Syekh Nahrawi Al Banyumasyi: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Syaikh Arif (bicara | kontrib) →Menjadi Mursyid Thariqah: Penambahan konten Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
k fix |
||
(3 revisi perantara oleh satu pengguna lainnya tidak ditampilkan) | |||
Baris 10:
Syekh Nahrawi dan saudaranya, Kyai Haji Abu ‘Ammar melanjutkan pembelajaran di Makkah. Saat itu, usia Syekh Nahrawi baru 10 tahun. Namun, Syekh Nahrawi telah memperoleh surat izin mengajar di [[Masjidil Haram]] karena ketekunannya dalam mencari ilmu. Beliau bahkan sempat menjadi seorang [[hakim]] agung.
Saat itu juga Makkah menjadi pusat peradaban ilmu dengan guru-guru ulama yang sangat mumpuni seperti Syekh Muhammad al-Maqri a-Mishri al-Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, mufti madzab Syafi’iyah di Makkah, Syekh Ahmad An-Nahrawi al-Mishri al-Makki,
=== Kakak Syekh Nahrawi ===
Sejak itu, Syekh Nahrawi tidak kembali ke Nusantara. Beliau memilih berkarier di Makkah dan guru yang ulung. Berbeda dengan sang kakak, Abu ‘Ammar. Ia pulang ke tanah air dan menjadi Imam [[Masjid Agung Purbalingga]]. Kyai Haji Abu ‘Ammar
Kyai Haji Abu ‘Ammar
=== Menjadi Guru di Makkah ===
Sementara Syekh Ahmad Nahrowi Mukhtarom Al Banyumasi tidak mau pulang ke tanah Jawa. Bahkan oleh Pemerintah Saudi Syekh Ahmad Nahrowi Mukhtarom diangkat menjadi guru mengajar santri dari berbagai Negara. Beliau Banyak mempunyai murid dan bahkan menjadi hakim agung di Arab Saudi (lihat; Islam transformasi; Azyumardi Azra; Gramedia; 1997).
Tidak satupun pengarang kitab di Haromain; Makkah-Madinah, terutama ulama-ulama yang berasal dari Indonesia yang berani mencetak kitabnya sebelum ada pengesahan dari Syekh Ahmad
Syekh Nahrawi banyak mengoreksi ratusan kitab karya ulama-ulama Nusantara seperti Syekh Mahfudz Al Tremasi dan Syekh Nawawi Al Bantani. Kala itu, para pengarang kitab, terutama yang berasal dari Indonesia, enggan mencetak karyanya sebelum diberi rekomendasi atau taqrizh oleh Syekh Nahrawi.
Baris 36:
Dari Mbah Dalhar, ijazah kemursyidan itu turun kepada putranya KH. Ahmad Abdul Haqq (Mbah Mad Watucongol), Abuya Dimyathi (Cidahu, Pandeglang) dan Kiai Iskandar (Salatiga).
Menurut catatan sanad Thoriqoh Syadziliyyah dari [[Syaikh Rasno Mohamad Arif Nujaba al Banyumasyi | Syaikh Rasno Mohamad Arif Nujaba al Banyumasyi]] (Pengasuh Pesantren Suryamedar - Bandung & Pengurus JATMAN Kab. Bandung) ia mendapat ijasah talkin dan bai'at dari Mursyid Romo Kh. Thaefur - Manggungan, Petarangan, Kemranjen, Banyumas beliau dari kakaknya Simbah Kh. Adro'i beliau dari ayah keduanya yaitu Simbah Kh. Abdul Azis, beliau dari Simbah Kh. Ahmad Haeti Sikeris, dan beliau dari Simbah KH. Ibrohim, Sikeris, Tambak, Banyumas yang merupakan murid Asy Syaikh Nahrawi Muhtaram al Banyumasyi al Makki.
Perlu diketahui, Thariqah Syadziliyyah adalah thariqah yang didirikan oleh Syekh Abu al-Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy-Syadzili Al Hasany, ulama kelahiran Ghamarah. Yakni sebuah kampung di wilayah al-Maghrib al-Aqsha yang sekarang dikenal dengan Maroko. Beliau lahir pada tahun 593 H (1197 M) dan wafat di Humaitsara, Mesir pada tahun 656 H (1258M)
|