Hukuman mati dan hak asasi manusia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k fix
 
(97 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Death Penalty World Map.png|jmpl|491x491px|[[Peta]] Penyebaran [[Negara]] yang Masih Melakukan [[Hukuman mati|Hukuman Mati.]]<ref>{{Cite news|last=Tim BBC News|first=Media|date=15 Oktober 2018|title=Negara mana yang masih menerapkan hukuman mati? Bagaimana dengan Indonesia?|url=https://www.bbc.com/indonesia/dunia-45859508|work=BBC Indonesia|newspaper=BBC News Indonesia|language=id|access-date=2021-06-26}}</ref> Menurut [[penelitian]] [[Amnesty International|Amnesti Internasional]], masih banyak [[Negara|negara-negara]] yang masih menjalankan [[hukuman mati]] di dalam [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]].<ref name=":10">{{Cite web|last=Amnesty International Indonesia|first=Media|date=2020-04-21|title=Penghapusan hukuman mati makin mendesak • Amnesty Indonesia|url=https://www.amnesty.id/penghapusan-hukuman-mati-makin-mendesak/|website=Amnesty Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-06-26}}</ref> Sebanyak 136 [[negara]] masih menjalankan [[hukuman mati]].<ref name=":10" /> Namun, terhitung setelah 10 tahun [[Negara|negara-negara]] tersebut tidak melakukan [[Hukuman mati|eksekusi]] [[hukuman mati]].<ref name=":10" /> Sebanyak 50 [[negara]] di [[dunia]] sudah menghapuskan [[hukuman mati]] dari [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana|Undang-Undang Pidana]] yang berlaku.<ref>{{Cite news|date=2021-04-21|title=Di Tengah Wabah Covid-19, Hukuman Mati di Negara Ini Meroket|url=https://www.kompas.com/global/read/2021/04/21/182000070/di-tengah-wabah-covid-19-hukuman-mati-di-negara-ini-meroket|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2021-06-26|editor-last=Utomo|editor-first=Ardi Priyatno}}</ref> ]]
{{Sedang ditulis}}'''Hukuman mati dan hak asasi manusia''' merupakan [[sanksi]] terberat dalam [[Pidana|sistem pidana]] di [[Indonesia]]<ref name=":0">{{Cite book|last=Asmarawati|first=Tina|date=2013|title=Hukuman Mati dan Permasalahannya di Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=CV. Budi Utama|isbn=978-602-280-166-5|pages=5-14|url-status=live}}</ref>. [[Hukuman]] ini termasuk [[hukuman]] paling tua, apabila dilihat dari tinjauan [[Sejarah|sejarahnya]]<ref name=":0" />. Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang menganggap bahwa [[hukuman mati]] sudah tidak sesuai  lagi dengan perikemanusiaan. Namun, [[Indonesia]] tetap mempertahankannya<ref name=":0" />.
'''Hukuman mati dan hak asasi manusia''' seringkali dianggap tidak lagi berhubungan satu sama lain''',''' terutama dalam bahasan [[hak untuk hidup]]. Meskipun timbul pertentangan, masih banyak [[negara]]-negara di [[dunia]] yang menggunakan [[hukuman mati]] sebagai sanksi [[pidana]]. Contohnya di [[Amerika Serikat]], di mana 38 dari 50 [[Negara bagian Amerika Serikat|negara bagian]] masih memberlakukan hukuman mati sebagai sanksi pidana.<ref name=":0">{{Cite book|last=Asmarawati|first=Tina|date=2013|url=https://www.google.co.id/books/edition/Hukuman_Mati_dan_Permasalahannya_di_Indo/v0xeCAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=Hukuman+Mati+dan+Permasalahannya+di+Indonesia&printsec=frontcover|title=Hukuman Mati dan Permasalahannya di Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=CV. Budi Utama|isbn=978-602-280-166-5|pages=5-14|url-status=live}}</ref>
 
Pada abad ke-17 pelaksanaan [[hukuman mati]] masih dengan cara yang dianggap kurang manusiawi. Contohnya dengan cara [[pemancungan]], [[hukuman gantung]], memukul hingga mati, mematahkan tulang iga, dibakar, dikubur hidup-hidup, ditenggelamkan, dan lain sebagainya. Kini perkembangannya jauh lebih modern. Di [[Pakistan]] dan [[Malaysia]], hukuman mati dilakukan dengan cara digantung. Di Amerika Serikat dilaksanakan dengan menggunakan [[kursi listrik]], ruang gas, atau pemberian [[suntik mati]].<ref name=":0" />
== Sejarah ==
[[Hukuman mati]] sudah ada sebelum para [[penjajah]] datang ke [[Indonesia]]<ref name=":0" />. Penerapannya berlaku untuk [[sanksi]] [[pidana]] [[Hukum adat|hukuman adat]]<ref name=":0" />[[Hukum adat|.]] Secara [[hukum]] di [[Indonesia]] [[hukuman mati]] mulai berlaku sejak [[UU No. 1 tahun 1946]] disahkan<ref name=":0" />. [[Kitab Undang-Undang Hukum Pidana]] hingga kini masih mencantumkan [[hukuman mati]] dalam kategori [[Pidana|pidana pokok]] (''strafrecht''), di samping [[pidana]] [[penjara]], dan [[pidana]] [[denda]]<ref name=":0" />.
 
Pertentangan mengenai hukuman mati pertama kali muncul dari [[Eropa Barat]] yang didukung oleh tokoh bernama [[Cesare Beccaria]] yang tertuang dalam sebuah tulisan yang diberi judul ''On Crime and Punishment'' pada tahun 1764. Setelah tulisan itu terbit, di abad ke 20 mulai terjadi reaksi untuk mereformasi beberapa kebijakan tentang pelaksanaan hukuman pidana, termasuk di dalamnya membahas tentang perubahan mengenai hukuman mati.<ref name=":2">{{Cite book|last=Anggara|first=dkk|date=2017|url=https://www.google.co.id/books/edition/Politik_kebijakan_hukuman_mati_di_Indone/hpCowwEACAAJ?hl=id|title=Politik Kebijakan Hukuman di Indonesia dari Masa ke Masa|location=Jakarta|publisher=Institute for Criminal Justic Reform|isbn=978-602-6909-76-3|pages=1-123|url-status=live}}</ref>
Awal mula kemunculan [[hukuman mati]] menimbulkan banyak pertentangan<ref name=":0" />. Salah satunya muncul dari golongan [[Abolisioner]] yang menolak adanya [[hukuman mati]]<ref name=":0" />. Alasannya, karena bertentangan dengan [[hak asasi manusia]], terutama dalam bahasan [[hak untuk hidup]]<ref name=":0" />. Meskipun timbul pertentangan, masih banyak [[Negara|negara-negara]] di [[dunia]] yang menggunakan [[hukuman mati]] sebagai [[Sanksi|sanksi pidana]]<ref name=":0" />. Contohnya di [[Amerika Serikat]], di mana 38 dari 50 [[negara bagian]] masih memberlakukan [[hukuman mati]] sebagai [[Sanksi|sanksi pidana]]<ref name=":0" />.
 
Di tahun 1863, negara [[Venezuela]] menjadi negara pertama yang menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kriminalitas. Di tahun 1865, [[San Marino]] (di Eropa) juga ikut menghapuskan hukuman mati untuk semua jenis kejahatan. Di benua [[Asia]], negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati yaitu [[Kamboja]], [[Timor Leste]], [[Turkmenistan]], dan [[Nepal]]. Di benua [[Afrika]], negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati di antaranya, [[Mozambik]], [[Namibia]], [[Sao Tome dan Principe]], dan [[Tanjung Verde]].<ref name=":2" />
Pada tahun [[1986]] di [[Belanda]], terbit [[Undang-undang|Kitab Undang-Undang Pidana]]<ref name=":0" />. [[Hukuman mati]] masih dipertahankan di dalamnya<ref name=":0" />. Namun, ada beberapa ketentuan dalam pelaksanaanya. [[Hakim]] boleh memutuskan apakah [[hukuman]] eksekusi mati dijatukan di [[Tiang api|tiang]] gantungan atau dengan [[pedang]], atau dengan cara diberikan [[Pukulan Maut|pukulan]] [[cemeti]] dan menancap [[Tubuh|badan]] dengan [[Besi|besi panas]]<ref name=":0" />. Selain itu, ada juga hukuman [[penjara]] 20 tahun namun sifatnya masih sementara<ref name=":0" />.
 
== Latar Belakang Teori ==
Di [[abad ke 17]] pelaksanaan [[hukuman mati]] masih dengan cara yang sadis<ref name=":0" />. Contohnya dengan cara [[Pemotongan|potong leher]], [[Gantung diri|menggantung]], [[Pukul|memukul]] hingga [[Kematian|mati]], mematahkan [[Tulang garpu|tulang iga]], [[Pembakaran|dibakar]], [[Kubur|dikubur hidup-hidup]], [[Tenggelam|ditenggelamkan]], dan lain sebagainya<ref name=":0" />. Kini perkembangannya jauh lebih [[modern]]. Di [[Pakistan]] dan [[Malaysia]] [[hukuman mati]] dilakukan dengan cara [[Gantung diri|digantung]]<ref name=":0" />. Di [[Amerika Serikat]] dilaksanakan dengan menggunakan [[kursi listrik]], [[Gas|ruang gas]], atau [[Suntik mati|pemberian suntik mati]]<ref name=":0" />.
 
===== PerkembanganTeori diAbsolut Indonesia(Pembalasan) =====
Teori absolut memiliki tujuan untuk pembalasan. Satu-satunya syarat untuk [[Pidana|pemidanaan]] yaitu kesalahan moral. Pemberian hukuman harus sesuai dan setara dengan kejahatan moral yang dilakukannya. Teori ini tidak memiliki tujuan untuk memperbaiki kesalahan seperti mendidik atau [[Sosialisasi|mensosialisasikan]] pelaku kejahatan.<ref name=":12">{{Cite book|last=Wardiono Kelik|first=dkk|date=2020|url=https://www.google.co.id/books/edition/Eksekusi_Pidana_Mati_Tindak_Pidana_Narko/NrsDEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=hukuman+mati&printsec=frontcover|title=Eksekusi Pidana Mati Tindak Pidana Narkotika|location=Surakarta|publisher=Muhammadiyah University Press|isbn=9786023613342|pages=13-16|url-status=live}}</ref> Mutlak pembalasan dari pidana yang dilakukan oleh pelakunya. Orang yang melakukan kejahatan harus ada pembalasan yang berupa pidana (hukuman). Teori ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
[[1948|Tahun 1948]], penangkapan [[Amir Sjarifoeddin|Amir Sjarifuddin]] membuah gaduh [[Politik|dunia politik]] di [[Indonesia]]<ref name=":1">{{Cite book|last=Wirawan|first=Yerry|date=2015|title=Menolak Humkuman Mati: Perspektif Hukuman Mati|location=Yogyakarta|publisher=IKAPI|isbn=978-979-21-4462-8|pages=89-102|url-status=live}}</ref>. [[Amir Sjarifoeddin|Amir Sjarifuddin]] merupakan [[Politik|tokoh politik]] sekaligus mantan [[Menteri|menteri pertahanan]] dan [[perdana menteri]]<ref name=":1" />. Dia ditangkap dengan alasan terlibat dalam [[Peristiwa Madiun]], yang melibatkan [[Partai Komunis Indonesia]] ([[Partai Komunis Indonesia|PKI]])<ref name=":1" />. Di bulan [[Desember]], [[Amir Sjarifoeddin|Amir Syarifuddin]] [[Hukuman mati|dieksekusi mati]] di [[Ngaliyan, Semarang|Ngalihan]], [[Kota Surakarta|Solo]]<ref name=":1" />.
 
* Pembalasan berdasarkan tuntutan mutlak dan [[etika]]. Tokoh yang mendukung teori ini yaitu [[Hagel]]. Ia berpendapat bahwa hukum merupakan wujud dari [[kemerdekaan]], sedangkan kejahatan merupakan tantangan antara keadilan dan hukum.<ref name=":0" />
Tahun [[1946]], [[Tan Malaka]] ditangkap karena mengikuti pertemuan dengan pimpinan [[Persatuan Perjuangan|Pesatuan Perjuangan]]<ref name=":1" />. Ketika [[Peristiwa Madiun]] terjadi, [[Tan Malaka]] dibebaskan. Bulan [[Februari]], [[1949]] [[Tan Malaka]] menghilang<ref name=":1" />. Lima puluh tahun dari kejadian tersebut, seorang [[peneliti]] bernama [[Harry Poeze]] mengungkapkan bahwa [[Tan Malaka]] dibunuh oleh seorang [[Letnan Dua]] bernana [[Sukutjo]] atas inisiatif pribadi<ref name=":1" />.
* Pembalasan demi keindahan dan kepuasan. Tokoh yang mendukung teori ini yaitu [[Herbert]]. Ia berpendapat bahwa rasa tidak puas yang muncul dari masyarakat beserta tuntutannya merupakan akibat dari kejahatan.<ref name=":0" />
* Pembalasan sesuai dengan ajaran Tuhan. Tokoh yang mendukung teori ini yaitu [[Stahl Gewin]] dan [[Thomas Aquinas|Thomas Aquno]]. Mereka berpendapat bahwa kejahatan adalah pelanggaran terhadap keadilan. Orang yang melakukan kejahatan harus diberi penderitaan, agat perikeadilan Tuhan terpelihara.<ref name=":0" />
* Pembalasan sebagai kehendak manusia. Tokoh yang mendukung teori ini adalah [[Jean-Jacques Rousseau|Jean Jacques Rousseau,]] [[Hugo de Groot]], Grotius, dan [[Beccari]]a. Mereka berpendapat bahwa negara merupakan kehendak manusia, begitupun dengan pemidaan merupakan wujud dari kehendak manusia.<ref name=":0" />
 
=== Teori Tujuan (Teori Relatif atau Teori Pebaikan) ===
Dua kejadian di atas menyimpulkan pada periode ini ada beberapa [[Hukuman mati di Indonesia|eksekusi mati]] yang dipraktikkan di [[Indonesia]] tanpa persidangan<ref name=":1" />. [[Pemerintah]] pada saat itu belum solid, ketika pengambilan keputusan<ref name=":1" />. Hasil penyelidikan yang panjang, melahirkan kesimpulan bahwa para [[eksekutor]] [[hukuman mati]] melakukannya atas inisiatif pribadi, dan didukung oleh kepentingan [[politik]]<ref name=":1" />.
[[Hukuman]] bertujuan untuk menakut-nakuti calon penjahat. Selain itu, penjahat yang mendapat hukuman dapat memperbaiki dan menyingkirkan penjahat.<ref name=":0" /> Teori ini memberikan penjelasan bahwa tindak kejahatan bisa bertemu dengan pembenarannya, dengan syarat memberi manfaat bagi hak [[Kewarganegaraan|warga negara]]. Hukuman yang memberikan efek penderitaan diperbolehkan, sejauh dibutuhkan untuk menghasilkan pencegahan kerugian yang lebih besar. Hukuman juga dimaksudkan untuk memberikan kesadaran bagi pelaku kejahatan agar menyesali perbuatannya.<ref name=":12" /> Teori ini dibagi menjadi empat yaitu:
 
* Ancaman [[pidana]] merupakan suatu cara untuk menakut-nakuti calon penjahat. Tokoh yang mengemukakan teori ini yaitu [[Paul Anselm|Paul Anselm van Feberbach]].<ref name=":0" />
Pada tahun [[1973]] – [[1981]], pemerintahan dipimpin oleh [[Soeharto]]<ref name=":1" />. Saat itu [[Indonesia]] sedang fokus dalam pengembangan [[Ekonomi|perekonomian]]<ref name=":1" />. Namun, pada saat itu tingkat [[Kriminal|kriminalitas]] semakin tinggi<ref name=":1" />. Salah satu kasus yang menyita perhatian publik yaitu kasus Sengkon dan Karta, di tahun [[1974]]<ref name=":1" />. Kasus ini bermula dari [[perampokan]] dan [[pembunuhan]] pasangan Sulaiman dan Siti di Desa [[Bojongsari, Depok|Bojongsari]], [[Kota Bekasi|Bekasi]]<ref name=":1" />. [[Polisi]] menetapkan Karta dan Sengkon sebagai tersangka. Mereka memang tidak mengakui bahwa mereka yang telah melakukan [[perampokan]] dan [[pembunuhan]] tersebut<ref name=":1" />. Namun, setelah polisi memberi tekanan terhadap mereka, akhirnya mereka mau untuk menandatangani [[berita acara penangkapan]] tersebut<ref name=":1" />. Hal mengejutkan terjadi, ada seseorang yang bernama Genul yang mengaku telah [[Pembunuhan|membunuh]] Sulaiman dan Siti<ref name=":1" />. Akhirnya, Genul dijatuhi hukuman 12 tahun [[Penjara|kurungan penjara]]<ref name=":1" />. Hal yang menjadi aneh adalah, meskipun pelaku sebenarnya sudah ditangkap, Sengkon dan Karta tidak langsung dibebaskan dan tetap menjalankan [[Penjara|kurungan penjara]]<ref name=":1" />.
* Perbaikan atau [[pendidikan]] bagi penjahat, berupa pidana. Hal itu diharapkan ketika mereka kembali kepada masyarakat, mereka dalam keadaan mental yang baik. Teori ini dikemukakan oleh [[Grolman|Grolman van Krause Rader]].<ref name=":0" />
* Penjahat disingkirkan dari lingkungan masyarakat. Hal ini sering disebut perampasan kemerdekaan. Tokoh yang mengemukakan pendapat ini yaitu Ferri dan Garopalo.<ref name=":0" />
* Membuat norma-norma yang menjadi keterlibatan umum. Teori ini dikemukakan oleh [[Frans van Lith|Frans van Litz]], Van Hamel, dan Simon.<ref name=":0" />
 
== Perkembangan Hukum Internasional ==
Pada periode ini, [[pemerintah]] belum mampu menghadapi kasus [[kriminalitas]] yang terjadi<ref name=":1" />. Oleh karena itu untuk menekan angka [[Pidana|kriminalitas]] [[pemerintah]] membuat jalan pintas dengan cara [[Hukuman mati|eksekusi mati]] tanpa [[pengadilan]]<ref name=":1" />.
[[Berkas:Flag of the United Nations.svg|jmpl|306x306px|Di dalam [[hukum]] [[internasional]], [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|PBB]] memiliki tugas untuk [[Pengawasan|mengawasi]] dan memberikan [[perlindungan]] kepada [[Dakwaan|pelaku]] [[hukuman mati]], hal ini berkaitan dengan [[Hak asasi manusia|Hak Asasi Manusia.]] Bentuk upaya yang dilakukan oleh [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|PBB]] tertuang dalam [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|Resolusi Dewan Ekonomi Sosial PBB]] di tahun 1984. Isinya berupa penjaminan bagi pelaku yang akan [[Hukuman mati|dihukum mati.]] [[Resolusi]] tersebut terus diperbaharui, hingga yang terakhir tertuang dalam Resolusi Komisi HAM tahun 2005.<ref name=":11">{{Cite web|last=HAG|first=Media|date=28 Juni 2016|title=8 Panduan PBB untuk Negara yang Mengadopsi Hukuman Mati|url=http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5799da8b5b465/8-panduan-pbb-untuk-negara-yang-mengadopsi-hukuman-mati/|website=Hukumonline.com|language=Indonesia|access-date=2021-06-26}}</ref> ]]
Hukuman mati pertama kali dibahas dalam forum internasional di [[Konvensi Jenewa]] tahun 1929 tentang [[Tahanan perang|tawanan perang]]. Isinya memuat tentang prosedur dan cara mengenai pemberian hukuman mati kepada tawanan perang. Peraturan yang dibuat, berlaku hingga kini. Selain itu, Konvensi Jenewa juga membahas tentang warga sipil, yang tidak diperbolehkan mendapatkan hukuman mati di wilayah yang ditempatinya.<ref name=":2" />
 
=== Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia ===
Kasus [[penembakan misterius]] (Petrus) dilakukan oleh [[aparat keamanan]] ditahun 1982-1985<ref name=":1" />. [[Hukuman mati|Eksekusi mati]] ini dilakukan kepada mereka yang dituduh pelaku [[Pidana|kriminal]]<ref name=":1" />. Usaha ini menimbulkan beberapa ketidakjelasan dalam penentuan indetitas kriminal tersebut<ref name=":1" />. Selain itu, ada beberapa yang menyebabkan kesalahan [[Hukuman mati|eksekusi]]<ref name=":1" />. Pada tahun [[2012]] [[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia]] ([[Komisi Nasional Hak Asasi Manusia|Komnas HAM]]) membentuk [[Tim Ad Hoc]] untuk melakukan penyelidikan untuk kasus [[penembakan misterius]] (Petrus) ini<ref name=":1" />. Hasilnya, kegiatan Petrus ini tergolong dalam kasus [[pelanggaran hak asasi manusia]] tingkat berat<ref name=":1" />.
Pasal 3 [[Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia|Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia]] menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak atas penghidupan, kebebasan, dan keselamatan individu. Isi pasal tersebut tidak menyebutkan secara spesifik mengenai hukuman mati.<ref name=":2" />
 
=== Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik ===
[[Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik]] adalah perjanjian internasional mengenai hak asasi manusia yang memiliki tujuan untuk mewujudkan standar pencapaian bersama yang sudah ditetapkan dalam Deklarasi Universal Hak-Hal Asasi Manusia. Isi Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang berkaitan dengan hukuman mati tertuang dalam Pasal 6 dan Pasal 7.<ref name=":2" />
 
Rangkuman isi dari Pasal 6 berisi tentang:
 
* Setiap manusia memiliki hak untuk hidup untuk pribadinya. Tidak ada yang bisa merampas hak tersebut.<ref name=":2" />
* Negara-negara yang masih menerapkan [[hukuman mati]] sebagai [[sanksi]], harus dilaksanakan sesuai kebijakan di mana tidak boleh bertentangan dengan kebijakan [[Genosida|Kovenan dan Konvensi tentang Pencegahan dan Hukum Kejahatan Genosida]].<ref name=":2" />
* Seseorang yang mendapatkan hukuman mati, memiliki hak untuk mendapatkan penggantian hukuman. [[Amnesti]], pengampunan atau penggantian [[hukuman mati]] dapat diberikan dalam semua kasus.<ref name=":2" />
* Hukuman mati tidak dapat diberikan kepada anak yang di bawah delapan belas tahun, dan perempuan yang sedang mengandung.<ref name=":2" />
 
Pasal 6 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dirumuskan oleh [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa|Komite Ketiga Majelis Umum PPB]] di tahu 1957. Latar belakangnya, karena pada tahun tersebut masih banyak negara-negara yang memberlakukan hukuman mati. Pasal 7 membahas tentang bahwa tidak boleh memberikan hukuman mati kepada setiap orang dengan alasan untuk merendahkan harga dirinya. Selain itu, tidak boleh melakukan eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan pihak yang bersangkutan.<ref name=":2" />
 
=== Kebijakan PBB ===
Di tahun 1959, pembahasan tentang hukuman mati masuk ke dalam forum [[Perserikatan Bangsa-Bangsa|PPB]], di mana [[Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa|Majelis Umum]] menyetujui sebuah resolusi untuk meminta [[Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dewan Ekonomi dan Sosial]] agar mempelajari hukuman mati kembali. Kajiannya meliputi hukum dan pelaksanaanya di beberapa negara. Setelah dikaji, lalu diuji apakah hukuman mati tersebut mempengaruhi efektivitas pengurangan kriminalitas di suatu negara. Di tahun 1962 kajian tersebut selesai. Hasilnya, penghapusan hukuman mati di suatu negara tidak meningkatkan [[kriminalitas]] untuk negaranya. Di tahun 1968, Majelis Umum PBB memberikan persetujuan untuk sebuh resolusi tentang perlindungan bagi seseorang yang dijatuhi hukuman mati. [[Resolusi]] tersebut berisi tentang bahwa seseorang yang sedang menunggu waktu hukuman matinya tiba, seseorang tersebut masih bisa mendapatkan kesempatan untuk mengajukan banding, hasilnya bisa berupa ampunan atau masih tetap dengan hukuman matinya.<ref name=":2" />
 
Di tahun 1948. Dewan Ekonomi dan Sosial mebuat sebuah resolusi untuk menjadi perlindungan atas hak-hak orang yang akan menghadapi hukuman mati.<ref name=":2" /> Beberapa resolusi itu membahas tentang:
 
* Negara yang masih menjalankan hukuman mati, hanya diperbolehkan menjalankannya dengan jaminan bahwa jenis kriminalitas yang dilakukannya termasuk pelanggaran yang sangat berat.<ref name=":2" />
* Hukuman mati tidak bisa diberikan kepada ibu hamil, orang yang mengalami gangguan jiwa, dan anak yang berusia di bawah 18 tahun.<ref name=":2" />
* Seseorang yang sudah dijatuhi hukuman mati memiliki hak untuk naik banding dalam pengadilan yang lebih tinggi.<ref name=":2" />
* Seseorang yang dijatuhi hukuman mati, memiliki hak untuk mengajukan permohonan maaf, pengurangan hukuman.<ref name=":2" />
Sejauh ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengesahkan empat [[Traktat|perjanjian internasional]] mengenai penghapusan hukuman mati. Suatu negara bisa menjadi bagian dari anggota perjanjian tersebut dengan cara meratifikasinya. [[Ratifikasi]] diartikan melakukan tindakan internasional di mana negara tersebut menyatakan [[ikrar]] sebagai Negara pihak (''State Party'') dalam perjanjian internasional tersebut. Keempat perjanjian yang telah disahkan tersebut terdiri dari satu yang sifatnya global, dan tiga lainnya bersifat kawasan.<ref name=":2" /> Berikut adalah deskripsi rangkuman dari empat Perjanjian Intersnasional tersebut:
 
* '''[[Protokol Opsional Kedua Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik|Protokol Opsional Kedua Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik]]''', bertujuan untuk menghapuskan hukuman mati. Perjanjian ini disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tabun 1989.<ref name=":2" /> Cakupannya [[global]] (seluruh dunia). Perjanjian ini memberikan fasilitas untuk penghapusan hukuman mati, tetapi masih memberikan pengecualian kepada negara untuk mempertahankannya di masa [[perang]]. Seluruh [[negara]] yang ada dipihak Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik merupakan anggota dari perjanjian ini. '''Negara pihak''': [[Albania]], [[Andora]], [[Argentina]], [[Australia]], [[Austria]], [[Azerbaijan]], [[Belgia]], [[Benin]], [[Bolivia]], [[Bosnia dan Herzegovina]], [[Brasil]], [[Bulgaria]], [[Cabo Verde]], [[Kanada]], [[Chili]], [[Kolombia]], [[Kosta Rika]], [[Kroasia]], [[Siprus]], [[Republik Czech|Ceko]], [[Denmark]], [[Djibouti]], [[Ekuador]], [[El Salvador]], [[Estonia]], [[Finlandia]], [[Prancis]], [[Gabon]], [[Georgia]], [[Jerman]], [[Yunani]], [[Guinea-Bissau]], [[Honduras]], [[Hungaria|Hungaria]], [[Islandia]], [[Republik Irlandia|Irlandia]], [[Italia]], [[Kirgizstan|Kyrgyzstan]], [[Latvia]], [[Liberia]], [[Liechtenstein]], [[Lituania|Lithuania]], [[Luksemburg|Luxembourg]], [[Makedonia Utara|Macedonia]], [[Malta]], [[Meksiko]], [[Moldova]], [[Monako]], [[Mongolia]], [[Montenegro]], [[Mozambik]], [[Namibia]], [[Nepal]], [[Belanda]], [[Selandia Baru]], [[Nikaragua]], [[Norwegia]], [[Panama]], [[Paraguay]], [[Filipina]], [[Polandia]], [[Portugal]][[Portugal|,]] [[Rumania]], [[Rwanda]], [[San Marino]], [[Serbia]], [[Seychelles]], [[Slowakia|Slovakia]], [[Slovenia]], [[Afrika Selatan]], [[Spanyol]], [[Swedia]], [[Swiss]], [[Timor Leste|Timor- Leste]], [[Turki]], [[Turkmenistan]], [[Ukraina|Ukrania]], [[Inggris]], [[Uruguay]], [[Uzbekistan]], [[Venezuela]]<ref name=":2" /> (total: 81 [[negara]] menandatanganinya), [[negara]] yang belum [[Ratifikasi|meratifikasi]]: [[Angola]], [[Madagaskar]], [[São Tomé|Sao Tome]][[São Tomé|,]] dan [[Príncipe|Principe]]<ref name=":2" /> (total: 3 [[negara]]).<ref name=":2" />
* '''Protokol Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia untuk Menghapus Pidana Mati''', disahkan pada tahun 1990 oleh Majelis Umum Organisasi Negara-Negara Amerika. Perjanjian ini memfasilitasi untuk seluruh anggota menghapuskan [[hukuman mati]] seluruhnya, namun diperbolehkan untuk mempertahankannya di masa perang. '''Negara pihak:''' [[Argentina]], [[Brasil]], [[Chili]], [[Kosta Rika]], [[Republik Dominika]], [[Ekuador]], [[Honduras]], [[Meksiko]], [[Nikaragua]], [[Panama]], [[Paraguay]], [[Uruguay]], dan [[Venezuela]].<ref name=":2" />
*'''Protokol no 6 pada Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia mengenai Penghapusan Hukuman Mati''', dibuat untuk mefasilitasi penghapusan hukuman mati di masa damai. Negara masih bisa mempertahankan [[hukuman mati]] di [[Perang|masa perang]] atau sebagai ancaman nyata ketika akan [[perang]].<ref name=":2" /> [[Perjanjian]] ini disahkan oleh [[Dewan Eropa]] pada tahun 1983. '''Negara pihak''': [[Albania]], [[Andora]], [[Armenia]], [[Austria]], [[Azerbaijan]], [[Belgia]], [[Bosnia dan Herzegovina]], [[Bulgaria]], [[Kroasia]], [[Siprus]], [[Ceko]], [[Denmark]], [[Estonia]], [[Finlandia]], [[Prancis]], [[Georgia]], [[Jerman]], [[Yunani]][[Yunani|,]] [[Hungaria|Hungaria]], [[Islandia]], [[Republik Irlandia|Irlandia]], [[Italia]], [[Latvia]], [[Liechtenstein]], [[Lituania|Lithuania]], [[Luksemburg|Luksembourg]], [[Makedonia Utara|Makedonia]], [[Malta]], [[Moldova]], [[Monako]], [[Montenegro]], [[Belanda]], [[Norwegia]], [[Polandia]], [[Portugal]], [[Rumania]], [[San Marino]], [[Serbia]], [[Slowakia|Slovakia]], [[Slovenia]], [[Spanyol]], [[Swedia]], [[Swiss]], [[Turki]], [[Ukraina|Ukrania]], dan [[Inggris]]. [[Negara]] yang menandatangani tapi belum meratifikasi, yaitu [[Rusia]].<ref name=":2" />
* '''Protokol No. 13 Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia terkait Penghapusan Pidana Mati dalam Semua Situasi''', disahkan pada tahun 2002 oleh [[Dewan Eropa]]. Isi dalam perjanjian ini yaitu penghapusan hukuman mati dalam semua keadaan. Hal ini juga berlaku dalam penghapusan hukuman mati dalam masa perang. '''Negara pihak:''' [[Albania]], [[Andora]], [[Austria]], [[Belgia]], [[Bosnia dan Herzegovina]], [[Bulgaria]], [[Kroasia]], [[Siprus]], [[Ceko]], [[Denmark]], [[Estonia]], [[Finlandia]], [[Prancis]], [[Georgia]], [[Jerman]], [[Yunani]], [[Hungaria|Hungaria]], [[Islandia]], [[Republik Irlandia|Irlandia]], [[Italia]], [[Latvia]], [[Liechtenstein]], [[Lituania|Lithuania]], [[Luksemburg|Luksembourg]], [[Makedonia Utara|Macedonia]], [[Malta]], [[Moldova]], [[Monako]], [[Montenegro]], [[Belanda]], [[Norwegia]], [[Polandia]], [[Portugal]], [[Rumania]], [[San Marino]], [[Serbia]], [[Slowakia|Slovakia]], [[Slovenia]], [[Spanyol]], [[Swedia]], [[Swiss]], [[Turki]], [[Ukraina|Ukrania]], dan [[Inggris]]. [[Negara]] yang menandatangani tapi belum [[Ratifikasi|meratifikasi]], [[Armenia]].<ref name=":2" />
 
== Pandangan Masyarakat yang Kontra Penerapan Hukuman Mati ==
Hukuman mati dianggap hukuman yang merendahkan martabat serta bertolak belakang dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, sudah banyak negara yang menghapuskan hukuman mati dalam pemberian sanksi berat di peradilan. Negara yang tergabung dalam organisasi [[Uni Eropa]] dilarang menggunakan hukuman mati dalam sistem pidananya. Hal ini berdasarkan isi dari Pasal 2 ''[[Charter of Fundamental Rights of the European Union]]'' di tahun 2000.<ref name=":16">{{Cite web|last=Arya Brata|first=Roby|date=2015-03-09|title=Pro Kontra Hukuman Mati (Bagi Pelaku Kejahatan Narkoba)|url=https://setkab.go.id/pro-kontra-hukuman-mati-bagi-pelaku-kejahatan-narkoba/|website=Sekretariat Kabinet Republik Indonesia|language=id-ID|access-date=2021-07-10}}</ref> Alasan sebagian masyarakat menentang hukuman mati karena beralasan tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab.<ref name=":0" /> Isu mengenai hukuman mati pasti akan selalu dihadapkan dengan hak asasi manusia. Selain itu, masyarakat yang tidak setuju dengan hukuman mati karena bersebrangan dengan konstitusi di Pasal 28 A [[Undang-undang Dasar 1945|Undang-Undang Dasar 1945.]] Bunyi dari pasal itu yaitu, setiap orang memiliki hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, ada beberapa simpulan ketika hukuman mati terus dijalankan, sama dengan mengkhianati konstitusi negara Indonesia, ditambah kedudukan konstitusi berada dijajaran tertinggi dalam hukum negara. Hal yang sangat berbahaya dari hukuman mati yaitu, apabila ada kelalaian dari penegak hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi tersangka yang sudah dieksekusi hukuman mati.<ref name=":8">{{Cite web|last=Yusuf|first=Muchammad Fandi|last2=Yusuf|first2=Muchammad Fandi|date=2020|title=Pro Kontra Hukuman Mati - Bahasan.ID|url=https://bahasan.id/pro-kontra-hukuman-mati/|website=bahasan.id|language=en-US|access-date=2021-06-25}}</ref> Di Indonesia, ada beberapa tokoh hukum yang kontra terhadap hukuman mati. Tokoh hukum tersebut di antaranya [[Bernard Arief Sidharta]] dan [[J.E. Sahetapy|J.E Sahetapy]]. Alasan mereka menolak tentang hukuman mati, karena dianggap bertentangan dengan Pancasila.<ref name=":4">{{Cite web|last=Besar|first=Binus Media Online|date=28 Januari 2015|title=HAM, HUKUMAN MATI, DAN PANDANGAN BISMAR SIREGAR|url=https://business-law.binus.ac.id/2015/01/28/ham-hukum-mati-dan-pandangan-bismar-siregar/|website=Business Law|access-date=2021-07-10}}</ref> Pada abad ke 18 gerakan organsisasi untuk menghapuskan hukuman mati menguat. Hal ini diperkuat dengan ajaran [[Beccari]]a yang tertuang dalam buku yang berjudul “''Dei Delitti Delie Perie''”. Isi rangkuman dari buku tersebut di antaranya:
 
* Seluruh manusia sebaiknya mengikuti konsep utilititarian yang mampu memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang.<ref name=":0" />
* Mencegah kejahatan lebih penting dibandingkan pemberian hukuman atau pidana. Hukuman hanya diperbolehkan jika mampu mencegah terjadinya tindakan kriminal.<ref name=":0" />
* Tujuan hukuman tidak boleh digunakan untuk balas dendam, tetapi untuk menghalangi orang-orang dari perbuatan kejahatan tersebut.<ref name=":0" />
* Hukuman mati harus dihapuskan karena tidak mampu menghapuskan kejahatan. Sebagai gantinya hukuman seumur hidup dianggap paling optimal.<ref name=":0" />
 
Dalam [[Konvensi Internasional untuk Pencegahan Polusi dari Kapal|Konvensi Internasional]], tentang hukuman mati hanya memberi pembatasan bukan untuk penghapusan. Berdasarkan putusan MK No. 2-3/PUU-V/2007 [[hukuman mati]] harus memperhitungkan empat aspek, yaitu:
 
* Pertama, [[hukuman mati]] sifatnya alternatif. Bukan menjadi hukuman pokok.<ref name=":0" />
* Kedua, hukuman mati memiliki masa percobaan selama 10 tahun. Apabila yang dijatuhi hukuman memiliki [[Sikap baik|sikap terpuji]] bisa diganti dengan hukuman kurungan penjara seumur hidup atau kurungan penjara selama dua puluh tahun.<ref name=":0" />
* Ketiga, hukuman mati tidak boleh dijatuhkan kepada anak-anak yang belum dewasa.<ref name=":0" />
* Keempat, hukuman mati tidak boleh dijatuhkan kepada perempuan hamil dan kepada yang memiliki penyakit gangguan jiwa.<ref name=":0" />
 
Di tahun 1949, Negara Jerman telah menghapuskan hukuman mati. [[Deklamasi Stockholm]] ditahun 1977 menghasilkan:
 
* Hukuman mati biasanya digunakan untuk penindasan sosial, golongan agama, golongan minoritas, dan anggota oposisi politik.<ref name=":0" />
* Hukuman mati merupakan tindakan kekerasan dan memacu kekerasan lagi.<ref name=":0" />
* Hukuman mati tidak membuktikan data sebagai penangkal khusus untuk mengurangi kriminalitas.<ref name=":0" />
* Hukuman mati memiliki sifat [[erevokabel]].<ref name=":0" />
 
Bersadarkan hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukuman mati tidak dapat menghapuskan kejahatan di masyarakat.
 
Di bawah ini merupakan negara-negara yang sudah menghapuskan hukuman mati,<ref name=":0" /> di antaranya:
{| class="wikitable"
|No.
|Tahun
|Negara
|-
|1
|1976
|[[Portugal]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Kanada]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
|-
|2
|1978
|[[Denmark]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Spanyol]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
|-
|3
|1979
|[[Luksemburg]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
 
[[Nikaragua]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
 
[[Norwegia]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
 
[[Brasil]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
 
[[Fizi]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
 
[[Peru]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
|-
|4
|1981
|[[Prancis]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
 
[[Tanjung Verde]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
|-
|5
|1982
|[[Belanda]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|6
|1983
|[[Siprus]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Al Savador]]''',''' hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|7
|1984
|[[Argentina]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|8
|1985
|Australia''',''' hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|9
|1987
|[[Haiti]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Liechtenstein]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Jerman]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|10
|1989
|[[Kamboja]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Selandia Baru]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Rumania]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Slovenia]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|11
|1990
|[[Nepal]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
|-
|12
|1992
|[[Angola]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Swiss]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Paraguay]], menghapuskan hukuman mati untuk jenis kejahatan biasa.
|-
|13
|1993
|[[Yunani|Greece]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Guinea-Bissau]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Hong Kong|Hongkong]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|14
|1994
|[[Italia]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|15
|1995
|[[Mauritius]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Moldova]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
 
[[Spanyol]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|-
|16
|1996
|[[Belgia]], hukuman mati dihapuskan untuk semua jenis kejahatan.
|}
 
== Daftar Referensi ==
<references />
 
[[Kategori:Hak asasi manusia]]
[[Kategori:Hak asasi manusia di Indonesia]]
[[Kategori:Hak asasi manusia berdasarkan isu]]