Peradilan Islam di Malaysia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
k fix |
||
Baris 3:
{{nocat}}
Peradilan adalah suatu proses yang dijalankan di pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan mengadili perkara. Sedangkan pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Peradilan atau dalam bahasa arab diungkapkan dengan kata qadā’ berarti memutuskan, memberi keputusan, menyelesaikan. Menurut istilah adalah
Sebagai
== Sejarah Peradilan Islam di Malaysia ==
Baris 12:
Di era Kesultanan Melayu Melaka (1400-1511), sistem peradilan Islam dijalankan oleh seorang sultan yang memegang monarki kerajaan. Posisi seorang sultan memainkan peran penting dalam kekuasaan legislatif, eksekutif, dan Mahkamah. Peradilan pada saat itu dikenal sebagai Pengadilan Balai terdiri dari ulama kadi sebagai penyelenggara yang berorientasi administrasi di Timur Tengah, sedangkan keputusan akhir masih dipegang oleh seorang sultan. Pada era ini, pengaruh kolonial Inggris di Tanah Melayu mulai merambah pada tahun 1786 oleh Sir Francis Light di Pulau Pinang dan Sir Stamford Raffles di Singapura. Dimasa Kesultanan Melayu lama (1511-1800), struktur istana Islam tidak jauh berbeda dengan Kesultanan Islam Melayu Melaka. Peran penasehat yang dilakukan oleh kadi (Hakim setempat) tidak lagi menonjol. Para ulama saat itu juga bisa menjadi penasehat dalam urusan syariah, karena itu wadah lembaga pada cara ini disebut sebagai "Mahkamah Masjid yang menyelesaikan perkara di surau-surau atau masjid."
Pada masa penjajahan Inggris (1800-1900). Sistem peradilan Islam di Malaysia dikenal dengan nama Kehakiman Kesultanan Melayu Abad Pertengahan. Di zaman ini, Posisi Mahkamah balai dihapuskan oleh kolonial Inggris. Namun, posisi sultan tetap dipertahankan dalam menentukan putusan pengadilan. Baru setelah itu fungsi penasehatan dilakukan oleh seorang mufti atau syekh yang memiliki kewenangan untuk menfatwakan dan merekomendasikan kebijakan suatu perkara. Finalisasinya tetap disampaikan oleh seorang
Sesudah Malaysia merdeka dari kolonialisme pada tahun 1957, sistem pemerintahan berubah dari monarki menjadi negara federal, monarki konstitusional dan demokrasi parlementer ketentuan tersebut juga menyatakan Islam sebagai agama negara dengan tetap menghormati kebebasan beragama. Konstitusi ini menyediakan kerangka kerja bagi cabang pemerintahan eksekutif, parlementer, dan yudikatif.
Dalam sistem hukum di Malaysia pasca kemerdekaan, keberadaan Mahkamah syari'ah telah diubah menjadi mahkamah negeri-negeri (federal). Sistem pengadilan pada dasarnya federal. Baik hukum federal dan negara bagian berlaku di pengadilan federal.
Reformasi hukum di Malaysia secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok gagasan, tradisional dan modern. Ciri utama pemikiran fikih tradisional di Malaysia adalah mengikuti mazhab Syafi'i. Merujuk pada kitab Ushul Fiqh yang ditulis oleh para ulama tradisional, terdapat tekanan yang jelas untuk berpegang pada empat mazhab pemikiran, khususnya mazhab Syafi'i. Terkait hukum Muamalah, kasus yang dibahas adalah pertunangan, perkawinan, hak dan kewajiban suami-istri serta perceraian dan rekonsiliasi. Adapun bidang muamalah berkaitan dengan masalah sosial ekonomi, seperti riba, khiyar, penjualan, penjualan saham, mufis, hutang, gadai, suih, hiwalah, dan lain-lain termasuk dalam persoalan faraid. Ranah Jinayah atau 'uqubat membahas tiga macam hukum, yaitu hudud, qiyas dan ta'zir. Hudud adalah hukuman yang telah ditetapkan dalam hukum Syariah, seperti perzinahan, pencurian, pengkhianatan dan ketidaktaatan. Qiyas adalah hukum yang membalas bunuh diri karena membunuh atau membayar diyat sebagai kompensasi. Hukum syariah tidak secara jelas mengatur hukuman lain untuk Ta'zir, tetapi kebijaksanaan hakim-lah yang akan memutuskan. Meskipun fiqh islam melingkupi Munakat, Muamalah, jinayah, dan lainya, masalah yang mendominasi pemikiran reformis biasanya berkisar pada masalah ibadah. Jika bisa dikatakan, ijtihad mereka hanya terfokus pada aspek-aspek yang tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan sosial dan ekonomi Islam pada umumnya.
|