Kelong: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Labbiri (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
k fix
 
(26 revisi perantara oleh 8 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Kelong''' ({{lang-mak|ᨀᨙᨒᨚ|Kelong}}, {{IPA-mak|ˈkeloŋ}}) merupakan karya sastra sejenis puisi atau pantun Makassar. Kelong menjadi salah satu bentuk karya sastra klasik yang paling populer di kalangan masyarakat, terutama mereka yang berlatar belakang bahasa dan sastra Makassar. Jenis sastra ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik menyangkut bentuk maupun pengungkapan isinya.
 
Dilihat dari sudut sosial budaya, eksistensi Kelong dan kegemaran masyarakat terhadap jenis sastra Makassar yang lain tidak terlepas dari fungsi umumnya sebagai produk sekaligus sebagai perekam budaya. Dalam kapasitasnya sebagai produk dan perekam budaya, Kelong sarat dengan nilai-nilai budaya, seperti nilai pendidikan dan keagamaan. Di samping itu, Kelong memiliki peranan atau fungsi yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat. Seperti halnya dengan karya sastra yang lain, Kelong juga memiliki peranan dalam membudayakan manusia.<ref>{{Cite book|title=Fungsi Kelong dalam Masyarakat|last=Hakim|first=Zainuddin|date=1998|publisher=Balai Penelitian Bahasa|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=|url-status=live}}</ref>
== Kajian ==
Dilihat dari sudut sosial budaya, eksistensi Kelong dan kegemaran masyarakat terhadap jenis sastra Makassar yang lain tidak terlepas dari fungsi umumnya sebagai produk sekaligus sebagai perekam budaya. Dalam kapasitasnya sebagai produk dan perekam budaya, Kelong sarat dengan nilai-nilai budaya, seperti nilai pendidikan dan keagamaan. Di samping itu, Kelong memiliki peranan atau fungsi yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat. Seperti halnya dengan karya sastra yang lain, Kelong juga memiliki peranan dalam membudayakan manusia (Zainuddin Hakim, 1998).
 
Penelitian tentang Kelong sudah ada beberapa buah, antara lain (1) ''Makassaarsch Hollandsch Woordenboek'' (1859) oleh Dr. B.F. Matthes, (2) Kelong Makassar Merupakan Salah satuSatu Pencerminan Kepribadian [[Masyarakat  Makassar]] (1982) oleh Aburaerah Arief, (3) Sastra Lisan Puisi Makassar (1990) oleh Mustamin Basran, dkk., dan (4) Nilai Religi dalam Kelong [[Sastra Makassar]] (1993) oleh Nasruddin. (5) Kelong dan Fungsinya dalam Masyarakat oleh Zainuddin Hakim (1998).<ref>{{Cite book|title=Kelong dan Fungsinya dalam Masyarakat|last=Hakim|first=Zainuddin|publisher=Balai Penelitian Bahasa|year=1998|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=|url-status=live}}</ref>
 
Arief (1982) di dalam kajiannya hanya melihat Kelong sebagai salah satu jenis sastra Makassar yang mencerminkan watak dan kepribadian orang-orang Makassar, seperti pandangan tentang etos kerja dan pentingnya musyawarah dalam segala hal. Basran dkk.(1990) menganalisis puisi-puisi Makassar dari segi strukturnya. Sementara itu, Nasaruddin (1993) lebih memusatkan penelitiannya pada pengkajian nilai-nilai keagamaan yang tertuang dalam Kelong. Selanjutnya, Zainuddin Hakim (1998) memfokuskan penelitiannya pada fungsi kelong dalam masyarakat.<ref>{{Cite book|title=Sastra Kelong Merupakan Salah Satu Pencerminan Pribadi Masyarakat Makassar|last=Arief|first=Aburaerah|publisher=IKIP Ujung Pandang|year=1982|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=|url-status=live}}</ref>
 
Di samping hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, ditemukan pula beberapa buah yang menghimpun sejumlah Kelong beserta terjemahannya. Buku-buku tersebut antara lain (1) Kelong dalam Sastra Makassar (1986) oleh Sahabuddin Nappu, (2) Puisi-puisi Makassar (1995) oleh Muhammad Sikki dkk. Dan Sangkarupa Kelong Mangkasarak (1997) oleh Sahabuddin Nappu dkk.
 
Kenyataan di atas  memberi isyarat bahwa penelitian tentang Kelong dari sudut nilai-nilai kehidupan dan fungsi-fungsi yang diperankannya perlu dilakukan. Hasil pengkajian ini diharapkan memberi manfaat kepada masyarakat berupa pemahaman berbagai aspek tentang Kelong, terutama nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan fungsi-fungsinya dalam kehidupan.
 
Dengan pemahaman yang mendalam terhadap sastra Kelong ini, diharapkan dapat ditumbuhkan sikap positif terhadap karya sastra klasik ini sebagai bagian integral dari budaya nusantara, khususnya Sulawesi Selatan yang turut menyokong eksistensi kebudayaan nasional. Dengan demikian, upaya yang dilakukan ini merupakan dialog antarbudaya dan antardaerah yang salah satu fungsinya sebagai media dalam usaha mewujudkan generasi yang berwawasan keindonesiaan.
Baris 19 ⟶ 18:
Karya sastra pada umumnya, termasuk sastra lisan, merupakan hasil perpaduan antara dunia nyata dan dunia rekaan. Bahkan, Teeuw (1988:231) dengan tegas menyatakan bahwa dunia nyata dan dunia rekaan selalu saling berjalinan, yang satu tidak bermakna tanpa yang lain. Berdasarkan hubungan dua arah antara dunia nyata dan dunia rekaan itu dapat dipastikan bahwa karya sastra memiliki fungsi-fungsi sosial tertentu dalam masyarakat pendukungnya.
 
Dalam hubungan dengan fungsi-fungsi sosial sastra itu, Finnegan (dalam Tuloli, 1990:307) menyatakan bahwa hal yang terpenting dalam memahami tujuan dan fungsi karya sastra lisan ialah hubungannya dengan kepercayaan, agama, pengamalan, dan lambang-lambang khusus yang bersifat lokal.<ref>{{Cite book|title=Tanggomo: Salah Satu Ragam Sastra Lisan Gorontalo|last=Tuloli|first=Naui|publisher=Intermasa|year=1990|isbn=|location=Jakarta|pages=|url-status=live}}</ref>
 
Secara umum, Kelong mempunyai fungsi merekam peristiwa dan pengalaman masa lampau dan masa kini masyarakat Makassar. Kelong selain dapat menimbulkan kesenangan dapat juga memberikan pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga bagi kehidupan.
 
=== Media pendidikan ===
Sebagai salah satu produk dan perekam budaya di satu sisi sekaligus sebagai bagian dari kekayaan rohani di sisi lain, Kelong dapat berperan sebagai sarana untuk mempertinggi budi pekerti seseorang. Salah satu peranannya ialah sebagai media pendidikan. [[Nilai-nilai pendidikan]] yang dituangkan di dalamnya, pada garis besarnya, dapat dipilah menjadi dua macam, yakni (1) nilai pendidikan yang bersifat keagamaan dan (2) nilai pendidikan yang bersifat sosial kemasyarakatan.
 
==== Keagamaan ====
Pada umumnya sastra daerah Makassar sarat dengan nilai-nilai [[pendidikan keagamaan]], dalam hal ini agama Islam. Hal ini dapat dimaklumi karena masyarakat Makassar, sejak dahulu sudah taat asas menerima dan melaksanakan ajaran agama tersebut. Salah satu media yang digunakan untuk menyebarkan ajaran agama yang mereka terima dari para penganjur adalah karya sastra, baik dalam bentuk prosa maupun dalam bentuk puisi, seperti Kelong.
 
Untuk menghindari ketumpangtindihan dalam analisis tentang pendidikan yang bersifat keagamaan dan yang bersifat sosial kemasyarakatan, maka Kelong dibedakan sebagai berikut. Kelong yang berbicara tentang hubungan manusia dengan Tuhan dimasukkan ke kelompok pendidikan yang bersifat keagamaan. Sementara itu, Kelong yang berbicara tentang adat-istiadat dan tata cara bergaul dengan sesama manusia dimasukkan ke dalam data pendidikan sosial kemasyarakatan.
 
Kelong yang memuat nilai pendidikan keagamaan, antara lain sebagai berikut.
{| class="wikitable"
{|
|'''Bahasa Makassar'''
|'''Bahasa Indonesia'''
|-
|
Baris 39 ⟶ 40:
''Assengi ri maniakna''
 
''Tenai antu''
 
''Namaknassaja niakna''
|Carilah Dia dalam gaib
 
Yakinlah Dia ada
''Bayang-bayangnna ri jeknek''
 
Memang tak tampak
 
Tetapi pasti adanya
|-
|''Bayang-bayangnna ri jeknek''
''Tontonganna ri carammeng''
 
''Lio-liona''
 
''Tallasak tenang matea''
|Terbayang dalam air
Tercermin lewat kaca
 
Bidikannya
''Kuassengi ri maniakana''
 
Hidup tak pernah mati
|-
|''Kuassengi ri maniakana''
''Kuboyai ri taenana''
 
''Naiasani''
 
''Kalengku tonji kugappa''
|Kuyakini ada-Nya
Kucari Dia dalam gaib
 
Tetapi
''Kukutaknammi kalengku''
 
Yang kudapati diriku sendiri
|-
|''Kukutaknammi kalengku''
''Kukusissimmi nyawaku''
 
''Battu ri apai''
 
''Assalak kajaraiannu''
|Kutanyai diriku
Kuselidiki jiwaku
 
Dari mana gerangan
''Assenganna Karaennu''
 
Asal kejadianmu
|-
|''Assenganna Karaennu''
''Pijappui kalennu''
 
''Keremae''
 
''Pakrimpunganna nyawanu''
|Untuk mengenal Tuhanmu
Kenalilah dirimu
 
Dimanakah gerangan
''Battu ri Iaji antu''
 
Simpul kehidupanmu
|-
|''Battu ri Iaji antu''
''Kajarianna nyawanu''
 
''Ri Ia tonji''
 
''Lammaliang tallasaknu''
 
''Punna kamma panngassennu''
 
''Lammaliang tallasaknu''
|
|-
|''Punna kamma panngassennu''
''Pijappunu ri kalennu''
 
''Antei kamma''
 
''Unjukna pakkusiannu''
|
 
|-
''Kusombai ri maniak-Na''
|''Kusombai ri maniak-Na''
 
''Mallaka ri taklenguk-Na''
 
''Nakujarreki''
 
''Ri sipak kasekrean-Na''
|Kusembah karena memang Dia ada
 
''Lonnu menteng ri tajalli''
 
''Pakabajik taratteknu''
 
''Salasakontu''
 
''Lonna rua mungkaraknu''
 
''Anngaro-aroko tobak''
 
''Ri gintingang tallasaknu''
 
''Mateko sallang''
 
''Na nusassalak kalennu''
 
''Sambayang-bayang dosana''
 
''Tumajarreka imanna''
 
''Ri naassenna''
 
''Nasomba kasekrean-Na''
 
''Assambayangko nutambung''
 
''Pakajai amalaknu''
 
''Na nujarreki''
 
''Kananna Anrong gurunnu''
 
(Basang, 986:28-30)''
|Carilah Dia dalam gaib
 
Yakinlah Dia ada
 
Memang tak tampak
 
Tetapi pasti adanya
 
 
Terbayang dalam air
 
Tercermin lewat kaca
 
Bidikannya
 
Hidup tak pernah mati
 
 
Kuyakini ada-Nya
 
Kucari Dia dalam gaib
 
Tetapi
 
Yang kudapati diriku sendiri
 
 
Kutanyai diriku
 
Kuselidiki jiwaku
 
Dari mana gerangan
 
Asal kejadianmu
 
 
Untuk mengenal Tuhanmu
 
Kenalilah dirimu
 
Dimanakah gerangan
 
Simpul kehidupanmu
 
 
Kusembah karena memang Dia ada
 
Kutakut pada-Nya karena gaib
 
Baris 184 ⟶ 131:
 
Akan sifat keesaan-Nya
|-
|''Lonnu menteng ri tajalli''
''Pakabajik taratteknu''
 
''Salasakontu''
 
''Lonna rua mungkaraknu''
Dalam bertajalli
|Dalam bertajalli
 
Hendaklah khusuk
 
Baris 193 ⟶ 144:
 
Jika berpaling dari Dia
|-
|''Anngaro-aroko tobak''
''Ri gintingang tallasaknu''
 
''Mateko sallang''
 
''Na nusassalak kalennu''
Cepatlah tobat
|Cepatlah tobat
 
Sebelum ajal tiba
 
Baris 202 ⟶ 157:
 
Kamu menyesali diri
|-
|''Sambayang-bayang dosana''
''Tumajarreka imanna''
 
''Ri naassenna''
 
''Nasomba kasekrean-Na''
Dosa terbayang-bayag
|Dosa terbayang-bayag
 
Bagi yang teguh iman
 
Baris 211 ⟶ 170:
 
Menyembah Zat Yang Esa
|-
|''Assambayangko nutambung''
''Pakajai amalaknu''
 
''Na nujarreki''
Salat dan tawakkallah
 
''Kananna Anrong gurunnu''
|Salat dan tawakkallah
Perbanyak amalanmu
 
Baris 219 ⟶ 183:
 
Ajaran gurumu
|-
|}          
| colspan="2" |'''''(Basang, 986:28-30)'''''
|}
 
Jika diamati secara cermat Kelong di atas, tampak sekali betapa dalam pendidikan keagamaan (nilai religius) yang tertuang di dalamnya. Penggambarannya memang sangat abstrak, tetapi di balik keabstrakan itulah terletak makna yang sangat dalam. Hal ini dapat dimaklumi sebab isinya berbau filsafat Islam atau tasawuf, ditambah lagi dengan penggunaan ungkapan-ungkapan yang padat makna.
 
Jika isi Kelong di atas dirangkum, paling tidak ada empat masalah yang paling mendasar yang dikemukakan di dalamnya. Masalah-masalah itu adalah makrifat, proses perjalanan manusia, taubat, dan tugas pokok manusia. Penjelasan keempat masalah pokok tersebut adalah sebagai berikut.Makrifat
 
== 1) Makrifat ==
Makrifat termasuk salah satu istilah yang sangat popular di ilmu tasawuf. Makrifat berarti pengenalan. Jadi, pengenalan kepada Allah disebut makrifatullah yang merupakan jenjang tertinggi yang dicapai manusia di dalam mengesakan Allah. Orang-orang yang sudah sampai ke taraf yang demikian, dinding penghalang atau yang dalam ilmu tasawuf disebut “hijab”, sudah diangkat baginya. Akibatnya, dengan izin Allah, hal-hal yang bersifat abstrak atau trasendental merupakan sesuatu yang amat mudah bagi mereka untuk diketahui. Bait pertama, kedua, ketiga, kelima, dan ketujuh menggambarkan bahwa manusia harus mencari dan menemukan Tuhan yang pasti adanya.
 
Untuk menemukan-Nya manusia memerlukan media. Dan media yang paling tepat adalah melalui jalur ibadah, terutama salat, setelah sebelumnya sampai ke taraf makrifat. Untuk sampai ke taraf makrifatullah atau pengenalan kepada Allah itu ada langkah awal perlu dilalui yang berfungsi sebagai terminal trasnsit. Langkah awal yang dimaksud disebut  makrifatunnafsi atau pengenalan terhadap hakikat diri sendiri. Manusia perlu menyadari lebih dahulu eksistensinya, tujuan hidupnya, dan tugas-tugas yang harus diembannya. Hal ini tertuang dalam bait keempat dan kelima, khususnya bait kelima larik pertama dan kedua yaitu:<blockquote>''Assengangna karaennu, pijappuimi kalennu''
 
Untuk mengenal Tuhanmu, kenalilah dirimu</blockquote>Jadi, pengenalan terhadap diri sendiri (makrifatunnafsi) merupakan titik tumpuan untuk sampai kepada pengenalan kepada Allah (makrifatullah).
Assenganna karaennu, pijappuimi kalennu
 
(Untuk mengenal Tuhanmu, kenalilah dirimu)
 
Jadi, pengenalan terhadap diri sendiri (makrifatunnafsi) merupakan titik tumpuan untuk sampai kepada pengenalan kepada Allah (makrifatullah).
 
Langkah lain yang dapat digunakan untuk mencapai taraf makrifat itu adalah melalui pengkajian terhadap fenomena-fenomena alam raya ini. Mengapa harus ada matahari, bintang, atau bulan, misalnya, dan untuk apakah semuanya itu diciptakan? Selanjutnya, mengapa antara benda langit yang satu dengan yang lain, seakan-akan saling mengerti tentang tugas dan fungsinya masing-masing? Akhirnya, muncul lagi pertanyaan siapakah yang mengatur semua itu?
 
Dari sederetan pertanyaan yang muncul, diadakanlah pengkajian. Dan, dari pengkajian yang matang itulah muncul suatu simpulan bahwa ada yang mencipta dan mengatur segala-galanya. Hal ini tertuang dalam bait kedua, terutama larik pertama dan kedua.<blockquote>''Bayang-bayangna ri jeknek, tontonganna ri carammeng''
 
Bayang-bayangna ri jeknek, tontonganna ri carammeng
 
(Terbayang dalam air, tercermin lewat kaca)
 
Terbayang dalam air, tercermin lewat kaca</blockquote>Kelong ini berarti bahwa pengenalan Allah harus melalui jalur ciptaan-Nya, bukan melalui zat-Nya. Sebagaimana firman Allah (“Pikirkanlah tentang ciptaan Allah dan janganlah pikirkan tentang zat-Nya).
 
Dari makrifat muncul sifat atau perasaan cinta yang mendalam kepada Tuhan Yang Mahakuasa, yang dalam ilmu tasawuf disebut mahabbah. Dari perasaan cinta atau mahabbah itu muncul lagi sikap batin yang disebut syauk atau perasaan rindu selalu ingin “bertemu” dengan Tuhan. Baik mahabbah atau perasaan cinta maupun syauk atau rasa rindu terhadap Sang Pencipta, keduanya merupakan pengaruh positif makrifat itu.
 
Dengan semakin dalam dan tingginya makrifat kepada Sang Pencipta, seseorang semakin mengarifi pula hakikat keberadaannya selaku makhluk, dan Dia sebagai Khaliqul Alam atau pencipta alam semesta. Dengan makrifat itu pula, seseorang semakin menyadari ketakberadaannya di balik kemahakuasaan Sang Pencipta. Kondisi seperti itu semakin memacu seseorang untuk tenggelam di dalam pengabdian dalam segala bentuk dan variasinya. Makna inilah, antara lain, yang terkandung dalam pernyataan berikut (bait ketujuh).<blockquote>''Punna kamma panngassennu, pijappunu ri kalennu, anteikamma, unjukna pakkusiannu.''
 
Jika demikian makrifatmu kepada Allah dan pengenalanmu terhadap dirimu, lalu bagaimana pula wujud pengabdianmu.</blockquote>
Punna kamma panngassennu, pijappunu ri kalennu, anteikamma, unjukna pakkusiannu.
 
== Proses perjalanan hidup manusia ==
Terjemahan:
Bait Kelong yang menggambarkan proses perjalanan manusia, dapat dilihat pada bait keempat, khususnya larik ketiga dan keempat, berbunyi sebagai berikut.<blockquote>''Battu ri apai, assalak kajariannu''
 
Dari mana sumber keberadaanmu</blockquote>Kelong tersebut berisi pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu “Dari mana asal kejadian manusia.” Pertanyaan tersebut dijawab langsung dalam bait keenam yang berbunyi sebagai berikut.<blockquote>''Battu ri Iaji antu, kajarianna nyawanu, ri Ia tonji, lammaliang tallasaknu.''
Jika demikian makrifatmu kepada Allah dan pengenalanmu terhadap dirimu, lalu bagaimana pula wujud pengabdianmu.
 
Dari sana jua, asal kejadianmu, dan kepada-Nya, engkau akan kembali.</blockquote>Kandungan bait keenam di atas merupakan penjabaran dari Alquran surat Al Baqarah:156 yang artinya “Sesungguhnya kita (manusia) berasal dari Allah dan kepada-Nya pula kita akan kembali.”
== 2) Proses perjalanan hidup manusia ==
Bait Kelong yang menggambarkan proses perjalanan manusia, dapat dilihat pada bait keempat, khususnya larik ketiga dan keempat, berbunyi sebagai berikut.
 
''Battu ri apai, assalak kajariannu''
 
''(Dari mana sumber kejadianmu)''
Kelong tersebut berisi pertanyaan yang sangat mendasar, yaitu “Dari mana asal kejadian manusia.” Pertanyaan tersebut dijawab langsung dalam bait keenam yang berbunyi sebagai berikut.
 
''Battu ri Iaji antu, kajarianna nyawanu, ri Ia tonji, lammaliang tallasaknu.''
 
''(Dari sana jua, asal kejadianmu, dan kepada-Nya, engkau akan kembali).''
 
 
Kandungan bait keenam di atas merupakan penjabaran dari Alquran surat Al Baqarah:156 yang artinya “Sesungguhnya kita (manusia) berasal dari Allah dan kepada-Nya pula kita akan kembali.”
 
Kelong di atas mengandung pendidikan yang sangat mendasar yang sepatutnya dihayati setiap orang. Sejauh-jauh manusia berjalan, akhirnya akan kembali juga kepada Sang Penciptanya. Sehebat-hebat manusia dengan segala fasilitas yang dimilikinya serta sederetan predikat yang disandangnya, akhirnya, akan kembali juga kepada asal kejadiannya.
Baris 275 ⟶ 220:
Dalam proses perjalanan kehidupannya, manusia melintasi lima macam alam. Kelima alam tersebut sangat berlainan situasi dan keadaannya.
 
(a)=== Alam Roh ===
 
Alam roh lazim dsebut dengan alam arwah. Alam ini merupakan tempat penantian pertama sebelum roh-roh itu bergabung dengan jasadnya. Alam ini juga disebut alam penampungan yang dalam bait kelima, larik keempat disebut pakrimpunganna nyawaya.
 
(b)=== Alam Kandungan ===
 
Setelah tinggal di alam roh, entah berapa lamanya, selanjutnya roh itu dipindahkan ke alam kandungan atau Alamul arham untuk dipadukan dengan jasadnya. Alam ini merupakan bengkel perakitan manusia yang bahan bakunya dari sperma laki-laki dan sel reproduksi wanita yang lazim disebut ovum. Pertemuan antara sperma dan ovum itu merupakan proses penciptaan jasmani manusia. Hal ini dapat menjadi jawaban terhadap pertanyaan yang terkandung dalam bait keempat, larik ketiga dan keempat di atas.
 
(c)=== Alam Dunia ===
 
Setelah tinggal beberapa bulan di alam kandungan, manusia dipindahkan lagi ke alam dunia. Alam ini merupakan tempat untuk bekerja. Artinya, semua manusia harus aktif bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk hidup yang sekarang maupun untuk hidup di alam-alam selanjutnya. Inilah tugas pokok manusia di dunia. Hasil kerja di dunia ini sangat menentukan kehidupan seseorang untuk selanjutnya. Bahagia dan tidaknya seseorang di alam-alam yang akan datang sangat ditentukan oleh prestasi kerjanya di dunia. Prestasi kerja dalam bahasa agama di sebut amal (Ahsanu amalan).
 
Salah satu bentuk ibadah yang menjiwai amal atau ibadah yang lain adalah salat dan taat melaksanakan syariat Islam secara murni dan konsekuen. Masalah ini diungkapkan dalam bait kedua belas, yaitu:<blockquote>''Assambayangko nutambung, pakajai amalaknu, na nujarreki, kananna anrong gurunnu.''
 
Salat dan tawakkallah, perbanyak amalanmu, dan pegang teguhlah ajaran gurumu (agamamu).</blockquote>Di alam ini pula manusia diperintahkan mencari dan menemukan Tuhannya, seperti yang digambarkan dalam bait pertama, berikut ini.<blockquote>''Boyai ri taena-Na, assengi ri maniakna, tenai antu, namaknassaja niakna.''
''Assambayangko nutambung, pakajai amalaknu, na nujarreki, kananna anrong gurunnu.''
 
Carilah dia dalam gaib, yakinlah Dia pasti ada, memang tak tampak, tetapi pasti adanya</blockquote>Manusia yang tidak mencari dan tidak berhasil menemukan Tuhannya dianggap gagal di dalam hidupnya. Artinya, manusia semacam itu tidak mampu menghayati eksistensinya selaku makhluk yang harus bekerja atau beramal untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.
''(Salat dan tawakkallah, perbanyak amalanmu, dan pegang teguhlah ajaran gurumu (agamamu).''
 
 
 
Di alam ini pula manusia diperintahkan mencari dan menemukan Tuhannya, seperti yang digambarkan dalam bait pertama, berikut ini.
 
''Boyai ri taena-Na, assengi ri maniakna, tenai antu, namaknassaja niakna.''
 
''(Carilah dia dalam gaib, yakinlah Dia pasti ada, memang tak tampak, tetapi pasti adanya).''
 
Manusia yang tidak mencari dan tidak berhasil menemukan Tuhannya dianggap gagal di dalam hidupnya. Artinya, manusia semacam itu tidak mampu menghayati eksistensinya selaku makhluk yang harus bekerja atau beramal untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.
 
(d) Alam Kubur
 
=== Alam Kubur ===
Alam kubur atau alam barzah merupakan terminal transit kedua setelah alam roh. Seluruh manusia pada hakikatnya bergabung ke alam ini. Tempat ini disebut juga daerah perbatasan antara alam dunia dengan alam akhirat. Dan, dari tempat ini manusia dipindahkan lagi ke alam yang terakhir yaitu alam akhirat. Proses perpindahan manusia dan makhluk yang lain dari alam dunia ke alam kubur diawali dengan kematian, yaitu pemisahan kembali antara roh dan jasad. Kematian ini merupakan syarat mutlak di dalam perjalanan manusia ke alam yang lain.
 
Pada bait keenam, khususnya larik ketiga dan keempat yang berbunyi;<blockquote>''Ri ia tonji, lammaliang tallasaknu''
 
''Ri Ia tonji, lammaliang tallasaknu''
 
''(Dan kepada-Nya juga, kamu akan kembali)''
 
Dapat pula bermakna bahwa manusia pada saat yang telah ditetapkan akan dikembalikan kepada asal kejadiannya. Asal kejadian manusia bersumber dari empat unsur, yaitu api, udara, air, dan tanah. Tiga unsur yang lain, yaitu api, udara, dan air semuanya terangkum dalam unsur tanah.
 
Alam kubur bukan lagi tempat untuk bekerja, melainkan tempat untuk menerima panjar hasil pekerjaan. Hasil yang diperoleh seseorang di tempat ini bergantung pada bobot pekerjaan atau amalnya di alam dunia. Jika pekerjaan itu baik, hasilnya pun baik. Akan tetapi, jika pekerjaan itu jelek, hasilnya pun akan jelek. Untuk mengantisipasi keadaan seperti itu bait kesepuluh Kelong di atas memberi isyarat sebagai berikut.
 
Dan kepada-Nya juga, kamu akan kembali</blockquote>Dapat pula bermakna bahwa manusia pada saat yang telah ditetapkan akan dikembalikan kepada asal kejadiannya. Asal kejadian manusia bersumber dari empat unsur, yaitu api, udara, air, dan tanah. Tiga unsur yang lain, yaitu api, udara, dan air semuanya terangkum dalam unsur tanah.
''Anngaro-aroko tobak, ri gintingan tallasaknu, mateko sallang, na nusassalak kalennu.''
 
Alam kubur bukan lagi tempat untuk bekerja, melainkan tempat untuk menerima panjar hasil pekerjaan. Hasil yang diperoleh seseorang di tempat ini bergantung pada bobot pekerjaan atau amalnya di alam dunia. Jika pekerjaan itu baik, hasilnya pun baik. Akan tetapi, jika pekerjaan itu jelek, hasilnya pun akan jelek. Untuk mengantisipasi keadaan seperti itu bait kesepuluh Kelong di atas memberi isyarat sebagai berikut.<blockquote>''Anngaro-aroko tobak, ri gintingan tallasaknu, mateko sallang, na nusassalak kalennu.''
''(Cepatlah bertobat, sebelum ajal tiba, nanti meninggal, engkau menyesali diri).''
 
Cepatlah bertobat, sebelum ajal tiba, nanti meninggal, engkau menyesali diri</blockquote>
(e) Alam Akhirat
 
=== Alam Akhirat ===
Alam akhirat merupakan terminal terakhir dari seluruh rangkaian perjalanan kehidupan manusia. Akhirat diawali dengan kebangkitan dari kubur. Setelah manusia dibangkitkan, diperlihatkanlah kepada mereka seluruh amal dan perbuatannya. Segala tabir rahasia dibongkar sehingga tidak ada yang tersembunyi sedikit pun. Besar kecilnya atau baik buruknya perbuatan seeorang, semuanya dibuka. Rekaman perjalanan sejarah hidup manusia ditayangkan secara utuh. Keadaan ini disebut Yaumul ard/Yaumul hisab hari penayangan/perhitungan. Di alam ini hanya terdapat dua perkampungan, yaitu surga yang  penuh dengan kenikmatan dan neraka yang penuh dengan azab Tuhan
Alam akhirat merupakan terminal terakhir dari seluruh rangkaian perjalanan kehidupan manusia. Akhirat diawali dengan kebangkitan dari kubur. Setelah manusia dibangkitkan, diperlihatkanlah kepada mereka seluruh amal dan perbuatannya. Segala tabir rahasia dibongkar sehingga tidak ada yang tersembunyi sedikit pun. Besar kecilnya atau baik buruknya perbuatan seeorang, semuanya dibuka. Rekaman perjalanan sejarah hidup manusia ditayangkan secara utuh. Keadaan ini disebut Yaumul ard/Yaumul hisab hari penayangan/perhitungan. Di alam ini hanya terdapat dua perkampungan, yaitu surga yang penuh dengan kenikmatan dan neraka yang penuh dengan azab TuhanTobat
 
== 3) Tobat ==
Manusia dibekali dengan akal dan nafsu. Dalam kegiatan operasionalnya keduanya selalu bertentangan dan selalu berebut untuk mengendalikan manusia. Akal mempunyai kecenderungan kepada hal-hal yang positif, sebaliknya nafsu (nafsu ammarah) selalu membawa kepada hal-hal yang negatif. Jika nafsu yang berkuasa, manusia cenderung melakukan pelanggaran, baik pelanggaran agama maupun pelanggaran susila. Pelanggaran atau dosa itu akan menggerogoti jiwa manusia. Semakin kerap dosa itu dilakukan, semakin kotor pula jiwa itu.
 
Baris 333 ⟶ 256:
 
''(Cepatlah bertobat, sebelum ajal tiba, nanti meninggal, engkau menyesali diri.)''
 
 
Kelong di atas, secara transparan, mengingatkan setiap orang yang merasa berdosa agar secepatnya bertobat kepada Tuhan sebelum meninggal. Orang-orang yang berdosa, tetapi tidak pernah bertobat pasti akan menyesal (nasassalaki kalenna). Sebab, untuk menghapus dosa-dosa nanti di akhirat bukan lagi dengan tobat, melainkan dengan api. Masalah pentingnya pembersihan jiwa ini melalui jalan tobat, digambarkan dalam bait kesebelas, seperti berikut.
Baris 341 ⟶ 263:
''(Dosa terbayang-bayang, bagi yang teguh iman, karena tahu, menyembah Zat Yang Esa.)''
 
== 4) Salat ==
Tugas pokok manusia adalah mengabdi kepada Allah Swt. Salah satu bentuk pengabdian itu tercantum dalam Kelong di atas, bait kedua belas.
 
Baris 349 ⟶ 271:
 
Salat merupakan tugas yang paling mendasar di dalam syariat Islam. Ibadah-ibadah yang lain bertumpu pada salat. Oleh karena itu, kualitas iman seseorang dapat terefleksi dari pelaksanaan salat. Dalam sebuah bait Kelong digambarkan sebagai berikut.
{| class="wikitable"
 
|+
(1) ''Apai nuparek bokong''
!Bahasa Makassar
 
!Bahasa Indonesia
|-
|''Apai nuparek bokong''
''Bokong mange ri anja''
 
''Taena maraeng''
 
''Sambayang lima waktua (Arief, 1982:70)wattua''
 
''Taenapantu nabajik''
Baris 364 ⟶ 289:
''Punna taena''
 
''Nasikkoki sambayang (Nappu, 1986:154)''
|Apa yang kaujadikan bekal
Persiapan ke akhirat
 
Tiada lain
''Terjemahan:''
 
Salat lima waktu
''Apa yang kaujadikan bekal''
 
Belum sempurna
''Persiapan ke akhirat''
 
Pelaksanaan syariat Anda
''Tiada lain''
 
Jika belum
''Salat lima waktu''
 
''Belum sempurna''
 
''Pelaksanaan syariat Anda''
 
''Jika belum''
 
''Diikat dengan salat''
 
Diikat dengan salat
|-
| colspan="2" |''(Nappu, 1986:154)''<ref>{{Cite book|last=Nappu|first=Sahabuddin|year=1997|title=Sangkakrupa Kelong Mangkasarak|location=Jakarta|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>
|}
 
Dari dua Kelong terakhir dapat digarisbawahi bahwa ibadah apa saja yang dilakukan tanpa dibarengi dengan salat, dianggap belum sempurna. Bahkan, salat menentukan posisi ibadah yang lain apakah diterima atau tidak. Salat kunci kebaikan dam keselamatan.
Baris 392 ⟶ 315:
 
''(Dalam bertajalli, khusyuklah kepada-Nya, ibadahmu akan sia-sia, jika berpaling dari Dia.)''
 
 
Selain faktor niat dan khusyuk yang menentukan kualitas salat adalah ingatan kepada Allah. Ingatan atau yang lazim disebut dzikrullah adalah jiwa salat. Ini berarti bahwa salat tanpa zikir kepada Allah laksana manusia tanpa roh. Itulah sebabnya, di dalam Kelong di atas sangat ditekankan pentingnya salat itu diwarnai dengan khusyuk dan zikir betul-betul kepada Allah. Jika tidak demikian, salat itu dianggap kurang berkualitas.
 
Kelong lain yang mengandung nilai-nilai keagamaan adalah sebagai berikut.
{| class="wikitable"
 
|+
(2) ''Sahadaknu kakdo allo''
!Bahasa Makassar
 
!Bahasa Indonesia
|-
|''Sahadaknu kakdo allo''
''Sambayannu kanre banngi''
 
Baris 413 ⟶ 338:
 
''Tena guling samparajana (SI)''
|''Syahadatmu makan siang''
 
''Terjemahan:''
 
''Syahadatmu makan siang''
 
''Salatmu santap malam''
 
Baris 431 ⟶ 352:
 
''Yang tak berkemudi dan tak berjangkar''
|-
 
| colspan="2" |''(SI)''
|}
Kelong (2) di atas mengandung tiga ajaran agama yang terangkum dalam rukun Islam, yaitu syahadat, salat, dan puasa. Syahadat adalah rukun Islam yang pertama. Ia merupakan pengakuan secara lisan yang perlu ditindaklanjuti dengan pelaksanaan ibadah yang lain. Syahadat perlu dimantapkan lebih dahulu, barulah disusul ibadah yang lain. Akan tetapi, jika syahadat tidak tertanam kokoh atau tidak dihayati dengan baik, salat dan ibadah-ibadah yang lain tidak akan terlaksana dengan baik. Akibatnya, orang akan terombang-ambing di dalam kehidupan beragama laksana perahu yang tak berkemudi dan tak berjangkar ''(Ebarak lepa-lepa tena guling samparajana).''
 
Kelong lain yang menggambarkan syahadat adalah sebagai berikut.
{| class="wikitable"
 
|+
''(3) Paknassai sahadaknu''
!Bahasa Makassar
 
!Bahasa Indonesia
|-
|''Paknassai sahadaknu''
''Sekreji Allah Taala''
 
''Nakbi Muhammad''
 
''Suro tunipatakpakna (Sikki, 1995:153).''
|''Nyatakan syahadatmu''
 
''Terjemahan:''
 
''Nyatakan syahadatmu''
 
''Allah itu Esa''
 
Baris 453 ⟶ 375:
 
''Rasul terpercaya-Nya.''
|-
| colspan="2" |''(Sikki, 1995:153).''<ref>{{Cite book|last=Sikki|first=Muhammad|year=1991|title=Nilai-nilai Budaya dalam Susastra Daerah Sulawesi
Selatan|location=Jakarta|publisher=Pusat Pembinaan Bahasa|isbn=|pages=|url-status=live}}</ref>
|}
 
Puasa termasuk salah satu rukun Islam  yang tegambar dalam Kelong (2) bait pertama, larik ketiga dan keempat, yaitu:
 
''Napuasanu, nupakjari lampang kana''
Baris 460 ⟶ 386:
''(Dan puasamu, jadikanlah laras pembicaraan)''
 
Salah satu makna yang terkandung dalam kata puasa adalah pengendalian diri, sedangkan lampang kana adalah tuturan. Oleh karena itu, pernyataan dalam Kelong di atas dapat ditafsirkan bahwa puasa di samping fungsinya sebagai kegiatan yang berbentuk ritual keagamaan, juga mempunyai fungsi kemasyarakatan. Fungsi itu adalah sebagai alat pengendali dalam segala hal, khususnya di dalam bertutur.
 
Salah satu makna yang terkandung dalam kata puasa adalah pengendalian diri, sedangkan lampang kana adalah tuturan. Oleh karena itu, pernyataan dalam Kelong di atas dapat ditafsirkan bahwa puasa di samping fungsinya sebagai kegiatan yang berbentuk  ritual keagamaan, juga mempunyai fungsi kemasyarakatan. Fungsi itu adalah sebagai alat pengendali dalam segala hal, khususnya di dalam bertutur.
 
Karena tuturan dapat membawa manfaat dan bahaya sekaligus, pengendalian sangat dibutuhkan. Itulah sebabnya, orang yang berpuasa seharusnya mampu menciptakan tutur kata dan tingkah laku yang bermanfaat, baik terhadap orang lain maupun terhadap dirinya. Makna itulah, antara lain, yang terkandung dalam pernyataan Kelong di atas.
Baris 468 ⟶ 393:
Nilai pendidikan yang termuat dalam Kelong, khususnya yang menyangkut sosial kemasyarakatan cukup banyak.Nilai pendidikan tersebut adalah sebagai berikut.
 
==== 1. Berhati-hati dalam segala hal ====
Untuk mewujudkan keharmonisan dan kerukunan di dalam bermasyarakat, faktor kehati-hatian perlu mendapat perhatian.Masalah ini dapat dilihat dalam Kelong berikut.
{| class="wikitable"
 
|+
''(4) Tutulaloko rikana''
!Bahasa Makassar
 
!Bahasa Indonesia
|-
|''Tutulaloko rikana''
''Ingakko ri panggaukang''
 
''Kodi gauknu''
 
''Kodi todong balasakna (Basang,1988:28)''
|''Hati-hatilah dalam berucap''
 
''Terjemahan:''
 
''Hati-hatilah dalam berucap''
 
''Waspadalah dalam berbuat''
 
Baris 488 ⟶ 412:
 
''Jelek pula akibatnya.''
|-
 
| colspan="2" |''(Basang, 1986:28).''<ref>{{Cite book|last=Basang|first=Djirong|date=|year=1986|title=Taman Sastra Makassar|location=Ujung Pandang|publisher=CV Alam|isbn=|pages=28|url-status=live}}</ref>
           Kelong di atas mengingatkan kepada siapa saja agar selalu berhati-hati di dalam berbicara dan di dalam berbuat.Ucapan dan perbuatan yang tidak terkontrol dapat merusak nilai-nilai persahabatan dan kerukunan yang sudah tertanam kukuh.Ucapan dan perbuatan adalah sumber kemaslahatan sekaligus sebagai sumber malapetaka. Yang menjadi tanggung jawab bagi setiap orang adalah kearifan mengendalikan diri dengan cara memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti pihak lain.
|}
Kelong di atas mengingatkan kepada siapa saja agar selalu berhati-hati di dalam berbicara dan di dalam berbuat.Ucapan dan perbuatan yang tidak terkontrol dapat merusak nilai-nilai persahabatan dan kerukunan yang sudah tertanam kukuh.Ucapan dan perbuatan adalah sumber kemaslahatan sekaligus sebagai sumber malapetaka. Yang menjadi tanggung jawab bagi setiap orang adalah kearifan mengendalikan diri dengan cara memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menyakiti pihak lain.
 
Hal yang senada dengan Kelong (4) adalah sebagai berikut.
Baris 499 ⟶ 425:
''Tallangko sallang''
 
''Nanasakkokko alimbukbuk'' <ref>{{Cite book|title=Taman Sastra Makassar|last=Basang|first=Djirong|date=1986|publisher=|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=|url-status=live}}</ref>
''Nanasakkokko alimbukbuk (Basang, 1988:27)''
 
''Terjemahan:''
Baris 519 ⟶ 445:
''Manna mabauk''
 
''Teai mabauk dudu'' <ref>{{Cite book|title=Beberapa Etika dalam sastra Makassar|last=B.F.|first=Matthes|date=1985|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=|location=Jakarta|pages=42|url-status=live}}</ref>
''Teai mabauk dudu (Matthes, 1983: 425)''
 
''Terjemahan:''
Baris 530 ⟶ 456:
 
''Jangan terlalu semerbak''
 
 
''Bunga eja,'' ‘kembang merah’ pada Kelong (6) berarti gadis cantik, pada umumnya, selalu menjadi dambaan para pemuda. Oleh karena itu, sang gadis harus memelihara kehormatannya (nanakatutui rasanna). Jika kehormatan sudah tercemar, namanya akan tercemar dan seluruh keluarganya akan mendapat aib.Hal lain yang diungkapkan dalam Kelong di atas adalah sebagai berikut. Di dalam bergaul si “Kembang Merah” tidak boleh takabur karena kecantikannya.Sebab, hal itu dapat mengundang masalah yang serius.
Baris 556 ⟶ 481:
''Tobo rappo'' ‘seludang pinang’ berarti pemuda, sedangkan‘tinggi’ berarti martabat. Dari dua Kelong terakhir terlihat baik gadis maupun pemuda harus selalu berhati-hati dan menjaga martabat masing-masing.
 
==== '''2. Bekerja dengan tekun''' ====
Salah satu syarat penting untuk mewujudkan kebahagiaan hidup adalah semangat kerja yang tinggi. Orang-orang tua dahulu, sejak dini, telah menanamkan semangat seperti itu kepada anak cucunya.Dengan semangat kerja yang tinggi, mereka mampu mengarungi samudera yang luas bahkan sampai ke Kepulauan Madagaskar (Afrika Selatan).
 
Baris 595 ⟶ 520:
''Bekerja dengan tekun''
 
           Pada Kelong (8), baik pada bait pertama maupun pada bait kedua terdapat kata kunci, yaitu ''reso'' dan ''sunggu''. Kata ''reso'' dalamkonsep budaya Makassar bermakna ‘bekerja dengan tekun’ Sedaangkan kata ''sunggu'' bermakna ‘bahagia, makmur, dan tenteram. Kata ''sunggu'' tersebut lebih mengacu kepada pemenuhan kebutuhan di bidang materi.
 
Berdasarkan konsep makna kedua kata tersebut, Kelong di atas dapat ditafsirkan seperti berikut.Untuk memenuhi kebutuhan hidup di bidang materi, landasannya adalah bekerja. Tanpa kerja keras, kerja cerdas, kebahagiaan dan kemakmuran tetap menjadi sebuah impian yang tak akan pernah terwujud.
 
Dalam Kelong yang lain digambarkan  sebagai berikut.
 
''(9) Akbulo sibatampakik''
Baris 607 ⟶ 532:
''Nanampa niak''
 
''Sannang lani pusakai'' <ref>{{Cite book|title=Ungkapan Tradisional yang Ada Kaitannya dengan Sila-sila dalam Pancasila Provinsi Sulawesi Selatan|last=Author|first=Tandilintin|date=1984|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=|location=Jakarta|pages=18|url-status=live}}</ref>
''Sannang lani pusakai (Tangdilintin, 1989:18)''
 
''Terjemahan:''
Baris 641 ⟶ 566:
''Mau makan kerja tak mau''
 
           Konsep ''kuttu'' ‘malas’ dan ''erok ande tea eco'' ‘mau makan, tetapi tidak mau kerja’  pada Kelong  (10) di atas sama saja. Keduanya merupakan sikap mental yang perlu dihindari. Bukan itu saja, sikap seperti itu sangat memalukan di kalangan orang-orang Makassar. Oleh karena itu, untuk mencapai ''empo ri sunggu'' ‘jenjang kebahagiaan’ sikap ''kuttu'' dan ''elok ande tea eco'' harus dibuang jauh-jauh.
 
==== 3. Teguh dalam Pendirian ====
Teguh dalam pendirian dalam bahasa Makassar disebut tokdopuli yang dapat diartikan dengan tegas, berani, dalam kebenaran, setia pada keyakinan, dan taat asas. Kata lain yang dapat dipadankan dengan keteguhan adalah tantang atau istiqomah dalam bahasa agama.
 
Perhatikan beberapa bait Kelong berikut ini.
 
''11)   Takkunjungan bangun turuk''
 
''      Nakuguncirik gulingku''
 
''      Kualleanna''
 
''     Tallanga na toalia''
 
''     Kusoronna biseangku''
 
''     Kucampakna sombalakku''
 
''     Tamammeloka''
 
'' Punna teai labuang ''<ref>{{Cite book|title=Menggali Nilai Sejarah Kebudayaan Sulselra Sirik dan Pacce|last=A.|first=Moein MG.|date=1977|publisher=SKU Makassar Press|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=36|url-status=live}}</ref>
''     Punna teai labuang  (Moeing, 1977:36)''
 
Terjemahan:
Baris 694 ⟶ 619:
''Takminasayak''
 
''Toali tannga dolangang'' <ref>{{Cite book|title=Taman Sastra Makassar|last=Basang|first=Djirong|date=1986|publisher=Percetakan Offset CV Alam|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=7|url-status=live}}</ref>
''Toali tannga dolangang (Basang, 1986:7)''
 
 
Terjemahan:
Baris 706 ⟶ 630:
 
Kembali dari tengah lautan
 
 
Pernyataan takminasayak toali tannga dolangang ‘tak sudi kembali dari tengah lautan’ mengandung makna bahwa nilai-nilai kebenaran yang telah disepakati harus dipertahankan, jika perlu, hingga tetesan darah yang terakhir.Sebab, bergeser dari prinsip semula berarti “sirik”.
Baris 730 ⟶ 653:
''Pantang bergeser segigi sisir''
 
Keteguhan di dalam membela dan mempertahankan prinsip-prinsip kebenaran, baik yang diyakini secara individu maupun secara bersama-sama disebut tokdopuli.Masalah inilah yang diamanatkan Kelong (11), (12), dan (13) di atas.Sebab, hanya orang-orang yang berwatak seperti itulah yang dapat diandalkan dalam segala hal. Dalam ungkapan Makassar, orang seperti itu disebut tau akkulle nilamung batunna ‘orang yang dapat ditanam bijinya. Keteguhan dalam hal membela dan mempertahankan adat-istiadat yang berlaku di masyarakat digambarkan sebagai berikut.
 
''Sannging karaeng mammempo''
Keteguhan di dalam membela dan mempertahankan prinsip-prinsip kebenaran, baik yang diyakini secara individu maupun secara bersama-sama disebut tokdopuli.Masalah inilah yang diamanatkan Kelong (11), (12), dan (13) di atas.Sebab, hanya orang-orang yang berwatak seperti itulah yang dapat diandalkan dalam segala hal. Dalam ungkapan Makassar, orang seperti itu disebut  tau akkulle nilamung batunna ‘orang yang dapat ditanam bijinya. Keteguhan dalam hal membela dan mempertahankan adat-istiadat yang berlaku di masyarakat digambarkan sebagai berikut.
 
 ''          ''Sannging karaengdaeng mammempomakjajareng''
 
''           Sannging daeng makjajareng Tabek karaeng''
 
'' La makkelongi ataya''
''           Tabek karaeng''
 
'' Ikatte ri turatea''
''           La makkelongi ataya''
 
''           Ikatte ri turatea Adaka kipammempoi''
 
''           Adaka kipammempoi Karampuanta''
 
'' Kiparek tope kalimbu'' <ref>{{Cite book|title=Sastra kelong Merupakan salah satu Pencerminan Ppribadi Masyarakat Makassar|last=Aburaerah|first=Arief|date=1986|publisher=IKIP|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=67|url-status=live}}</ref>
''           Karampuanta''
 
''           Kiparek tope kalimbu (Arief, 1982:67)''
 
''Terjemahan:''
Baris 788 ⟶ 710:
 
''Menjadi milik orang lain.''
 
 
Kelong (14) di atas menggambarkan ikrar atau keteguhan seorang pemuda di dalam menentukan calon teman hidupnya.Keteguhan hati pemuda tersebut tentu didasari suatu keyakinan bahwa calonnya memang memenuhi syarat untuk dijadikan teman hidup. Dan, ia siap berkorban dalam bentuk apa saja agar gadis pujaannya tidak menjadi milik orang lain. Selanjutnya, sang pemuda berusaha meyakinkan gadis pujannya bahwa ia benar-benar mencintainya.
Baris 815 ⟶ 736:
 
''Anrong tumallassukanta (Arief, 1982:74)''
 
 
''Terjemahan:''
Baris 842 ⟶ 762:
 
''Ibunda tercinta''
 
 
Ikrar yang disampaikan sang pemuda pada Kelong (15) mencerminkan keinginan berkorban dalam mengantisipasi sederatan tantangan. Pernyataan jammempak nurimaraeng ‘nanti aku meninggal barulah Dinda milik orang lain’, jammengki kirua jammeng ‘kita akan mati bersama’, dan sekre kuburuk kijulu ‘satu kubur kita berdua’ menggambarkan niat yang tulus dan kesedian berkorban. Baik niat yang tulus maupun kesediaan berkorban, semuanya bertumpu pada sikap dasar yang tidak ingin bergeser dari cita-cita dan prinsip semula (tantang ri kontu tojeng).
Baris 852 ⟶ 771:
''Tassampe tompi''
 
''Parruku ri simbolennu (Sikki, 1995:142)''Pernyataan Kelong di atas, khususnya larik ketiga dan keempat, yaitu tassampe tompi parrukku ri simbolennu ‘nanti ususku tersangkut pada sanggulmu’ menggambarkan keberanian dan keteguhan hati di dalam memperjuangkan cita-cita suci, walaupun harus berhadapan dengan risiko yang berat (lange-lange ri cerak‘berenang dengan darah’).
''Parruku ri simbolennu (Sikki, 1995:142)''
==== Memiliki tanggung jawab yang tinggi ====
 
 
Pernyataan Kelong di atas, khususnya larik ketiga dan keempat, yaitu tassampe tompi parrukku ri simbolennu ‘nanti ususku tersangkut pada sanggulmu’ menggambarkan keberanian dan keteguhan hati di dalam memperjuangkan cita-cita suci, walaupun harus berhadapan dengan resiko yang berat (lange-lange ri cerak‘berenang dengan darah’).
 
==== 4. Memiliki tanggung jawab yang tinggi ====
Dalam Kelong banyak ditemukan anjuran agar setiap orang memiliki tanggung jawab yang tinggi, dalam arti sanggup mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya.
 
Baris 895 ⟶ 810:
 
''Merampas kebahagiaanku''
 
 
Secara transparan, Kelong di atas menggambarkan pelaksanaan nilai tanggung jawab yang tinggi.Besar kecilnya tanggung jawab itu ditentukan oleh besar kecilnya ruang lingkup tugas dan wewenang.Pelaksanaan suatu tanggung jawab tidak terlepas dari nilai-nilai tertentu yang dianut seseorang, baik karena latar belakang kebudayaan maupun karena ajaran agama.Ajaran agama demikian pula ajaran moral nenek moyang kita menekankan betapa besar tanggung jawab seorang suami terhadap istrinya.Tanggung jawab itu bukan hanya dari segi sandang dan pangan, melainkan lebih dari itu sektor keamanan dan kehormatannya perlu diperhatikan.
Baris 909 ⟶ 823:
''Kalasarani''
 
''Allonjokianku topenu (Matthes, 1983:99)''<ref>{{Cite book|title=Beberapa Etika dalam Sastra Makassar|last=B.F.|first=Beberapa Etika dalam Sastra Makassar.|date=1985|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=|location=Jakarta|pages=99|url-status=live}}</ref>
''Allonjokianku topenu (Matthes, 1983:99)''
 
''Terjemahan:''
Baris 923 ⟶ 837:
Kelong (17) dan (18) mengisyaratkan bahwa pelaksanaan tanggung jawab yang berhubungan dengan masalah rumah tangga adalah tugas suami istri.
 
==== 5. Tolong-menolong dalam kehidupan ====
Selaku makhluk sosial, manusia tidak mungkin hidup dan memenuhi kebutuhan sendiri. Siapa pun kita pasti memerlukan kehadiran orang lain. Kerja sama yang baik dan tolong-menolong selalu diperlukan di dalam kehidupan. Hal ini digambarkan dalam Kelong berikut ini.
 
Baris 963 ⟶ 877:
 
''Surga yang sebenarnya''
 
 
Hidup ini terasa indah, bagaikan tamansurga Firdaus, jika yang satu menghadapi kesulitan, lalu yang lain ikut merasakannya dan bersedia membantunya. Demikian juga sebaliknya, jika yang satu memperoleh keuntungan yang lain pun ikut merasakannya. Itulah salah satu makna yang terkandung dalam Kelong di atas.
 
           Penggambaran sifat tolong-menolong dan kerja sama dapat pula dilihat dalam Kelong berikut.
 
''(21) Kualleangko sallang''
Baris 983 ⟶ 896:
''Alleang tommak''
 
''Lakbinna maputtaya (Sikki, 1995:54)''<ref>{{Cite book|title=Puisi-puisi Makassar|last=Muhammad dan Nasruddin|first=Sikki|date=1995|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.|isbn=|location=Jakarta|pages=54|url-status=live}}</ref>
''Lakbinna maputtaya (Sikki, 1995:54)''
 
''Terjemahan:''
Baris 1.003 ⟶ 916:
''Sisa yang sudah lapuk.''
 
           Tolong-menolong di dalam kehidupan ini pada akhirnya bermuara kepada terciptanya ketenteraman dan kebahagiaan hidup.Hal ini diungkapkan dalam Kelongberikut ini.
 
''(22) Sitanro-tanroipakik''
Baris 1.022 ⟶ 935:
 
''Ketenteraman di antara kita.''
 
 
Tolong-menolong dalam bidang materi, seperti dalam ungkapan sitanro-tanroipakik ‘nanti kita saling memberi’ atau dalam bidang jasa, seperti dalam ungkapan nakisilomo-lomoang ‘saling memudahkan urusan’ semuanya sangat penting untuk mewujudkan ketenteraman di dalam bermasyarakat.
 
== C. Kelong sebagai Media Hiburan ==
Salah satu fungsi Kelong yang sangat transparan adalah sebagai media hiburan.Fungsi hiburan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah munculnya suasana senang dan tenteram yang disebabkan oleh penyampaian Kelong, baik didendangkan dengan iringan musik tertentu maupun disampaikan secara biasa.Biasanya Kelong disampaikan pada acara-acara keramaian tertentu, misalnya, pesta perkawinan, naik rumah baru, dan sunatan.Kelong yang disampaikan pada acara-acara seperti itu adalah Kelong yang diiringi dengan alat musik tertentu, misalnya Kelong yang berjudul Anging Mammirik dan Sulawesi Pakrasanganta.
 
Baris 1.059 ⟶ 971:
''Kamase-mase kuerang''
 
''Takdongkok ri mangkokmangkuk kebok''
 
''Nakikminasa''
 
''Napaempo ri kalakbirang (Arief, 1982:67)''<ref>{{Cite book|title=Sastra Kelong Merupakan Salah Satu Pencerminan Pribadi Masyarakat Makassar|last=Arief|first=Aburaerah|date=1982|publisher=IKIP Ujung Pandang|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=67|url-status=live}}</ref>
''Napaempo ri kalakbirang (Arief, 1982:67)''
 
''Terjemahan:''
Baris 1.098 ⟶ 1.010:
 
''Didudukkan pada tempat yang mulia''
 
 
Salah satu Kelong yang sangat popular di kalangan muda-mudi, terutama di desa, adalah KelongBattu Ratemak ri Bulang. Kelong ini termasuk Kelong tekne pakmaik atau Kelong bergembira.Ketika berkumpul di malam hari menikmati indahnya bulan purnama, kaum muda-mudi bersuka-ria sambil mendendangkan lagu tersebut.Dalam suasana santai, akrab, dan cenderung kocak itu, mereka benar-benar memanfaatkan Kelong sebagai sarana hiburan.
Baris 1.118 ⟶ 1.029:
''Lima patannung''
 
''Karemeng padawa-dawa (Basang, 1988:25)''<ref>{{Cite book|title=Taman Sastra Makassar|last=Basang|first=Djirong|date=1986|publisher=Percetakan Offset CV Alam|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=25|url-status=live}}</ref>
''Karemeng padawa-dawa (Basang, 1988:25)''
 
''Terjemahan:''
Baris 1.137 ⟶ 1.048:
 
''Jemari pandai memasak''
 
 
Kelong di atas sering juga dilantunkan secara bergantian oleh kalangan muda-mudi.Artinya, bait pertama didendangkan oleh kaum remaja kemudian disambut oleh oleh remaja putri pada bait kedua.Suasana gembira seperti ini sekaligus dimanfaatkan oleh mereka untuk saling bertemu dan mengungkapkan isi hatinya. Untuk lebih menghangatkan suasana, Kelong-kelong yang lain sering pula disampaikan, khususnya untuk mengenal lebih jauh pribadi seseorang.
 
 
Perhatikan Kelong yang memuat dialog antara kaum muda-mudi.
Baris 1.182 ⟶ 1.091:
''Belum ada yang punya''
 
Akan tetapi, jika tidak senang  terhadap pertanyaan itu, remaja putri akan menjawab seperti berikut.
 
           ''Anjo tope tassampea''
 
''Anjo tope tassampea''
''           Teako jalling matai''
 
'' Teako jalling matai''
''           Niak patanna''
 
''           Tana salinrinna mami Niak patanna''
 
'' Tana salinrinna mami''
''           Terjemahan:''
 
''           Sarung yang terpajang itu Terjemahan:''
 
'' Sarung yang terpajang itu''
''           Janganlah engkau meliriknya''
 
'' Janganlah engkau meliriknya''
''           Sudah ada yang punya''
 
'' Sudah ada yang punya''
''           Hanya belum dipetik.''
 
'' Hanya belum dipetik.''
 
Salah satu Kelong lagi yang sering digunakan untuk menambah semarak suasana yang sedang berlangsung adalah KelongLalakung.Kelong itu disebut juga Kelongpatampulo (Arief,1982:44) karena jumlah baitnya di atas empat puluh. Kelong tersebut berisi aspek pendidikan, kritik sosial atau sindiran, dan curahan perasaan dalam bentuk dialog antara pria dan wanita.
Baris 1.207 ⟶ 1.115:
Perhatikan cuplikan Kelong berikut ini.
 
           ''Akballe-ballejako?''
 
''           Akballe-balleja tea''
 
''           Assarajak taerok''
 
''           Napakmaikku''
 
''           I lalang takkulle kusakbi''
 
''Sakbijako?''
Baris 1.248 ⟶ 1.156:
 
''Aku pun demikian.''
 
 
Penyampaian Kelong seperti ini selalu mengandung tawa ria, terutama jika pihak pria tidak dapat menjawab dengan baik pertanyaan yang disampaikan pihak wanita, atau memberikan jawaban yang ngaur dan tidak sesuai dengan Kelong yang sebenarnya
Baris 1.322 ⟶ 1.229:
''Kinataba''
 
''Sumpana turibokonta (Basang, 1988:90)''<ref>{{Cite book|title=Taman Sastra Makassar|last=Basang|first=Djirong|date=1988|publisher=Percetakan Offset CV Alam|isbn=|location=Ujung Pandang|pages=90|url-status=live}}</ref>
''Sumpana turibokonta (Basang, 1988:90)''
 
''Terjemahan:''
Baris 1.455 ⟶ 1.362:
 
''Di tempat yang mulia''
 
 
Kelong di atas dapat menjadi pembangkit semangat bagi siapa saja (khususnya anak-anak) yang ingin menggapai martabat yang tinggi di dalam kehidupannya. Dengan ilmu pengetahuan, seseorang tak akan jatuh hina di tengah masyarakat. Sebab, sifat ilmu pengetahuan selalu mengangkat derajat orang yang memilikinya.
Baris 1.463 ⟶ 1.369:
Perhatikan Kelong di bawah ini.
 
           ''Karo-karoko tobak''
 
''           Rigintingang tallasaknu''
 
''           Mateko sallang''
 
''           Nanu sassalak kalennu (Arief, 1982:70)''
 
''Terjemahan:''
 
''           Cepat-cepatlah tobat''
 
''           Selagi hidup dikandung badan''
 
''           Jika kelak engkau mati''
 
''           Kamu akan menyesali diri''
 
Kelong ini dapat memacu semangat seseorang untuk lebih mengarifi eksistensinya di dalam hidup ini. Dengan menghayati keberadaannya, seseorang akan lebih sadar akan tugas dan fungsinya selaku manusia. Dengan demikian semangat pengabdian kepada Tuhan akan muncul sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan sesudah kehidupan yang sekarang.
<br />
 
== D. Kelong sebagai Media Komunikasi ==
Salah satu fungsi utama karya sastra pada umumnya, Kelong pada khususnya, adalah sebagai media penyampai informasi buat orang lain. Informasi itu dapat berupa petuah misalnya, hal-hal apa saja yang harus dilakukan seseorang dan hal-hal apa pula yang seharusnya dihindari.Informasi dapat pula berupa gambaran luapan perasaan cinta sang pemuda yang perlu diketahui dan ditanggapi oleh sang gadis.
 
Baris 1.495 ⟶ 1.400:
Salah satu bentuk komunikasi langsung dalam Kelong dapat dilihat dalam contoh berikut.
 
''Pemuda          :   Nampako makcuklak lebong''
 
''                         Nakurompong-rompong memang''
 
''                         Lompoko naik''
 
''                         Kutambai pakrompongku''
 
''Pemudi            : Apa kicinik ri nakke''
 
''                         Nakke lekleng kodi-kodi''
 
''                         Inakke tuna''
 
''                         Nakke cakdi simbolengku''
 
''Pemuda           : Mannu lekleng mannu kodi''
 
''                         Manna cakdi simbolennu''
 
''                         Tittik matangku''
 
''                         Kalakbusang panngaingku (SI)''
 
''Terjemahan:''
 
''Pemuda           : Sejak Dinda tumbuh seperti rebung''
 
''                         Dinda telah kupagar''
 
''                         Semoga Dinda cepat besar''
 
''                         Pagarku semakin kuperkuat''
 
''Pemudi            : Apa yang Kanda lihat pada iriku''
 
''                         Aku hina dan tidak cantik''
 
''                         Aku orang biasa''
 
''                         Sanggulku pun kecil''
 
''Pemuda       :     Walaupun hitam dan tidak cantik''
 
''                          Walaupun kecil sanggulmu''
 
''                           Dindalah titik pandangku''
 
''                          Dan sasaran kasih sayangku''
 
'' Dan sasaran kasih sayangku''
 
Kelong di atas menggambarkan arus komunikasi timbal balik antara seorang pemuda dengan seorang gadis. Perasaan cinta yang bergejolak di dalam hati sang pemuda dilahirkan dalam bentuk Kelong. Selanjutnya, sang gadis pun langsung menyatakan isi hatinya lewat Kelong pula. Dalam hal ini, Kelong merupakan titik sentaral pertemuan pandangan dan luapan perasaan dua belah pihak, termasuk antara pencipta dan penikmat sastra.
Baris 1.550 ⟶ 1.454:
Perhatikan pula beberapa bait Kelong berikut yang menggambarkan arus komunikasi tidak langsung.
 
           ''Batara apa kutadeng''
 
''           Kugappa kupaknganroi''
 
''           Tekne kupalak''
 
''           Salasa napassareang''
 
''           ''
 
''           Batarak bunomak naung''
 
''           Saremak garring kujammeng''
 
''           Mangku ri lino''
 
''           Taniak todong tekneku''
 
''           Batara pasunggu tommak''
 
''           Lekbakma nupassalasa''
 
''           Saremak tekne''
 
''           Gentengangku ta rianja''
 
''           Barang ria anjapak sallang''
 
''           Ri suruga kumatekne''
 
''           Anne ri lino''
 
''           Assami ta matekneku (Sikki,dkk. 1995:120)''
 
''Terjemahan:''
 
''           Tuhan, apalah gerangan''
 
''           Yang harus kulakukan''
 
'' Yang harus kulakukan''
''           Kebahagiaan yang kuminta''
 
''           Tetapi kesedihan Kebahagiaan yang datangkuminta''
 
'' Tetapi kesedihan yang datang''
''           Tuhan, bunuhlah aku''
 
'' Tuhan, bunuhlah aku''
''           Berilah penyakit hingga aku mati''
 
'' Berilah penyakit hingga aku mati''
''           Sebab di dunia''
 
''           Tak pernah merasa bahagia Sebab di dunia''
 
'' Tak pernah merasa bahagia''
''           Tuhan, bahagiakanlah aku''
 
'' Tuhan, bahagiakanlah aku''
''           Kesedihan telah Engkau timpakan padaku''
 
'' Kesedihan telah Engkau timpakan padaku''
''           Berilah aku ketenteraman''
 
'' Berilah aku ketenteraman''
''           Sebelum aku ke akhirat''
 
'' Sebelum aku ke akhirat''
''           Semoga di akhirat kelak''
 
'' Semoga di akhirat kelak''
''           Di surga merasa bahagia''
 
'' Di surga merasa bahagia''
''           Sebab di dunia ini''
 
''           Pasti aku tak bahagia Sebab di dunia ini''
 
'' Pasti aku tak bahagia''
 
Pesan yang dikomunikasikan secara sepihak lewat Kelong di atas menggambarkan prinsip hidup yang tidak akan menyerah begitu saja. Kebahagiaan merupakan dambaan semua orang. Dengan berbagai cara, semua orang berusaha menggapainya, kalau bukan di sin (di dunia) nanti di sana (di akhirat). Yang pasti kebahagiaan itu tak akan datang seperti datangnya embun di waktu pagi. Akan tetapi, kebahagiaan atau tekne dan sunggu, seperti pada Kelong di atas, baru akan datang jika dibarengi dengan usaha maksimal.
 
Informasi-informasi yang bersifat petuah orang tua atau pendidikan lewat Kelong untuk dikomunikasikan kepada anak cucu dan generasi mendatang bertujuan agar mereka dapat tenteram  di dalam kehidupannya. Jika Kelong dapat memberi manfaat kepada siapa saja, berarti salah satu fungsinya sudah terpenuhi, yaitu sebagai media komunikasi.Artinya, pesan yang disampaikan oleh pencipta dapat dimanfaatkan oleh pendengar, pembaca, atau penikmat.
<br />
 
== E. Kelong sebagai Produk dan Pelestari Budaya ==
Seperti telah dikemukakan pada pembahasan yang lalu. (A) [[Kelong merupakan produk sekaligus sebagai perekam budaya.]] Disebut produk budaya karena Kelong merupakan hasil perenungan batin atau pemikiran yang cemerlang dari kelompok etnis Makassar yang berisi berbagai hal yang cukup bermanfaat di dalam kehidupan.Apa yang dituangkan dalam Kelong tentu merupakan refleksi atau potret serta gambaran pengalaman hidup penciptanya yang diwarnai oleh lingkup budayanya. Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa untuk mengetahui pandangan dan falsafah hidup, pengetahuan, serta pemikiran orang-orang Makassar terhadap sesuatu, maka, Kelong merupakan salah satu yang dapat mengungkapkan hal tersebut.
 
Menurut Mangunwijaya (dalam Suyitno,1984:64) mengatakan bahwa jika seseorang akan mempelajari riak gelombang kehidupan sosial yang sesungguhnya di suatu zaman, ia harus membaca novel, roman, cerpen, atau puisi, dan bukannya membaca hasil seminar, lokakarya, dan semacamnya. Hal itu menunjukkan bahwa sastra dapat berfungsi sebagai hasil studi yang akurat.
Baris 1.631 ⟶ 1.533:
Dari segi itu, fungsi Kelong sebagai produk budaya di satu sisi dan sebagai perekam budaya dalam masyarakat di sisi lain sudah bertemu. Dalam kapasitasnya sebagai pelestari budaya dapat dikatakan bahwa langgeng dan lestarinya warisan budaya nenek moyang kita, baik berupa pengalaman, pandangan, dan falsafah hidup maupun yang lain-lain karena terekam dalam bentuk karya sastra dengan segala jenisnya. Apa yang tekandung di dalamnya bukan hanya menjadi milik kelompok atau generasi tertentu, melainkan menjadi milik siapa saja yang sanggup menggali dan mengapresiasinya.
 
Nilai-nilai yang dilontarkannya memiliki daya tembus terhadap nurani manusia. Ia pun mempunyai daya gapai yang jauh sekaligus memungkinkan akan terjadinya komunikasi yang intens antara Kelong dengan penikmatnya. Di sini terlihat adanya hubungan dan pengaruh timbal balik antara karya sastra sebagai produk budaya dan masyarakat sebagai pencipta sekaligus pelaku budaya. Dari sisi ini pula orang dapat menilai bobot dan kualitas suatu hasil karya sastra.Terlepas dari sektor kemandiriannya, tingkat kemajuan dan kualitas suatu kelompok masyarakat ikut memberi andil terhadap hasil karya sastra tersebut. Artinya, semakin tinggi tingkat kemajuan dan kualitas masyarakat, bobot dan kualitas karya sastra yang dimilikinya semakin tinggi pula.Sebab, sastra merupakan gambaran utuh suatu masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Dan, Kelong  sebagai salah satu jenis sastra tidak akan terlepas dari kenyataan seperti itu.
<br /><nowiki>~~~~</nowiki>
 
[[Kategori:ArtikelBudaya budayaSulawesi Selatan]]
[[Kategori:Sastra Makassar]]
[[Kategori:Makassar]]