Melayu Sanggau: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
LaninBot (bicara | kontrib)
k Ibukota → Ibu kota
Blackman Jr. (bicara | kontrib)
←Mengalihkan ke Suku Melayu
Tag: Pengalihan baru
 
(21 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
#ALIH [[Suku Melayu]]
[[Berkas:My Art (10).jpg|jmpl|505x505px|Lukisan Suasana Pemberian Titah oleh Sri Paduka Yang Mulia kepada para Hulu Balang Diraja di ruang musyawarah balai Istana Surya Negara Sanggau.]]
[[Melayu]] [[Kabupaten sanggau|Sanggau]] (Bahasa Melayu : Melayu Sanggau, Jawi : '''ملايو سڠاو''', Bahasa Belanda : Sanggau Maleis) adalah sebuah kelompok etnis dari [[Suku Melayu]] yang menghuni sebagian besar wilayah [[Kabupaten Sanggau]], jumlah Masyarakat Melayu Sanggau yang tersebar di Nusantara kurang lebih sekitar 300.000 orang (kurang lebih 200.000 ribu orang di Sanggau sekarang, masih perlu rujukan). Nama "Sanggau" sendiri diambil dari kata Sangga yang memiliki arti Penyangga, karena pada masa lalu daerah hilir sungai Sekayam tepatnya di muara sungai dan sekitarnya merupakan daerah Penyangga Ekonomi (Pelabuhan, Pasar Sanggau sekarang) dan daerah Penyangga Militer (Benteng Pertahanan Kerajaan Sanggau di wilayah Pancur Aji di hilir dan Batu Lamai Dara di hulu). Selain itu, masyarakat setempat juga menyebutkan daerah ini sebagai "Sangau" atau dalam penulisan bahasa Arab-Melayu adalah "'''سڠاو'''". Karena masyarakat pada masa itu lazim menggunakan tulisan dengan huruf Arab-Melayu.
 
== Mata Pencaharian ==
Permukiman masyarakat Melayu Sanggau yang kebanyakan tinggal didaerah pesisir memberikan pengaruh kepada sebagian besar mata pencaharian mereka sebagai Nelayan dan Petani, dalam profesi sebagai Petani kebanyakan masyarakat Melayu Sanggau merupakan Petani Kelapa, Petani Sahang, Petani Padi, dan Petani Karet model bercocok tanam padi masyarakat Melayu Sanggau ialah Padi Sawah, selain itu Masyarakat Melayu Sanggau biasanya juga menjadi Penambang perahu, Tukang Kayu (Arsitek), Guru Agama, dan mereka juga merupakan pedagang yang ulung. Seiring dengan kemajuan modernitas zaman banyak generasi masyarakat Melayu Sanggau yang sekarang bekerja di bidang Pemerintahan, membuka usaha Sektor & Industri, Guru Sekolah, Dosen, Pilot, bergabung dalam Tentara Nasional Indonesia, Polisi dan lain-lain.
 
== Gelaran Diraja ==
Dalam masyarakat Melayu Sanggau didapati berbagai macam gelaran yang umumnya akan kita jumpai, Antara Gelaran Diraja yang digunakan oleh Masyarakat Melayu Sanggau ialah :
 
* Gusti - Utin, Gelaran ini digunakan oleh kerabat Istana dari Dinasty Surya Negara, Gelaran Gusti untuk Lelaki dan Utin untuk Perempuan.
* Ade - Galuh, Gelaran ini digunakan oleh kerabat Istana dari Dinasty Paku Negara, Gelaran Abang untuk lelaki dan Dayang untuk Perempuan.
 
* Abang - Dayang, Gelaran ini merupakan gelaran kerabat Diraja pada masa Kerajaan Sanggau yang masih berada di Ibu kota lama (Mengkiang). Selain itu, gelaran ini ini juga biasanya dijumpai pada masyarakat Melayu Sanggau dan merupakan gelaran tertua. Gelaran Abang untuk Lelaki dan Dayang untuk Perempuan.
 
Selain ditemukan di Sanggau gelaran-gelaran Diraja tersebut juga dipakai didaerah lain seperti di Sekadau, Sintang, Melawi, Kapuas Hulu ayan, Sukadana, Matan, Landak juga Sarawak, Malaysia. Seiring penyebaran dan merantaunya masyarakat-masyarakat Melayu, lazimnya orang dengan gelaran ini akan dapat dijumpai diseluruh daerah Kalimantan Barat. Walaupun agak sukar dan jarang gelaran-gelaran tersebut juga bisa dijumpai di Riau, Malaysia, Bangka Belitung, dan Sumatera ini merupakan pembawaan perantau-perantau dari daerah-daerah tadi (biasanya Abang dan Dayang) kedaerah-daerah luar Kalimantan.
 
== Agama dan Kepercayaan ==
Umumnya, masyarakat Melayu Sanggau menganut agama Islam walaupun masih ada yang menganuti agama-agama kepercayaan. Proses masuknya Islam ke negeri Sanggau tidak lepas dari pengaruh kerajaannya suatu ketika dahulu, tercatat bahwa Ratu Dayang Mas Ratna yang pada waktu itu masih menganut ajaran Hindu-Budha lah yang pertama kali menerima ajaran Islam melalui Kiayi Patih Gemintir dan diikuti oleh seluruh kerabat Istana lalu perlahan-lahan menyebar kepada penduduk dan rakyat dilingkungan Istana, setelah ''"Berislam"'' Ratu Dayang Mas Ratna kemudian menikah dengan Kiayi Patih Gemintir atau Abang Abdurrahman yang bergelar Sultan Nurul Kamal, peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1400 M, semenjak itu juga yang menduduki tahta tertinggi (Sultan/Raja) adalah laki-laki, Sultan Nurul Kamal sendiri bertahta dari tahun 1450 - 1485 M.