Aflatoksin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-[[File: +[[Berkas:)
k fix
 
(18 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
Aflatoksin merupakan salah satu jenis [[mikotoksin]] hasil [[metabolisme]] kapang. Adapun jenis kapang yang memproduksi aflatoksin diantaranya ''A.bombycis, A. ochraceoroseus, A. pseudotamari, A.tamarii, Emericella astellata'' dan ''Emericella venezuelensis'', yang langka ditemukan di alam dan pertanian dibandingkan dengan ''A.flavus'' dan ''A.parasitica''.<ref>{{Cite journal|last=Vijaya Kumar|first=Vankayalapati|date=2018-05-25|title=Aflatoxins: Properties, Toxicity and Detoxification|url=http://dx.doi.org/10.19080/nfsij.2018.06.555696|journal=Nutrition & Food Science International Journal|volume=6|issue=5|doi=10.19080/nfsij.2018.06.555696|issn=2474-767X}}</ref> Pada awalnya aflatoksin ini ditemukan pada tahun 1960 di [[Inggris]]. Pada saat itu terjadi kematian kalkun dalam jumlah yang besar sekitar 100.000 kalkun mati setelah makan [[kacang tanah]] yang terkontaminasi aflatoksin. Lalu mereka memberikan nama penyakit tersebut “''Turkey X''”<ref>{{Cite journal|last=Gürhayta|first=Okan Fatih|last2=Çağındı|first2=Özlem|date=2016-08-29|title=Kurutulmuş Meyvelerde Aflatoksin ve Okratoksin A Varlığının ve Sağlık Üzerine Etkilerinin Değerlendirilmesi|url=http://dx.doi.org/10.18466/cbujos.90850|journal=Celal Bayar Üniversitesi Fen Bilimleri Dergisi|volume=12|issue=2|doi=10.18466/cbujos.90850|issn=1305-1385}}</ref>. Kematian ribuan kalkun tersebut diduga dari pakan ternak yang diberikan. Setelah dianalisis aflatoksin ini dapat dihasilkan oleh jenis kapang dari genus Aspergillus, yaitu ''Aspergillus flavus''<ref>{{Cite book|last=Bennett|first=J. W.|last2=Kale|first2=S.|last3=Yu|first3=Juijiang|url=http://dx.doi.org/10.1007/978-1-59745-501-5_13|title=Infectious Disease|location=Totowa, NJ|publisher=Humana Press|isbn=978-1-58829-518-7|pages=355–373}}</ref>''.''Toksin ini banyak ditemukan didaerah dengan iklim panas dan lembap, diantaranya pada suhu 27-40˚C (80-104˚F) dan kelembapan 85%. [[Kelembapan|Kelembaban]] yang tinggi memicu perkembangan ''A. flavus'' untuk memproduksi aflatoksin.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Broto|first=Wisnu|date=2018-12-11|title=STATUS CEMARAN DAN UPAYA PENGENDALIAN AFLATOKSIN PADA KOMODITAS SEREALIA DAN ANEKA KACANG|url=http://dx.doi.org/10.21082/jp3.v37n2.2018.p81-90|journal=Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian|volume=37|issue=2|pages=81|doi=10.21082/jp3.v37n2.2018.p81-90|issn=2541-0822}}</ref> Toksin ini dikenal dengan senyawanya yang stabil dan tahan selama pengolahan makanan. Oleh karena itu, cemaran ini perlu diperhatikan lebih selama proses produksi, pengolahan, maupun penyajian baik kemasan ataupun hidangan.
[[Berkas:(–)-Aflatoxin B1 Structural Formulae V.1.svg|ka|250px|jmpl|Struktur kimia (–)-aflatoksin B<sub>1</sub>]]
[[Berkas:(–)-Aflatoxin G1 Structural Formula V.2.svg|thumb|Struktur kimia (–)-aflatoksin G<sub>1</sub>]]
'''Aflatoksin''' merupakan segolongan senyawa [[toksin|toksik]] ([[mikotoksin]], toksin yang berasal dari [[fungi]]) yang dikenal mematikan dan [[kanker|karsinogenik]] bagi [[manusia]] dan [[hewan]].
 
Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa dan memiliki iklim tropis serta kelembapan yang tinggi. Hal ini berpengaruh kepada rentannya cemaran aflatoksin dalam pangan dan pakan ternak termasuk akan terdapat pada produk ternaknya (telur, daging, dan hati) dan juga dapat menurunkan mutu produk. Sehingga, cemaran aflatoksin di Indonesia sangat mungkin terjadi. Pada tahun 2003 dilaporkan bahwa produk olahan kacang tanah dari Indonesia ditolak di mancanegara karena menganding aflatoksin diluar batas yang diizinkan.<ref>{{Cite journal|last=Kasno|first=A|title=Pencegahan Infeksi A. flavus dan Kontaminasi Aflatoksin Pada Kacang Tanah|journal=-}}</ref>
Spesies penghasilnya adalah segolongan [[fungi]] (jenis [[kapang]]) dari [[genus]] ''[[Aspergillus]]'', terutama ''A. flavus'' (dari sini nama "afla" diambil) dan ''A. parasiticus'' yang berasosiasi dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada biji kacang-kacangan ([[kacang tanah]], [[kedelai]], [[pistacio]], atau [[bunga matahari]]), [[rempah-rempah]] (seperti [[ketumbar]], [[jahe]], [[lada]], serta [[kunyit]]), dan [[serealia]] (seperti [[gandum]], [[padi]], [[sorgum]], dan [[jagung]]). Aflatoksin juga dapat dijumpai pada [[susu]] yang dihasilkan [[hewan ternak]] yang memakan produk yang ter[[infestasi]] kapang tersebut. Obat juga dapat mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini.
 
== Batas Cemaran Aflatoksin ==
Praktis semua produk pertanian dapat mengandung aflatoksin meskipun biasanya masih pada kadar toleransi. Kapang ini biasanya tumbuh pada penyimpanan yang tidak memperhatikan faktor kelembaban (min. 7%) dan bertemperatur tinggi. Daerah tropis merupakan tempat berkembang biak paling ideal.
 
=== Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2018<ref name=":1">{{Cite web|date=2018|title=Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Batas Maksimum Cemaran Kimia dalam Pangan Olahan.|url=http://eservice.insw.go.id/files/atr/06.%20PerBPOM%20No%208%20Tahun%202018.pdf}}</ref> ===
Toksin ini memiliki paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B<sub>1</sub>, B<sub>2</sub>, G<sub>1</sub>, G<sub>2</sub>, M<sub>1</sub>, dan M<sub>2</sub>. Aflatoksin B<sub>1</sub> dihasilkan oleh kedua spesies, sementara G<sub>1</sub> dan G<sub>2</sub> hanya dihasilkan oleh ''A. parasiticus''. Aflatoksin M<sub>1</sub>, dan M<sub>2</sub> ditemukan pada susu [[sapi]] dan merupakan [[epoksida]] yang menjadi senyawa antara.
Dalam bentuk pencegahan penyakit-penyakit baru yang disebabkan aflatoksin. Pemerintah mengeluarkan aturan terkait batasan cemaran aflatoksin dalam pangan. Hal ini guna untuk menjaga kualitas pangan maupun sumber daya manusia di Indonesia. Berikut adalah batas cemaran aflatoksin menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dikeluarkan tahun 2018.
{| class="wikitable"
| rowspan="2" |No.
| rowspan="2" |Jenis pangan
| colspan="3" |Batas Maksimum
 
(ppb atau µg/kg)
Aflatoksin B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang [[kanker]], terutama [[kanker hati]]. Serangan toksin yang paling ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat kematian jaringan ([[nekrosis]]). Pemaparan pada kadar tinggi dapat menyebabkan [[sirosis]], [[karsinoma]] pada hati, serta gangguan [[pencernaan]], penyerapan bahan makanan, dan [[metabolisme]] [[nutrien]]. Toksin ini di [[hati]] akan direaksi menjadi [[epoksida]] yang sangat reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam [[sel (biologi)|sel]]. Efek karsinogenik terjadi karena [[basa N]] [[guanin]] pada [[DNA]] akan diikat dan mengganggu kerja [[gen]].
|-
|B<sub>1</sub>
|M<sub>1</sub>
|Total
 
(B<sub>1</sub>+B<sub>2</sub>+G<sub>1</sub>+G<sub>2</sub>)
Pemanasan hingga 250 [[derajat Celsius]] tidak efektif menginaktifkan senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang terkontaminasi biasanya tidak dapat dikonsumsi lagi.
|-
|1.
|Produk olahan kacang tanah
|15
|<nowiki>-</nowiki>
|20
|-
|2.
|Rempah-rempah dalam bentuk utuh maupun bubuk
|15
|<nowiki>-</nowiki>
|20
|-
|3.
|Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) berbasis serealia dan pangan untuk kebutuhan medis khusus untuk bayi dan anak
|0,5
|<nowiki>-</nowiki>
|<nowiki>-</nowiki>
|-
|4.
|Produk olahan jagung
|15
|<nowiki>-</nowiki>
|20
|-
|5.
|Produk olahan kacang-kacangan selain kacang tanah
|<nowiki>-</nowiki>
|<nowiki>-</nowiki>
|15
 
(sebagai bahan baku)
 
 
10
 
(dalam bentuk produk siap konsumsi)
|-
|6.
|Susu dan produk olahannya (yang termasuk kategori pangan 01.1-01.8)
|<nowiki>-</nowiki>
|0,5*
|<nowiki>-</nowiki>
|-
|7.
|Formula bayi; formula lanjutan; formula pertumbuhan; formula untuk keperluan medis khusus; pangan untuk ibu hamil dan/atau ibu menyusui berbasis susu
|<nowiki>-</nowiki>
|0,03*
|<nowiki>-</nowiki>
|}
<nowiki>*</nowiki>Produk dalam bentuk siap konsumsi
 
== Jenis-Jenis Aflatoksin ==
Toksin ini terdiri dari 20 varian jenis, namun yang paling sering dijumpai diantaranya:
 
=== 1. Aflatoksin B<sub>1</sub> (AFB<sub>1</sub>) dan Aflatoksin B<sub>2</sub> (AFB<sub>2</sub>) ===
[[Berkas:Aflatoxin B1 skeletal.svg|jmpl|Struktur kimia Aflatoksin B<sub>1</sub>|pus]]
[[Berkas:Aflatoxin B2.svg|pus|jmpl|Struktur Kimia Aflatoksin B<sub>2</sub>]]
Dalam urutannya dari aflatoksin yang lain, aflatoksin B<sub>1</sub> ini berada di posisi pertama. Aflatoksin ini merupakan toksin yang sangat kuat, sehingga memberikan pengaruh tinggi terhadap tubuh yaitu berupa [[karsinogen]] ataupun mengganggu fungsi organ tubuh lainnya. Dimana, aflatoksin ini merupakan peyebab dalam pemicu kanker, dan kanker yang ditimbulkan biasanya kanker hati. Hati berperan dalam proses pencernaan. Karena, aflatoksin biasanya terdapat dalam pangan. Senyawa-senyawa toksin tersebut diberi nama sesuai dengan karakteristik warna fluoresensi pada saat pendeteksian menggunakan gelombang ultraviolet (λ = 365 nm) setelah pemisahan senyawa menggunakan [[kromatografi lapis tipis]] (''thin layer chromatography'').<ref name=":2">{{Cite journal|last=Rahmianna|first=A. A., Ginting, E., & Yusnawan, E|date=2015|title=Kontaminasi Aflatoksin dan Cara Pengendaliannya Melalui Penanganan Prapanen dan Pascapanen|url=https://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2015/06/18._OK_Anna_Afla_329-351-1.pdf|journal=Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi}}</ref>
 
Selain aflatoksin B<sub>1</sub> (AFB<sub>1</sub>) ada juga aflatoksin B<sub>2.</sub> Aflatoksin ini merupakan toksin turunan dari aflatoksin B<sub>1</sub>. Sama halnya aflatoksin B1, aflatoksin ini juga menunjukkan fluoresensi warna biru (''blue''). Toksin ini terbentuk ketika adanya penurunan pH, sehingga aflatoksin B<sub>1</sub> tidak terdeteksi. Selain itu, aflatoksin B<sub>2</sub> (AFB<sub>2</sub>) juga dapat menyebabkan berbagai penyakit sama halnya dengan aflatoksin B<sub>1</sub> (AFB<sub>1</sub>). Sehingga, kehadiran aflatoksin ini juga perlu dihindari agar tidak terbentuknya zat karsinogen dalam tubuh.
 
=== 2. Aflatoksin G<sub>1</sub> (AFG<sub>1</sub>) dan Aflatoksin G<sub>2</sub> (AFG<sub>2</sub>) ===
[[Berkas:Aflatoxin G1.svg|jmpl|Struktur kimia (–)-aflatoksin G<sub>1</sub>|pus]]
[[Berkas:Aflatoxin G2.svg|pus|jmpl|Struktur Kimia Aflatoksin G<sub>2</sub>]]
Selain aflatoksin aflatoksin B<sub>1</sub> (AFB<sub>1</sub>) dan aflatoksin B<sub>2</sub> (AFB<sub>2</sub>) adapun jenis lain yaitu aflatoksin G<sub>1</sub> (AFG<sub>1</sub>) dan aflatoksin G<sub>2</sub> (AFG<sub>2</sub>). Senyawa-senyawa toksin tersebut diberi nama sesuai dengan karakteristik warna fluoresensi pada saat pendeteksian menggunakan gelombang ultraviolet (λ = 365 nm) setelah pemisahan senyawa menggunakan [[kromatografi lapis tipis]] (''thin layer chromatography'').<ref name=":2" /> Toksin ini memiliki fluoresensi berwarna hijau (''green''). Aflatoksin G<sub>1</sub> dan aflatoksin G<sub>2</sub> hanya dihasilkan oleh ''Aspergillus parasiticus.''
 
=== 3. Aflatoksin M<sub>1</sub> (AFM<sub>1</sub>) dan Alfatoksin M<sub>2</sub> (AFM<sub>2</sub>) ===
[[Berkas:Aflatoxin M1.svg|pus|jmpl|Struktur Kimia Aflatoksin M<sub>1</sub>]]
[[Berkas:Aflatoxin M2.svg|pus|jmpl|Struktur Kimia Aflatoksin M<sub>2</sub>]]
 
Aflatoksin M<sub>1</sub> dan aflatoksin M<sub>2</sub> merupakan [[metabolit]] aflatoksin B<sub>1</sub> dan aflatoksin B<sub>2</sub> yang terhidroksilasi dan dapat dijumpai dalam susu dan olahan susu yang diperoleh dari hewan yang mengonsumsi pakan yang tercemar aflatoksin<ref name=":3">{{Cite journal|last=Miskiyah|first=M., Winarti, C., & Broto, W|date=2016|title=Kontaminasi mikotoksin pada buah segar dan produk olahannya serta penanggulangannya|url=https://media.neliti.com/media/publications/123220-ID-kontaminasi-mikotoksin-pada-buah-segar-d.pdf|journal=Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian}}</ref>. Toksin ini umumnya terbentuk pada [[hewan ruminansia]]. Contoh hewan ruminansia diantaranya yaitu sapi. Ketika aflatoksin B<sub>1</sub> masuk ke dalam rumennya, maka aflatoksin ini akan diubah menjadi aflatoksin M<sub>1</sub> dan [[residu]] ini juga akan terdapat pada produknya yaitu susu.<ref>{{Cite journal|last=Sisriyenni|first=Dwi|last2=Suryahadi|first2=Suryahadi|last3=G Wiryawan|first3=Komang|last4=Evvyernie|first4=Dwierra|last5=Pantaya|first5=Dadik|date=2021-03-31|title=Isolasi dan karakterisasi bakteri yang berpotensi mengikat aflatoksin di rumen sapi|url=http://dx.doi.org/10.25047/jipt.v4i2.2515|journal=Jurnal Ilmu Peternakan Terapan|volume=4|issue=2|pages=51–59|doi=10.25047/jipt.v4i2.2515|issn=2579-9479}}</ref> Contohnya ketika sapi mengonsumsi pakan yang mengandung aflatoksin B<sub>1</sub> maka produksinya termasuk susu akan terdampak hasil hidrolisisnya yaitu aflatoksin M<sub>1</sub> dalam susu. Selain itu, terdapat aflatoksin M<sub>2</sub> (AFM<sub>2</sub>) toksin turunan dari aflatoksin M<sub>1</sub> (AFM<sub>1</sub>). Selain susu, toksin ini juga terdapat dalam olahan susu atau turunannya. Kedua aflatoksin ini juga memiliki dampak yang buruk jika dikonsumsi. Hal ini menyebabkan adanya juga batasan cemaran untuk aflatoksin M<sub>1</sub> (AFM<sub>1</sub>) dan alfatoksin M<sub>2</sub> (AFM<sub>2</sub>). Aflatoksin M<sub>1</sub> memungkinkan terjadinya karsinogen, genotoksik, dan hepatoksik.<ref>{{Cite journal|last=Pietri|first=A., & Piva, G|date=2012|title=Aflatoxins in foods.|url=http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.979.1212&rep=rep1&type=pdf|journal=Italian Journal of Public Health|volume=4|issue=1}}</ref>
 
== Jenis-jenis Pangan dan Pakan yang Rentan Terkontaminasi Aflatoksin ==
Berikut adalah beberapa jenis pangan yang mudah tercemar oleh aflatoksin:
 
=== 1. Kacang- kacangan ===
[[Kacang-kacangan]] merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung banyak sekali manfaat. Selain itu, kacang-kacangan sangat mudah ditemukan juga memiliki banyak varian jenis. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa adanya aflatoksin dalam kacang-kacangan. Terdapat aflatoksin yang melebihi anjuran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yaitu pada kacang kedelai.<ref>{{Cite journal|last=Utami|first=T., Nugroho, F. H. A., Usmiati, S., Marwati, S., & Rahayu, E. S|date=2012|title=PENURUNAN KADAR AFLATOKSIN B1 PADA SARI KEDELAI OLEH SEL HIDUP DAN SEL MATI Lactobacillus acidophilus SNP-2 [Reduction of Aflatoxin B1 in Soymilk by Viable and Heat-killed Lactobacillus acidophilus SNP-2]|journal=Jurnal Teknologi dan Industri Pangan|volume=23|issue=1|pages=58}}</ref> Selain itu ditemukan aflatoksin dalam kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang kedelai, dan olahannya.<ref name=":2" /> Oleh karena itu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan batasan cemaran aflatoksin dalam kacang maupun produk olahannya. Kacang dan olahannya dapat tercemar saat proses produksi, panen, ataupun penyimpanan. Hal yang tidak memenuhi standar memungkinkan adanya cemaran aflatoksin dalam jenis pangan ini. Pada kejadian pertama kali ditemukan toksin ini yaitu adanya aflatoksin dalam kacang yang diberikan dalam pakan hewan kalkun.
 
=== 2. Sereal ===
[[Serealia|Serelia]] merupakan hal yang tidak asing bagi kehidupan manusia. Sereal digunakan sebagai sumber karbohidrat utama bagi manusia. Sereal sendiri memiliki banyak jenis seperti beras, gandum, dan jagung. Pada umumnya banyak penelitian yang membuktikan bahwa jenis serelia juga dapat tercemar oleh mikotoksin jenis aflatoksin ini. Adapun jenis serelia yang diteliti yaitu [[jagung]]. Salah satu hasil komoditi pertanian yang mudah terkontaminasi oleh kapang Aspergillus adalah jagung.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Sukmawati|first=Dalia|last2=Wahyudi|first2=Priyo|last3=Rahayu|first3=Sri|last4=Moersilah|first4=Moersilah|last5=Handayani|first5=Tri|last6=Rustam|first6=K. Yoswita|last7=Puspitasari|first7=Sherly Indah|date=2018-10-23|title=SKRINING KAPANG Aspergillus spp. PENGHASIL AFLATOKSIN PADA JAGUNG PIPILAN DI DAERAH BEKASI, JAWA BARAT|url=http://dx.doi.org/10.15408/kauniyah.v11i2.6961|journal=Al-Kauniyah: Jurnal Biologi|volume=11|issue=2|pages=151–162|doi=10.15408/kauniyah.v11i2.6961|issn=2502-6720}}</ref> Pada penelitian disebutkan bahwa adanya tingkat cemaran kapang A. ''flavus'' pada jagung yang berpotensi memunculkan aflatoksin pada jagung.<ref>{{Cite journal|last=Kusumaningrum|first=H. D., Toha, A. D., Putra, S. H., & Utami, A. S|date=2010|title=CEMARAN ASPERGILLUS FLAVUS DAN AFLATOKSIN PADA RANTAI DISTRIBUSI PRODUK PANGAN BERBASIS JAGUNG DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA [Contamination of Aspergillus flavus and Aflatoxin at Distribution Chain of Maize Based Food Product and its Influencing Factors]|journal=Jurnal Teknologi dan Industri Pangan|volume=21|issue=2|pages=171}}</ref> Selain itu, hal ini juga akan berpengaruh kepada produk olahan dari jagung. Hal ini tentunya akan membahayakan bagi kesehatan. Pada penelitian lain juga disebutkan bahwa banyak pengaruh adanya kapang penyebab aflatoksin ini, diantaranya yaitu pada tingkat pengumpul, kelembapan, dan ruang lingkungan penyimpanan. Sehingga, hal-hal tersebut perlu diperatikan dalam pengelolaannya. Selain pada jagung, menurut beberapa penelitian di luar negeri juga terdapat aflatoksin yang mencemari komoditi beras. Di Indonesia sendiri, untuk pencemaran aflatoksin dalam komoditi beras belum ditemukan.
 
=== 3. Hewan dan Produk Turunannya ===
Hewan dapat menjadi sasaran dalam pencemaran aflatoksin. Beberapa dampak dari aflatoksin terhadap hewan diantaranya mempengaruhi gangguan kesehatan pada hewan seperti menurunnya kualitas dan kuantitas produksi telur,<ref name=":5">{{Cite journal|last=Lai|first=Xianwen|last2=Zhang|first2=He|last3=Liu|first3=Ruicen|last4=Liu|first4=Chenglan|date=2015-03|title=Potential for aflatoxin B1 and B2 production by Aspergillus flavus strains isolated from rice samples|url=http://dx.doi.org/10.1016/j.sjbs.2014.09.013|journal=Saudi Journal of Biological Sciences|volume=22|issue=2|pages=176–180|doi=10.1016/j.sjbs.2014.09.013|issn=1319-562X}}</ref> menurunkan tingkat pertumbuhan, produksi susu atau [[telur]], dan menyebabkan imunosuspresi.<ref name=":6">{{Cite book|last=Patial|first=Vikram|last2=Asrani|first2=Rajesh Kumar|last3=Thakur|first3=Meenakshi|date=2018|url=http://dx.doi.org/10.1016/b978-0-12-811444-5.00009-9|title=Foodborne Diseases|publisher=Elsevier|isbn=978-0-12-811444-5|pages=239–274}}</ref> Susu merupakan minuman untuk menambah suplementasi bagi manusia. Selain itu, banyak jenis susu yang dikonsumsi, diantaranya susu sapi, susu kambing, dan susu unta. Namun, susu sapi adalah susu yang paling banyak dikonsumsi. Hal ini dikarenakan mudah ditemukan dan jumlahnya cukup banyak. Di pasar komersial susu sapi lebih banyak telah mengalami pasteurisasi. Namun, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, beberapa susu terdeteksi mengandung cemaran toksin yang tidak diinginkan yaitu salahsatunya aflatoksin. Selain susu, hal ini juga memungkinkan adanya cemaran dalam produk susu seperti [[keju]]. Hal ini menyebabkan yang seharusnya susu dapat membawa dampak baik bagi tubuh namun sebaliknya. Di Asia terutama India, Iran, dan Pakistan positif ditemukan adanya susu yang terkontaminasi aflatoksin M<sub>1</sub>. Aflatoksin M<sub>1</sub> dan aflatoksin M<sub>2</sub> merupakan metabolit aflatoksin B<sub>1</sub> dan aflatoksin B<sub>2</sub> yang terhidroksilasi dan dapat dijumpai dalam susu dan olahan susu yang diperoleh dari hewan yang mengonsumsi pakan yang tercemar aflatoksin.<ref name=":3" /> Hal ini bisa disebabkan oleh pakan ternak yang sudah terkontaminasi aflatoksin. Di Bangladesh terdapat penelitian menunjukkan adanya aflatoksin M<sub>1</sub> dalam susu<ref>{{Cite journal|last=Tarannum|first=Nourin|last2=Nipa|first2=Meher Nigad|last3=Das|first3=Suvra|last4=Parveen|first4=Sahana|date=2020|title=Aflatoxin M1 detection by ELISA in raw and processed milk in Bangladesh|url=http://dx.doi.org/10.1016/j.toxrep.2020.09.012|journal=Toxicology Reports|volume=7|pages=1339–1343|doi=10.1016/j.toxrep.2020.09.012|issn=2214-7500}}</ref>. Di India sendiri regulasi mengenai cemaran aflatoksin M<sub>1</sub> pun masih rendah, sehingga tidak banyak peneliti yang melakukannya. Oleh karena itu, perlu perhatian terhadap toksin ini. Di Indonesia Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengatur dalam regulasi Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Batas Maksimum Cemaran Kimia dalam Pangan Olahan.<ref name=":1" />
 
== Dampak Aflatoksin ==
 
=== 1. Dampak Aflatoksin Terhadap Hewan ===
Hewan merupakan makhluk hidup yang memiliki organ tubuh yang hampir mirip dengan manusia. Hal ini tidak menutup kemungkinan hewan juga menjadi tercemar oleh aflatoksin dalam tubuhnya. Dalam hewan aflatoksin menyebabkan dampak terhadap kesehatan maupun produk dari hewan tersebut. Beberapa dampak dari aflatoksin terhadap hewan diantaranya mempengaruhi gangguan kesehatan pada hewan seperti menurunnya kualitas dan kuantitas produksi telur,<ref name=":5" /> menurunkan tingkat pertumbuhan, produksi susu atau telur, dan menyebabkan imunosuspresi,<ref name=":6" /> dan aflatoksin juga menyebabkan perubahan bobot organ bagian dalam pada hewan, seperti pembesaran hati, ginjal, dan ''fatty liver syndrome''.<ref name=":4" />
 
=== 2. Dampak Aflatoksin Terhadap Manusia ===
Keracunan aflatoksin (aflatoksikosis) sering terjadi di hampir seluruh belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang yang sistem keamanan pangannya tidak atau belum berjalan dengan baik.<ref name=":0" /> Berikut adalah beberapa dampak aflatoksin terhadap tubuh manusia:
 
==== 1. Karsinogenik ====
Karsinogenik merupakan zat penyebab timbulnya kanker dalam tubuh manusia. Jika terdapat zat ini dalam tubuh hal ini memungkinkan tubuh terdapat sel kanker yang terbentuk. Aflatoksin diketahui memiliki posisi peretama alam hal zat karsinogenik. Aflatoskin B<sub>1</sub> memegang peran sebagai faktor pemacu mutasi gen sel hati yang selanjutnya dapat menimbulkan kanker sel hati . Aflatoksin B<sub>1</sub> merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker pada manusia.<ref>{{Cite journal|last=Nuryanto|first=N., & Sumaryanto, S|date=2018|title=Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Susut Bobot Dan Kadar Aflatoxin Pada Jagung|url=http://jurnal.polbangtanyoma.ac.id/index.php/pros/article/view/537/551|journal=Prosiding Ilmu Ilmu Peternakan}}</ref> Pada hewan jika terjadi penyakit liver karena aflatoksin B<sub>1</sub> ini ditandai dengan menurunnya produksi telur, susu, dan bobot tubuhnya.
 
==== 2. Genotoksik ====
Genotoksisitas merupakan kemampuan bahan kimia untuk merusak informasi genetik di dalam sel sehingga mengakibatkan mutasi sel. Efek genotoksik terdiri dari titik mutasi sepanjang rantai DNA, kerusakan struktur keseluruhan DNA, atau kerusakan pada struktur kromosom yang mengandung DNA yang dituju.<ref>{{Cite journal|last=Septiwidyati|first=Tienneke Riana|last2=Auerkari|first2=Elza Ibrahim|date=2019-06-28|title=Genotoxin Effect of Composite Resin|url=http://dx.doi.org/10.24843/ijlfs.2019.v09.i01.p02|journal=Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences (IJLFS)|volume=9|issue=1|pages=8|doi=10.24843/ijlfs.2019.v09.i01.p02|issn=2657-0815}}</ref> Aflatoksin B<sub>1</sub> dan aflatoksin G<sub>1</sub> menunjukkan adanya potensi genotoksik.<ref>{{Cite journal|last=Theumer|first=M.G.|last2=Henneb|first2=Y.|last3=Khoury|first3=L.|last4=Snini|first4=S.P.|last5=Tadrist|first5=S.|last6=Canlet|first6=C.|last7=Puel|first7=O.|last8=Oswald|first8=I.P.|last9=Audebert|first9=M.|date=2018-05|title=Genotoxicity of aflatoxins and their precursors in human cells|url=http://dx.doi.org/10.1016/j.toxlet.2018.02.007|journal=Toxicology Letters|volume=287|pages=100–107|doi=10.1016/j.toxlet.2018.02.007|issn=0378-4274}}</ref>
 
==== 3. Hepatoksik ====
Hati berperan dalam prorses metabolism makanan. Oleh karena itu, hati merupakan organ target utama dalam pencemaran aflatoksin dan karsinogen. Aflatoksis dapat berpotensi menjadi hepatitis akut letal dengan mual, sakit di bagian perut, dan dapat menimbulkan kematian.<ref>{{Cite book|last=Surai|first=Peter|last2=Mezes|first2=Miklos|last3=Fotina|first3=T.I.|last4=Denev|first4=S.D.|date=2010|url=http://dx.doi.org/10.1007/978-1-60327-571-2_18|title=Modern Dietary Fat Intakes in Disease Promotion|location=Totowa, NJ|publisher=Humana Press|isbn=978-1-60327-570-5|pages=275–303}}</ref>
 
==== 4. Nefrotoksik ====
Ketika aflatoksin tidak mampu dikeluarkan melalui pencernaan maka aflatoksin akan dikeluarkan dalam bentuk urin. Hal ini kemungkinan akan adanya kerusakan pada ginjal. Di uji coba dalam hewan pengerat, bahwa aflatoksin dapat menginduksi dan mempengaruhi tubulusinterstisial serta ukuran glomerulus secara histologis dan ultrastruktural.<ref>{{Cite journal|last=Abdel-Hamid|first=Ahmed A.M.|last2=Firgany|first2=Alaa El-Din L.|date=2015-10|title=Vitamin E supplementation ameliorates aflatoxin B1-induced nephrotoxicity in rats|url=http://dx.doi.org/10.1016/j.acthis.2015.08.002|journal=Acta Histochemica|volume=117|issue=8|pages=767–779|doi=10.1016/j.acthis.2015.08.002|issn=0065-1281}}</ref> Tentunya hal ini akan memengaruhi fungsi fisiologis dari ginjal.
 
==== 5. Imonusupresif ====
Aflatoksin dapa menyebabkan imunosuspresi, yang dapat menambah agen infeksi seperti pada penyakit ''HIV'' (''Human Immunodeficiency Virus'') dan tuberklosis.<ref>{{Cite news|last=WHO|date=2018|title=Food Safety Digestion Aflatoxin|url=https://www.who.int/foodsafety/FSDigest_Aflatoxins_EN.pdf}}</ref> Imunosupresi disebabkan oleh reaktivitas aflatoksin, penurunan aktivitas vitamin K dan penurunan aktivitas fagositosis makrofag.
 
==== 6. Kwashiorkor ====
Kwashiorkor merupakan salah satu malnutrisi pada anak. Penyakit ini biasanya terkait karena kekurangan energi protein (KEP). Dan dapat ditandai dengan pertumbuhan rambut jagung pada anak penderitanya. Penyakit ini biasanya muncul didaerah dengan krisis pangan tinggi dan ketahanan pangannya yang rendah. Beberapa kelainan malnutrisi pada anak di Afrika Utara dan dan tempat lain pada populasi kekurangan gizi, yang biasanya dikaitkan dengan kekurangan gizi, dan juga dihubungkan dengan asupan aflatoksinsesuai dengan penelitian observasi.<ref>{{Cite journal|last=Sherif|first=Sherif O.|last2=Salama|first2=Emad E.|last3=Abdel-Wahhab|first3=Mosaad A.|date=2009-07|title=Mycotoxins and child health: The need for health risk assessment|url=http://dx.doi.org/10.1016/j.ijheh.2008.08.002|journal=International Journal of Hygiene and Environmental Health|volume=212|issue=4|pages=347–368|doi=10.1016/j.ijheh.2008.08.002|issn=1438-4639}}</ref>
 
== Metode Analisis Cemaran Aflatoksin <ref>{{Cite journal|last=Aini|first=Nurul|date=2012|title=Aflatoksin: cemaran dan metode analisisnya dalam makanan|url=https://media.neliti.com/media/publications/104270-ID-aflatoksin-cemaran-dan-metode-analisisny.pdf|journal=Indonesian Pharmaceutical Journal|volume=2|issue=2|pages=54-61}}</ref> ==
 
=== 1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri ===
KLT densitometri merupakan metode analisis yang masih dimanfaatkan hingga saat ini. Analisis aflatoksin dilakukan menggunakan fase diam lempeng KLT silica gel 60 F254 ukuran 20 10 cm dengan fase gerak kloroform-etil asetat (7:3). Deteksi dan kuantitasi dilaksanakan menggunakan alat pemindai KLT densitometri, detektor fluoresensi, pada panjang gelombang eksitasi maksimum 354 nm dan emisi 400 nm. Metode ini mempunyai batas deteksi (limit of detection, LOD) untuk aflatoksin B1 sebesar 9,62 pg dan untuk aflatoksin G1 sebesar 10,9 pg. Sementara itu, batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) untuk aflatoksin B1 dan G1 masing-masing sebesar 32,08 pg dan 36,41 pg.1
 
=== 2. Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (KCKT) ===
Analisis aflatoksin dengan KCKT dilakukan dengan menggunakan sistem KCKT fase terbalik dengan kondisi sebagai berikut: kolom silika yang terikat dengan C-18 panjang 15 cm, fase gerak air-metanol-asetonitril (50:40:10), kecepatan alir 0,8 ml/menit, suhu ruang, volume injeksi 10 µl pada konsentrasi 0,044 mg/ml, dan detektor fluoresensi. Panjang gelombang eksitasi maksimum dan panjang gelombang emisi untuk detektor fluoresensi adalah 365 nm dan 455 nm
 
=== 3. ''Enzym-Linked Immunisorbent Assay'' (ELISA) ===
Hasil dari ELISA adalah suatu warna sebagai hasil reaksi antara enzim dan substrat. Warna yang dihasilkan dapat diidentifikasi secara kasat mata dan dibaca secara kuantitatif menggunakan ELISA plate reader atau spektrofotometer kanal ganda. Pembacaan ini memungkinkan data diperoleh dengan cepat, dapat disimpan dan dianalisis secara statistik. Reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, waktu analisis yang cepat, dan dapat digunakan untuk mendeteksi sampel tunggal maupun banyak sekaligus merupakan keunggulan penggunaan ELISA sebagai teknik analisis.
 
== Rujukan ==
{{reflist}}
* Artikel aflatoksin di wikipedia bahasa Inggris
* Hiller K, Melzig MF 2007. Die große Enzyklopaedie der Arzneipflanzen und Drogen. Spektrum Elsevier, Heidelberg.
 
[[Kategori:BiologiAflatoksin| ]]
[[Kategori:Ilmu pangan]]
[[Kategori:KesehatanMikotoksin]]
[[Kategori:Pertanian]]
[[Kategori:Toksin]]