Emosi dalam pengambilan keputusan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hrara (bicara | kontrib)
Edit
k fix
 
(12 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Noun emotion 1325508.svg|al=Emosi dalam Pengambilan Keputusan|jmpl|[[Emosi]] dalam [[Pengambilan keputusan|Pengambilan Keputusan]]]]
Setiap harinya, manusia membuat banyak keputusan. Kadangkala, beberapa keputusan sangat mudah untuk diputuskan, tetapi banyak pula yang begitu kompleks.<ref name=":1">{{Cite journal|last=Kusasi|first=M.|date=2013|title=Pengaruh Manajemen Diri dan Kematangan Emosi Terhadap Pengambilan Keputusan|url=http://e-journals.unmul.ac.id/index.php/PSIKO/article/view/2227|journal=Jurnal Psikostudia Universitas Mulawarman|volume=2|issue=1|pages=16-27}}</ref> Pada proses pengambilan keputusan yang berkualitas sebetulnya tidak saja bersifat material, tetapi juga memiliki komponen [[Kognisi|kognitif]] dan [[Emosi|emosi.]].<ref>{{Cite journal|last=Budiono & Wening|date=2021|title=Dampak Kecerdasan Emosi Terhadap Kualitas Pengambilan Keputusan Pemimpin dan Efektivitas Sekolah di Indonesia|url=https://journals.upi-yai.ac.id/index.php/ikraith-humaniora/article/view/923|journal=Jurnal IKRA-ITH Humaniora|volume=5|issue=1|pages=60}}</ref> Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa emosi memiliki pengaruh besar pada berbagai proses kognitif. Misalnya, perhatian, persepsi, pengkodean memori (penyimpanan dan pengambilan informasi), dan pembelajaran asosiatif.<ref name=":0">{{Cite book|last=Garcia|first=M.|date=2020|url=https://www.ipsos.com/sites/default/files/2020-10/the-role-of-emotion-in-human-decision-making.pdf|title=The Role Of Emotion in Human Decision Making|location=Paris|publisher=ARF AudienceXScience Ipsos|pages=2|url-status=live}}</ref>
 
Selaras dengan hal tersebut, [[:en:Antonio_DamasioAntonio Damasio|Damasio]] dalam Goleman (2007) juga menyatakan bahwa emosi dapat menghambat atau membantu proses pengambilan keputusan. Di mana salah satu faktor yang dapat menentukannya adalah kompetensi pengambilan keputusan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan emosi yang individu miliki.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Fenisia|first=E.|date=2019|title=Peran Regulasi Emosi Terhadap Kompetensi Pengambilan Keputusan Memilih Jurusan di Perguruan Tinggi Pada Siswa SMA|url=http://fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2019/07/1-PERAN-REGULASI-EMOSI-TERHADAP-KOMPETENSI-PENGAMBILAN-KEPUTUSAN-MEMILIH-JURUSAN-DI-PERGURUAN-TINGGI-PADA-SISWA-SMA-1-6.pdf|journal=Prosiding Seminar Nasional Psikologi Pendidikan|volume=1|issue=1|pages=1-4|access-date=2021-12-29|archive-date=2021-12-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20211229113451/http://fppsi.um.ac.id/wp-content/uploads/2019/07/1-PERAN-REGULASI-EMOSI-TERHADAP-KOMPETENSI-PENGAMBILAN-KEPUTUSAN-MEMILIH-JURUSAN-DI-PERGURUAN-TINGGI-PADA-SISWA-SMA-1-6.pdf|dead-url=yes}}</ref> Untuk itu, mempelajari emosi dalam pengambilan keputusan dapat dimulai dari mengetahui jenis emosi, relasi emosi dengan keputusan, regulasi emosi, hingga efek unik dari suatu emosi pada saat pengambilan keputusan.
 
== Klasifikasi Emosi ==
Emosi diklasifikasikan ke dalam empat kategori, antara lain<ref name=":0">{{Cite book|last=Garcia|first=M.|date=2020|url=https://www.ipsos.com/sites/default/files/2020-10/the-role-of-emotion-in-human-decision-making.pdf|title=The Role Of Emotion in Human Decision Making|location=Paris|publisher=ARF AudienceXScience Ipsos|pages=2|url-status=live}}</ref>:
 
=== 1. Emosi Ambien Atau Insidental ===
Emosi ambien atau insidental adalah emosi yang tidak terkait langsung dengan sebuah keputusan. Emosi ini dapat dipicu oleh suatu situasi dan mempengaruhi keputusan yang dibuat dalam situasi berikutnya sekalipun jika situasi tersebut tidak terkait dengan situasi sebelumnya. Sehingga, efek emosi ini terjadi tanpa kesadaran. Contoh sederhana dari emosi insidental adalah suasana hati. Ketika pandemi COVID-19 merajalela misalnya. Kondisi ini mempengaruhi seluruh keputusan yang dibuat oleh individu meskipun individu tersebut tidak terifeksi atau bahkan terkait dengan COVID-19. Peristiwa pandemi ini akan mengangkat suasana hati individu, yang kemudian berdampak pada meningkatnya dorongan fisiologis akan pembelanjaan atau pembelian barang-barang tertentu.
 
=== 2. ''Task-Integral Emotions'' ===
''Task-integral emotions'' muncul dari sifat keputusan itu sendiri dan secara mendalam membentuk proses pengambilan keputusan dari waktu ke waktu. ''Task-integral emotions'' dapat terjadi dengan atau tanpa kesadaran. Emosi ini melandasi bahwa hasil keputusan akan mempengaruhi pemrosesan adaptif ketika menghadapi keputusan serupa di masa mendatang. Masih dalam konteks [[Pandemi Covid-19|COVID-19]] misalnya. ''Trade-integral emotions'' dapat mempelopori keputusan yang melibatkan ''trade-off'' (pertukaran), seperti melandaikan kurva dan aturan jarak sosial sebagai upaya adaptasi bisnis lokal dan konsekuensi ekonomi.
 
=== 3. Reaksi Afektif-Hasil Nyata ===
Reaksi Afektif-Hasil Nyata adalah reaksi afektif yang terjadi dalam kaitannya dengan hasil nyata yang dialami. Pada dasarnya, reaksi ini akan mempengaruhi keputusan yang serupa. Katakanlah, jika respon afektif atau penilaian respon tersebut positif maka pemrosesan adaptif dalam situasi yang sama akan membawa individu ke arah keputusan otomatis dengan arah yang sama (positif), dan begitu pula sebaliknya. Contohnya adalah sebuah emosi yang timbul oleh layanan yang diterima sehubungan dengan keputusan untuk memperoleh layanan tersebut.
 
=== 4. Reaksi Afektif-Harapan ===
Reaksi Afektif-Harapan adalah reaksi afektif yang terjadi sehubungan dengan hasil yang diharapkan. Reaksi ini seringkali didasarkan pada emosi yang dialami sebelumnya selama situasi serupa, di mana emosi ini akan memiliki pengaruh yang amat kuat dalam strategi dan arah keputusan. Proses deteksi atau pengukuran emosi ini membutuhkan kapasitas yang sangat mendalam ketika merujuk pada evaluasi efektivitas komunikasinya. Contoh dari reaksi afektif-harapan adalah emosi yang dialami pada saat pembelian atau selama paparan pemasaran terkait harapan penggunaan atau konsumsi suatu produk.
 
== Konstruksi Emosi dan Keputusan ==
Emosi tercipta ketika otak menafsirkan apa yang terjadi di sekitar kita melalui ingatan, pikiran, dan keyakinan. Emosi memicu bagaimana kita merasa dan berperilaku. Dan karena itulah, semua keputusan yang diambil seseorang akan merujuk pada pengalaman emosionalnya. Sebagai contoh, jika seseorang merasa bahagia mungkin saja ia memutuskan untuk berjalan pulang melalui taman yang dipenuhi bunga. Namun, jika seseorang tersebut pernah dikejar oleh seekor anjing sewaktul kecil maka taman yang indah tersebut mungkin memicu perasaan takut. Dan alhasil membuat seseorang itu memutuskan untuk menaiki bus sebagai gantinya. Dalam konteks ini mungkin terdapat argumen logis yang dibuat dengan cara apa pun, tetapi pada peristiwa yang terjadi adalah keputusan itu didorong oleh keadaan emosional individu yang bersangkutan.<ref name=":3">{{Cite webbook|last=BachDickens & Cohen|date=2018|title=How Do Our Emotions Affect Decision Making?2002|url=https://www.bachremediesbrookings.comedu/enwp-uscontent/exploreuploads/blog2016/2018/how-do-our-emotions-affect-decision-making06/20020613.pdf|websitetitle=www.bachremedies.comInstinct and Choice: A Framework for Analysis|accesslocation=USA|publisher=MIT Publisher|pages=2-date4|url-status=29 Desember 2021live}}</ref>
 
== Dimensi Pengambilan Keputusan ==
Baris 26:
 
== Gaya Pengambilan Keputusan ==
Tseng dan Hung (2014) menyebutkan bahwa gaya pengambilan keputusan mempengaruhi pendekatan seeorang dalam membuat sebuah keputusan. Gaya tersebut setidaknya merefleksikan kombinasi penerimaan dan elaborasi stimulus yang diperoleh untuk selanjutnya dipilihnya dalam rangka merespon informasi-informasi yang ada. Lebih jauh lagi, Kocet dan Herlihy (2014) berpendapat bahwa gaya pengambilan keputusan pada setiap individu ialah berbeda satu sama lain. Setiap individu bebas memiliki gaya pengambilan keputusan secara instruksional ''(directive),'' analitis, konseptual, dan bahkan berdasarkan tindak tanduk ''(behavioural)''. Di mana masing-masing gaya pengambilan keputusan memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Individu yang telah mengetahui gaya pengambilan keputusannya dapat memaksimalkan dan atau memperbaikinya melalui serangkaian kombinasi dengan gaya lainnya, sehingga sebuah keputusan yang hendak diambil dapat sesuai dengan apa yang diharapkan.<ref name=":4">{{Cite journal|last=Satar & Yusri|date=2019|title=Pengambilan Keputusan Ditinjau dari Manajemen Diri dan Kematangan Emosi|url=https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/alqalb/article/view/826|journal=Jurnal Al-Qalb|volume=10|issue=1|pages=20-41}}</ref>
 
== BagaimanaPembentukan Emosi Terbentuk dan Ditindaklanjuti ==
Setiap perasaan dimulai dengan stimulus eksternal, baik itu sesuatu yang dikatakan seseorang ataupun peristiwa fisik. Stimulus tersebut kemudian menghasilkan emosi yang tidak dirasakan di otak. Di mana emosi tersebut yang menyebabkan tubuh memproduksi hormon yang responsif. Hormon-hormon ini memasuki aliran darah dan menciptakan perasaan yang terkadang negatif dan terkadang positif. Ahli saraf Amerika-Portugis bernama Dr. Antonio R. Damasio kemudian menjelaskan bahwa otak secara terus menerus akan memperbarui informasinya tentang keadaan tubuh guna mengatur banyak proses yang membuatnya tetap hidup. Aktivitas menerjemahkan emosi ke dalam perasaan yang bisa ditindaklanjuti inilah yang lantas mempengaruhi keputusan dan digunakan manusia untuk bertahan hidup.<ref name=":5">{{Cite web|last=Whitener|first=S.|date=2018|title=How Your Emotions Influence Your Decisions|url=https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/05/09/how-your-emotions-influence-your-decisions/?sh=7834bddf3fda|website=www.forbes.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
Baris 39:
Pada abad ke-20, [https://www.paulekman.com/ Paul Ekman] mengidentifikasi emosi ke dalam enam basis dasar (marah, jijik, takut, bahagia, sedih, dan terkejut), sementara [[Robert Plutchik]] membaginya menjadi empat pasang kutub yang berlawanan (suka-sedih, marah-takut, percaya-ketidakpercayaan, antisipasi-kejutan). Kedua penggolongan ini meyakini bahwa setiap emosi dasar akan terkait dengan sirkuit neurologis yang berbeda dan berdedikas pada kemampuan bertahan hidup sejak manusia tempo dahulu. Karena tertanam, emosi dasar dipandang sebagai bawaan yang universal, otomatis, cepat, dan memicu perilaku dengan nilai kelangsungan hidup yang tinggi. Sehingga, dalam hal ini, emosi dasar bertindak sebagai blok bangunan, di mana emosi yang lebih kompleks menjadi campuran dari beberapa emosi dasar. Misalnya, penghinaan bisa menjadi campuran antara kemarahan dan rasa jijik.<ref>{{Cite web|last=Burton|first=N.|date=2016|title=What Are Basic Emotions?|url=https://www.psychologytoday.com/us/blog/hide-and-seek/201601/what-are-basic-emotions|website=www.psychologytoday.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
Guna memetakan emosi lebih dalam, Paul Ekman lantas memvisualisasikan emosi ke dalam bentuk “Roda Emosi” atau yang disebut dengan ''Paul Ekman’s Emotion Wheel.'' Roda emosi terdiri dari lingkaran dalam dan lingkaran luar. Lingkaran dalam memuat emosi dasar, sementara lingkaran luar memuat kompleksitas emosi atau perasaan. Cara interpretasinya dilakukan dengan misalnya melihat emosi dasar berupa “bahagia” yang terletak di lingkaran dalam mampu menghasilkan perasaan “gembira”, “kuat” atau bahkan “bangga” di luar lingkaran.<ref name=":5">{{Cite web|last=Whitener|first=S.|date=2018|title=How Your Emotions Influence Your Decisions|url=https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/05/09/how-your-emotions-influence-your-decisions/?sh=7834bddf3fda|website=www.forbes.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
Dengan kata lain, roda emosi mempertimbangkan bagaimana emosi tertentu (lingkaran dalam) akan diterjemahkan menjadi perasaan (lingkaran luar). Roda emosi memahami bahwa enam emosi hanya kategori luas dengan sedikit kekhususan, sedangkan perasaan lebih mirip dengan bagaimana individu sebenarnya dan secara spesifik menggambarkan apa yang terjadi di otak dan tubuh manusia. Sehingga, hanya ketika individu melihat hasil akhirnya, individu dapat secara efektif memanfaatkan pengetahuan tentang emosi dan perasaan dalam proses pengambilan keputusan. Ini berarti, jika individu mencoba memahami bahwa emosi tertentu, misalnya, jijik, akan menghasilkan perasaan "membenci" atau "menghakimi" atau "menjijikkan", maka individu dapat mengevaluasi masalah tersebut dengan lebih cermat dan mengambil tindakan yang lebih baik.<ref name=":5">{{Cite web|last=Whitener|first=S.|date=2018|title=How Your Emotions Influence Your Decisions|url=https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/05/09/how-your-emotions-influence-your-decisions/?sh=7834bddf3fda|website=www.forbes.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
Dengan menggunakan proses dalam roda emosi, individu dapat melihat bahwa ketika ia berpikir, maka ia sedang mengalami suatu perasaan dan benar-benar berurusan dengan suatu emosi. Di mana perasaan akan dianggap sebagai gejala emosi individu. Oleh karena itu, seperti menangani kebanyakan penyakit, individu perlu sampai ke akar penyebab (emosi) daripada gejala (perasaan) agar dapat mengambil keputusan yang bijak.<ref name=":5">{{Cite web|last=Whitener|first=S.|date=2018|title=How Your Emotions Influence Your Decisions|url=https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2018/05/09/how-your-emotions-influence-your-decisions/?sh=7834bddf3fda|website=www.forbes.com|access-date=29 Desember 2021}}</ref>
 
== Peran Emosi ==
Secara mendetail, peran emosi dapat dideskripsikan sebagai berikut:
 
Tahap pertama, ‘sepanjang proses pengambilan keputusan, emosi muncul dan berperan mempengaruhi tahap-tahap pengambilan keputusan’. Pada tahapan setelah memutuskan tetapi belum mengetahui hasilnya, emosi yang muncul adalah “harap dan takut” ''(hope and fear).'' Pada tahap ini, individu akan merasa bahwa ingin sekali mencari tahu bagaimana  hasil keputusannya dan berharap yang terbaik. Pada tahap ini juga, tidak jarang individu justru ingin menghindar dari informasi karena memiliki perasaan takut akan hasil yang tidak memuaskan. Selanjutnya, pada tahap ketika keputusan telah diketahui hasilnya, emosi yang muncul untuk hasil yang tidak puas adalah penyesalan dan kekecewaan ''(regret and disappointment).'' Sementara, untuk hasil yang puas maka emosi yang muncul adalah girang hati, kebahagiaan, dan terkejut ''(elation, happiness, and surprise).'' Zeelenberg dan Pieters (2006) selanjutnya menjelaskan implikasinya melalui pendekatan ‘''feeling is for doing’.''   Mereka mengemukakan bahwa emosi berperan sebagai motivasi. Misalnya saja, implikasi rasa takut atau berharap pada sebuah tindakan. Dalam konteks ini, seseorang yang dihinggapi rasa takut, ia akan termotivasi untuk berlari dan menjauh dari objek sumber rasa takut. Sebaliknya, pada orang yang berharap maka ia akan termotivasi untuk mendekati objek yang menjadi harapannya.<ref name=":6">{{Cite journal|last=Umaya|first=F.|date=2014|title=Emosi Regret dan Pengambilan Keputusan dalam Bidang Ekonomi|url=https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/11461|journal=Buletin Psikologi|volume=22|issue=2|pages=117–125|doi=10.22146/bpsi.11461}}</ref>
 
== Relasi Emosi dan Pengambilan Keputusan ==
Damasio dalam Fenisia (2019) mengatakan bahwa emosi berperan penting dalam pengambilan keputusan, yakni membantu proses pengambilan keputusan ataupun menghambatnya. Dalam hal ini, pengambilan keputusan yang dilakukan secara emosional (arah emosi negatif) mampu mengurangi kualitas pengambilan keputusan tersebut. Sehingga, guna menentukan suatu emosi bersifat mendukung atau menghambat proses pengambilan keputusan maka diperlukan suatu kompetensi dalam hal pengambilan keputusan. Di mana kompetensi ini memiliki fungsi untuk mengidentifikasi dan mengendalikan emosi yang dimiliki individu terkait.<ref name=":2" />
 
Sementara itu, Pfister dan Bohm (2008) mengatakan bahwa fungsi yang dimainkan emosi dalam pengambilan keputusan tidaklah homogen. Mereka berpendapat bahwa terdapat setidaknya empat fungsi emosi dalam hal tersebut, yakni informasi, kecepatan, relevansi, dan komitmen. Pertama, dalam kondisi apapun sebuah keputusan membutuhkan informasi. Keputusan dibuat dengan tujuan untuk memberikan kondisi yang lebih baik. Untuk itulah, kehadiran informasi sangat bermanfaat dalam melakukan sebuah evaluasi. Kedua, pengambilan keputusan adalah sesuatu yang integral dengan aktivitas manusia, dan karenanya akan banyak hambatan atau rintangan.  Salah satu rintangan pentingnya ialah menyangkut waktu atau tekanan waktu. Dalam hal ini, fungsi emosi adalah memberikan stimulus kecepatan agar pengambil keputusan dapat menghasilkan keputusan secara cepat di bawah tekanan waktu. Ketiga, pengambil keputusan biasanya menyeleksi aspek-aspek tertentu yang menjadi perhatiannya. Proses seleksi tersebut dikendalikan oleh sesuatu yang disebut dengan relevansi. Dalam konteks ini, emosi berfungsi mengarahkan pengambil keputusan untuk memperhatikan aspek-aspek yang relevan saja. Keempat, suatu hal yang melekat pada pengambil keputusan adalah mengharapkan bahwa keputusan itu cukup dibuat sekali untuk  digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Dalam hal ini, kebanyakan orang akan menunjukan komitmen, khususnya ketika individu tersebut berada dalam situasi pembuatan keputusan yang kompleks.<ref name=":6">{{Cite journal|last=Umaya|first=F.|date=2014|title=Emosi Regret dan Pengambilan Keputusan dalam Bidang Ekonomi|url=https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/11461|journal=Buletin Psikologi|volume=22|issue=2|pages=117–125|doi=10.22146/bpsi.11461}}</ref>
 
== Respon Terhadap Emosi ==
Baris 71:
Orientasi pengambilan keputusan meliputi beberapa tahapan, diantaranya<ref name=":1" />:
 
=== 1. Identifikasi Persoalan ===
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam orientasi pengambilan keputusan adalah identifikasi persoalan. Proses pangambilan keputusan umumnya dimulai setelah permasalahan diidentifikasi. Kemudian, setelah masalah diidentifikasi, tujuan dapat diformulasikan. Tahapan identifikasi persoalan terkait dengan kemauan individu untuk belajar, kemampuan bertanggung jawab, dapat berkomunikasi dengan baik, dan menjalin hubungan sosial yang baik. Atau secara sederhananya, tahapan ini digunakan untuk memilah, menentukan apa, dan bagaimana masalah yang sebenarnya dihadapi. Pada tahapan identifikasi persoalan, emosi tidak terlalu mempengaruhi karena dominasinya berhubungan dengan faktor kecerdasan dan kontrol diri.
 
=== 2. Menentukan Tujuan dan Analisis Masalah ===
Tahap berikutnya setelah mengidentifikasi persoalan adalah menentukan tujuan dan analisis masalah. Penetapan tujuan dan sasaran serta analisis masalah secara memadai akan menentukan hasil yang akan dicapai. Dalam tahapan ini, individu menentukan target dan tujuan yang hendak dicapai serta menganalisis masalah yang sebenarnya terjadi berdasarkan informasi yang telah diperoleh dari proses identifikasi masalah. Sementara perihal faktor yang berpengaruh dalam tahapan penentuan tujuan dan analisis masalah ialah kestabilan emosi. Individu dengan kestabilan emosi yang tinggi sangat jarang mengalami kecemasan, emosinya tidak mudah meledak, dan cenderung bersifat penyabar. Di mana kriteria tersebut sangat diperlukan dalam proses penentuan tujuan dan analisis masalah. Kaena titik berat kestabilan emosi terletak pada konsentrasi dan kurangnya rasa khawatir maka individu dengan kecemasan atau ketidakstabilan emosi diproyeksikan dengan kesalahan manakala menentukan tujuan dan analisis masalah.
 
=== 3. Pengembangan Alternatif Solusi ===
Langkah selanjutnya adalah mengembangkan berbagai alternatif solusi. Sebelum mengambil keputusan perlu dikembangkan beberapa alternatif solusi yang dapat dilaksanakan dan perlu dipertimbangkan juga konsekuensi yang mungkin terjadi dari tiap-tiap alternatif tersebut. Tahapan pengembangan alternatif solusi sangat terkait dengan kematangan emosi yakni falsafah hidup yang terintegrasi. Ketika individu mempunyai falsafah hidupnya terintegrasi dangan baik, individu tersebut memiliki cara berpikir yang matang dan bersifat menyeluruh. Konteks menyeluruh maksudnya adalah memperhatikan fakta-fakta tertentu secara tersendiri dan menggabungkannya untuk melihat arti keseluruhan yang muncul. Dengan falsafah hidup yang terintegrasi, pengembangan alternatif solusi dibuat dengan berbagai pertimbangan, didasarkan pada penilaian yang objektif dan terlepas dari prasangka. Selain falsafah hidup yang terintegrasi, disiplin diri juga memainkan peran kunci dalam tahapan ini. Maksudnya, individu yang mampu mendisiplinkan dirinya, akan dapat mengontrol perilakunya. Sehingga, dapat menentukan sebuah solusi dengan mempertimbangkan konsekuensi, dan tidak membuang waktu hanya untuk memikirkan alternatif yang kurang bermanfaat.
 
=== 4. Mengevaluasi Alternatif Yang Ada ===
Pada tahapan ini, alternatif yang ada kemudian harus dievaluasi dan dibandingkan guna menentukan pilihan terbaik. Lebih lanjut, tahapan evaluasi alternatif yang ada dipengaruhi oleh rasa aman. Rasa aman akan menjadikan individu untuk pantang menyerah ketika menghadapi berbagai masalah, percaya diri, dan mampu menghargai dirinya sendiri. Karakter ini sangat dibutuhkan manakala mengevaluasi berbagai alternatif yang muncul. Sehingga, walaupun suatu saat evaluasi yang diambil individu saat itu ternyata kurang sesuai, individu tersebut tidak mudah putus asa dan tetap memiliki sikap percaya diri.
 
=== 5. Memilih Alternatif Terbaik ===
Setelah melakukan evaluasi alternatif, tahapan berikutnya adalah individu memilih alternatif yang terbaik. Tujuan memilih alternatif yang terbaik adalah memecahkan persoalan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Pada tahapan ini, kestabilan emosi menjadi faktor yang mempengaruhinya. Emosi yang stabil pada individu akan memastikan dirinya jarang mengalami kecemasan dan kekhawatiran. Sehingga, bila diharuskan memilih sebuah alternatif, individu tersebut diharapkan mampu berkonsentrasi agar alternatif yang dipilihnya merupakan pilihan yang terbaik.
 
=== 6. Melaksanakan Keputusan ===
Langkah selanjutnya setelah alternatif yang terbaik dipilih adalah dengan melaksanakan keputusan. Dalam hal ini, pelaksanaan keputusan dilakukan secara efektif untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pada tahapan ini faktor kunci yang mempengaruhinya adalah kecerdasan, yakni kecerdasan akademis dan lingkungan sosial. Dalam pelaksanaan keputusan, terkadang individu perlu berhubungan dengan orang lain.  Oleh sebab itu, individu tersebut perlu memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan sosial. Di mana individu mampu bersikap kreatif dalam membaca situasi agar pelaksanaan keputusan yang diambil tidak merugikan orang lain, tetapi tetap dapat membawa hasil yang optimal. Dalam konteks ini, individu melihat kebutuhan individu lain dan memberikan potensi dirinya untuk dibagikan kepada individu lain yang membutuhkan. Sehingga, individu yang memiliki hubungan sosial yang baik akan memperhatikan pula kepentingan orang lain selain kepentingannya sendiri.
 
=== 7. Evaluasi Keputusan ===
Langkah terakhir yang harus dilakukan dalan pengambilan keputusan adalah mengevaluasi keputusan yang telah diambil. Evaluasi didasarkan atas sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah hasil yang dicapai sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum. Pada tahapan ini, setidaknya terdapat tiga faktor yang mempengaruhinya. Pertama, kemampuan individu dalam menjalin hubungan sosial. Individu yang mampu berkomunikasi dengan baik akan dapat melihat kebutuhan individu lain dan memberikan potensi dirinya dalam bentuk uang, waktu, dam tenaga untuk dibagikan kepada individu lain yang membutuhkan. Melalui evaluasi terhadap keputusan yang diambilnya lantas diharapkan individu dapat menentukan apakah keputusan yang ambilnya juga dapat bermanfaat bagi orang lain atau tidak. Kedua, kreativitas individu terkait. Miner (1992) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi cara seseorang dalam mengambil keputusan adalah kreativitas. Ide kreatif akan memunculkan keputusan yang kreatif pula. Hasil dari keputusan-keputusan yang kreatif akan membantu dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan produktivitas organisasi dan berperan dalam penelitian produk baru. Ketiga, sikap disiplin. Sikap disiplin pada individu berhubungan dengan kemampuan dalam mengontrol diri dan mengatur waktu maupun kegiatan. Individu yang disiplin akan mematuhi aturan dan jadwal yang telah dibuatnya. Apabila hasil evaluasi tidak sesuai dengan yang direncanakan maka iaakan segera berpikir ulang untuk memperbaikinya agar sesuai dengan target yang diharapkannya.
 
Baris 99:
Selanjutnya, kematangan emosi dapat dilihat dari cara seorang individu menghadapi tantangan, bagaimana tanggung jawabnya terhadap suatu kewajiban, dan bagaimana pandangan hidupnya tentang dunia. Feiberg (2005) menambahkan bahwa kematangan emosi juga ditandai dengan bagaimana konflik dipecahkan dan bagaimana kesulitan ditangani. Individu yang sudah dewasa, dalam hal ini dewasa secara emosi akan memandang kesulitan-kesulitan yang ada bukan sebagai malapetaka, tetapi sebagai tantangan-tantangan. Sehingga, saat individu tersebut dihadapakan pada situasi di mana ia harus memilih salah satu alternatif yang disodorkan padanya, ia akan mudah mengambil keputusan yang sesuai dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dia milki sebelumnya. Ini juga menekankan bahwa individu dengan kematangan emosi akan bersedia memikul resiko dengan mengacu pada perkiraan-perkiraan yang paling tepat yang dapat diperolehnya. Lebih lanjur, dengan adanya kematangan emosi, individu tidak akan terjebak dan salah langkah dalam pengambilan keputusan. Mengingat individu tersebut tak akan mementingkan emosi sesaat sehingga melupakan langkah-langkah penting yang seharusnya dilakukan dan prosedur yang seharusnya dilewatil.<ref name=":1" />
 
Dalam praktiknya, pengaruh kematangan emosi terhadap pengambilan keputusan dapat dicontohkan dalam situasi ekonomi seperti pembelian barang. Pembelian memerlukan sebuah keputusan yang dilakukan secara rasional dan emosional. Antara rasional dan emosional merupakan hal yang terpisah yakni antara respon kognisi dan afeksi adalah tidak tergantung. Kemampuan pengambilan keputusan yang tinggi didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki, potensi yang dimiliki, lingkungan sekitar dan pendapat orang lain. Sehingga, bila individu memiliki kematangan secara emosional maka individu tersebut dapat bereaksi secara positif.<ref name=":7">{{Cite journal|last=Puspasari|first=D.|date=2016|title=Hubungan Antara Kematangan Emosi dengan Pengambilan Keputusan pada Remaja di SMAN 2 Sukoharjo|url=http://eprints.ums.ac.id/47506/17/Naspub_Desi.pdf|journal=Skrips|pages=3}}</ref>
 
== Faktor Lainnya ==
Baris 108:
 
=== Meminimalkan Respon Emosional ===
Berikut merupakan solusi untuk meminimalisirmeminimalkan respon [[Emosi|emosionalemosi]]onal pada saat pengambilan keputusan berlangsung:
 
1. Waktu Tunda
Baris 149:
Konstruksi pilihan menawarkan serangkaian taktik alternatif yang memengaruhi perilaku secara otomatis tanpa membatasi pilihan. Strategi ini dilakukan dengan jalan mengubah pembingkaian, struktur pilihan, dan lingkungan. merusak. Contohnya, kafetaria perlu diatur sehingga makanan pertama yang ditemui konsumen adalah pilihan yang lebih sehat. Pengaturan seperti ini nantinya akan meningkatkan kemungkinan kombinasi rasa lapar yang mendalam dan konsumen tidak akan berpikir bahwa hal tersebut akan menggagalkan tujuan kesehatannya.<ref>{{Cite journal|last=Thaler dan Sunstei|date=2008|title=Nudge: Improving Decisions About Health, Wealth, and Happiness. New Haven, CT: Yale|url=https://www.researchgate.net/publication/257178709_Nudge_Improving_Decisions_About_Health_Wealth_and_Happiness_RH_Thaler_CR_Sunstein_Yale_University_Press_New_Haven_2008_293_pp|journal=The Social Science Journal|volume=45|issue=4|pages=700–701|doi=10.1016/j.soscij.2008.09}}</ref><ref name=":10">{{Cite journal|last=Thaler dan Sunstein|date=2003|title=Libertarian Paternalism|url=https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/12876718/LibPaternal.pdf?sequence=1|journal=American Economic Review.|volume=93|issue=2|pages=175-179|doi=10.1257/000282803321947001}}</ref>
 
Konstruksi pilihan yang lebih mendalam juga dapat digunakan untuk membantu konsumen menunda pilihan mereka untuk mengurangi pengaruh emosi langsung. Misalnya, sebagian besar negara bagian di Amerika Serikat memerlukan masa tunggu sebelum individu dapat membeli senjata, sehingga mengurangi pengaruh langsung dari kemarahan sementara. Dengan melibatkan pengaruh yang relatif tidak disadari, konstruksi pilihan memberikan jalan yang menjanjikan untuk mengurangi dampak emosi yang tidak diinginkan dengan cara yang menguntungkan masyarakat umum.<ref name=":10">{{Cite journal|last=Thaler dan Sunstein|date=2003|title=Libertarian Paternalism|url=https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/12876718/LibPaternal.pdf?sequence=1|journal=American Economic Review.|volume=93|issue=2|pages=175-179|doi=10.1257/000282803321947001}}</ref>
 
== Fenomena Keputusan Berbasis Emosi ==
Baris 184:
Induksi emosi merupakan teknik memanipulasi emosi dan ingatan yang diperkenalkan oleh Smith dan Ellsworth pada tahun 1985. Teknik ini biasanya digunakan untuk melihat efek emosi yang diperankan dalam melakukan pilihan pembelian sebuah produk. Prosedur induksi emosi dilakukan dengan cara subjek diminta untuk mengingat pengalaman masa lalu dan membawa emosi pengalaman masa lalu itu ke masa kini. Bila subjek diminta mengingat peristiwa yang menyenangkan maka disebut dengan induksi emosi positif. Sedangkan, bila subjek diminta untuk mengingat kembali peristiwa yang menyedihkan maka hal ini disebut induksi emosi negatif.<ref name=":12" />
 
Teknik induksi emosi juga sangat tergantung pada tingkat sugestif orang yang akan diinduksi. Di mana setiap individu terbagi menjadi beberapa entitas, yakni fisik, emosional, dan intelektual. Asumsinya adalah individu dengan kondisi emosional yang positif akan memiliki level kognisi yang lebih baik sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat melalui mekanisme heuristik yang sederhana dan tanpa banyak berpikir. Namun, lebih dari itu, proses pengambilan keputusan mau tidak mau tetaplah juga melibatkan aspek-aspek kognitif.  Sehingga, bisa saja individu yang telah diberi induksi positif akan lebih terpengaruh pada pilihan beresiko dibandingkan individu yang diinduksi negatif.<ref name=":12">{{Cite journal|last=Wijayanti & Ahmad|date=2014|title=Pengaruh Induksi Emosi Terhadap Keputusan Membeli Produk|url=https://media.neliti.com/media/publications/224302-pengaruh-induksi-emosi-terhadap-keputusa.pdf|journal=7|volume=1|issue=45-47}}</ref>
 
=== Efek Unik Amarah ===
Jika rasa takut melahirkan ketidakpastian, kemarahan menanamkan kepercayaan diri. Orang yang marah lebih cenderung menyalahkan individu, daripada "masyarakat," atau pun nasib. Kemarahan membuat orang lebih mungkin mengambil risiko dan meminimalkan betapa berbahayanya risiko itu. Orang yang marah akan lebih mengandalkan stereotip dan lebih bersemangat untuk bertindak. Oleh karena itu, amarah adalah emosi yang mengaktifkan tindakan.<ref>{{Cite book|last=Litvak dkk.|date=2010|url=https://scholar.harvard.edu/files/jenniferlerner/files/fuel_in_the_fire_how_anger_impacts_judgment_and_decision_making_0.pdf|title=Chapter 17: Fuel in the Fire: How Anger Impacts Judgment and Decision-Making. Springer Sciences|location=USA|publisher=Springer Sciences|url-status=live}}</ref>
 
Studi tentang efek amarah dalam pengambilan keputusan telah diteliti oleh psikolog klinis asal Amerika bernama Lerner. Dalam penelitiannya, Lerner meminta sekelompok warga Amerika Serikat untuk membaca berita tentang ancaman surat antraks dengan maksud untuk membuat mereka merasa takut; dan meminta mereka juga untuk membaca berita tentang perayaan serangan 9/11 oleh beberapa orang di negara-negara Timur Tengah dengan maksud untuk menimbulkan kemarahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang dibuat merasa marah akan melihat dunia kurang berisiko dan mereka turut pula mendukung tindakan yang lebih keras terhadap tersangka teroris. Lerner lantas menyimpulkan bahwa amarah atau kemarahan terkadang bermanfaat karena merupakan bagian dari emosi utama keadilan.<ref name=":11" />
Baris 203:
 
== Referensi ==
<references />
 
[[Kategori:Emosi]]
[[Kategori:Pikiran]]
[[Kategori:Psikologi]]