Terapi okupasi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k orangtua → orang tua |
WanaraLima (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(7 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Terapi Okupasi''' adalah bentuk [[layanan kesehatan]] kepada [[masyarakat]] atau [[pasien]] yang mengalami gangguan fisik dan atau mental dengan menggunakan latihan/aktivitas mengerjakan sasaran yang terseleksi (okupasi) untuk meningkatkan kemandirian individu pada area aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Tujuan utama dari Okupasi Terapi adalah memungkinkan individu untuk berperan serta dalam aktivitas keseharian. Okupasi terapis mencapai tujuan ini melalui kerja sama dengan kelompok dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk terlibat dalam aktivitas yang mereka inginkan, butuhkan, atau harapkan untuk dikerjakan, serta dengan mengubah aktivitas atau lingkungan yang lebih baik untuk mendukung keterlibatan dalam aktivitas.<ref name=":0">World Federation of Occupational Therapy. 2010. ''Statement on Occupational Therapy''</ref>
Dalam memberikan pelayanan kepada individu , okupasi terapi memerhatikan aset (kemampuan) dan limitasi (keterbatasan) yang dimiliki individu, dengan memberikan aktivitas yang ''purposeful'' (bertujuan) dan ''meaningful'' (bermakna). Dengan demikian diharapkan individu tersebut dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas produktivitas (pekerjaan/pendidikan), kemampuan perawatan diri (''self care''), dan kemampuan penggunaan waktu luang (''leisure'').▼
▲Dalam memberikan pelayanan kepada individu
'''Sejarah Okupasi Terapi di Indonesia'''▼
▲== '''Sejarah Okupasi Terapi di Indonesia''' ==
Pelayanan okupasi terapi di [[Indonesia]] dimulai sekitar tahun 1970 dipelopori oleh dua orang okupasi terapis. Mereka adalah Bapak Harry Siahaan yang lulus dari Selandia Baru dan Bapak Joko Susetyo yang lulus dari Australia. Bapak Harry memulai pelayanan okupasi terapi di [[kesehatan jiwa]] dan beliau merupakan pelopor pelayanan okupasi terapi di kesehatan jiwa. Sedangkan Bapak Joko mendirikan pelayanan okupasi terapi di Rumah Sakit Ortopedi di Solo dan beliau merupakan pelopor pelayanan okupasi terapi di gangguan fisik. Setelah itu, mereka berdua mengelola pelatihan okupasi terapi asisten di rumah sakit besar di Indonesia. Selama tahun 1970 – 1997, pelayanan okupasi terapi di rumah sakit dilakukan oleh okupasi terapi asisten. Beberapa okupasi terapis dari luar negeri seperti dari [[Amerika Serikat]], Inggris, dan Belanda juga datang ke Indonesia untuk memberikan pelatihan untuk okupasi terapi asisten di beberapa rumah sakit.
Pada tahun 1989, empat orang dosen dari Akademi
Proyek internasional dengan Ikatan Okupasi Terapi Jepang dirintis oleh Profesor Tsuyoshi Sato dari Departemen Okupasi Terapi Universitas Sapporo. Tujuan proyek ini untuk meningkatkan keterampilan akademik staf pengajar Akademi Okupasi Terapi Surakarta. Dua staf pengajar Bapak Bambang Kuncoro dan Bapak Khomarun diundang ke Jepang untuk meningkatkan pengalaman klinis di beberapa rumah sakit di Jepang selama tiga bulan. Proyek ini didanai oleh ''Japan International Cooperation Agency'' (JIMTEF).
Program okupasi terapi kedua didirikan di Jakarta pada tahun 1997 di Fakultas Kedokteran [[Universitas Indonesia]], tetapi saat ini bergabung dengan Program Vokasi Universitas Indonesia Jakarta.
Jumlah keseluruhan okupasi terapis di Indonesia pada saat ini sekitar 1000 orang dan kebanyakan mereka bekerja di sektor swasta seperti klinik dan rumah sakit swasta. Akibat tingginya permintaan kondisi tumbuh kembang, 60% okupasi terapis di Indonesia bekerja pada area tumbuh kembang. Bekerja dengan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus akan memahami pekerjaan okupasi terapi. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 240 juta orang, jumlah okupasi terapis di Indonesia jauh dari cukup untuk memberikan pelayanan okupasi terapi ke seantero negeri. Kebutuhan okupasi terapis di Indonesia pada saat ini sangat tinggi, namun banyak rumah sakit dan klinik yang tidak memiliki okupasi terapis. Banyak okupasi terapi yang bekerja paruh waktu di beberapa rumah sakit swasta atau untuk memenuhi permintaan okupasi terapi. Kebanyakan okupasi terapis bekerja di Pulau Jawa, sementara lainnya bekerja di pulau lain seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Irian.
Baris 18 ⟶ 19:
== Referensi ==
== Pranala luar ==
Baris 26 ⟶ 25:
{{medis-stub}}
▲<references responsive="" />
[[Kategori:Ilmu kesehatan]]
[[Kategori:Prosedur medis]]
|