Pengendalian diri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika
WanaraLima (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 2 pranala ditambahkan.
 
(9 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
Kontrol'''Pengendalian diri''' adalah [[kemampuan]] seseorang untuk mengendalikan dirinya [[Kesadaran|sendiri secara sadar]] agar menghasilkan [[perilaku]] yang tidak merugikan orang lain, sehingga sesuai dengan [[norma sosial]] dan dapat diterima oleh [[lingkungan]]nya.<ref name=Gandawijaya2017/>. KontrolPengendalian diri juga didefinisikan sebagai kapasitas manusia untuk mengendalikan respon terutama dalam fungsinya untuk beradaptasi dengan norma ideal, moral, ekspektasi sosial, dan pencapaian jangka panjang.<ref name=Baumeister2007/>. KontrolPengendalian diri berkairan erat dengan ''internal locus of control''<ref name=Rotter1990/> dan [[efikasi diri]].<ref name=Bandura1977/>.
 
== Sejarah penelitian tentang kontrol diri ==
==== Tahun 1977 - 1990 ====
Konsep awal kontrolpengendalian diri telah dimulai pada bidang [[Psikologi|ilmu psikologi]] sejak tahun 1977 dengan istilah efikasi diri.<ref name="Gandawijaya2017">Gandawijaya, L.E. (2017) The correlation between Self-Control and Electronic Aggression on Social Media users in Emerging Adulthood. Thesis: Psychology Departement, Sanata Dharma University. doi:10.13140/RG.2.2.34270.74568.</ref>. Pada tahun tersebut, [[Albert Bandura|Bandura]] mengatakan bahwa efikasi diri adalah keyakinan diri seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Efikasi diri menentukan seseorang untuk memunculkan perilaku tertentu.<ref name="Bandura1977">Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84(2), 191-215. doi:10.1037/0033-295X.84.2.191</ref>. Mengacu pada definisi tersebut, pada tahun 1980 seorang tokoh psikologi bernama Rosenbaum memperkenalkan istilah kontrolpengendalian diri dan mengoperasionalkan konsep awal tentang kontrolpengendalian diri lewat skalanya Self-Control Schedule. Rosenbaum menganggap bahwa kontrolpengendalian diri dapat dipelajari dan perlu adanya keyakinan bahwa ia mengontrol perilakunya sendiri tanpa bantuan dari luar dirinya.<ref>Rosenbaum, M. (1980). A Schedule for Assessing Self-Control Behaviors: Peliminary Findings. Behavior Therapy, 11(1), 109-121. doi:10.1016/S0005-7894(80)80040-2</ref>. Hasil penelitian Rosebaum menunjukkan bahwa kontrolpengendalian diri berhubungan dengan internal locus of control, yaitu kecenderungan seseorang menganggap penguatan atau hasil dari perilaku berasal dari perilaku mereka sendiri dan karakteristik personal. Di masa ini, konsep awal kontrolpengendalian diri merupakan bagian dari internal locus of control yang dicetuskan oleh Julian B. Rotter pada tahun 1990.<ref name="Rotter1990">Rotter, J. B. (1990). Internal Versus External Control of Reinforcement: A Case Hosti. American Psychologist, 45(4), 489-493. doi:10.1037/0003-066X.45.4.489</ref>.
==== Tahun 1990 - 2010 ====
Hampir satu dekade setelahnya, Baumeister dan Heatherton memulai penelitian yang mengacu pada konsep awal kontrolpengendalian diri oleh Bandura dengan istilah regulasi diri. Mereka menganalisis tiga aspek dari kontrolpengendalian diri dan mengatakan bahwa regulasi diri merupakan sumber daya yang terbatas, misalnya ketika seseorang sedang kelelahan maka ia akan mudah kehilangan regulasi diri. Hal itu berdasarkan asumsi bahwa impuls yang muncul memiliki kekuatan, dan regulasi diri harus memiliki kekuatan yang lebih besar agar individu dapat mengontrol dan menahan impuls tersebut; hal itu juga yang membuat seseorang akan kesulitan meregulasi beberapa impuls dalam satu waktu<ref>Baumeister, R. F., & Heatherton, T. F. (1996). Self-Regulation failure: An Overview. Psychological Inquiry, 7(1), 1-15. doi:10.1207/s15327965pli0701_1</ref>.<br>
Pada penelitian selanjutnya pada tahun 2002, Baumeister mengatakan bahwa kontrolpengendalian diri dan regulasi diri mengacu pada hal yang sama, yaitu kapasitas seseorang untuk mengendalikan perilaku dirinya yang muncul secara tiba-tiba dan mengganti perilaku tersebut dengan perilaku lain yang lebih sesuai. Perilaku tersebut dapat berbentuk pikiran (menolak pikiran buruk dan berusaha berkonsentrasi), mengubah emosi (melepaskan perasaan yang tidak menyenangkan), meregulasi impuls (bertahan terhadap godaan), dan meningkatkan performansi kerja.<ref>Baumeister, R. F. (2002). Yielding to Temptation: Self-Control Failure, Impulsive Purchasing, and Consumer Behavior. The Journal of Consumer Researcch, 28(4), 670-676. doi:10.1086/338209</ref>. Kapasitas tersebut memampukan individu untuk hidup dan bekerja bersama dalam sistem budaya yang ada dan memberikan manfaat bagi semua manusia yang ada dalam sistem tersebut.<ref>DeWall, C. N., Baumeister, R. F., Stillman, T. F., & Gailliot, M. T. (2007). Violence Restrained: Effects of self-regulation and its depletion on aggression. Journal of Experimental Social Psychology, 43, 62-76. doi:10.1016/j.jesp.2005.12.005</ref>. Penelitian selanjutnya yang lebih berfokus pada dampak kontrolpengendalian diri mendefinisikan istilah kontrolpengendalian diri sebagai kemampuan untuk mengendalikan dan mengubah respon diri, termasuk mencegah impuls perilaku yang tidak diinginkan dan menahan diri untuk tidak melakukannya.<ref name=Tangney2004>Tangney, J. P., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High Self-Control Predicts Good Adjustment, Less Pathology, Better Grades, and Interpersonal Success. Journal of Personality, 72(2), 271-322. doi:10.1111/j.0022-3506.2004.00263.x</ref>. Hal itu membuat kontrolpengendalian diri yang rendah disebut sebagai impulsivitas dan ketidaksabaran seseorang untuk memuaskan keinginan secepatnya<ref>Tochkov, K. (2010). Self Control Deficits and Pathological Gambling. International Journal of Psychological Studies, 2(2), 65-69. doi:10.5539/ijps.v2n2p65</ref>.<br>
Baumeister, Vohs, dan Tice (2007) melihat kontrolpengendalian diri merupakan kapasitas manusia untuk mengendalikan respon terutama dalam fungsinya untuk beradaptasi dengan norma ideal, moral, ekspektasi sosial, dan pencapaian jangka panjang. Namun berbeda pada penelitian sebelumnya, mereka mengatakan bahwa kontrolpengendalian diri lebih mengacu pada perilaku yang disadari dan membutuhkan usaha untuk melakukannya, sedangkan regulasi diri lebih dipandang sebagai proses homeostatis seperti mempertahankan suhu tubuh.<ref name=Baumeister2007>Baumeister, R. F., Vohs, K. D., & Tice, D. M. (2007). The Strength Model of Self-Control. Current Directions in Psychological Science, 16(6), 351-355. doi:10.1111/j.1467-8721.2007.00534.x</ref>.
 
== Aspek-aspek kontrolpengendalian diri ==
Baumister (2002 dalam Gandawijaya, 2017) mengatakan paling tidak terdapat tiga aspek utama dalam kontrolpengendalian diri. Standar-standar, pengawasan, dan kapasitas untuk berubah, merupakan tiga aspek utama untuk mengendalikan perilaku seseorang. Jika salah satu dari tiga aspek itu hilang, maka akan berakibat pada berkurangnya kontrolpengendalian diri. Dapat disimpulkan bahwa ketiga aspek tersebut membentuk kemampuan seseorang untuk melakukan kontrolpengendalian diri.<ref name=Gandawijaya2017/>.
==== Standar-standar ====
Standar-standar mengacu pada adanya tujuan-tujuan, persepsi-persepsi ideal, norma-norma yang ada, dan pedoman lainnya yang akan menentukan secara spesifik respon perilaku yang diinginkan. Standar-standar tersebut biasanya sesuai dan tidak berkonflik dengan lingkungan sosialnya. Seseorang yang memiliki standar-standar dan tidak berkonflik dengan lingkungan sosialnya mengetahui secara pasti apa yang ia inginkan, sehingga tidak akan mudah jatuh pada perilaku impulsif. Orang tersebut akan berusaha mengendalikan perilakunya untuk mengejar standar-standar yang tinggi dan sesuai dengan lingkungannya. Hal yang berbeda akan terjadi jika seseorang tidak memiliki standar-standar. Ia akan mudah mengikuti impuls yang muncul dalam dirinya tanpa ada kemauan untuk mengendalikan keinginan tersebut karena ia tidak memiliki tujuan-tujuan, persepsi ideal, norma-norma, atau standar yang ada. Begitu pula ketika individu memiliki standar-standar, namuntetapi terdapat konflik antara standar diri dan standar lingkungan sosialnya. Standar diri yang berkonflik dengan standar [[lingkungan sosial]] akan membuat tujuan seseorang menjadi tidak jelas.
==== Pengawasan ====
Pengawasan mengacu pada bagaimana seseorang menjaga perilakunya sesuai dengan standar-standar yang telah ia miliki. Seseorang yang memiliki pengawasan terhadap perilakunya akan mampu memperkirakan secara tepat konsekuensi dari perilaku yang ia lakukan. Seseorang yang kehilangan acuan, lupa akan standar-standar yang telah ia miliki, atau tidak tepat dalam memperkirakan konsekuensi dari perilakunya, akan menurunkan kontrolpengendalian diri dan jatuh dalam perilaku impulsif. Salah satu hal yang mampu membuat seseorang melepaskan pengawasan terhadap perilakunya adalah konsumsi alkohol. Seseorang yang mabuk alkohol akan berhenti mengawasi perilakunya dari menghabiskan uang, makan-makan, merokok, bahkan untuk minum lagi.
==== Kapasitas untuk berubah ====
Kapasitas untuk berubah merupakan aspek yang penting dari kedua aspek sebelumnya. Kapasitas ini mengacu pada kemampuan untuk mengumpulan kekuatan yang dibutuhkan untuk mengganti atau membatasi perilaku yang tidak sesuai. Tanpa kapasitas untuk berubah, maka kedua aspek sebelumnya tidak berarti. Walaupun seseorang memiliki standar-standar dan pengawasan yang tinggi, namuntetapi jika ia tidak mampu melakukan hal-hal yang dibutuhkan untuk mencapai tujuannya, maka dapat dikatakan bahwa kontrolpengendalian dirinya menurun.
 
== Dampak kontrolpengendalian diri ==
Berbagai penelitian telah menunjukkan peran kontrolpengendalian diri dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memiliki kontrolpengendalian diri yang tinggi akan berdampak pada peningkatan performansi kerja, pengendalian impuls yang baik, penyesuaian dan stabilitas harga diri, hubungan interpersonal yang baik, dan kurangnya perilaku agresi. Pada sisi lain, kontrolpengendalian diri yang rendah akan berdampak pada penurunan performansi kerja, impulsivitas, ketidakmampuan melakukan penyesuaian psikologis, stabilitas harga diri yang rendah, kurangnya hubungan interpersonal, dan meningkatnya perilaku agresi.<ref name=Gandawijaya2017/>.
==== Peningkatan performansi ====
Penelitian yang dilakukan oleh Tangney, Baumister, dan Boone menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kontrolpengendalian diri yang tinggi juga memiliki IPK yang lebih baik daripada seseorang yang memiliki kontrolpengendalian diri rendah. Hal itu terjadi karena kontrolpengendalian diri membuat seseorang memiliki kedisiplinan diri dan menghindari prokrastinasi, sehingga berdampak pada peningkatan performansi akademis maupun performansi kerja.<ref name=Tangney2004/>.
==== Pengendalian impuls ====
Kontrolpengendalian diri juga memiliki kontribusi terhadap pengendalian impuls. Seseorang yang memiliki kontrolpengendalian diri rendah akan mudah berperilaku impulsif dan difungsional. Tochkov juga menyebutkan bahwa kurangnya kontrolpengendalian diri ini disebut impulsivitas, yaitu ketidaksabaran seseorang untuk memuaskan keinginannya.<ref name=Tangney2004/>. Seseorang yang impulsif akan lebih memilih penghargaan yang kecil namun langsung dapat diterima daripada penghargaan yang besar namun tidak langsung diberikan. Kurangnya kontrolpengendalian diri menyebabkan berbagai perilaku bermasalah seperti perilaku makan berlebihan, konsumsi alkohol, diskriminasi, dan kekerasan.<ref name=Baumeister2007/>.
==== Penyesuaian psikologis ====
Seseorang yang memiliki kontrolpengendalian diri akan mampu melakukan penyesuaian psikologis, memiliki harga diri, dan stabilitas harga diri. KontrolPengendalian diri yang rendah berhubungan dengan [[Kegelisahan|kecemasan]], permusuhan, kemarahan, ketakutan, dan pikiran paranoid. KontrolPengendalian diri juga berhubungan dengan penghargaan diri dan kemampuan untuk mempertahankan harga diri.<ref name=Tangney2004/>.
==== Hubungan interpersonal ====
KontrolPengendalian diri yang tinggi juga berkorelasi dengan hubungan interpersonal yang lebih baik dibandingkan seseorang dengan kontrolpengendalian diri rendah. Hal ini terindikasi dari keakraban keluarga yang tinggi dan konflik keluarga yang rendah pada orang dengan kontrolpengendalian diri tinggi. Selain itu, orang dengan kontrolpengendalian diri tinggi lebih memiliki kelekatan aman dan tingkat empati yang optimal.<ref name=Tangney2004/>.
==== Pereda agresivitas ====
Penelitian yang dilakukan oleh Denson, DeWall, dan Finkel menunjukkan bahwa kontrolpengendalian diri menjadi salah satu hal yang menghambat perilaku [[agresi]]. Penelitian tersebut mengulas hasil penelitian-penelitian sebelumnya tentang mekanisme kontrolpengendalian diri dan hubungannya dengan agresi. Dari hasil ulasan tersebut disimpulkan bahwa mengurangi kontrolpengendalian diri akan meningkatkan agresi, dan meningkatkan kontrolpengendalian diri akan mengurangi agresi.<ref>Denson, T. F., DeWall, C. N., & Finkel, E. J. (2012). Self-Control and Aggression. Psychological Science, 21(1), 20-25. doi:10.1177/0963721411429451</ref>.
 
== Daftar Pustaka ==