== Asal-usul ==
''Jodhangan'' awalnya merupakan kegiatan masyarakat Dusun Srunggo dalam melaksanakan upacara merti dhusun dan ini dilakukan sudah cukup lama atau sejak nenek moyang. Masyarakat dan pemerintah setempat sepakat merubah tradisi ''merti dhusun'' menjadi tradisi ''jodhangan''. Tradisi ''jodhangan'' ini diartikan oleh masyarakat Dusun Srunggo sebagai ''sedhekahan'' (selamatan sesudah panen). Tujuannya, selain sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga sebagai permohonan agar senantiasa mendapat berkah dan keselamatan dari Sang Pencipta. Tujuan diselenggarakannya tradisi ''jodhangan'' di Goa Cerme agar semakin berkembang dan menjadi perhatian tidak hanya oleh masyarakat setempat, tetapi juga wisatawan domestik maupun mancanegara, menjadi objek wisata religius yang pada gilirannya akan menjadi suatu kemasan yang integratif antara tiga domain utama, yaitu agama, budaya, dan pariwisata.<ref>{{Cite web|url=https://issuu.com/tribunjogja/docs/tribunjogja-08-11-2014/14|title=Jodhangan Goa Cerme|last=Tribun Jogja|first=|date=8 November 2018|website=Issuu|access-date=31 Mei 2020}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://java-promo.com/kabupaten-bantul/|title=Jodhangan Gua Cerme|last=Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman|first=|date=tanpa tanggal|website=Kabupaten Bantul|access-date=31 Mei 2020}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.solopos.com/objek-wisata-gua-di-bantul-butuh-perhatian-372227|title=Objek Wisata Gua Di Bantul Butuh Perhatian|last=Solo Pos|first=|date=25 Januari 2013|website=Solo Pos|access-date=31 Mei 2020}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Munawaroh|first=Siti|year=30 Mei 2019|title=Jodhangan: Tradisi Agraris di Desa Selopamioro Imogiri|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/jurnal-jantra-volume-14-nomor-1-juni-2019/|journal=Jantra|volume=14|issue=1|pages=96|doi=}}</ref>
Disebut dengan ''jodhangan'', karena penggunaan ''jodhang-jodhang'' yang difungsikan untuk membawa makanan atau hasil bumi dalam upacara ''merti dhusun''. ''Jodhang'' adalah semacam tandu yang dipikul oleh empat orang. Pada bagian atas tandu diletakkan semacam kotak panjang dari kayu. Agar terlihat indah, ''jodhang'' dihias sehingga menyerupai rumah kecil.<ref>{{Cite book|title=Upacara Tradisional Sekaten Daerah Istimewa Yogyakarta|last=Supanto|first=|date=1991|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya|isbn=|location=Yogyakarta|pages=86|url-status=live}}</ref>
=== Jalannya upacara ===
Tradisi jodhangan dilakukan pada hari Minggu Pahing di bulan Besar (Dulhijjah) menurut kalender Islam Jawa. Pada saat itu wilayah sekitar Goa Cerme cukup ramai dan meriah karena masyarakat Dusun Srunggo I dan II melaksanakan hajatan besar yakni ''jodhangan'' (sedhekahan atau selamatan sesudah panen). Kesenian campursari, kesenian jathilan, slawatan, pentas wayang kulit ikut meramaikan acara tersebut, sehingga menambah meriahnya kegiatan acara ''jodhangan''. Rangkaian prosesi ''jodhangan'' ini pun dari tahun ke tahun selalu sama tanpa ada perubahan.<ref>{{Cite web|url=http://www.tasteofjogja.org/contentdetil.php?kat=artk&id=NjI3&fle=Y29udGVudC5waHA=&lback=a2F0PWFydGsmYXJ0a2thdD01JmZsZT1ZMjl1ZEdWdWRHUmxkR2xzTG5Cb2NBPT0mbGJhY2s9YTJGMFBXRnlkR3NtYVdROVRsUkZkeVptYkdVOVdUSTVkV1JIVm5Wa1F6VjNZVWhCUFNac1ltRmphejFoTWtZd1VGZEdlV1JIYzIxWldFb3dZVEowYUdSRU1IaE9hVnB6V1cxR2FtRjZNRDA9|title=Jodhangan Goa Cerme|last=Dinas Kebudayaan Provinsi DIY|first=|date=4 September 2015|website=Dinas Kebudayaan Provinsi DIY|access-date=31 Mei 2020}}{{Pranala mati|date=Februari 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
Sebelum hari pelaksanaan tradisi, pada hari Jumat Kliwon setelah sholat Jumat semua warga laki-laki Dusun Srunggo I dan II melaksanakan bersih kuburan atau makam dusun secara bersama-sama. Sore harinya (malam Sabtu Legi) diselenggarakan ''tahlilan'' dan ''pitung lesan'' di rumah bapak RT. ''Pitung lesan'' adalah berdoa bersama yakni melalui dzikir dan membaca Surat Yasin yang ditujukan kepada para leluhur. Hari Sabtu Legi warga bergotong-royong membersihkan jalan dusun, tempat-tempat umum termasuk pelataran Goa Cerme yang akan dijadikan lokasi upacara. Sementara Ibu-ibu menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan. Hari Minggu Pahing kurang lebih pukul 09.00 WIB peserta upacara ''jodhangan'' bersiap-siap dengan membawa yang dibutuhkan dalam upacara, yaitu ''jodhang'' beserta isinya (sesaji) yang diletakkan dalam sebuah ''besek'' menuju pelataran Goa Cerme. Dalam kegiatan upacara masing-masing RT mengeluarkan sebuah ''jodhang'' yang masing-masing pembiayaannya ditanggung bersama oleh sejumlah kepala keluarga yang ada di tiap-tiap RT.<ref>{{Cite web|url=https://www.antarafoto.com/peristiwa/v1311588301/nyadran|title=Nyadran|last=Antara Foto|first=|date=25 Juli 2011|website=Antara Foto|access-date=31 Mei 2020}}</ref>
Tepat pukul 10.00 WIB iring-iringan upacara telah sampai di pelataran goa. Urutan terdepan rombongan kesenian, diikuti para gadis atau ''domas'' yang membawa separangkat pisang ''sanggan'', dan urutan di belakangnya ''jodhang''. Setelah iring-iringan sampai di pelataran Goa Cerme, selanjutnya acara demi acara dimulai. Acara pertama pembukaan, dilanjutkan slawatan, sambutan-sambutan mulai dari kepala desa, camat, Dinas Pariwisata Bantul, doa dilanjutkan Ijab Qobul (bagi yang mempunyai ''nadar'') dan diakhiri makan bersama semua warga yang hadir. Malam harinya, acara ditutup dengan pertunjukan Wayang Kulit.<ref>{{Cite web|url=http://www.tasteofjogja.org/contentdetil.php?kat=artk&id=NjI3&fle=Y29udGVudC5waHA=&lback=a2F0PWFydGsmYXJ0a2thdD01JmZsZT1ZMjl1ZEdWdWRHUmxkR2xzTG5Cb2NBPT0mbGJhY2s9YTJGMFBXRnlkR3NtYVdROVRsUkZkeVptYkdVOVdUSTVkV1JIVm5Wa1F6VjNZVWhCUFNac1ltRmphejFoTWtZd1VGZEdlV1JIYzIxWldFb3dZVEowYUdSRU1IaE9hVnB6V1cxR2FtRjZNRDA9|title=Jodhangan Goa Cerme|last=Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta|first=|date=04 September 2015|website=Dinas Kebudayaan|access-date=31 Mei 2020}}{{Pranala mati|date=Februari 2022 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
== Peralatan dan Sesaji ==
Peralatan yang digunakan dalam tradisi ''jodhangan''. ''Jodhang'' dibuat dengan menggunakan kayu yang berbentuk ''limasan'', yang fungsinya untuk membawa ''ubarampe'' atau sesaji dengan cara digotong atau dipikul oleh empat orang di setiap sudutnya. Adapun sesaji yang berada di ''jodhang'' segala hasil bumi seperti kacang panjang, jagung, pare, mentimun, terong, lombok, mlinjo, tomat dan lain sebagainya. Hasil bumi tersebut untuk menghias ''jodhang'' agar kelihatan bagus dan indah. Adapun sesaji yang berada di dalam ''jodhang'' adalah makanan berupa nasi gurih/nasi uduk, ayam ''ingkung'', ''nasi golong'', ''tumpeng menggana'', nasi liwet, ''golong lulut'', ''tumpeng robyong'', ''jajan pasar'', dan pisang ''sanggan'' untuk kenduri atau selamatan.<ref>{{Cite web|url=https://radarjogja.co/2016/05/31/nyadran-makam-sewu-bantul-meriah/|title=Nyadran Makam Sewu Bantul, Meriah|last=Radar Jogja|first=|date=31 Mei2016|website=Radar Jogja|access-date=31 Mei 2020|archive-date=2019-09-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20190905153101/https://radarjogja.co/2016/05/31/nyadran-makam-sewu-bantul-meriah/|dead-url=yes}}</ref>
== Nilai-nilai ==
=== Nilai Musyawarah ===
Pada dasarnya musyawarah dalam pelaksanaan upacara ''jodhangan'' cukup menonjol. Sebelum pelaksanaan upacara ''jodhangan'' para sesepuh (pemuka) masyarakat mengadakan pertemuan untuk membicarakan atau bermusyawarah tentang pelaksanaan upacara ''jodhangan''. Pada saat itu, sekaligus dibentuk susunan panitianya.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Munawaroh|first=Siti|year=2019|title=Jodhangan: Tradisi Agraris di Desa Selopamioro Imogiri|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbyogyakarta/jurnal-jantra-volume-14-nomor-1-juni-2019/|journal=Jurnal Jantra|volume=14|issue=1|pages=101|doi=}}</ref>
=== Nilai Pengendali Sosial ===
|