Etnografi siber: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan. Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala |
|||
(34 revisi perantara oleh 14 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Cleanup rewrite|date=Oktober 2020}}
Etnografi Dunia Maya adalah adaptasi metode penelitian etnografi pada ranah maya. Kultur dan manusia merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Malinowski (1942) dalam karyanya yang berjudul Man's Culture And Man's Behavior secara jelas menyatakan bahwa “Culture is clearly the fullest context of all human activities” Setiap tindakan manusia pasti bermuatan kultural dan setiap kultural merupakan hasil tindakan manusia. Hal serupa ada dalam segala aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan internet. Sebaran budaya di ranah ini terbentang dari wilayah personal hingga publik. Mulai dari pembentukan identitas pribadi, pemaknaan kolektif terhadap segala aspek kehidupan dunia maya internet, hingga kepemilikan terhadap kultur yang dibangun bersama merupakan segala yang mungkin berkaitan kultur dan manusia di ranah maya internet (Bromseth & Sundén, 2011; Campbell, 2011) .▼
Studi etnografi tradisional mengamati interaksi antara individu-individu yang tinggal bersama. Etnografi budaya dan komunitas daring memperluas studi etnografi hingga pada keadaan di mana interaksi dimediasi secara teknologi, bukan tatap muka langsung. Oleh karena itu, etnografi siber mengatasi keterbatasan dalam pengertian tradisional tentang penelitian lapangan. Komunitas online dapat menciptakan budaya bersama melalui interaksi yang dimediasi secara digital. Meskipun penelitian lapangan etnografis siber sering diperdebatkan,<ref name="Ferguson 192">{{Cite book|last=Ferguson|first=Prof James|date=1997-08-28|url=https://books.google.co.id/books?id=C4fUmMDEbUIC&lpg=PP1&pg=PA192#v=onepage&q&f=false|title=Anthropological Locations: Boundaries and Grounds of a Field Science|location=|publisher=University of California Press|isbn=978-0-520-20680-9|pages=192|language=en|url-status=live}}</ref> metode tersebut semakin diterima.<ref name="Garcia 53">{{Cite journal|last=Garcia|first=Angela Cora|last2=Standlee|first2=Alecea I.|last3=Bechkoff|first3=Jennifer|last4=Yan Cui|date=2009-02|title=Ethnographic Approaches to the Internet and Computer-Mediated Communication|url=http://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0891241607310839|journal=Journal of Contemporary Ethnography|language=en|volume=38|issue=1|pages=53|doi=10.1177/0891241607310839|issn=0891-2416}}</ref>
Kultur di dunia maya internet merupakan hasil produksi dan reproduksi makna manusia terhadap aktivitasnya melalui jaringan internet global (Bell, 2006; Escobardkk., 1994; S. Jones, 1997; Lovink, 2002). Bersama para pengguna internet lain mempertukarkan gagasan dan ide yang kemudian menghasilkan karya, cipta, dan karsa di dunia maya internet maupun dunia. Melalui interaksi di ranah ini, manusia juga mempertukarkan dan membangun tata nilainya sendiri (Lalueza, Crespo, & Bria, 2008). Hal ini seiring dengan penggunaan dan perkembangan bahasa, tata nilai, teknologi, struktur masyarakat manusia yang menggunakan internet (Bell, 2006; Fuchs, 2007; Hine, 2000) .▼
== Ragam metodologi ==
Tidak heran dibutuhkan sebuah metode yang menyeluruh dan mendalam untuk memahami kultural di ranah ini (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Bukan sekedar berupaya mendeskripsikan tentang hal yang terjadi, melainkan juga menghadirkan visi kultural dari para pemilik pemiliknya (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Hanya mereka yang bergelut dengan kulturnya yang benar-benar memahami kultur tersebut secara utuh. Perlu ada sebuah metode yang mampu membantu pihak diluar pemilik kultural untuk dapat memahami hal tersebut. Pilihan untuk mengadopsi penelitian etnografi merupakan pilihan yang sesuai dengan tujuan ini (Kozinets, 1998, 2002, 2010). Metode yang berkembang dari upaya para penjelajah pada abad pertengahan untuk memahami kaum pribumi dapat dimanfaatkan untuk memahami kehidupan kultural di dunia maya internet (Angrosino, 2005; Denzin & Lincoln, 2005a).▼
Etnograf telah melakukan pendekatan terhadap studi Internet dalam berbagai cara berbeda. Berbagai istilah merujuk pada berbagai formulasi pendekatan metodologis untuk etnografi dunia maya. Banyak yang berusaha mempertahankan metode tradisi etnografi yang sudah mapan. Beberapa orang berpendapat bahwa etnografi yang dilakukan secara daring melibatkan pendekatan metodologis yang khas. Yang lain berpikir bahwa etnografi siber bukanlah bentuk etnografi yang berbeda meskipun meneliti internet secara etnografis memaksa peneliti untuk memikirkan ulang asumsi dan konsep dasar etnografi.<ref name="Figaredo 1">{{Cite journal|last=Figaredo|first=Daniel Domínguez|last2=Beaulieu|first2=Anne|last3=Estalella|first3=Adolfo|last4=Gómez|first4=Edgar|last5=Schnettler|first5=Bernt|last6=Read|first6=Rosie|date=2007-09-30|title=Virtual Ethnography|url=https://www.qualitative-research.net/index.php/fqs/article/view/274|journal=Forum Qualitative Sozialforschung / Forum: Qualitative Social Research|volume=8|issue=3|pages=1|doi=10.17169/fqs-8.3.274|issn=1438-5627|quote=There are those who consider that virtual ethnography involves adistinctive methodological approach and those who consider that researching the Internet ethnographically forces us to reflect on fundamental assumptions and concepts of ethnography, but that it doesn't mean a distinctive form of ethnography.}}</ref>
== Pandangan etika ==
Etnografi merupakan metode penelitian yang dikhususkan untuk memahami aspek kultural dalam masyarakat (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Memanfaatkan segala informasi dan data yang ada metode ini membantu peneliti atau pihak yang ingin melakukan kajian kultural memahami perilaku-perilaku manusia dalam dan konteks sosialnya. Perilaku manusia bukan sekedar hasrat individu, melainkan berkaitan dengan tata nilai yang ada dalam kelompoknya. Sesuatu yang dibangun dan direproduksi melalui segenap tindakan para anggotanya. Melalui hal ini mereka membangun identitas, makna, keyakinan, hingga visi kultural bersama.▼
Selama etnografi siber mirip dengan etnografi tradisional, hal itu akan menimbulkan pertimbangan etis yang serupa. Namun, sifat ruang daring memang memunculkan masalah etika baru, termasuk yang terkait dengan persetujuan subjek manusia, perlindungan privasi atau anonimitas subjek penelitian, dan apakah etnografi siber mungkin merupakan bentuk "penyadapan elektronik."<ref name="Wilson 461">{{Cite journal|last=Wilson|first=Samuel M.|last2=Peterson|first2=Leighton C.|date=2002-10-01|title=The Anthropology of Online Communities|url=https://www.annualreviews.org/doi/10.1146/annurev.anthro.31.040402.085436|journal=Annual Review of Anthropology|volume=31|issue=1|pages=461|doi=10.1146/annurev.anthro.31.040402.085436|issn=0084-6570|quote=For some researchers, the statements made in publicly accessible discussion boards or other communication spaces are in the public domain and may thus be freely used by researchers. For others, this is a form of electronic eavesdropping that violates the speaker's expectation of privacy. For others, this is a form of electronic eavesdropping that violates the speaker's expectation of privacy.}}</ref> Dengan demikian, ada masalah etika yang signifikan seputar penggunaan alat digital, pengumpulan data dari dunia maya, dan apakah ahli etnografi siber menghormati privasi di dunia maya.<ref name="Hesse-Biber 184">{{Cite book|last=Hesse-Biber|first=Sharlene Nagy|date=2011-01-15|url=https://books.google.co.id/books?id=Q9HlpMF7GgkC&lpg=PP1&pg=PP1#v=onepage&q&f=false|title=The Handbook of Emergent Technologies in Social Research|location=|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-970625-9|pages=184|language=en|quote=In sum, if our identities in cyberspace are extensions of our off-line identities, they must be afforded the same ethical consideration as they would be given in the off-line world.|url-status=live}}</ref>{{Cleanup rewrite|date=Oktober 2020}}'''Etnografi Siber''' adalah metode penelitian [[etnografi]] pada media [[Dunia maya|maya]].
Studi etnografi tradisional mengamati interaksi antara individu-individu yang tinggal bersama. Etnografi budaya dan [[Komunitas maya|komunitas daring]] memperluas studi etnografi hingga pada keadaan di mana interaksi dimediasi oleh [[teknologi]], bukan tatap muka langsung. Oleh karena itu, etnografi siber mengatasi keterbatasan dalam pengertian tradisional tentang penelitian lapangan. Komunitas daring dapat menciptakan budaya bersama melalui interaksi yang dimediasi secara digital. Meskipun penelitian lapangan etnografis siber sering diperdebatkan,<ref name="Ferguson 192"/> metode tersebut semakin diterima.<ref name="Garcia 53"/>
Penggunaan ini relevan karena internet telah berkembang lebih dari sarana interaksi dan komunikasi melainkan dunia kultural. Pada ranah maya internet dapat ditemukan beragam kultur. Online game culture (T. L. Taylor, 2011; D. Williamsdkk., 2006), cyberactivism (Ayers, 2006; McCaughey & Ayers, 2013), hack culture , mobile culture (Goggin, 2012) merupakan beberapa kultur yang berkaitan interaksi manusia di dunia maya internet. Hack culture merupakan kultur yang dibangun oleh komunitas hacker dan programer komputer. Cyberactivism merujuk kepada penggunaan internet sebagai saran gerakan sosial atau kegiatan aktivisme (McCaughey & Ayers, 2013). Online game culture merupakan kultur yang tercipta dari interaksi antar pemain sebuah permainan atau antar permainan online (Shaw, 2010). Varian kultur ini beragam sesuai dengan permaian online yang dimainkan serta interaksi antar pemainan. Mobile culture merupakan kultur yang tercipta dari penggunaan telepon seluler (Goggin, 2012; Hjorth, 2008). Kompleksitas mobile culture bertambah kompleks seiring terintergrasinya jaringan internet global ke dalam perangkat telepon seluler. ▼
== Ragam metodologi ==
Tentu etnografi tidak dapat diterapkan secara utuh seperti penerapannya pada ranah kehidupan nyata sosial. Perlu ada penyesuaian agar metode ini dapat diterapkan untuk riset di dunia maya internet (Hine, 2000). Tidak ada kehadiran fisik pada ranah maya internet merupakan penyebabnya. Semua terjadi melalui representasi teks, gambar, video, dan audio yang hadir di layar komputer. Tidak ada komunikasi tatap muka langsung di ranah maya ini. Semua termediasi melalui jaringan internet global. Hal ini tentu menjadi hambatan bagi peneliti etnografi konvensional yang ingin terlibat secara menyeluruh dalam seluruh aktivitas subyek penelitiannya (Hine, 2000; Murthy, 2008). Pembicaraan komunitas yang teliti hanya dapat diamati melalui ruang percakapan komunitas seperti chatroom, thread internet forum, grup Facebook. Komunikasi dua arah antar pengguna atau anggota komunitas juga kurang dapat diamati karena proses ini cenderung menggunakan sarana komunikasi yang bersifat privat seperti private chat atau private message. Jika ada komunikasi dua arah antar pengguna yang dapat diamati, maka hal tersebut cenderung terbatas karena tidak semua pengguna mau membuka isi komunikasi yang dilakukan.▼
Etnograf telah melakukan pendekatan terhadap studi [[Internet]] dalam berbagai cara berbeda. Berbagai istilah merujuk pada berbagai formulasi pendekatan metodologis untuk etnografi dunia maya. Banyak yang berusaha mempertahankan metode tradisi etnografi yang sudah mapan. Beberapa orang berpendapat bahwa etnografi yang dilakukan secara daring melibatkan pendekatan metodologis yang khas. Yang lain berpikir bahwa etnografi siber bukanlah bentuk etnografi yang berbeda meskipun meneliti internet secara etnografis memaksa peneliti untuk memikirkan ulang asumsi dan konsep dasar etnografi.<ref name="Figaredo 1"/>
== Pandangan etika ==
Selama etnografi siber mirip dengan etnografi tradisional, hal itu akan menimbulkan pertimbangan etis yang serupa. Namun, sifat ruang daring memunculkan masalah [[etika]] baru, terkait dengan persetujuan [[Subjek penelitian|subjek manusia]], perlindungan [[Kerahasiaan pribadi|privasi]] atau [[anonimitas]] subjek penelitian, dan apakah etnografi siber mungkin merupakan bentuk "penyadapan elektronik."<ref name="Wilson 461"/> Dengan demikian, ada masalah etika yang signifikan seputar penggunaan alat digital, [[Pengumpulan Data Dalam Penelitian|pengumpulan data]] dari dunia maya, dan apakah ahli etnografi siber menghormati privasi di dunia maya.<ref name="Hesse-Biber 184"/>
Etnografi siber
▲Etnografi Dunia Maya adalah adaptasi metode penelitian etnografi pada ranah maya. Kultur dan manusia merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Malinowski (1942) dalam karyanya yang berjudul Man's Culture And Man's Behavior
▲Kultur di dunia maya internet merupakan hasil produksi dan reproduksi makna
▲Tidak heran dibutuhkan sebuah metode yang menyeluruh dan mendalam untuk memahami kultural di ranah ini (Kozinets, 1998, 1999, 2006, 2010). Bukan
▲Etnografi merupakan metode penelitian yang dikhususkan untuk memahami aspek kultural dalam masyarakat (Bryman, 2012; Neuman, 2013; Spradley, 1997). Memanfaatkan segala informasi dan data yang ada metode ini membantu peneliti atau pihak yang ingin melakukan kajian kultural memahami perilaku-perilaku manusia dalam dan konteks sosialnya. [[Perilaku manusia]] bukan
▲Penggunaan ini relevan karena internet telah berkembang lebih dari sarana interaksi dan komunikasi melainkan dunia kultural. Pada ranah
▲Tentu etnografi tidak dapat diterapkan secara utuh seperti penerapannya pada ranah kehidupan nyata sosial. Perlu ada penyesuaian agar metode ini dapat diterapkan untuk riset di dunia maya internet (Hine, 2000). Tidak ada kehadiran fisik pada ranah maya internet merupakan penyebabnya. Semua terjadi melalui representasi teks, gambar, video, dan audio yang hadir di layar komputer.
Tantangan lain yang harus dihadapi oleh periset etnografi di ranah ini yakni mengenai pengumpulan data. Ketidakkehadiran fisik menuntut periset untuk melakukan wawancara, dan observasi yang termediasi (Bengry-Howell, Wiles, Nind, & Crow, 2011; Kozinets, 2010). Meski dalam kondisi-kondisi tertentu wawancara dapat dilakukan secara tatap muka, ada kencenderungan proses pengumpulan data ini dilakukan menggunakan korespondensi email atau aplikasi chatting (García-Álvarezdkk., 2015; Kozinets, 2002, 2006). Observasi juga hanya dapat dilakukan dengan mengamati percakapan yang tampak terjadi di ruang terbuka milik komunitas (García-Álvarezdkk., 2015; Kozinets, 2002, 2006). Minim gimik dan raut wajah yang mampu diamati dalam proses komunikasi. Cermatan dapat dilakukan pada penggunaan simbol dan tanda yang dari percakapan, interaksi, komunikasi, dan segenap kehidupan dalam komunitas..
Baris 18 ⟶ 35:
Segenap tantangan ini bukan menjadi penghalang bagi periset etnografi di dunia maya internet. Hal justru harus dijawab dengan menghadirkan sebuah metode etnografi di dunia maya internet yang cemat (Garciadkk., 2009). Upaya ini penting dilakukan karena di masa yang akan datang, dunia maya internet bukan sebuah ranah yang terpisah dari kehidupan nyata sosial manusia. Ruang dan waktu ini berbaur dengan realitas kehidupan manusia (Lifton & Paradiso, 2010). Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah pengguna dan waktu penggunaan internet setiap tahunnya. Demikian juga dengan kultur para pengguna internet yang bergerak dinamis seiring dengan perkembangan teknologi dan dinamika sosial yang terjadi diantara pengguna (Garciadkk., 2009).
Beberapa riset telah menunjukan telah menunjukan perubahan perilaku dan kultural yang terjadi pada pengguna
== Mengenal Netnografi<ref name=":0">Pratama, B.I.P. (2016). ''Etnografi Dunia Maya Internet.'' Malang: UB Press</ref> ==
<blockquote>“A good historian of science will note that laypeople and scholars present at the birth of electricity, the railroad, the telephone, the television, and most of the other major innovations uttered similar pronouncements. But, as it inevitably turns out, our theories and techniques almost always can accommodate the new phenomena, be they global air travel or digital avatars in virtual worlds. In fact, shedding light on the similarities and differences with what has gone before – theoretically and substantively – is very often our objective as scholars and scientific thinkers.” (Kozinets, 2010)<ref>[null Kozinets, R. V. (2010). ''Netnography''. London: Sage.]</ref></blockquote>
Pembahasan tentang netnografi tidak dapat dilepaskan dari entnografi. Metode ini yang kemudian menginspirasi kemunculan netnografi (Kozinets, 1998, 1999, 2010). Sebuah bentuk aplikasi etnografi
Etnografi sebagai peletak dasar visi penelitian netnografi merupakan sebuah metode yang berusaha untuk mengungkapkan cara pandang, pemaknaan, dan konstruksi
Visi kultural masyarakat merupakan tema yang menjadi perhatian utama penelitian ini (Neuman, 2013; Spradley, 1997). Etnografi tidak berusaha mengonstruksi kembali cara pandang masyarakat tersebut, tetapi mengajak pembacara memandang realitas dengan cara pandangan masyarakat tesebut. Menurut Wolcott (2005), peneliti etnografi
Penjabaran tersebut mengarahkan bahwa etnografi
''Ethnography is about revealing context and thus complexity. The potential of this method lies not in a reduction of complexity, not in the construction of models, but in what Geertz calls "thick description”'' Wittel dalam (Kozinets, 1998). ''Thick description'' menjadi hal yang tidak dapat diabaikan dalam hal ini (Geertz, 1992). Peneliti perlu berusaha meraih setiap
Hal tersebut baru dapat muncul ketika penelitian ini dapat menghadirkan interaksi individu pemlik kultur
Creswell (2013) menjelaskan ada enam inti elemen yang harus ada dalam penelitian etnografi. ''Pertama,'' penelitian etnografi harus menyajikan penjelasan yang
Hammersley and Atkinson (2007) mengemukakan ada empat karakteristik yang dimiliki oleh penelitian entnografi. ''Pertama,'' keduanya berkesimpulan bahwa penelitian etnografi
== Dimensi-dimensi etnografi<ref name=":0" /> ==
Meski menekankan kepada sudut pandang subyek penelitian/native views, sebuah penelitian etnografi tidak dapat dilepaskan dari sudut pandang peneliti. Hal ini tidak dapat dihindari karena seorang peneliti memiliki kognisi bawan walaupun ia dituntut mampu menghadirkan sajian yang murni.
Sebuah penelitian etnografi akan menyajikan kedua dimensi. Hanya tingkat kecenderungan yang dari sebuah penelitian yang membedakannya dengan penelitian lain. Ada penelitian etnografi yang lebih menekankan kepada dimensi emik, tetapi ada juga riset yang lebih memberikan perhatian pada dimensi etik (Amady, 2014). Pada penelitian etnografi yang lebih kuat dimensi etik bukan berarti bahwa penelitian tersebut mengabaikan native views yang menjadi titik tekan etnografi, melainkan lebih menekankan penilaian terhadap data yang diperoleh dari lapangan berdasarkan subyektivitas peneliti. Peneliti etnografi dari eropa mencoba menjelaskan kehidupan kultural di negara-negara jajahan dengan perspektifnya sendiri (Denzin & Lincoln, 2005a). Mereka tidak mengabaikan native views pihak yang diteliti, tetapi menggunakan sudut pandangnya untuk menilai fenomena yang terjadi
Cermatan awal yang dapat digunakan untuk melihat kecenderungan ini dapat diamati dari metode pengumpulan data. Jika peneliti memilih untuk terlibat menyeluruh dalam seluruh aktivitas sosial yang terjadi pada fenomena yang teliti, maka ada kemungkinan bahwa dimensi emik yang akan menguat (Bryman, 2012; Hammersley & Atkinson, 2007; Spradley, 1997). Jika peneliti memilih untuk mengurangi keterlibatan dalam penelitian yang dilakukannya, maka ada peluang dimensi emik dari sebuah penelitian juga berkurang (Bryman, 2012; Hammersley & Atkinson, 2007; Spradley, 1997). Semakin jenuh peneliti bersama subyek penelitian maka semakin tidak mudah peneliti untuk keluar dari cara pandang subyek yang diteliti. Pemikiran ini didasarkan pandangan bahwa tingkat keterlibatan peneliti cenderung berkaitan dengan sikap peneliti menanalisis dan menyajikan penelitian.
Asumsi ini tentu tidak bersifat kaku karena ada hal lain yang ikut mempengaruhi. Relevansi etik atau emik juga berkaitan dengan paradigma yang dipilih (Bryman, 2012; Hammersley & Atkinson, 2007; Kriyantono, 2012; Neuman, 2013). Ketika seorang peneliti memilih bernaung dalam paragdima kritis maka tidak dapat dipungkiri bahwa dimensi etik yang akan menguat (Amady, 2014; Kriyantono, 2012). Ragam riset ini telah melekatkan semangat kritis pada hasrat dan niat peneliti. Periset etnografi telah memiliki asumsi awal bahwa terjadi ketimpangan atau kesenjangan struktur, kelas, dan kekuasaan yang terjadi dalam sebuah fenomena kultural (Kriyantono, 2012; Neuman, 2013). Ia berusaha memahami realitas kultural yang ada kemudian mencoba mengungkapnya dalam sudut pandang kritis.
Kedua dimensi ini pasti ada dalam penelitian etnografi. Bukan untuk meniadakan salah satu diantaranya sama dengan menghilangkan keduannya (Amady, 2014). Etik tidak mungkin mampu ada tanpa kehadiran emik. Hal serupa terjadi pada emik yang tidak mungkin dapat tersaji tanpa dimensi etik. Emik membutuhkan etik untuk memberikan makna dan nilai, tetapi etik juga membutuhkan emik sebagai pinjakan. Keduanya saling melengkapi meski juga berkontestasi untuk memberi warna dominan dalam sebuah penelitian etnografi.
== Netnografi sebuah pengantar<ref name=":0" /> ==
Netnografi hadir untuk mengembangkan semangat penelitian etnografi
Netnogafi bukan istilah tunggal yang berusaha mendekati realitas di ranah maya menggunakan metode etnografi. Virtual etnography (Hine, 2000), Webnography (Puri, 2007), Network ethnography (Howard, 2002), cyber-ethnography (Ward, 1999) dan digital ethnography (Murthy, 2008; Varis, 2016). Mereka hadir dengan warna dan pandangannya masing-masing tentang etnografi di ranah ini, meski dengan semangat yang sama untuk mengembangkan etnografi di dunia maya internet. Kesepahaman ini dapat dicermati dari cara pandang mereka dalam melihat kehidupan dunia maya internet. Ward (1999) melihat bahwa keterlibatan manusia dalam dunia maya internet telah memunculkan interaksi. Hine (2000) berpandangan bahwa interaksi yang terjadi melalui internet telah melahirkan artefak-artefak kultural, sehingga kehidupan yang terjadi pada dunia tersebut dapat diteliti dengan metode ini. Murthy (2008) memandang bersama perkembangan teknologi telah mendorong [[Digitisasi|digitalisasi]] komunikasi sehingga menumbuhkan ruang-ruang kehidupan sosial dan kultural baru. Kozinets (2010) memandang bahwa kehidupan sosial dan kultur
Perbedaan baru terlihat ketika masing-masing pemikiran tentang metode penelitian tersebut dicermati. Misal ''Digital-ethnography'' lebih menekankan pada pengamatan terhadap kehidupan dunia maya internet (Varis, 2016). Metode ini hanya mencermati pada segala hal yang ditampilkan pada oleh subyek penelitian. Misal peneliti ingin melakukan riset terhadap perilaku, pembicaraan, dan interaksi penggemar dengan artis idola berdasarkan ''tweet'' atau ''retweet'' yang ada. Peneliti kemudian hanya memperhatikan pada interaksi, tanggapan, komentar yang diberikan oleh penggemar atau artis idola maupun timbal balik yang terjadi diantaranya. ''Digital-ethnography'' tidak berusaha menyikap pandangan atau sikap dari penggemar atau aktris idola melalui wawancara. Data yang ada dihimpun, dikategorisasi, kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.
Howard (2002) melalui ''network ethnography'' menawarkan hal berbeda. Ia memadukan analisis jaringan
Meski memiliki perbedaan istilah dengan Kozinets, pemikiran Hine (2000, pp.
Hine juga berpendapat bahwa internet menciptakan ekologi berkomunikasi yang kaya dibanding dengan teknologi komunikasi
Ia lebih lanjut berpandangan bahwa peningkatan penggunaan medium ini mendorong bahwa semakin pudar sekat berkomunikasi dan berinterasi. Meski ia lebih menekankan kepada aspek kewilayahan, tetapi secara konkret medium ini telah memudarkan sekat-sekat ruang dan waktu. Hal ini berimplikasi terhadap konstruksi
Etnografi menurutnya sebuah metode yang tepat untuk memahami kultural yang tercipta oleh teknologi tersebut. Kekayaan konteks ruang dan waktu medium memungkinkan peneliti mengkaji dari dinamika kultural dari ranah ini. Baginya, sekat-sekat geografis bukan menjadi hambatan peneliti karena batasan kewilayahan telah pudar. Hal tersebut berganti dengan ruang-ruang yang lebih spesifik terkait dengan segala aspek kehidupan manusia. Ia kemudian mengarahkan peneliti untuk lebih memberikan perhatian kepada kehidupan yang terjadi antar pengguna internet.
Etnografi di ranah ini berusaha menyusun narasi dari ''puzzle-puzzle'' kultural dan artefak kultural yang ditampakan pengguna internet atau anggota komunitas
Jika ditarik kesimpulan tentang etnografi
Netnografi kemudian muncul untuk merangkai berbagai pandangan tentang etnografi
Netnografi memberikan perhatian kepada kultur
Tawaran Netnografi yang diberikan oleh Kozinets juga menyinggung mengenai persoalan etika penelitian. Kozinets menekankan penghargaan terhadap etika penelitian. Penelitian yang dilakukan di dunia maya internet harus dilakukan secara terbuka dan akuntabel (Kozinets, 1999, 2002, 2006, 2010, 2015). Peneliti tidak boleh melakukan penelitian secara diam-diam. Peneliti juga harus menghargai hak-hak subyek penelitian . Kozinets juga mengusulkan ada lembaga yang mengawasi etika penelitian ini. Hal ini bertujuan agar penelitian tentang kehidupan dunia maya internet tidak dilakukan secara serampangan dan tanpa ada ketentuan diatur.
Padahal, di sisi lain keterbukaan tidak mudah dilakukan. Tidak jarang keterbukaan peneliti justru menjadi penghambat penelitian untuk memperoleh data. Keterbukaan peneliti pada subyek penelitian dapat mempengaruhi natural setting
Pemikirannya tentang bermula netnografi ketika ia berusaha melakukan penelitian lapang terhadap para penggemar Startrek. Pada perjalanan penelitian, ia menemukan bahwa ada perkembangan bahwa para penggemar tersebut telah berusaha mengembangkan komunitas-komunitas di ranah maya internet. Mereka menggunakan layanan ''Buletin Board System'' untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi terhadap kegemarannya tersebut. Penemuan ini menginsprasinya untuk melakukan penelitian lain yang lebih memberikan perhatian kepada kehidupan komunitas di ranah maya. Penelitian pertamanya yang secara khusus membahas komunitas ''online''
<blockquote>“…''online'' interactions are valued as a cultural reflection that yields deep human understanding. Like in-person ethnography, netnography is naturalistic, immersive, descriptive, multi-method, adaptable, and focused on context. Used to inform consumer insight, netnography is less intrusive than ethnography or focus groups, and more naturalistic than surveys, quantitative models, and focus groups. Netnography fits well in the front-end stages of innovation, and in the discovery phases of marketing and brand management.”</blockquote>Netnografi memanfaatkan ''computer-mediated communication'' sebagai sumber sekaligus sarana pengumpulan data untuk memahami dan merepresentasikan kultur
Pilihan Kozinets untuk menginisiasi metode ini menginspirasi berbagai peneliti dan pembelajar untuk mengadopsi metode penelitian ini dalam ranah keilmuan lain. del Fresno García and Peláez (2014) membahas tentang persepsi penggunaan obat generic dari para pengguna internet di Spanyol. Mkono (2011)menggunakan netnografi untuk mengeksplorasi self-presentation lain yang diwakili dalam makanan.
== Antara Etnografi dan Netnografi<ref name=":0" /> ==
Batas-batas realitas kini perlahan pudar (DiMaggiodkk., 2001; McQuail, 2010; Pavlik, 1996, 2013). Tidak mudah bagi manusia untuk memberi sekat yang tegas antara sebuah realitas dengan realitas yang lain. Semua seakan membaur menjadi sesuatu yang sama dan ajeg dalam kehidupan. Padahal proses pembentukan setiap realitas berbeda. Realitas
Pembicaraan dunia maya kerap menjadi topik pembicaraan manusia dalam interaksi sosialnya atau sebaliknya. Kadang juga hal tersebut menjadi pemberitaan dari media massa. Hal sebaliknya dapat terjadi ketika pembicaran di media massa atau hasil interaksi sosial menjadi bahan obrolan atau informasi di dunia maya. Kelompok-kelompok sosial baik di dunia maya internet maupun dalam kehidupan sosial terbentuk melalui proses ini. Ada kelompok yang tercipta lebih dahulu di kehidupan sosial yang kemudian juga membangun hubungan melalui jaringan internet. Ada juga kelompok yang lahir dari interaksi melalui jaringan internet kemudian mengukuhkan diri dengan membangun hubungan dalam kehidupan sosial. Tentu tidak semua kelompok yang memilih jalan-jalan tersebut karena ada kelompok yang tetap memilih menjadi kelompok di dunia maya internet atau kehidupan sosial saja.
Kecermatan dalam memberikan batasan akan membantu peneliti dalam menentukan metode yang digunakan. Hal serupa terjadi dalam penelitian netnografi dan etnografi. Kozinets memulai dengan membedakan bentuk komunitas
Pertanyaan kemudian muncul, bagaimana dengan ''online'' communities yang kemudian berkembang menjadi interaksi dalam kehidupan nyata ? Kozinets menganjurkan untuk peneliti memberikan perhatian fokus penelitian. Menurutnya, baik netnografi dan etnografi
Kozinets mengingatkan peneliti untuk tidak gegabah memilih metode penelitian. Bentuk komunitas
''Pertama,'' peneliti perlu melihat relasi kehidupan sosial nyata dengan kehidupan sosial di dunia maya pada komunitas
''Kedua,'' Peneliti perlu mempertimbangkan bahwa kemampuan pengumpulan data dari metode penelitian yang akan dipilih (Kozinets, 2010). Hal ini ditentukan oleh tujuan penelitian yang dilakukan. Jika peneliti ingin mengetahui interaksi yang terjadi di kehidupan sosial nyata dan maya internet, maka peneliti tidak dapat menggunakan netnografi. Hal serupa terjadi ketika peneliti hanya ingin mengetahui interaksi yang terjadi di dunia maya, maka peneliti tidak perlu menggunakan bauran netnografi dan etnografi. Pilihan bauran metode memang dapat berpotensi untuk mengayakan data, tetapi berpotensi
''Ketiga,
Penelitian yang dilakukan oleh
Penelitian yang berjudul ''Tunisia in the Aftermath of the Revolution: Insights Into the Use of Humor on Facebook
Ulasan tersebut mengantar dua sisi metode ini. Netnografi dapat dipandang sebagai bentuk adopsi etnografi
Kozinets mengacu kepada sikap Van Mannen (1988) menyatakan bahwa etnografi
== Tahapan Netnografi<ref name=":0" /> ==
Tahapan penelitian netnografi tidak berbeda dengan prosedur yang harus dilewati dalam riset kualitatif
Hal menonjol dalam penelitian ini yakni penggunaan perangkat lunak
# Seorang peneliti harus mengetahui hal yang ingin diteliti. Hal tersebut tercermin dalam fokus penelitian dan pertanyaan penelitian.
# Calon peneliti selayaknya mampu mencari, menemukan, dan membaca penelitian-penelitian yang terkait dengan rencana penelitiannya. Hal ini dapat mendukung desain penelitiannya kelak.
# Peneliti harus menemukan ranah maya internet yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Hal ini dapat dicermati dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian dengan komunitas
# Penggunaan perangkat komputer
# Peneliti harus siap memperkenalkan diri kepada sebuah atau beberapa komunitas
# Peneliti perlu menyakinkan diri serta siap melaksanakan penelitian sesuai dengan kaidah-kaidah etika penelitian.
# Peneliti harus mengasah kemampuannya untuk masuk dan berada dalam sebuah komunitas
# Peneliti harus mampu menyusun dan taat melaksanakan panduan observasi. Ia perlu sadar tentang yang harus dan tidak dilakukannya dalam melakukan observasi. Peneliti memang perlu menghadirkan visi kebudayaan komunitas
# Kehidupan dunia maya bersifat dinamis seperti kehidupan sosial di dunia nyata. Interaksi dan komunikasi penggunanya tidak bergerak dalam ruang hampa, sehingga peneliti harus siap menggunakan beragam strategi untuk mengumpulkan data.
Baris 148 ⟶ 165:
[http://bookstore.ub.ac.id/en/shop/umum/etnografi-dunia-maya-internet/ Pratama, B.I. (2016). ''Etnografi Dunia Maya Internet''. Malang UB Press]
== Referensi ==
{{reflist}}
[[Kategori:Etnografi]]
|