Tayuban (Kota Salatiga): Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k fix |
|||
(11 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 12:
Dandan kali dilaksanakan pada hari Jumat. Dandan kali adalah kegiatan membersihkan Sumur Bandung. Sumur Bandung juga disebut dengan nama Sumur Gandhul oleh masyarakat Kelurahan Tegalrejo, karena lokasinya yang berada di atas sungai. Sumur tersebut terletak di wilayah RT 03/RW 03 dan memiliki kedalaman <u>+</u> 10 meter. Sumur ini dulunya merupakan sumber air satu-satunya yang ada di Kelurahan Tegalrejo, tetapi saat ini jarang digunakan lagi setelah PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) masuk ke Kelurahan Tegalrejo. ''Dandan kali'' diawali dengan membersihkan lingkungan dan sungai di sekitar Sumur Bandung. Sampah-sampah dan rerumputan yang tumbuh liar dibersihkan dengan alat yang sudah dipersiapkan. Tembok dan bibir Sumur Bandung dibersihkan dari lumut-lumut yang menempel serta dicat dengan warna putih. ''Dandan kali'' merupakan bentuk partisipasi masyarakat terhadap penyelamatan sumber daya alam yang berada di Kelurahan Tegalrejo, terutama pelestarian sumber air. Setelah kebersihan lingkungan sekitar Sumur Bandung dirasa cukup, kegiatan diteruskan dengan menyiapkan perlengkapan sesajen untuk doa bersama. Kegiatan ini diawali dengan penyembelihan ayam jantan oleh ''modin''. Sebagian darah dari ayam tersebut lantas dipercikan di Sumur Bandung, sedangkan sisa darahnya dikubur. Perakitan sesajen dilakukan oleh ''modin'' dan juru kunci Makam Sufi. Sesajen Sumur Bandung meliputi ''sego golong'' (nasi berbentuk bulat) 15 buah, pisang raja dua sisir, ikan sungai yang dimasak sambal goreng, kerupuk atau peyek [[kacang]]/[[kedelai]], ''ingkung'' ayam panggang, [[ketupat]], jajan pasar ([[Dodol|jenang/dodol]], ''jadah'', ''krasikan'', [[wajik]], [[berondong]], [[klepon]], tapai ketan, [[kedondong]], [[jeruk]], [[mentimun]], [[jambu biji]], kacang rebus, ''[[cenil]]'', dan [[bengkuang]]), [[cerana]] ([[tembakau]], [[sirih]] yang digulung, [[gambir]], dan [[rokok]]), sepotong [[tebu]] wulung, serta ''kembang telon'' ([[mawar]], [[cempaka putih]], dan [[kenanga]]).<ref name=":2" />
Rakitan sesajen tersebut ditempatkan dalam sebuah wadah yang bernama ''ancak'', [[tampah]], atau ''tambir''. Sesajen kemudian dibagi dalam porsi yang lebih kecil menjadi delapan bagian sebagai sesajen buangan. Masing-masing bagian harus mengandung unsur-unsur sesajen di atas. Tujuh bagian dibuang di sepanjang sungai yang ada di Kelurahan Tegalrejo, sedangkan satu lagi ditempatkan di Sumur Bandung. Setiap melaksanakan sesajen buangan selalu disertai dengan rapal atau [[mantra]] yang diucapkan oleh [[juru kunci]]. Ketika sesaji Sumur Bandung selesai, kegiatan dilanjutkan dengan [[kenduri]] bersama yang dilakukan di Sumur Bandung. Sekitar pukul 10.00 WIB, beberapa warga yang ditunjuk oleh panitia Saparan untuk datang dengan membawa ''ambengan'' (nasi dengan lauk-pauk). Upacara kenduri dipimpin oleh lurah Tegalrejo dengan pembacaan doa yang diamini oleh warga yang datang.
=== Selamatan dan tayuban ===
Kegiatan terakhir dalam rangkaian kegiatan saparan di Kelurahan Tegalrejo adalah selamatan dan tayuban yang dilaksanakan pada hari Sabtu. Sebelum diadakan selamatan, sekitar pukul 11.00 WIB juru kunci dan ''modin'' menyiapkan dua buah sesajen yang akan diletakkan di ruang kepala desa dan panggung (dekat gamelan) untuk pertunjukan tayuban serta sesajen buangan. Beberapa sesajen buangan diletakkan di perempatan-perempatan jalan dan tempat lain yang dianggap wingit. Bahan sesajen buangan dengan sesajen yang ditempatkan di ruang kepala desa dan gamelan sebenarnya sama, tetapi porsinya saja lebih sedikit. Bahan-bahan dalam sesajen tersebut harus lengkap. Hal ini disebabkan apabila kurang lengkap akan ada kejadian yang tidak diinginkan, misalnya warga kesurupan.<ref>{{Cite web|url=https://scientiarum.com/2008/02/20/merti-desa-nggaras-sebuah-eksistensi-budaya-lokal-di-tengah-hegemoni-budaya-populer/|title=Merti Desa Nggaras|last=Permana|first=Ferry Bagus|date=20 Februari 2008|website=Scientiarum: Wacana Kritis-Prinsipil Mahasiswa UKSW dan Salatiga|access-date=28 Mei 2020|archive-date=2021-03-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20210318224650/https://scientiarum.com/2008/02/20/merti-desa-nggaras-sebuah-eksistensi-budaya-lokal-di-tengah-hegemoni-budaya-populer/|dead-url=yes}}</ref>
Pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB, beberapa warga yang ditunjuk oleh panitia membawa ''ambengan'' ke kantor kelurahan. Sementara itu, kepala desa melalui panitia juga telah menyiapkan ''ambengan'' berupa [[tumpeng]] ''
Tujuan masyarakat menyelenggarakan tradisi saparan dengan pertunjukan tayuban pada dasarnya adalah untuk mencari ketenangan dengan memahami tatanan alam dan kehidupan yang harmonis. Kegiatan tersebut merupakan warisan nilai-nilai luhur dan menjadi proses masyarakat untuk lebih memahami dan menghayati kehidupan, serta mendekatkan diri dengan alam dan Tuhan. Selain itu, tayuban sebagai tari ritual, juga diharapkan dapat menumbuhkan budaya spiritual masyarakat dan menjadi sarana dalam
Secara garis besar, struktur pertunjukan tayuban diatur dengan urutan sebagai berikut.
* Gendhing-gendhing, yang dilantunkan dengan [[karawitan]] dan dimaksudkan untuk mengawali tayuban. Penyajian gending juga bertujuan untuk menyambut tamu yang mulai berdatangan. Gendhing yang disajikan adalah Ladrang Sri Wadada dan Ladrang Mugi Rahayu.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://text-id.123dok.com/document/7q0xpjngq-penyajian-tayub-pada-tradisi-saparan-di-desa-tegalrejo-kota-salatiga.html|title=Penyajian Tayub Pada Tradisi Saparan di Desa Tegalrejo Kota Salatiga|website=text-id.123dok.com|access-date=2020-07-03}}</ref>
* [[Karnaval|Kirab]], yang dimulai dari kantor kelurahan menuju panggung pertunjukan. Pasukan kirab terdiri dari ''cucuk lampah'' (manggala yuda), pejabat kelurahan, penari tayuban, dan para panitia.<ref name=":4" />
* ''Gambyongan'', yang berfungsi sebagai pembuka pertunjukan tayuban. Dalam ''gambyongan'' para penari saling memperlihatkan keterampilan, keluwesan, dan kecantikan.<ref>{{Cite web|url=https://text-id.123dok.com/document/ozlvjxdry-unsur-pendukung-penyajian-tayub-pada-tradisi-saparan.html|title=Unsur Pendukung Penyajian Tayub Pada Tradisi Saparan|website=text-id.123dok.com|access-date=2020-07-03}}</ref>
* Tayuban, yang dimulai dengan urutan ''penjanggrung'', yaitu kepala lurah Tegalrejo, pegawai kelurahan dan panitia, tamu undangan, dan masyarakat umum.<ref name=":4" />
Baris 32:
=== ''Ledhek'' ===
Penari tayuban lebih dikenal dengan sebutan ''ledhek''. ''Ledhek'' berperan sebagai penari yang menjadi daya tarik pertunjukan tayuban agar para penonton (terutama laki-laki) tertarik berpartisipasi menari sebagai ''penjanggrung''. ''Ledhek'' dalam tradisi Saparan di Kelurahan Tegalrejo biasanya berjumlah empat orang dan tidak memiliki keterikatan dengan pengrawit. Mereka mandiri dan bebas bermain dengan siapa pun. Rias muka yang dikenakan oleh para ''ledhek'' umumnya hanya untuk memperindah muka saja, bukan untuk menampilkan watak-watak tertentu. Kesan ini terlihat pada pemberian bedak yang rata pada wajah ''ledhek'' tanpa adanya garis-garis tertentu pada wajah. Penebalan garis pada alis hanya untuk menutupi garis alis yang sebenarnya. Pemilihan alat rias yang tepat mampu menghasilkan rias yang bagus dan mempercantik wajah para ''ledhek''. Adapun busana yang dipakai oleh para ''ledhek'' harus dapat menampilkan segi estetis dan memperkuat ekspresi gerak tari. Pada dasarnya, pemakaian busana para ''ledhek'' memiliki tiga fungsi, yaitu kenyamanan (melindungi tubuh), kesopanan (menutupi tubuh), dan pertunjukan (model yang sedang berkembang). Busana yang beraneka warna dengan paduan kebaya [[motif batik]] serta [[selendang]] yang beraneka warna pula akan menimbulkan kesan kegembiraan, keramaian, dan kedinamisan. Sesuai dengan fungsi tarian itu sendiri yang berfungsi untuk menghibur, busana yang dipakai oleh para ''ledhek'' juga harus dapat menimbulkan kesan kegembiraan.<ref name=":0" />
=== ''Pengrawit'' ===
''Pengrawit'' adalah sekelompok orang yang bertugas menabuh gamelan dalam mengiringi pertunjukan tayuban. Para ''pengrawit'' ini umumnya memiliki pekerjaan tetap sebagai petani dan buruh. Untuk meningkatkan keterampilan dan penguasaan ''gendhing-gendhing'' baru, para pengrawit mengadakan latihan bersama pada
=== ''Penjanggrung'' ===
''Penjanggrung'' adalah satu dari sekian tamu undangan yang mendapatkan kesempatan untuk menari bersama ''ledhek'' di atas panggung. Sebelum menari bersama, para ''ledhek'' akan mengalungkan ''sampur'' kepada satu di antara tamu. Adapun jumlah ''penjanggrung'' yang tampil dalam setiap ''gendhing'' disesuaikan dengan jumlah ''ledhek'', misalnya jumlah ''ledhek'' dalam ''gendhing'' itu ada tiga, jumlah ''penjanggrung'' yang tampil di atas panggung juga harus tiga. ''Penjanggrung'' harus menyelesaikan tariannya sepanjang satu gending selesai dinyanyikan secara berpasang-pasangan.<ref name=":2">{{Cite web|url=https://perpus.jatengprov.go.id/versi1/tari-jateng/842-tari-tayub|title=Tari Tayub|last=Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah|first=|date=tanpa tanggal|website=Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah|access-date=28 Mei 2020}}{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
=== ''Ancak'' atau ''nyiru'' ===
Untuk meletakkan sesajen pada tradisi saparan, diperlukan wadah yang dinamakan dengan ''ancak'' atau ''nyiru''. ''Ancak'' terbuat dari anyaman bambu yang ''diirat'' menjadi
== Dekorasi ==
|