telahmenjelang amanmalam, karenaParikesit saatmerasa ituaman, adalah soresebab hari keketujuh tujuh,akan Rajasegera Parikesit menjadi lengahberakhir. Ketika Kutukania tersebutmengambil lalu menjadi kenyataan. Ketikabuah jambu hendakyang dimakandisuguhkan, ulatnya berubah menjadi Naga Taksaka kembali, yang lalusegera menggigit leher Sangsang Rajaraja. Parikesit lalupun tewas menjadi abuseketika, dan Nagasementara Taksaka pulang ke dalam bumiperut Bumi (''[[Patala]]'').
== Kutukan Sang Srenggi ==
 
== Keturunan ==
Pada suatu hari, Raja Parikesit pergi berburu ke tengah hutan. Ia kepayahan mengejar seekor buruan, lalu berhenti untuk beristirahat. Akhirnya ia sampai di sebuah tempat pertapaan di mana tinggal Bagawan [[Samiti]]. Ketika itu sang Resi sedang duduk bertapa dan membisu. Tatkala Sang Raja bertanya kemana buruannya pergi, Bagawan Samiti hanya diam membisu karena pantang berkata-kata saat sedang bertapa. Karena pertanyaannya tidak dijawab, Raja Parikesit menjadi marah dan mengambil bangkai [[ular]] yang ada di dekatnya dengan anak panahnya, lalu mengalungkannya ke leher Bagawan Samiti. Peristiwa itu kemudian diceritakan Sang Kresa kepada putera Bagawan Samiti yang bernama Sang Srenggi yang pemarah.
 
Menurut ''[[Purana]]'', Parikesit menikah dengan Putri Madrawati. Dalam kitab ''[[Shatapatha Brahmana]]'' (XIII.5.4), tercatat bahwa Parikesit memiliki empat putra: [[Janamejaya]], Bimasena, Ugrasena, dan Srutasena. Sebagaimana yang tercatat dalam ''[[Mahabharata]]'', di antara empat putranya, Janamejaya yang dipilih sebagai pewaris takhta. Dalam ''[[Adiparwa]]'' diceritakan bahwa ia dan ketiga saudaranya melaksanakan ''[[aswamedha|Aswamedha-yadnya]]''. Janamejaya juga menyelenggarakan upacara ''Sarpahoma'', yang bertujuan untuk membasmi seluruh ular di muka Bumi, sebagai pembalasan dendam karena ayahnya tewas akibat gigitan ular.{{sfn|Raychaudhuri|2006|pp=14,39}}
Saat Sang Srenggi pulang, ia melihat bangkai ular hitam melilit leher ayahnya. Karena marahnya, kemudian Sang Srenggi mengucapkan kutukan bahwa Raja Parikesit akan mati digigit ular dalam tujuh hari sejak kutukan tersebut diucapkan. Bagawan Samiti kecewa terhadap perbuatan puteranya tersebut, yang mengutuk raja yang telah memberikan mereka tempat berlindung. Akhirnya Bagawan Samiti berjanji akan mengurungkan kutukan tersebut. Ia lalu mengutus muridnya untuk memberitahu Sang Raja, namun Sang Raja merasa malu untuk meminta diurungkannya kutukan tersebut dan memilih untuk berlindung.
 
Menurut ''[[Purana]]'', Janamejaya menikahi Wapustama, dan memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya dan menikahi putri dari [[Kerajaan Wideha]], kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata. Para keturunan Raja Parikesit tersebut merupakan raja legendaris yang memimpin [[Kerajaan Kuru]], tetapi riwayatnya tidak muncul dalam ''[[Mahabharata]]''. Nama-nama tersebut muncul dalam kitab ''[[Bhagawatapurana]]'' dan ''[[Purana]]'' lainnya.
Pada saatnya, Naga [[Taksaka]] pergi ke [[Hastinapura]] untuk melaksanakan perintah Sang Srenggi untuk menggigit Sang Raja. Penjagaan di Hastinapura sangat ketat. Sang Raja berlindung dalam menara tinggi dan dikelilingi oleh prajurit, brahmana, dan ahli [[bisa]]. Untuk dapat membunuh Sang Raja, Naga Taksaka lalu menyamar menjadi ulat dalam buah [[jambu]]. Kemudian jambu tersebut disuguhkan kepada Sang Raja. Merasa telah aman, karena saat itu adalah sore hari ke tujuh, Raja Parikesit menjadi lengah. Kutukan tersebut lalu menjadi kenyataan. Ketika jambu hendak dimakan, ulatnya berubah menjadi Naga Taksaka kembali, yang lalu menggigit leher Sang Raja. Parikesit lalu tewas menjadi abu, dan Naga Taksaka pulang ke dalam bumi.
 
== KeturunanPewayangan Raja ParikesitJawa ==
[[Berkas:Parikesit-kl.jpg| jmpl|Parikesit sebagai tokoh pewayangan Jawa.]]
Pada masa [[Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha|perkembangan agama Hindu dan Buddha]] di [[Nusantara]], kitab ''[[Mahabharata]]'' dari [[India]] yang ber[[bahasa Sanskerta]] juga diterjemahkan ke dalam [[bahasa Jawa Kuno]], bersama pustaka suci Hindu lainnya. Selain itu, beberapa [[kakawin]] digubah berdasarkan cerita dalam pustaka tersebut, dan beberapa di antaranya diadaptasi menjadi pertunjukan [[wayang kulit]] yang masyhur di [[Jawa]]. Dalam perkembangannya, para [[dalang]] melakukan sejumlah perubahan saat mengadaptasi kisah ''Mahabharata'' ke dalam lakon pewayangan.
 
Tokoh Parikesit yang diceritakan dalam pewayangan tidak jauh berbeda dengan yang tertulis dalam kitab ''Mahabharata''; perubahan kecil terjadi pada sejumlah nama tokoh. Menurut pewayangan Jawa, Parikesit adalah puteraputra [[Abimanyu]] alias Angkawijaya, kesatria Plangkawati dengan permaisuri [[Utari|Dewi Utari]], puteriputri Prabu [[Wirata|Matsyapati]] (Wirata) dengan Dewi [[Sudesna|Ni Yustinawati]] (Sudesna) dari [[Kerajaan Wirata]]. Ia seorang anak yatim, karena ketika ayahnya gugur di medan perang [[Bharatayuddha]], ketika ia masih dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana [[HastinapuraAstina]] (Hastinapura) setelah keluarga [[Pandawa]] boyongpindah dari Amarta ke ([[HastinapuraIndraprastha]]) ke Astina.
Parikesit menikahi Madrawati, dan memiliki seorang putera bernama [[Janamejaya]]. [[Janamejaya]] diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda. [[Janamejaya]] menikahi Wapushtama, dan memiliki dua putera bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya dan menikahi puteri dari [[Kerajaan Wideha]], kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedhadatta.
 
Parikesit naik tahtatakhta negara HastinapuraAstina menggantikan kakeknya, Prabu Karimataya, (nama gelar Prabu [[Yudistira]] setelah menjadi raja negara HastinapuraAstina). IaDikisahkan bahwa Parikesit berwatak bijaksana, jujur dan adil.
Para keturunan Raja Parikesit tersebut merupakan raja legendaris yang memimpin [[Kerajaan Kuru]], namun riwayatnya tidak muncul dalam [[Mahabharata]].
 
PrabuMenurut cerita sisipan dalam pewayangan Jawa, Parikesit mempunyai 5 (lima) orang permasuripermaisuri dan 8 (delapan) orang puteraanak, yaitu:
== Parikesit di Jawa ==
# Dewi Puyangan, berputeramemiliki putra Ramayana dan Pramasata.
[[File:Javanen offerend bij Tjandi Parikesit.jpg|thumb|left|Sesajian di [[Candi]] [[Parikesit]], dataran tinggi [[Dieng]], [[Jawa Tengah]], pada tahun 1880-an (gambar dari majalah ''[[Eigen Haard]]'')]]
# Dewi Gentang, berputeramemiliki putri Dewi Tamioyi.
Parikesit adalah putera [[Abimanyu]] alias Angkawijaya, kesatria Plangkawati dengan permaisuri [[Utari|Dewi Utari]], puteri Prabu [[Wirata|Matsyapati]] dengan Dewi Ni Yustinawati dari [[Kerajaan Wirata]]. Ia seorang anak yatim, karena ketika ayahnya gugur di medan perang [[Bharatayuddha]], ia masih dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana [[Hastinapura]] setelah keluarga [[Pandawa]] boyong dari Amarta ke [[Hastinapura]].
# Dewi Satapi alias Dewi Tapen, berputeramemiliki putra Yudayana dan Dewi Pramasti.
# Dewi Impun, berputeramemiliki putri Dewi Niyedi.
# Dewi Dangan, berputeramemiliki putra Ramaprawa dan Basanta.
 
== Catatan ==
Parikesit naik tahta negara Hastinapura menggantikan kakeknya Prabu Karimataya, nama gelar Prabu [[Yudistira]] setelah menjadi raja negara Hastinapura. Ia berwatak bijaksana, jujur dan adil.
{{reflist|group=Ket}}
 
== Referensi ==
Prabu Parikesit mempunyai 5 (lima) orang permasuri dan 8 (delapan) orang putera, yaitu:
{{reflist|2}}
# Dewi Puyangan, berputera Ramayana dan Pramasata
# Dewi Gentang, berputera Dewi Tamioyi
# Dewi Satapi alias Dewi Tapen, berputera Yudayana dan Dewi Pramasti
# Dewi Impun, berputera Dewi Niyedi
# Dewi Dangan, berputera Ramaprawa dan Basanta.
 
== LihatDaftar pulapustaka ==
*{{citation |last=Garg|first=Gaṅgā Rām|title=Encyclopaedia of the Hindu World|url=https://books.google.com/books?id=0U2QRpDv2KMC&pg=PA743|access-date=2 August 2013|year=1992|publisher=Concept Publishing Company|isbn=978-81-7022-376-4 }}
* [[Adiparwa]]
* {{citation |last=Raychaudhuri |first=Hemchandra |author-link=Hem Chandra Raychaudhuri |title=Political History of Ancient India |url=https://books.google.com/books?id=h1KObc_qaXYC |year=2006 |publisher=[[Cosmo Publications]] |isbn=81-307-0291-6 }}
* [[Taksaka]] (tewasnya Raja Parikesit)
* Sultan [[Aji Muhammad Parikesit]], penguasa pada zaman Kesultanan Kutai
 
== Pranala luar ==
* {{en}} [http://moralstories.wordpress.com/2006/05/25/anger-is-ones-greatest-enemy/ Kisah yang menceritakan keagungan Maharaja Parikesit]
* {{en}} [http://www.dharmakshetra.com/sages/Parikshit.htm Dharmakshetra.com: Parikshita] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060714153153/http://www.dharmakshetra.com/sages/Parikshit.htm |date=2006-07-14 }}
* {{en}} [http://www.boloji.com/mahabharata/19.htm Kejadian setelah Bharatayuddha: '''lahirnya Parikesit'''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070712224458/http://www.boloji.com/mahabharata/19.htm |date=2007-07-12 }}
 
{{start box}}
{{succession box|
before=[[Yudistira]]|
years=[[Dinasti Kuru]]|
title=Raja [[Hastinapura]]|
after=[[Janamejaya]]}}