Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
 
(48 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox cagar budaya
[[Berkas:Rumah Tinggal Dokter Hasmo Sugiarto.jpg|jmpl|260x260px|Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto terletak di Jalan Moh. Yamin No. 4, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah.]]
| Name = Rumah Tinggal Dokter Hasmo
'''Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto''' adalah bangunan [[cagar budaya]] yang terletak di Jalan Moh. Yamin No. 4, [[Salatiga, Sidorejo, Salatiga|Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga]], [[Jawa Tengah|Provinsi Jawa Tengah]]. Bangunan rumah yang diperkirakan dibangun pada [[1919]] ini merupakan salah satu bukti fisik dari konsep kota modern yang memperlihatkan ciri arsitektur kolonial di [[Kota Salatiga]]. Pada [[17 Juni]] [[2015]], rumah tersebut menerima penghargaan dalam bentuk pemberian kompensasi pelestarian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah bersama dengan empat bangunan lain, yaitu [[GPIB Tamansari Salatiga]], Susteran OSF St. Fransiskus Xaverius, [[Rumah Tinggal Notosoegondo]], dan [[Toko Aneka Jaya]].
| Image = [[Berkas:Rumah Tinggal Dokter Hasmo Sugiarto (1).jpg|240px]]
| caption =
| Type =
| Criteria = Bangunan
| ID = Belum ada {{br}}(Pengajuan 19 Januari 2016)
[[Berkas:Rumah Tinggal Dokter Hasmo Sugiarto.jpg|jmpl|260x260px|Rumah TinggalLocation Hasmo Sugijarto terletak di= Jalan Moh. Yamin No. 4, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah.]]
| Year =
| ownership = Keluarga Hasmo Sugijarto
| management = Keluarga Hasmo Sugijarto
| Link = http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2016011900008/rumah-tinggal-dr-hasmo
| embedded =
|border=infobox
|| label =
| link =
| coordinates =
}}
'''Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto''' adalah bangunan yang terinventarisasi untuk ditetapkan sebagai [[cagar budaya]], yang terletak di Jalan Moh. Yamin No. 4, [[Salatiga, Sidorejo, Salatiga|Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga]], [[Jawa Tengah|Provinsi Jawa Tengah]]. Bangunan rumah yangini diperkirakan dibangun pada [[1919]] inidan merupakanmenjadi salah satu bukti fisik dari konsep kota modern yang memperlihatkan ciri arsitektur kolonial di [[Kota Salatiga]]. Pada [[17 Juni]] [[2015]], rumah tersebut menerima penghargaan dalam bentuk pemberian kompensasi pelestarian dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah bersama dengan empat bangunan lain, yaitu [[GPIB Tamansari Salatiga]], Susteran OSF St. Fransiskus Xaverius, [[Rumah Tinggal Notosoegondo]], dan [[Toko Aneka Jaya]].
 
== Keadaan bangunan ==
Rumah ini diperkirakan dibangun pada 1919 dan pemilik awalnya adalah Frederik Bousche, seorang Indo-Belanda kelahiran [[Delanggu, Klaten]].{{sfnp|Prakosa|2017|p=64|ps=: "Cerita lain terkait hubungan golongan Eropa dengan masyarakat bumiputra datang dari keluarga dr. Frederik Bousche. Keluarga Indo-Belanda yang pernah bertempat tinggal di ''Julianalaan'' (saat ini di depan Kantor Pos Salatiga) dan dimiliki oleh keluarga dr. R. Hasmo Sugijarto) itu dikenal dermawan (...)"}}{{sfnp|Supangkat|2019|p=9|ps=: "Adalah Frederik Bousche, warga Belanda kelahiran Delanggu yang membeli dua kavling tanah di ''Julianalaan'' pada tahun 1919 dan mendirikan rumah di atasnya dengan gaya ''art deco'' (...)"}} Lokasinya berada di kawasan strategis, yaitu Jalan Moh. Yamin (dahulu bernama ''Julianalaan'').<ref>{{Cite web|url=https://www.solopos.com/wisata-salatiga-ini-11-benda-cagar-budaya-714261|title=Wisata Salatiga: Ini 11 Benda Cagar Budaya|last=Saputra|first=Imam Yuda|date=27 April 2016|website=Solopos|access-date=12 Maret 2020}}</ref>{{sfnp|Supangkat|2012|p=21|ps=: "Beberapa nama jalan lain yang "berbau" Belanda misalnya: ''Koffiestraat'' yang kemudian diganti ''Prins Hendriklaan'' (sekarang Jalan Yos Soedarso), ''Emmalaan'' (sekarang Jalan Adisutjipto), ''Prinsenlaan'' (sekarang Jalan Tentara Pelajar), ''Julianalaan'' (sekarang Jalan Moh. Yamin) (...)"}}''{{sfnp|Harnoko, dkk|2008|p=42|ps=: "Jalan Moh. Yamin ada bangunan-bangunan kolonial, yang kini digunakan untuk rumah tinggal, kantor pos, dan kantor pegadaian (...)"}}'' Pada masa pemerintahan ''gemeente'' (kotapraja), kawasan tersebut berkembang menjadi pusat kota yang dikenal dengan nama ''Europeesche Wijk.{{sfnp|Anwar|2019|p=147|ps=: "Untuk wilayah yang saat ini bernama Jalan Diponegoro, Jalan Yos Sudarso, Jalan Patimura, Jalan Moh. Yamin, pada masa kolonial adalah zona ''Europeesche Wijk'' dihuni oleh orang Eropa yang kaya-raya (...)"}}{{sfnp|Rohman|2020|p=124|ps=: "Pada masa pemerintahan ''gemeente'', kawasan di sekitar rumah dinas asisten Salatiga memang berkembang menjadi pusat kota. Perkembangan ini turut mendorong orang-orang kulit putih untuk menjadikan daerah tersebut sebagai kawasan elit (...)"}}'' Menurut Prakosa, kawasan ini hanya boleh ditempati oleh orang-orang Eropa, Timur Asing, dan masyarakat pribumi yang memiliki penghasilan setara dengan pegawai Eropa, yaitu kategori golongan gaji A (gaji tertinggi).{{sfnp|Prakosa|2017|p=27|ps=: "Selain diskriminasi dalam lapangan politik, ekonomi, sosial, dan hukum, pemerintah kolonial juga membedakan penduduk dalam pola permukiman. Mereka dikelompokkan dalam lokasi tertentu berdasarkan golongan etnis. Golongan Eropa, misalnya, bermukim di sekitar ''Toentangscheweg'' (...)"}} Namun, Supangkat menegarai bahwa ruas ''Julianalaan'' menjadi lokasi alternatif pendirian rumah tinggal itu karena lahan di sekitar Jalan Diponegoro (dahulu bernama ''Toentangscheweg'') mulai padat.{{sfnp|Supangkat|2012|p=35|ps=: "(...) Itulah sebabnya mereka seakan berlomba membangun rumah-rumah dan bangunan dengan arsitektur Eropa yang berhalaman luas di kanan-kiri ''Toentangscheweg'', sampai akhirnya daerah tersebut benar-benar menjadi kawasan permukiman orang Eropa (''Europeesche Wijk'')".}}{{sfnp|Supangkat|2019|p=8|ps=: "(...) Dengan adanya ketetapan tersebut, banyak orang Belanda membangun gedung-gedung berarsitektur Eropa di sepanjang ruas jalan itu. Ketika sudah tidak ada lahan lagi di sana, ruas ''Julianalaan'' menjadi alternatif yang banyak diburu".}}
 
[[Berkas:Keluarga Frederik Bousché (1).jpg|jmpl|260x260px|Frederik Bousché dan Wilhelmina Frederika Kouwenberg bersama keempat anaknya pada 1910.]]
Bangunan rumah ini merupakan salah satu bukti fisik dari konsep kota modern yang memperlihatkan ciri arsitektur kolonial di Kota Salatiga. Hingga tahun [[2020]], kondisi fisik bangunannya terawat dengan baik. Selain itu, bentuk bangunannya masih asli dengan estetika gaya ''art deco'' Indo-Eropa dan belum pernah mengalami perubahan desain maupun renovasi.<ref name=":0">{{Cite web|url=http://salatigakota.go.id/PariwisataBcb.php|title=Bangunan Cagar Budaya|last=Pemerintah Kota Salatiga|first=|date=tanpa tanggal|website=Pemerintah Kota Salatiga|access-date=12 Maret 2020}}</ref> Bangunan rumah tersebut terdiri atas bangunan induk, paviliun di sisi kiri, serta ruang keluarga yang menunjukkan bahwa penghuninya banyak.{{sfnp|Supangkat|2019|p=7-8|ps=: "Rumah tinggal bergaya ''art deco'' ini bisa disebut sebagai kompleks bangunan, karena selain rumah dan paviliun di sisi kirinya, di belakang masih ada bangunan lagi yang merupakan kesatuan dari rumah tersebut (...)"}} Fondasi yang dipakai adalah batu kali besar dan tinggi untuk menghindari resapan air yang dapat merusak tembok, sedangkan atapnya berbentuk perisai ganda tiga dengan pendopo berbentuk gazebo di sudut bangunan. Bangunan rumah serta pekarangan yang luasnya hingga Jalan Margosari ini mulai ditempati oleh keluarga Hasmo Sugijarto sejak tahun [[1950]]. Sugijarto sendiri memiliki istri yang berprofesi sebagai bidan dan delapan orang anak yang semuanya perempuan.''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=245-246|ps=: "Bangunan rumah tinggal bergaya Indo-Eropa yang mulai dikembangkan di Hindia Belanda pada awal abad ke 20 ini masih kokoh dan asli. Belum ada perubahan desain maupun renovasi bentuk (...)"}}''
Rumah ini diperkirakan dibangun pada 1919 dengan pemilik awal bernama Frederik Bousché, seorang Indo-Belanda kelahiran [[Delanggu, Klaten]].{{sfnp|Prakosa|2017|p=64|ps=}} Pada awal pendiriannya, seperti mayoritas orang [[Belanda]] lainnya, Bousché menanam berbagai bunga di halaman rumah tersebut dan memilih motif [[tulip]] untuk lantainya.{{sfnp|Supangkat|2019|p=9|ps=}} Bangunan rumah itu berada di Jalan Moh. Yamin (dahulu bernama ''Julianalaan'') No. 4, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah.<ref>{{Cite web|url=https://www.solopos.com/wisata-salatiga-ini-11-benda-cagar-budaya-714261|title=Wisata Salatiga: Ini 11 Benda Cagar Budaya|last=Saputra|first=Imam Yuda|date=27 April 2016|website=Solopos|access-date=12 Maret 2020}}</ref>{{sfnp|Supangkat|2012|p=21|ps=}}''{{sfnp|Harnoko, dkk|2008|p=42|ps=}}'' Pada masa pemerintahan ''gemeente'' ([[kota praja]] dengan otonomi penuh), kawasan tersebut berkembang menjadi pusat kota yang dikenal dengan nama ''Europeesche Wijk.{{sfnp|Anwar|2019|p=147|ps=}}{{sfnp|Rohman|2020|p=124|ps=}}''
 
Menurut Prakosa, kawasan itu hanya boleh ditempati oleh orang-orang [[Eropa]], [[Asia Timur]], dan masyarakat [[Pribumi-Nusantara|pribumi]] yang memiliki penghasilan setara dengan pegawai Eropa, yaitu kategori golongan gaji A (gaji tertinggi).{{sfnp|Prakosa|2017|p=27|ps=}} Namun, Supangkat menegarai bahwa ruas ''Julianalaan'' menjadi lokasi alternatif pendirian rumah tinggal tersebut karena lahan di sekitar Jalan Diponegoro (dahulu bernama ''Toentangscheweg'') mulai padat.{{sfnp|Supangkat|2012|p=35|ps=}}{{sfnp|Supangkat|2019|p=8|ps=}}
 
Bangunan ini merupakan salah satu bukti fisik dari konsep kota modern arsitektur kolonial di Kota Salatiga. Secara umum, kondisi fisiknya terawat dengan baik hingga tahun 2023. Selain itu, bentuk bangunannya masih asli dengan estetika gaya ''art deco'' Indo-Eropa dan belum pernah mengalami perubahan desain maupun renovasi.<ref name=":0">{{Cite web|last=Pemerintah Kota Salatiga|first=|date=|title=Bangunan Cagar Budaya|url=http://salatigakota.go.id/PariwisataBcb.php|website=Pemerintah Kota Salatiga|archive-url=https://web.archive.org/web/20190911023151/http://salatigakota.go.id/PariwisataBcb.php|archive-date=11 September 2021|dead-url=yes|access-date=12 Maret 2020}}</ref> Bangunan rumah tersebut terdiri atas bangunan induk, paviliun di sisi kiri, serta ruang keluarga yang menunjukkan bahwa penghuninya banyak.{{sfnp|Supangkat|2019|p=7–8|ps=}}
 
Menurut Supangkat, [[Fondasi (arsitektur)|fondasi]] yang dipakai di rumah itu adalah batu kali besar dan tinggi untuk menghindari resapan air yang dapat merusak tembok, sedangkan atapnya berbentuk perisai ganda tiga dengan pendopo berbentuk [[gazebo]] di sudut bangunan. Bangunan rumah dan pekarangan yang luasnya hingga Jalan Margosari tersebut mulai ditempati oleh keluarga Hasmo Sugijarto sejak tahun 1950. Sugijarto sendiri memiliki istri yang berprofesi sebagai [[bidan]] dan delapan orang anak yang semuanya perempuan. Hal inilah yang menyebabkan bangunan rumah ini pernah dijadikan sebagai klinik bersalin.''{{sfnp|Rahardjo, dkk|2013|p=245–246|ps=}}{{sfnp|Supangkat|2019|p=10|ps=}}''
 
== Kompensasi pelestarian ==
 
Rumah tinggal yang berdekatan dengan [[Kantor Pos Salatiga]] tersebut terdaftar sebagai salah satu cagar budaya di Kota Salatiga dengan Nomor Inventaris 111-73/Sla/67{{efn|Berdasarkan hasil kajian dan identifikasi bangunan bersejarah di Kota Salatiga yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Salatiga bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah tahun 2009 ({{harvnb|Hatmadji, dkk|2009|pp=3}}).}}''{{sfnp|Hatmadji, dkk|2009|p=133-135|ps=: "Nama BCB/Situs : Rumah Tinggal (dr. R. Hasmo Sugijarto); No. Inventaris : 11-73/Sla/67; Lokasi : Jl. Moh. Yamin 4 Salatiga (...)"}}'' dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.<ref name=":0" /> Pada 17 Juni 2015, bangunan ini menerima penghargaan dalam bentuk pemberian kompensasi pelestarian dari BPCB Jawa Tengah bersama dengan empat bangunan lain di Kota Salatiga. Kompensasi tersebut diserahkan kepada Sri Kadarinah selaku pemilik dan pengelola bangunan. Adapun empat bangunan lain itu adalah [[GPIB Tamansari Salatiga]] (diserahkan kepada Marthinus Mijan Rukait selaku Ketua IV Pelaksana Harian Majelis GPIB Tamansari Salatiga), Susteran OSF St. Fransiskus Xaverius (diserahkan kepada Suster Kepala Maria Gratia Surtinan), [[Rumah Tinggal Notosoegondo]] (diserahkan kepada Hendriani selaku pemilik dan pengelola bangunan), dan [[Toko Aneka Jaya]] (diserahkan kepada Heriyanto selaku pemilik dan pengelola bangunan).<ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/pemberian-kompensasi-pelestari-cagar-budaya-kota-salatiga/|title=Pemberian Kompensasi Pelestari Cagar Budaya Kota Salatiga|last=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah|first=|date=19 Juni 2015|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia|access-date=11 Maret 2020}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/bangunan-bangunan-di-kota-salatiga-penerima-kompensasi-pelestarian/|title=Bangunan-Bangunan di Kota Salatiga Penerima Kompensasi Pelestarian|last=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah|first=|date=19 Juni 2015|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia|access-date=11 Maret 2020}}</ref>
Rumah tinggal yang berdekatan dengan [[Kantor Pos Salatiga]] tersebut terinventarisasi untuk ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya di Kota Salatiga dengan Nomor Inventaris 11-73/Sla/67{{efn|Berdasarkan hasil kajian dan identifikasi bangunan bersejarah di Kota Salatiga yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Salatiga bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah tahun 2009 ({{harvnb|Hatmadji, dkk|2009|pp=3}}).}}''{{sfnp|Hatmadji, dkk|2009|p=133–135|ps=}}'' dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.<ref name=":0" /> Pada 17 Juni 2015, bangunan ini menerima penghargaan dalam bentuk pemberian kompensasi pelestarian dari BPCB Jawa Tengah bersama dengan empat bangunan lain di Kota Salatiga.<ref name=":1" /><ref name=":2" />
 
Rumah tinggal yang berdekatan dengan [[Kantor Pos Salatiga]] tersebut terdaftar sebagai salah satu cagar budaya di Kota Salatiga dengan Nomor Inventaris 111-73/Sla/67{{efn|Berdasarkan hasil kajian dan identifikasi bangunan bersejarah di Kota Salatiga yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Salatiga bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah tahun 2009 ({{harvnb|Hatmadji, dkk|2009|pp=3}}).}}''{{sfnp|Hatmadji, dkk|2009|p=133-135|ps=: "Nama BCB/Situs : Rumah Tinggal (dr. R. Hasmo Sugijarto); No. Inventaris : 11-73/Sla/67; Lokasi : Jl. Moh. Yamin 4 Salatiga (...)"}}'' dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.<ref name=":0" /> Pada 17 Juni 2015, bangunan ini menerima penghargaan dalam bentuk pemberian kompensasi pelestarian dari BPCB Jawa Tengah bersama dengan empat bangunan lain di Kota Salatiga. Kompensasi tersebut diserahkan kepada Sri Kadarinah selaku pemilik dan pengelola bangunan. Adapun empatEmpat bangunan lain itu adalah [[GPIB Tamansari Salatiga]] (diserahkan kepada Marthinus Mijan Rukait selaku Ketua IV Pelaksana Harian Majelis GPIB Tamansari Salatiga), Susteran OSF St. Fransiskus Xaverius (diserahkan kepada Suster Kepala Maria Gratia Surtinan), [[Rumah Tinggal Notosoegondo]] (diserahkan kepada Hendriani selaku pemilik dan pengelola bangunan), dan [[Toko Aneka Jaya]] (diserahkan kepada Heriyanto selaku pemilik dan pengelola bangunan).<ref name=":1">{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/pemberian-kompensasi-pelestari-cagar-budaya-kota-salatiga/|title=Pemberian Kompensasi Pelestari Cagar Budaya Kota Salatiga|last=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah|first=|date=19 Juni 2015|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia|access-date=11 Maret 2020}}</ref><ref name=":2">{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/bangunan-bangunan-di-kota-salatiga-penerima-kompensasi-pelestarian/|title=Bangunan-Bangunan di Kota Salatiga Penerima Kompensasi Pelestarian|last=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah|first=|date=19 Juni 2015|website=Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia|access-date=11 Maret 2020}}</ref>
 
== Lihat pula ==
Baris 30 ⟶ 56:
 
* {{Cite book|title=Salatiga dalam Lintasan Sejarah|last=Harnoko|first=Darto, dkk|publisher=Dinas Pariwisata, Seni, Budaya, dan Olah Raga Kota Salatiga|year=2008|isbn=|location=Salatiga|pages=|ref={{sfnref|Harnoko, dkk|2008}}}}
* {{Cite journal|last=Hatmadji, Tri, dkk|publisher=Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah|location=Klaten|first=|date=|year=2009|orig-year=|title=CagarKajian Budayadan Hasil Identifikasi Bangunan Bersejarah di Kota Salatiga|url=https://www.academia.edu/31840491/Cagar_budaya_salatiga|ref={{sfnref|Hatmadji, dkk|2009}}}}
* {{Cite book|title=Diskriminasi Rasial di Kota Kolonial: Salatiga 1917-19421917–1942|last=Prakosa|first=Abel Jatayu|date=|publisher=Sinar Hidoep|year=2017|isbn=|location=Semarang|page=|pages=|ref={{sfnref|Prakosa|2017}}}}
* {{Cite book|title=Sejarah Bangunan Cagar Budaya Kota Salatiga|last=Rahardjo, Slamet, dkk|first=|publisher=Pemerintah Daerah Kota Salatiga|year=2013|isbn=|location=Salatiga|pages=|ref={{sfnref|Rahardjo, dkk|2013}}}}
* {{Cite book|title=Gedung-Gedung Tua yang Melewati Lorong Waktu Salatiga|last=Supangkat|first=Eddy|publisher=Griya Media|year=2019|isbn=|location=Salatiga|pages=|ref={{sfnref|Supangkat|2019}}}}
* {{Cite book|title=Salatiga: Sketsa Kota Lama|last=Supangkat|first=Eddy|date=|publisher=Griya Media|year=2012|isbn=|location=Salatiga|page=|pages=|ref={{sfnref|Supangkat|2012}}}}
 
'''Jurnal ilmiah'''
 
* {{Cite journal|last=Anwar|first=Muhammad Khoirul|year=Agustus 2019|title=Rekonstrusi Kota Kolonial Salatiga dan Kontribusi Teknologi ''Geographical Information System''|url=https://jurnal.ugm.ac.id/sasdayajournal/article/view/50349/25831|journal=Sasdaya (Gadjah Mada Journal of Humanities)|volume=3|issue=2|pages=|doi=|issn=2549-3884|ref={{sfnref|Anwar|2019}}}}
* {{Cite journal|last=Rohman|first=Fandy Aprianto|year=Juni 2020|title=Administrasi Pemerintahan ''Gemeente'' di Salatiga 1917-19421917–1942|url=https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/view/64|journal=Walasuji|volume=11|issue=1|pages=|doi=|issn=2502-2229|ref={{sfnref|Rohman|2020}}|access-date=2020-06-18|archive-date=2020-06-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20200618142759/https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/view/64|dead-url=yes}}
 
'''LainnyaBacaan lanjutan'''
 
* {{Cite book|title=Otonomi Daerah di Hindia-Belanda (1903–1940)|last=Darmiati|first=dkk|publisher=CV. Sejahtera|year=1999|isbn=|location=Jakarta|pages=|page=|url-status=live|ref={{sfnref|Darmiati, dkk|1999}}}}
* {{Cite journal|last=Hatmadji, Tri, dkk|publisher=Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah|location=Klaten|first=|date=|year=2009|orig-year=|title=Cagar Budaya Salatiga|url=https://www.academia.edu/31840491/Cagar_budaya_salatiga|ref={{sfnref|Hatmadji, dkk|2009}}}}
* {{Cite book|title=Riwayat Kota Salatiga|last=Handjojo|first=M.S.|publisher=Sechan Press|year=1978|isbn=|location=Salatiga|pages=|page=|url-status=live|ref={{sfnref|Handjojo|1978}}}}
* {{Cite book|title=Hari Jadi Kota Salatiga 24 Juli 750|last=Kartoatmadja|first=dkk|publisher=Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga|year=1995|isbn=|location=Salatiga|pages=|page=|url-status=live|ref={{sfnref|Kartoatmadja, dkk|1995}}}}
* {{Cite book|title=Sedjarah Daerah Jawa Tengah|last=Oemar|first=Mohammad, dkk|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1978|isbn=|location=Jakarta|pages=|page=|url-status=live|ref={{sfnref|Oemar, dkk|1978}}}}
* {{Cite book|title=Kajian Pemekaran Kota Salatiga|last=Purnomo|first=Daru, dkk|publisher=Pusat Kajian Kependudukan dan Pemukiman Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana|year=2015|isbn=|location=Salatiga|pages=|page=|url-status=live|ref={{sfnref|Purnomo, dkk|2015}}}}
{{refend}}
 
== Pranala luar ==
{{commons category|Rumah Tinggal Hasmo Sugijarto}}
* [https://nasional.kompas.com/read/2009/12/31/04002997/bangunan.cagar.budaya.akan.dijadikan.mal Bangunan Cagar Budaya Akan Dijadikan Mal]
* [https://www.academia.edu/31639133/CAGAR_BUDAYA_FIX_V-VI Bangunan Cagar Budaya Salatiga]
* [http://scientiarum.com/2014/09/19/selain-hancur-dan-diinjak-orang/ Bangunan Cagar Budaya Salatiga: Selain Hancur dan Diinjak Orang]
* [https://radarsemarang.jawapos.com/berita/jateng/salatiga/2019/08/15/bangunan-cagar-budaya-terancam-musnah/ Bangunan Cagar Budaya Terancam Musnah]
* [https://regional.kompas.com/read/2014/10/05/07334171/Dilema.Pelestarian.Benda.Cagar.Budaya.di.Salatiga.1.?page=all Dilema Pelestarian Benda Cagar Budaya di Salatiga]
* [https://nationalgeographic.grid.id/read/13300042/salatiga-lelakon-tinggalan-kota-garnisun-di-pinggang-merbabu?page=all Salatiga, Lelakon Tinggalan Kota Garnisun di Pinggang Merbabu]
 
{{Salatiga-stub}}
 
{{Salatigaarkeologi-stub}}
[[Kategori:Kota Salatiga]]
[[Kategori:Cagar budaya di Indonesia]]