Rawa Sagele: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k fix
 
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Rawa Sagele''' adalah sebuah tradisi masyarakat Desa Maria Kecamatan Wawo [[Kabupaten Bima]], [[Nusa Tenggara Barat|Propinsi Nusa Tenggara Bara]]<nowiki/>t. Dalam Bahasa Daerah Bima, Rawa berarti Nyanyian, Sagele berarti Alat yang dipergunakan untuk menanam. Rawa Sagele merupakan warisan Nenek Moyang orang Maria yang hingga saat ini sudah berumur sekitar 500 tahun.
 
 
 
Rawa Sagele biasa dinyanyikan saat dimulainya bercocok tanam oleh masyarakat setempat. Kegiatan bercocok tanam menggunakan sagele masyarakat Wawo, dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari kaum perempuan yang mencapai 10 sampai 20 orang atau lebih, sambil berbalas pantun dengan cara bersenandung. Kegiatan tersebut semata untuk menghibur para pekerja pada saat proses menanam.<ref>{{Cite web|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=1727|title=Rawa Sagele|last=Warisan Budaya Takbenda Indonesia|first=|date=|website=warisanbudaya.kemdikbud.go.id|publisher=Kemdikbud RI|access-date=}}</ref>
Baris 7 ⟶ 5:
Munculnya Rawa Sagele di Kecamatan Wawo, berawal dari kebiasaan turun temurun bercocok tanam dengan cara bergotongroyong. Sebelum kegiatan menamam, kaum laki-laki akan mempersiapkan dan membersihkan lahan, lalu menghubungi sanak keluarga, kerabat yang terdekat maupun yang jauh untuk dilakukan ''“Pina“'', yakni undangan untuk membantu kegiatan menanam. Kegiatan menanam dengan Rawa Sagele pun dilakukan dengan bersuka ria.
 
Menurut cerita secara turun temurun dari Nenek Moyang warga Desa Maria, bahwa orang Maria khusunya, pada awalnya berasal dari salah satu daerah di Pulau SumateraSumatra yaitu dari daerah Minang ([[Orang Minangkabau|Minangkabau]]). Karena peperangan antara suku dengan suku lain, mereka pindah ke pulau Sulawesi ([[Sulawesi Selatan]]). Di Sulawesi mereka bermukim di salah satu daerah yang disebut kampung [[Marioriwawo, Soppeng|Marioriwawo.]]
 
Di Sulawesi juga berperang lagi dengan suku asli Sulawesi. Dengan terpaksa pula pindah dan mencari tempat baru, yaitu di Dana Mbojo ini yaitu di daerah puncak ujung timur pulau Sumbawa ini, dengan tetap memberi nama kampungnya yaitu kampung Maria Wawo. Dari asal nama Mariariwawo.
 
Jadi Rawa Sagele memang sejak mereka berada di daerah MinagMinang sudah ada. Terbukti sekali sebagai saksi nyata. Bahwa cara melipat Sambolo Songke masyarakat Minang dengan kita di Bima (Maria) hampir sama. Orang Minang memasang Sambolo Songke pada bagian depan. Sedangkan kita meletakkan pada bagian samping kepala kita yaitu pada bagian atas telinga.
 
Untuk mengiringi Rawa Sagele menggunakan alat musik Silu ([[serunai]]) yang  dimainkan oleh seorang laki-laki. Seni Rawa Sagele ini akan menarik sekali pada saat   melihat jatuhnya tangan kanan yang menancapkan tembilang (Sagele) ditanah oleh wanita-wanta yang sedang menanam. Kesamaan gerak tangan yang memasukkan bibit pada dilubang tanah sangat serasi sekali dengan nada Rawa Sagele tersebut.<ref>{{Cite web|url=http://www.bimasumbawa.com/2016/10/atraksi-unik-di-lengge-wawo.html|title=Atraksi Unik Di Lengge Wawo - BIMASUMBAWA.COM {{!}} Budaya dan Pariwisata|website=www.bimasumbawa.com|access-date=2019-02-23|archive-date=2019-02-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20190223131827/http://www.bimasumbawa.com/2016/10/atraksi-unik-di-lengge-wawo.html|dead-url=yes}}</ref>
 
Lagu Sagele terdiri dari tiga bagian yakni bagian   pertama dimainkan pada waktu pagi untuk memulai menanan, bagian kedua dimainkan pada waktu tengah hari sebagai penyemangat para pekerja dan bagian ketiga pada waktu menjelang sore sebagai pertanda pekerjaan hari ini akan segera diakhiri.<ref>{{Cite web|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbali/rawa-segale/|title=RAWA SEGALE|last=bpnbbali|date=2014-12-05|website=Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali, NTB, NTT|language=en-US|access-date=2019-02-23}}</ref>
 
== '''Lirik''' ==
 
Gele badoca
Baris 51 ⟶ 49:
Mafaka kabou ma mpasa
 
'''Terjemahan''' :
 
Gele arugele
Baris 93 ⟶ 91:
hari.<ref>{{Cite book|title=Ampa fare: kearifan budaya lokal masyarakat Wawo Nusa Tenggara Barat|last=Bunyamin|first=Bunyamin|publisher=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|year=2018|isbn=978-602-437-393-1|location=Jakarta|pages=38-41}}</ref>
 
== '''Referensi''' ==
<references />
 
[[Kategori:KebudayaanSeni Masyarakatpertunjukan Bima]]
[[Kategori:Warisan budaya takbenda Indonesia]]