Pengguna:Altair Netraphim/Bookmark5: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(20 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
== Aktivitas organisasi ==
{{Infobox officeholder
| honorific_prefix =
| name = Siti Munjiyah
| native_name = <!--The person's name in their own language, if different.-->
| native_name_lang = <!--ISO 639-1 code, e.g., "fr" for French. If more than one, use {{lang}} in |native_name= instead.-->
| honorific_suffix =
| image = Siti Munjiyah (1).jpg
| image_size =
| image_upright =
| smallimage = <!--If this is specified, "image" should not be.-->
| smallimage_alt =
| alt =
| caption = Foto Siti Munjiyah
| order =ke-16–20
| office = Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah
| term_start = 1932
| term_end = 1936
| monarch =
| predecessor = [[Siti Aisyah Hilal]]
| successor = [[Siti Aisyah Hilal]]
| birth_name = Siti Moendjijah
| birth_date = 1896
| birth_place = [[Kauman, Yogyakarta|Kampung Kauman]], [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = 1955
| death_place =
| death_cause =
| resting_place = [[Makam Kauman]]
| resting_place_coordinates =
| citizenship =
| nationality =
| spouse = K.H. Ghozali (bercerai)
| partner = <!--For those with a domestic partner and not married-->
| relations =
| children = 3 anak adopsi dari Siti Bariyah
| parents = <!-- overrides mother and father parameters -->
| mother = <!-- may be used (optionally with father parameter) in place of parents parameter (displays "Parent(s)" as label) -->
| father = <!-- may be used (optionally with mother parameter) in place of parents parameter (displays "Parent(s)" as label) -->
| relatives =
| residence =
| education =
| alma_mater =
| occupation =
| profession =
| known_for = Peserta Kongres Wanita Indonesia Pertama
| salary =
| net_worth = <!-- Net worth should be supported with a citation from a reliable source -->
| cabinet =
| committees =
| portfolio =
| awards = <!-- For civilian awards - appears as "Awards" if |mawards= is not set -->
}}
'''Siti Munjiyah''' ([[Ejaan Van Ophuijsen]]: '''Siti Moendjijah'''; lahir di [[Kauman, Yogyakarta|Kampung Kauman]] pada 1896 dan dimakamkan di Makam Kauman setelah meninggal pada 1955) adalah salah satu tokoh yang mengembangkan organisasi [['Aisyiyah|Aisyiyah]] dengan merintis [[Frobelschool]] bersama dengan [[Muhammad Sangidu]] dan para anggota [[Siswo Proyo Wanito]] (SPW). Dia adalah wanita generasi awal di [[Hindia Belanda]] yang mempunyai latar belakang pendidikan yang baik. Pendidikan yang diterimanya menimbulkan suatu kesadaran kritis bahwa adat dalam kehidupan masyarakat saat itu menghambat pola kemajuan seorang wanita. Perannya dalam skala nasional adalah menjadi peserta [[Kongres Perempuan Indonesia|Kongres Wanita Indonesia Pertama]] yang diadakan di [[Ndalem Jayadipuran]]. Dia mengemukakan pendapat tentang derajat wanita dalam acara penyampaian pidato. Pidato yang disampaikannya merupakan respon atas gerakan feminisme liberal yang berkembang saat itu. Dia mengelompokkan derajat dan kemuliaan dari kaum wanita menjadi tiga bagian, yaitu budinya yang tinggi, ilmunya yang banyak, dan kelakuannya yang baik.
 
Siti Munjiyah memiliki kepiawaian dalam berpidato. Bakatnya dalam berpidato mengingatkan kita pada sosok Haji Fachrodin, kakak kandung Siti Munjiyah. Haji fachrodin dikenal sebagai “singa mimbar” karena mampu berorasi membakar semangat orang banyak. Begitu juga dengan Siti Munjiyah, dia sosok orator perempuan yang mampu menguasai khalayak umum. Dengan bakatnya ini, Munjiyah mampu tampil sebagai perwakilan Aisyiyah dalam forum-forum perkumpulan wanita lain di luar Muhammadiyah.
== Biografi ==
 
Siti Munjiyah termasuk santri wanita yang mendapat kepercayaan untuk mengikuti K.H. Ahmad Dahlan menghadiri undangan-undangan tabligh. Kepercayaan tersebut bukannya tanpa dasar sama sekali. Sebab, Siti Munjiyah memiliki karakter tegas. Kemauannya sangat kuat. Dia termasuk wanita yang tak kenal takut. Membayangkan karakter Siti Munjiyah memang mengingatkan kita pada sosok dua kakak kandungnya, Haji Syuja’ dan Haji Fachrodin. Haji Syuja’ dikenal tegas dan memiliki kemauan kuat dalam mewujudkan cita-cita pembaruan Muhammadiyah. Begitu juga Haji Fachrodin, dia tokoh muda yang memiliki pemikiran cerdas di jalur politik maupun jalur Persyarikatan Muhammadiyah.
=== Latar belakang ===
 
Dengan karakter Siti Munjiyah yang tegas, kemauan kuat, dan tak kenal takut, K.H. Ahmad Dahlan memang memberikan kepercayaan lebih kepadanya. Ini terbukti ketika pada tanggal 20 November 1921, Hoofdbestuur Muhammadiyah mendapat undangan dari Sarekat Islam (SI) cabang Kediri (Jawa Timur). K.H. Ahmad Dahlan didampingi Haji Fachrodin dan Siti Munjiyah memenuhi undangan tersebut. Siti Munjiyah mendapat kesempatan untuk menyampaikan ceramah keagamaan dalam rapat SI cabang setempat. Dalam kesempatan tersebut, Siti Munjiyah selaku satu-satunya utusan Hoofdbestuur Muhammadiyah perempuan naik di atas tempat voordracht (mimbar). Dengan pembawaan yang tenang, dia menerangkan akan dirinya yang mengenakai pakaian tertutup rapat dengan kerudung khas songket Kauman. Dia menjelaskan bahwa dirinya bukan orang haji, tetapi memakai pakaian cara haji prempuan. Diterangkan secara jelas bahwa dirinya tidak malu berpakaian layaknya orang haji sebab itu merupakan perintah agama Islam.
Munjiyah lahir pada 1896 di Kampung Kauman, Yogyakarta,<ref>{{Cite web|url=http://www.aisyiyah.or.id/id/page/tokoh/hal/3.html|title=Moendjijah|last=Pimpinan Pusat Aisyiyah|first=|date=tanpa tanggal|website=Pimpinan Pusat Aisyiyah|access-date=5 April 2020}}</ref> yang notabene merupakan kampung para santri dan juragan batik yang berbaur menjadi satu komunitas. Penduduk Kauman merupakan keturunan dari para ulama yang mula-mula memiliki pertalian keluarga satu sama lain.{{sfnp|Kutoyo|1982/1983||p=30-31|ps=}} Sumber primer yang paling valid untuk menjelaskan kelahirannya adalah catatan pribadi ayah kandungnya sendiri, yaitu Haji Hasyim Ismail yang berprofesi sebagai [[abdi dalem]] keagamaan atau [[penghulu]] [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kesultanan Yogyakarta]] pada masa pemerintahan [[Hamengkubuwana VIII]].{{efn|Dalam birokrasi kerajaan, penghulu dan seluruh aparatnya dinamakan dengan ''abdi dalem pamethakan (abdi dalem putihan)'', sedangkan Kantor Kepenghuluan Kesultanan Yogyakarta dinamakan dengan Kawedanan Reh Pengulon ({{harvnb|Darban|2000|pp=10}}). Apabila dibandingkan dengan penghulu yang ada di daerah-daerah, penghulu Kesultanan Yogyakarta dipandang sebagai ''penghulu ageng'' dalam struktur kepenghuluan. Selain berfungsi sebagai penasehat dewan daerah, tugas dan wewenang penghulu meliputi berbagai macam urusan keagamaan secara umum, yaitu pernikahan, perolehan nafkah, talak (gugatan cerai), rujuk, wasiat/warisan, hibah, dan sebagainya ({{harvnb|Kartodirdjo, dkk|1975|pp=244}}). Sebagai pimpinan ulama birokrat, penghulu Kesultanan Yogyakarta juga bertugas mengurusi upacara keagamaan keraton, pernikahan keluarga sultan, penasehat sultan, mengurus tempat ibadah dan makam, serta sebagai lembaga fatwa tentang hukum-hukum agama. Ketika Pemerintah Hindia-Belanda berkuasa, sistem kepenghuluan berada dalam ranah ''raad agama'' dan ''priester raad'' (pengadilan surambi) ({{harvnb|Pijper|1984|pp=73}}).}} Dia menjelaskan dalam catatannya itu bahwa tahun kelahiran putrinya, yaitu “''Tatkala dhahiripun Siti Munjiyah amarengi nalika ing dinten Isnain Legi kaping 14 wulan Dzulhijah tahun Jim awal 1317''” (ketika lahir Siti Munjiyah bersamaan dengan hari Senin Legi tanggal 14 bulan Dzulhijah tahun Jim awal 1317).{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=77|ps=}}
 
Siti Munjiyah tidak hanya bicara soal jilbab dan kerudung, tetapi lebih jauh dia berani menerangkan kedudukan kaum perempuan dalam agama Islam. Menurutnya, agama Islam bukan saja diperuntukkan bagi orang lelaki, tetapi orang perempuan pun wajib menjalankannya. Bukan hanya kaum lelaki yang wajib memajukan agama Islam, tetapi kaum perempuan juga memiliki hak yang sama untuk memajukan agama Islam. Karakter Siti Munjiyah yang bersemangat dalam menyampaikan pidato mampu menyihir para hadirin sekalipun dia adalah seorang perempuan. Pada waktu itu, perempuan masih dianggap hanya mampu mengurusi kehidupan rumah tangga dan melayani sang suami. Namun Munjiyah telah mengawali sebuah gerakan baru bahwa kaum perempuan memiliki kedudukan setara dengan kaum lelaki dalam memajukan agama Islam.
Anak-anak Hasyim semuanya berjumlah delapan orang, sedangkan Munjiyah sendiri merupakan anak keenam. Adapun saudara kandungnya yang lain adalah Siti Jasimah, Syuja’, Fachrodin, [[Bagoes Hadikoesoemo|Bagus Hadikusumo]], Zaini, [[Siti Bariyah]], dan Walidah.{{sfnp|Anis|1969||p=9|ps=}}<ref>{{Cite web|url=https://ibtimes.id/siti-bariyah-perempuan-pertama-penafsir-ideologi-muhammadiyah/|title=Siti Bariyah: Perempuan Pertama Penafsir Ideologi Muhammadiyah|last=Mu'arif|first=|date=13 April 2019|website=Redaksi Ibtimes|access-date=5 April 2020}}</ref> Mereka kemudian dikenal dengan sebutan “Bani Hasyim Kauman” dan pendukung gerakan [[Muhammadiyah]] yang didirikan oleh [[Ahmad Dahlan|K.H. Ahmad Dahlan]].{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=79|ps=}} Selain itu, mereka juga mendapatkan pendidikan agama secara langsung melalui kursus-kursus yang diselenggarakan oleh Ahmad Dahlan maupun [[Nyai Ahmad Dahlan|Siti Walidah]].{{efn|Anak-cucu dari Haji Hasyim Ismail pada dasarnya banyak yang berkiprah di perserikatan Muhammadiyah ataupun Aisyiyah setelah sebelumnya mendapatkan pendidikan dari K.H. Ahmad Dahlan dan istrinya. Namun, kiprah tersebut menurut Anshoriy lebih dikarenakan oleh kemampuan atau kapasitas yang mereka miliki. Dia menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak mengakui peran istimewa para ulama yang secara genealogis terhubung dengan Nabi Muhammad Saw ataupun K.H. Ahmad Dahlan, tetapi gerakan ini sangat jelas meletakkan elit ahli syariat atau ahli agama sama pentingnya dengan ulama ({{harvnb|Anshoriy|2010|pp=29-30}}). }}{{sfnp|Suratmin|1990||p=43-44|ps=}} Keterangan ini turut diperkuat oleh secarik catatan yang ditulis oleh Mu’tasimbillah Al-Ghozi (cucu Syuja’) berjudul “Anak Cucu Lurah Hasyim Ismail Berkhidmat Kepada Muhammadiyah”, yang dikutip oleh Mua’arif dan Setyowati (pengkaji Aisyiyah) sebagai berikut.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=81-82|ps=}}
 
Selama beberapa periode, Siti Munjiyah menjabat sebagai ketua (voorzitter) Bahagian Aisyiyah. Sejak Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makassar (1932), pada masa kepemimpinan K.H. Ibrahim, Siti Munjiyah dipercaya sebagai voorzitter (ketua). Selaku secretaris (juru tulis) dipercayakan kepada Siti Zarkiyah. Selaku penningmeester (bendahari) dipercayakan kepada Siti Wakirah. Kemudian, pada empat kongres berikutnya (1933-1936), dia kembali dipercaya menjabat sebagai ketua Aisyiyah.
<blockquote>''Semua putra dan putri Eyang Hasyim bin Ismail, lelaki ataupun wanita, mengaji kepada orang tuanya atau belajar kepada K.H. Ahmad Dahlan, seorang guru ngaji di seberang rumahnya. Baik dalam bidang agama maupun dalam bidang ilmu umum yang K.H. Ahmad Dahlan berikan, semua generasi pertama dari Bani Hasyim belajar padanya. Generasi pertama ini kira-kira mulai tahun 1301 Hijriah atau 1880-an Masehi''.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=81-82|ps=}}</blockquote>
 
Nama Siti Munjiyah tidak hanya terkenal di kalangan aktivis Aisyiyah. Di luar organisasi Aisyiyah, dia dikenal oleh para aktivis pergerakan wanita nasional. Sebab, dia pernah menjadi wakil ketua Kongres Perempuan pertama (1928) yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tahun 1928. Dengan pengalaman menjadi wakil ketua panitia Kongres Perempuan ini, Siti Munjiyah memiliki banyak kenalan aktivis pergerakan wanita di tanah air.
[[Berkas:Siti Munjiyah (2).png|jmpl|Potret Siti Munjiyah di Majalah Suara Aisyiyah.|al=|393x393px]]
Sebagai anggota keluarga dari abdi dalem keagamaan, keluarga Munjiyah memiliki pusat kegiatan di Langgar Dhuwur.{{efn|Pada waktu itu di Kauman terdapat lima langgar, yaitu Langgar Lor, Langgar Wetan, Langgar Faqih, Langgar Kidul, dan Langgar Dhuwur (Langgar Kulon) ({{harvnb|Darban|2000|pp=36}}). }} Dengan demikian, secara sosio-kultural dia berasal dari lingkungan keluarga yang memahami tata kehidupan dan pergaulan di lingkungan keraton, sedangkan Muhammadiyah yang tumbuh di Kauman turut memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya.{{sfnp|Darban|2000||p=36|ps=}}
 
Siti Munjiyah tidak hanya piawai dalam berpidato, tetapi dia seorang ulama perempuan yang sangat inklusif dan toleran. Dia terbiasa diundang dalam perkumpulan-perkumpulan wanita lintas agama. Dalam menyampaikan pidato, Munjiyah hampir tidak pernah menyinggung ataupun menjelek-jelekkan agama lain. Karakter semacam ini memang amat jarang di Aisyiyah. Ketika Aisyiyah mendapat undangan dari organisasi wanita lain, maka Siti Munjiyah yang datang mewakili. Namanya memang cukup dikenal di kalangan organisasi wanita lain, seperti Wanito Taman Siswo, Wanito Utomo, Jong Java, dan sebagainya.
Kauman yang menjadi tempat tinggal dan kelahirannya juga membuat Munjiyah “mengakrabi” tradisi Jawa yang bersinggungan dengan tradisi Islam sepanjang hidupnya. Dia "akrab" dengan tradisi – yang dikesankan sepenuhnya oleh logika "feminisme mainstream" – sebagai penindasan, tetapi kehidupannya tidak menunjukkan ketertindasan tersebut. Ketika berada di dalam "ruang privat", Munjiyah merupakan wanita biasa, tetapi di "ruang publik" dia adalah salah satu tokoh pendiri Aisyiyah yang aktif. Dirinya juga rutin berinteraksi dengan banyak organisasi wanita yang tumbuh pada saat itu (seperti Taman Siswa, Jong Java, dan Wanita Oetama) sebagai wakil dari Aisyiyah.{{sfnp|Suratmin, dkk|1991||p=20|ps=}} Fakta ini menunjukkan bahwa Munjiyah dapat hidup dalam “dua ruang” yang berbeda dan juga tidak mengalami “masalah berarti” dengan tradisi yang melingkupinya. Suratmin berpandangan bahwa hal tersebut disebabkan karena semua hal yang terus dilakukannya adalah bentuk “dialog” antara dirinya dengan realitas di sekelilingnya.{{sfnp|Suratmin|1990||p=99|ps=}}
 
== Pidato ==
Suratmin (aktivis Muhammadiyah) dalam buku biografi para tokoh Kongres Wanita Indonesia Pertama yang ditulisnya dengan para peneliti lain menggambarkan bahwa wanita aktivis Aisyiyah tersebut berperawakan gemuk, postur tubuhnya agak tinggi, dan wajahnya bulat. Sekalipun dia merupakan salah satu putri dari Lurah Hasyim, tetapi penampilannya sederhana. Selain itu, Djarnawi Hadikusumo yang berstatus sebagai keponakannya turut menambahkan jika bibinya itu tidak senang mengenakan perhiasan mewah, serta memiliki pendirian dalam memegang syariat Islam.{{sfnp|Suratmin, dkk|1991||p=19-20|ps=}} Perilaku tersebut menurut Al-Fauzan (pengkaji Islam) merupakan suatu ibadah. Fauzan menjelaskan bahwa ibadah memiliki berbagai macam cakupan ketaatan yang tampak pada lisan dan anggota badan.{{sfnp|Fauzan|2001||p=78|ps=}}
'''<small>DERADJAT PEREMPOEAN</small>'''
 
<small>(Pidato Njonja Siti Moendjijah, Anggauta Pengoeroes Besar Moehammadijah Bagian Aisjijah Djokjakarta, Pada Sidang Terboeka Congres Perempoean Indonesia di Mataram Tanggal ...................)</small>
=== Pernikahan ===
 
<small>–––––––––––––––––</small>
Munjiyah menikah dengan K.H. Ghozali yang juga berasal dari Kauman, tetapi pernikahan tersebut tidak harmonis. Rumah tangga yang dibangunnya tidak langgeng dan membuat keduanya lantas bercerai.{{sfnp|Suratmin, dkk|1991||p=19-20|ps=}} Setelah bercerai, dia tidak menikah lagi dan mencurahkan tenaga serta pikirannya untuk organisasi Aisyiyah. Pada saat itu, dia masih satu rumah dengan Bagus Hadikusumo dan mengadopsi anak-anak Bariyah yang meninggal dunia, yaitu Siti Antaroh, Ichnaton, dan Fuad.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=94|ps=}}
 
<small>Salam dan bahagia moedah-moedahan tetap pada djoendjoengan kita K. Nabi Moehammad Saw, kepada njonja-njonja dan toean-toean, dan kepada sekalian pengikoet-pengikoetnja.</small>
=== Pendidikan ===
 
<small>Lebih dahoeloe saja mengenalkan diri bahwa saja Siti Moendjijah, salah seorang anggauta pengoeroes besar Moehammadijah b.g. Aisjijah di Djokja. Besar harapan saja bahwa dengan perkenalan ini dapatlah agaknja menjadi langsoeng.</small>
==== Madrasah Diniyah ====
 
<small>Kemoedian daripada itoe maka sekarang moelailah saja membitjarakan beban saja seperti jang soedah termaktoeb dalam agenda No.4, jalah atas opdrachtnja pengoeroes besar Aisjijah.</small>
Munjiyah merupakan salah satu wanita modern generasi awal di Hindia-Belanda yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Mu’arif dan Hajar Nur Setyowati mengemukakan bahwa Munjiyah dan para wanita lain di Kauman memang telah dipersiapkan oleh Ahmad Dahlan untuk menjadi seorang ''mubalighat'' (ulama wanita).{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=80|ps=}} Para aktivis wanita muda itu dibimbing dan disekolahkan oleh Dahlan pada tahun 1913 agar menguasai ilmu pengetahuan umum maupun ilmu agama. Siti Wadingah, Siti Dawimah, dan Siti Bariyah{{efn|Berdasarkan perhitungan umurnya, Siti Bariyah terpaut delapan tahun dengan Siti Munjiyah, tetapi Siti Bariyah justru yang terpilih sebagai ketua pertama Aisyiyah di kemudian hari. Faktor pemilihan Nyai Ahmad Dahlan tersebut bukan dikarenakan Siti Bariyah lebih pandai dibandingkan dengan Siti Munjiyah, tetapi Siti Bariyah dirasa lebih menonjol dalam bidang organisasi dan kepemimpinan. Siti Munjiyah baru dipercaya sebagai ketua pasca kepemimpinan Siti Aisyah Hilal, yaitu pada tahun 1932 ({{harvnb|Setyowati|Mu'arif|2014|pp=80}}).}} disekolahkan di Neutraal Meisjes School (sekolah umum) yang berada di Ngupasan'','' sedangkan Munjiyah dan [[Siti Umniyah]] disekolahkan di Madrasah Diniyah (sekolah agama).{{sfnp|Darban|2000||p=47|ps=}}<ref>{{Cite web|url=https://ibtimes.id/para-gadis-kauman-perintis-perubahan/|title=Para Gadis Kauman Perintis Perubahan|last=Ibtimes|first=|date=21 Februari 2020|website=Redaksi Ibtimes|access-date=6 April 2020}}</ref>
 
<small>Njonja voozitster jang terhormat,</small>
Kedua pola pendidikan tersebut memunculkan kesadaran kritis bahwa adat yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat Kauman sangat menghambat kemajuan kehidupan wanita, sehingga wanita hanya memiliki ruang terbatas dalam aktivitas sosial.{{sfnp|Suratmin|1990||p=16|ps=}} Hal inilah yang membuat wanita-wanita lain pendukung Muhammadiyah menyusul masuk ke sekolah umum, yaitu Siti Badilah Zuber, Siti Dauchah, Siti Dalalah, Siti Busyro, dan Siti Hayinah. Munjiyah dan para wanita lain mendapatkan pendidikan agama langsung melalui kursus-kursus dan pengajian yang diadakan oleh Ahmad Dahlan di Madrasah Diniyah. Kursus-kursus dan pengajian agama tersebut menjadi cikal bakal sekolah-sekolah Muhammadiyah. Dalam bimbingan dan asuhan Dahlan, para santri wanita ditempa menjadi calon pemimpin.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=82-83|ps=}}
 
<small>Banjak terimakasih saja oetjapkan dengan penoeh-penoeh atas kemoerahan njonja, bahwa njonja soedah mengidzinkan pidato saja ini, dan kepada jang hadir saja poen meminta banjak-banjak terima kasih atas perhatiannja mendengarkan.</small>
==== Sopo Tresno ====
 
<small>Ini hari, kegembiraan hati saja tidak akan ternilai dengan apapoen djoea, sebab itoe tidak poetoes-poetoes saja bersjoekoer kehadirat Toehan Semesta Alam. Dengan adanja gerakan ini, maka moelai sadar dan bangoenlah bangsa kita perempoean Indonesia dari tidoernja jang njenjak; soeara jang berderoe-berderoe senantiasa berhampiran dengan telinga mereka, dan memang soedah waktoe kita kaum perempoean moelai madjoe selangkah kedoea seteroesnja, sebab matahari soedah terbit menjinari kita jang sangat selaloe. Mereka bangkit kalaoe-kalaoe ketinggalan oentoek mentjapai kemadjoeannja. Dengan ini maka timboel doeka tjitanja dengan ichtiar sehingga dapat mengadakan Congres ini hari.</small>
Setahun setelah berhasil menyekolahkan para wanita Kauman di sekolah umum dan sekolah agama, Ahmad Dahlan dan istrinya mendirikan perkumpulan kaum wanita yang berawal dari kursus membaca Al-Qur'an dengan nama [[Sopo Tresno]]. Perkumpulan inilah yang kelak diubah namanya menjadi Aisyiyah pada tahun 1917 dan menjadi organisasi otonom (ortom)<ref>{{Cite web|url=http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-48-cam-organisasi-otonom.html|title=Organisasi Otonom|last=Pimpinan Pusat Muhammadiyah|first=|date=tanpa tanggal|website=Pimpinan Pusat Muhammadiyah|access-date=8 April 2020}}</ref> yang diberi hak mengatur organisasinya secara mandiri.{{sfnp|Nashir, dkk|2010||p=120|ps=}} Sopo Tresno (bahasa Jawa) berarti "siapakah yang berkasih sayang". Pada waktu itu, perkumpulan ini belum menjadi suatu organisasi, tetapi hanya gerakan pengajian saja.{{sfnp|Sudja|1989||p=39|ps=}}
 
<small>Ini hari, adalah jang pertama kali dari Congresnja kaoem kita perempoean Indonesia, jang oleh mereka itoe soedah memberanikan diri meninggalkan soeaminja, anak, sanak saudara, roemah, pekerdjaan dan lain-lainja, hanja oentoek mengoendjoengi ini rapat besar jang menoedingkan beberapa keperloean-keperloean oentoek hidoep bersama. Boeat diri saja, adalah ini soeatoe hal jang tidak sedikit harganja, lebih-lebih dengan adanja ini Congres maka kenalan saja bertambah banjaklah djoemlahnja boeat pertama kali, Congres kita ini masih serba koetjiwa, karena dari persediaan-persediaan kita jang masih lebih djaoeh kurangnja itoe. Soedah sementara lama kami, dari kaoem Aisjijah senantiasa memfikir-fikirkan bilakah kita kaoem perempoean Indonesia dapat beramah-ramahan oentoek meroendingkan sesoeatoe masalah bagi keperloean kita bersama. Ini hari tjita-tjita itoe terkaboellah, dan oleh karenanja maka tidaklah habis-habis kami mensjoekoeri kepada Allah hoebaja-hoebaja akan gerakan ini dapatlah diperpandjang oesianja dengan banjak boeah oesahanja. Halangan penghambatan jang meroegikan terbebaslah, dan terloepoet dari segala ganggoean jang mendjeroemoeskan !</small>
Pengajian yang dilaksanakan oleh Sopo Tresno terus berlangsung sampai namanya diubah menjadi Aisyiyah.{{sfnp|Nashir, dkk|2010||p=122|ps=}} Selain pengajian, program pertama perkumpulan tersebut adalah mengusahakan agar setiap wanita peserta pengajian memakai kerudung (penutup kepala) dari kain sorban berwarna putih. Perkumpulan ini lantas mengembangkan Pengajian Wal-Ashri dan Muballighin{{efn|Muballighin merupakan embrio dari Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah (FIAD) yang menjadi cikal bakal berdirinya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), yang didirikan pada tahun 1980-an ({{harvnb|Mulkhan|2013|pp=8}}).}} yang diselenggarakan setiap hari Senin sore.{{sfnp|Mulkhan|2013||p=8|ps=}}
 
<small>Penoeh kepertjajaan kami, bahwa njonja-njonja oetoesan dari berbagai-bagai perkoempoelan jang soedah mempoenjai organisatie baik, atau peratoeran roemah tangga molek nistjaja bersedia-sedia betapakah ichtiar kita, soepaja kita kaoem perempoean dapat dipertinggi deradjatnja tertimbang dengan sekarang ini, dan bahwasanja kita dapat menetapi segala sesoeatoe kewadjiban jang bertali dengan hak kita perempoean. Hal ini tentoelah njonja-njonja rasanja soedah lengkap sebab soedah berkemas diri moelai dari roemah masing-masing.</small>
Melalui perkumpulan itulah kaum wanita di Kauman, termasuk Munjiyah, mendapatkan pendidikan berorganisasi dan aktif bergerak di bidang sosial-keagamaan. Sembari menjalani pendidikan di Madrasah Diniyah Ibtidaiyah, dia dan para wanita lain dididik untuk tidak hanya memahami pengetahuan agama saja, tetapi juga dididik menjadi pemimpin yang memiliki sikap pembaru di Kauman.{{sfnp|Suratmin|1990||p=44|ps=}}
 
<small>Pidato saja ini adalah soeatoe pertimbangan jang saja sadjikan kepada njonja-njonja, dengan sangat saja berharap moga-moga dalam pada mendengarkannja, djanganlah dipandang seperti pidato terasing jang didengarnja, melingkar pandanganlah atas njonja poenja pidato sendiri, begitoelah dengan sebaliknja. Ingat, pada galibnja kepada barangsiapa jang mempoenjai tjita-tjita jang tinggi dan moelia itoe mungkin tertjapai manakala ototnja, dengan singkat bersabar tawakal dan soeka bekerdja. Oentoek mentjapai ini maka bekalnja jalah:</small>
Pembentukan amal usaha yang dilakukan oleh Munjiyah dan para wanita lain di dalam Sopo Tresno tidak tergantung pada kelompok ataupun organisasi lain, termasuk Muhammadiyah sebagai organisasi induknya. Salah satu kegiatan utama perkumpulan tersebut adalah membantu kerja Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) dan mengasuh beberapa orang anak yatim ataupun anak-anak yang tidak mampu meneruskan sekolah. Hal inilah yang menjadi modal dasar bagi Aisyiyah, sehingga mampu memiliki dan mengelola berbagai jenis usaha layanan publik, terutama bidang kesehatan dan pendidikan.{{sfnp|Noer|1988||p=90|ps=}}
 
<small>Hendaklah kita mengekalkan baris persaoedaraan dengan kokoh. Sesoenggoehnja, demit sjaithan itoe mengetahoei bahwa kita dalam persaoedaraan itoe sangat rapatnja, maka boekan main ichtiar si sjaithan itoe akan memetjah persatoean, sebab itoe wadjib kita ingat djangan sampai terdjadi bertjerai-berai atas gangoeannja. Boeat menolak ini maka ichtiarnja:</small>
==== Al-Qismul Arqo (Madrasah Mualimat) ====
 
<small>a. Radjin mengoesahakan diri mentjari obat dengan tidak memilih-milih ilmoe pengetahoean, banjak tauladan, dan lebar pandangannja.</small>
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Madrasah Diniyah dan mendapatkan pendidikan berorganisasi di Sopo Tresno, Munjiyah menjalani pendidikan di Al-Qismul Arqo{{efn|Pada tahun 1920, Ahmad Dahlan dan para dermawan yang berada di Kauman mendirikan sebuah asrama untuk menampung para murid di Al-Qismul Arqo yang terus bertambah. Gedung baru disiapkan di Kauman, tepatnya di depan rumah H. Syuja’. Setelah menempati gedung baru dan menggunakan sistem klasik, kelas Al-Qismul Arqo mulai diklasifikasi secara berjenjang dari kelas satu sampai kelas tiga. Jenjang kelas satu menampung murid sebanyak 20 orang, kelas dua sebanyak 10 orang, dan kelas tiga sebanyak 6 orang. Nama Al-Qismul Arqo lantas diganti dengan nama Pondok Muhammadiyah dan kurikulum umum – seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah Belanda – turut diberikan di sekolah ini ({{harvnb|Setyowati|Mu'arif|2014|pp=84-85}}). Pada perkembangan selanjutnya, sekolah tersebut berganti nama lagi sebanyak tiga kali, yaitu Hoogere Muhammadiyah School (Sekolah Tinggi Muhammadiyah), Kweekschool Islam, dan Kweekschool Muhammadiyah atau Kweekschool Istri ({{harvnb|Hamzah|1962|pp=69}}). Adapun murid-murid wanita dari Kweekschool Istri mulai dipisahkan dengan murid-murid laki-laki dari Kweekschool Muhammadiyah sejak tahun 1929. Pada tahun 1932, Pemerintah Hindia-Belanda mengeluarkan ''Wilde Schoolen Ordonantie'' (Ordonansi Sekolah Liar 1932). Ordonansi tersebut mengatur keberadaan sekolah liar (sekolah yang diselenggarakan oleh kaum pribumi, yang gurunya tidak mau bekerja di sekolah milik Pemerintah Hindia-Belanda) dengan melarang pemakaian nama persamaan sekolah Belanda, termasuk Muhammadiyah dan Taman Siswa. Hal inilah yang membuat Kweekschool Muhammadiyah dan Kweekschool Istri akhirnya namanya diubah menjadi Madrasah Muallimin Muhammadiyah dan Madrasah Mualimat Muhammadiyah ({{harvnb|Suminto|1985|pp=59}}).}} yang diselenggarakan di emperan rumah Ahmad Dahlan sejak tahun 1918. Salah satu faktor yang menyebabkan dirinya masuk ke dalam sekolah tersebut adalah kebutuhan ''muballighin'' dan ''muballighat'' untuk menyebarkan paham Muhammadiyah ke luar Kauman. Mu’arif dan Hajar Nur Setyowati menjelaskan bahwa Munjiyah termasuk salah satu wanita yang dipersiapkan sebagai juru dakwah Muhammadiyah, sehingga dia dimasukkan ke dalam kelas itu oleh Dahlan.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=83|ps=}}
 
<small>b. Bekerdja dengan sabar artinja tidak djemoe melakoekan sesoeatoe pekerdjaan itoe dengan tjerdik dan berhati-hati.</small>
Al-Qismul Arqo lebih banyak mendalami pendidikan agama Islam dan menjalankannya dengan sistem sekolah modern, sedangkan kegiatan pembelajarannya dilakukan dengan duduk di lantai dan menggunakan bekas kotak minyak tanah sebagai meja tulisnya. Adapun tokoh yang memelopori pendirian sekolah tingkat lanjut ini adalah K.R.P.H. Muhammad Kamaluddiningrat atau lebih dikenal dengan nama [[Muhammad Sangidu]] (ayah Siti Umniyah).{{sfnp|Darban|2000||p=44|ps=}}
 
<small>Semoea itoe hendaknjalah kita kerdjakan dengan soenggoeh-soenggoeh lagi bidjaksana. Sesoeatoe oesaha melakoekan pekerdjaan bila mengabaikan kesoenggoehan hati, bidjaksana dan soetji, maka djangan mengharap akan berhasilnja, lebih-lebih bila hanja dikerdjakan dengan sesoeka-soeka dan dipermoedah.</small>
Setelah berganti nama menjadi Madrasah Mualimat Muhammadiyah, pembelajaran di sekolah tersebut diseimbangkan antara dasar-dasar ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum yang mendukung visi dan misi Muhammadiyah. Salah satu pendidikan yang diterima oleh Munjiyah di sekolah ini adalah pembinaan yang dilakukan oleh Siti Walidah agar seorang wanita berpenampilan sederhana, sebagaimana dijelaskan oleh Mu’arif dan Hajar Nur Setyowati berikut.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=75-76|ps=}}
 
<small>Gelagat doenia jang sekarang ini soedah kentara moelai “Doeka Tjita dan Bekerdja” boleh dikata seperti menanam padi jang dalam. Soenggoeh, beloemlah sampai pada wektoenja kita bersenang-senang, mendiamkan diri, enak-enak, dan merenoeng.</small>
<blockquote>''Kaum istri diimbau agar tidak silau pada perhiasan mewah, sampai-sampai mereka rela meminjam uang kepada tetangganya hanya untuk mengejar penampilan atau terlihat cantik. Wanita jangan memiliki jiwa kerdil, tetapi berjiwa srikandi. Apabila wanita itu minta bermacam-macam, menunjukkan bahwa mereka miskin''.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=75-76|ps=}}</blockquote>
 
<small>Saudara-saudara, toenggoelah sementara wektoe dengan kesabaran hati, apabila kita bersoengoeh-soenggoeh menjampaikan segala maksoed itu dengan tidak djemoenja, sebentar kita akan memetik boeah oesaha kita itoe.</small>
Pesan tersebut membuat Munjiyah memiliki pembawaan yang sederhana. Dengan pembawaan seperti itulah, adik dari H. Fachrodin ini berpengalaman sebagai ''muballighat'' di Aisyiyah. Dia dikenal di kalangan organisasi-organisasi wanita lain sebagai ''da’i'' wanita yang berpandangan inklusif serta toleran. Munjiyah membela hukum Islam, tetapi tidak merendahkan agama-agama lain.{{sfnp|Setyowati|Mu'arif|2014|p=92-92|ps=}}
 
<small>Congres, njonja-njonja dan toean-toean jang terhormat,</small>
== Akhir kehidupan ==
 
<small>Pada hematnja adalah tingkat “kemoeliaan” kederadjatan itoe terbagi djadi tiga bagian:</small>
Munjiyah mengembuskan napas terakhirnya pada 1955 akibat menderita kanker payudara. Dirinya saat itu sedang berada di [[Kota Tasikmalaya]] untuk menghadiri konferensi yang diselenggarakan oleh Aisyiyah. Badiyah Dahlan yang mengetahui Munjiyah merasa kesakitan langsung membawanya ke rumah sakit dan meminta agar konferensi tersebut dibubarkan. Namun, sayangnya nyawa dari temannya itu tidak tertolong lagi, meskipun telah mendapatkan perawatan yang intensif. Jenazah Munjiyah lantas dibawa kembali ke Yogyakarta dan disemayamkan di Permakaman Kauman yang berada di belakang [[Masjid Gedhe Kauman]].{{sfnp|Suratmin, dkk|1991||p=29|ps=}}
 
# <small>Tinggi boedinja,</small>
== Lihat pula ==
# <small>Banjak ilmoenja, dan</small>
* [[Nyai Ahmad Dahlan]]
# <small>Baik kelakoeannja.</small>
* [[Siti Aisyah Hilal]]
* [[Siti Badilah]]
* [[Siti Baroroh Baried]]
* [[Siti Bariyah]]
* [[Siti Hayinah Mawardi]]
* [[Siti Umniyah]]
 
<small>Konon sekiranja kita dengan sesama memeriksai boekoe-boekoe tambo Doenia, maka lantaslah dapat mengerti dengan sendiri sampai kemanakah deradjat kita perempoean ini. Sebagian besar dari bangsa-bangsa itoe berkepertjajaan bahwa bangsa kami itoe adalah hamba Toehan jang sangat daripada manoesia biasa, sehingga dipandangnja seperti hewan belaka. Dengan begitoe maka soedah selajaknja bahwa bangsa kami perempoean itu wadjib menoeroet dan setia barang apa jang diperintahkan oleh orang lelaki.</small>
== Keterangan ==
{{notes|2}}
 
<small>Pada zaman dahoeloe kala di Japan orang perempoean dilarang keras berbakti kepada Allah, melakoekan sesoeatu pekerdjaan jang soetjiipoen ditjegahnja, sehingga agamanja poen melarang tentang hal ini. Di negeri Tjina djoega seperti itoe, malah-malah boeat masoek ke tjandinja dilarang djoega.</small>
== Rujukan ==
{{reflist|2}}
 
<small>Poen di Hindoestan tidak akan soeka ketinggalan, setali tiga oeang. Dalam agama Hindoe diterangkan bahwa orang perempoean bangsa kami itoe tidak sutji; mereka itoe dilarangnja dengan koeat-koeat tidak diperkenankan meremboek tentang seloek-beloeknja kitab soetji, dan apabila ia memegang salah satoe. Artinja jang mendjadi sesembahannja, maka dengan sekoetika itoe djoega diroesaknja itoe artja (berhala).</small>
== Daftar pustaka ==
 
<small>Di tanah Arab ada lebih sekali penghinaan dan perendahan ini, jalah sebeloem agama Islam lahir di doenia. Orang-orang perempoean bangsa kami, dipandangnja lebih rendah daripada hewan peliharaanja; anak-anaknja perempoean jang lahir dari kandoengan iboenja dengan hidoep-hidoepan sampai mati memboenoehnja. Sebab dipandangnja tidak berfaedah sekalipoen, dan membanjakkan beban makanannja. Orang perempoean memang tiada mempoenjai kekoeatan seperti orang laki-laki, padahal wektoe itoe dimoesimnja orang-orang Arab sangat gemar memboenoeh, merampas lain orang poenja hak, dan sangat kedjam hatinja.</small>
'''Buku'''
 
<small>Lima poeloeh tahoen sebeloem agama Islam adalah soeatoe pertanjaan jang sangat mengharukan, jaitoe: adakah orang perempoean itoe djuga berdjiwa ? Waktoe orang-orang Christen memboeat rapat di Maccon, salah seorang pendeta bernama Bischob bertanja: termasoek golongan manoesiakah orang-orang perempoean itoe ? Dengan pertanjaan jang kemoedian ini maka rioehlah orang membintjangkannja, jang kemoediannja sebagian besar dari anggota rapat itoe menetapkan bahwa: orang-orang perempoean itoe poen termasoek bangsa “manoesia” djoega.</small>
* {{Cite book|title=Matahari Pembaruan: Rekam Jejak K.H. Ahmad Dahlan|last=Anshoriy|first=Muhammad Nasruddin|publisher=Jogja Bangkit Publisher|year=2010|isbn=978-602-9703-21-4|location=Yogyakarta|page=|ref={{sfnref|Anshoriy|2010}}}}
* {{Cite book|title=Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah|last=Darban|first=Ahmad Adaby|publisher=Tarawang|year=2000|isbn=978-979-8681-26-4|location=Yogyakarta|page=|ref={{sfnref|Darban|2000}}}}
* {{Cite book|title=Marhaenis Muhammadiyah: Ajaran dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan|last=Mulkhan|first=Abdul Munir|date=|publisher=Galang Pustaka|year=2013|isbn=978-602-9431-27-8|location=Yogyakarta|pages=|ref={{sfnref|Mulkhan|2013}}|url-status=live}}
* {{Cite book|url=|title=Profil 1 Abad Muhammadiyah|last=Nashir|first=Haedar, dkk|date=|publisher=Lembaga Pustaka dan Informasi PP. Muhammadiyah|year=2010|isbn=978-979-7094-98-0|location=Jakarta|page=|pages=|ref={{sfnref|Nashir, dkk|2010}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942|last=Noer|first=Deliar|publisher=LP3ES|year=1988|isbn=978-019-6382-54-8|location=Jakarta|page=|ref={{sfnref|Noer|1988}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Srikandi-Srikandi Aisyiyah|last=Setyowati|first=Hajar Nur|last2=Mu'arif|publisher=Suara Muhammadiyah|year=2014|isbn=978-979-3708-97-3|location=Yogyakarta|page=|ref={{sfnref|Setyowati|Mu'arif|2014}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Politik Islam Hindia-Belanda|last=Suminto|first=Husnul Aqib|date=|publisher=LP3ES|year=1985|isbn=978-979-8015-10-6|location=Jakarta|page=|pages=|ref={{sfnref|Suminto|1985}}|url-status=live}}
 
<small>Salah seorang jang mengakoe dirinja soetji di .......... telah berkata: perkakas sjaithan (the organ of the devil). Kaladjengking jang hendak menggigit, pintoe djalan masoeknja sjaithan, dan djalan akan terdjeroemoes kedosaan (the gate of the devil, and the raad of inquitj). Oelar kisi jang menaboer bisa, dan naga jang sangat menakoet-takoetkan. Pesawat dari sjaithan oentoek mengambil djiwa kita.</small>
'''Buku lama'''
 
<small>Oentoeng benar bahwa orang-orang jang bangsawan fikiran soedah bernasehat pada kita djalah: S.T. Bernard, S.T. Anthonij, S.T. Bonaventure, S.T. Jerome, S.T. Gregorij the great, dan S.T. Cijprian.</small>
* {{Cite book|title=Haji Fachrodin|last=Anis|first=Junus|date=1969|publisher=PT. Percetakan Persatuan|isbn=|location=Yogyakarta|pages=|ref={{sfnref|Anis|1969}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Kitab Tauhid|last=Fauzan|first=Al|publisher=Yayasan Al-Sofwa|year=2001|isbn=|location=Jakarta|page=|ref={{sfnref|Fauzan|2001}}|date=|pages=|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam yang Diselenggarakan Oleh Pergerakan Muhammadiyah|last=Hamzah|first=Amir|publisher=Penyelenggara Publikasi Pembaruan Pendidikan/Pengajaran Islam|year=1962|isbn=|location=Yogyakarta|page=|ref={{sfnref|Hamzah|1962}}|date=|pages=|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Sejarah Nasional Indonesia Jilid III|last=Kartodirdjo, Sartono, dkk|first=|date=|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|year=1975|isbn=|location=Jakarta|pages=|ref={{sfnref|Kartodirdjo, dkk|1975}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Kyai Haji Ahmad Dahlan|last=Kutoyo|first=Sutrisno|date=|publisher=Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|year=1982/1983|isbn=|location=Jakarta|pages=|ref={{sfnref|Kutoyo|1982/1983}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900–1950|last=Pijper|first=Guillaume Frédéric|publisher=Universitas Indonesia Press|year=1984|isbn=|location=Jakarta|page=|ref={{sfnref|Pijper|1984}}|url-status=live}}
* {{Cite book|title=Muhammadiyah dan Pendirinya|last=Sudja|first=|publisher=PP. Muhammadiyah Majelis Pustaka|year=1989|isbn=|location=Yogyakarta|page=|ref={{sfnref|Sudja|1989}}}}
* {{Cite book|title=Nyai Ahmad Dahlan Pahlawan Nasional: Amal dan Perjuangannya|last=Suratmin|first=|publisher=PP. Aisyiyah Seksi Khusus Penerbitan dan Publikasi|year=1990|isbn=|location=Yogyakarta|page=|ref={{sfnref|Suratmin|1990}}}}
* {{Cite book|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/13009/1/BIOGRAFI%20TOKOH%20KONGRES%20PEREMPUAN%20INDONESIA%20PERTAMA.pdf|title=Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama|last=Suratmin|first=dkk|date=|publisher=Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional|year=1991|isbn=|location=Jakarta|page=|pages=|ref={{sfnref|Suratmin, dkk|1991}}|url-status=live}}
 
<small>Adat-istiadat orang mempelaikan ada di tanah Europa, maka professor Holland bersabda demikian: bahwa faedahnja orang berlaki bini itoe jalah hendak mempersatoean dari antaranja orang lelaki dan perempoean, dan jang akan mengikat keroekoenan antara satoe sama lain dengan kokoh. Dalam pada perseroan ini maka adalah hak jang lebih besar atasnja ada pada fehak lelaki; si istri tidak berhak mendjoeal atau lain-lainnja atas harta benda, dan tidak berkoeasa memboeat sesoeatu wasijat, ataoe memboeat sesoeatoe perdjandjian (contract) atas tanggoengannja sendiri. Oendang-oendang hoekoem jang menentoekan bahwa fehak istri tidak berhak sesoeatoe apa itoe pada galibnja berlaku di negeri Inggris.</small>
'''Jurnal'''
 
<small>Toean Hepworth berkata demikian: peratoeran-peratoeran jang soedah lazim kita djalankan itoe, maka si istri adalah dalam pengoeasannja soeaminja. Oleh karena itoe walaoepoen orang perempoean jang masih moeda, soetji, tjantik dan jang kaja sekalipoen moengkin mendjadi genggamannja seorang soeami jang kedjam ................................................</small>
* {{Cite journal|last=Mulyati|first=|year=Juni 2021|title=Amal Usaha Siti Munjiyah dalam Organisasi Aisyiyah di Yogyakarta Tahun 1914–1955|url=https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/view/163|journal=Walasuji|volume=12|issue=1|pages=|doi=|issn=2502-2229|ref={{sfnref|Mulyati|2021}}}}
* {{Cite journal|last=Rohman|first=Fandy Aprianto|year=Agustus 2019|title=K.H. Sangidu, Penghulu Penemu Nama Muhammadiyah|url=https://patrawidya.kemdikbud.go.id/index.php/patrawidya/article/view/155|journal=Patra Widya|volume=20|issue=2|pages=|doi=|issn=2598-4209|ref={{sfnref|Rohman|2019}}}}
* {{Cite journal|last=Seniwati|first=|last2=Lestari|first2=Tuti Dwi|year=Desember 2019|title=Sikap Hidup Wanita Muslim Kauman: Kajian Peranan Aisyiyah dalam Kebangkitan Wanita di Yogyakarta Tahun 1914–1928|url=https://jurnalwalasuji.kemdikbud.go.id/index.php/walasuji/article/view/11|journal=Walasuji|volume=10|issue=2|pages=|doi=|issn=2502-2229|ref={{sfnref|Seniwati|Lestari|2019}}}}
 
<small>Timboelnja keadaan-keadaan ini semoea asal moelanja dari pengadjarannja pemimpin-pemimpin bangsa Barat. Serentak kaoem perempoean terasa akan berat beban penghidoepannja lantaran dari tindasan, semena-mena, perendahan dan lain-lain sebagainja joega, tidak berhak atas barang hartanja mereka poenja waris, maka bangkitlah hatinja bergerak hendak menoentoet haknja “Deradjat Perempoean”.</small>
== Pranala luar ==
{{commons category|Siti Munjiyah}}
* [https://krjogja.com/web/news/read/86697/Angkat_Kembali_Spirit_Kongres_Perempuan_Pertama Spirit Kongres Perempuan Pertama]
 
<small>Mereka kaoem perempoean itoe berpikir, bahwa jang menjebabkan haknja hina-hina itoe lantaran bodoh. Baiklah sekarang kami bergerak madjoe mentjari pengetahoean dengan bersekolah, dan bahwasanja perempoean itoe sama sama sadja dengan haknja kaoem lelaki.</small>
{{start box}}
{{succession box|
before=[[Siti Aisyah Hilal]]|
title=[[Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah]]|
years=1932–1936|
after=[[Siti Aisyah Hilal]]
}}
{{end box}}
 
<small>Dengan keaadaan jang demikian itoe maka tertjapailah maksoednja menoentoet pengetahoean itoe, soenggoeh benar perempoean zaman sekarang banjak jang pandai-pandai lantaran dari beladjar di sekolah-sekolah. Hanja sajang sekali, bahwa mereka ini tidak dapat menggoenakan kepandaiannja itoe dengan sepertinja, maka kelebih-lebihan dari batasnja. Boleh djadi hal ini tersebab dari kepajahan hidoepnja, lantas dapat sendjata oentoek menjadi penawar.</small>
[[:Kategori:Aisyiyah]]
 
[[:Kategori:Tokoh Aisyiyah]]
<small>Kemadjoean perempoean pada akhir-akhir ini soedah melebihi dari kodratnja, ta’kan tertemoe dengan sifat keperempoeannja, sebagian dari kemadjoean itoe maka mereka lantas bekerdja ada di: fabrik, mendjalankan spoor, motor terbang, dan lain-lain malah ada jang menjadi kampioen geloet, gontokan, hingga menjebrang laoetan akan mentjari tandingannja. Dengan begitoe maka soedah barang tentoe badannja kentara keras-keras dan ototnja poen melotot dengan sendirinja. Dalam pada ia mentjari tanding itoe maka maksoednja mentjari oeang semata.</small>
[[:Kategori:Tokoh Jawa]]
 
[[:Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
<small>Saoedara-saoedara,</small>
 
<small>Adakah keadaan jang demikian itoe soedah sesoeai dengan kemadjoean perempoean, teroetama bagi kaoem dan bangsa kami perempoean Indonesia jang sebenar-benarnja. Demikianlah pemandangan ini jang pertama kali dan jang kedoea kali datanglah sekarang sadja membitjarakan tentang pertjeraian.</small>
 
<small>Congres jang terhormat,</small>
 
<small>Soelit benar hendaknja meroendingkan tentang soal pertjeraian, apakah sebabnja hal ini sering kedjadian. Salah satoe sebabnja jakni: bahwa antara lelaki dengan isteri berpisah; satoe dengan lainnja beloem pernah lihat; pada waktoe dipelaikan dengan tidak oesah ditanja-tanja, lantas dipaksa sadja mereka itoe bergerak mentjari pergaoelan jang merdeka antara lelaki dengan perempoean dengan ichtiar apa sadja jang dapat menjampaikan maksoednja, karena pada fikirannja bahwa dengan “vrije omgang” ini maka masingnja, djoega tentang peri adat kelakoeannja nistjaja tiada tertoetoep-toetoep sehingga dengan ini, maka moengkin langsoengnja berhoeboengan bersoeami isteri dengan tidak akan tertemoe pertjeraian.</small>
 
<small>Dengan leloeasa menoeroeti hawa nafsunja sehingga mereka memboeat tempat permandian, dimana-pada tempat dimerdikakan orang lelaki dan perempoean berkoendjoeng doejoen-doejoen mandi djadi satoe dengan memakai pakaian jang sangat merdika poela jang oleh orang Barat dinamai Badcostoem. Dan bagaiamanakah pakaian hari-hari jang mereka itoe pakai ? O, soenggoeh sangat tjoekoep akan model-modelnja pakaian apa sadja ada. Sebentar-sebentar ganti dengan mode jang bertentangan atas keperempoeannja. Pakaiannja terboeka-boeka melipoeti aoeratnja, jang atas ditoeroenkan dan jang bawah ditarik mengatas, lengan badjoenja tidak poela mendjadi soal penoetoepan malah-malah dipotong sama sekali.</small>
 
<small>Inilah, bahwa bagi njonja-njonja teroetama pemimpin di Indonesia sajogijanja memperhatikan benar djangan sampai tjara jang demikian itoe mendjalar di tanah kita Indonesia.</small>
 
<small>Mereka bangsa Eropa berfikir bahwa dengan tjara jang demikian itoe maka moengkinlah akan tidak bertjerai dengan soeaminja.</small>
 
<small>Soerat chabar Natal Advertiser di Amerika jang terbit pada hari 16 boelan April 1926 ada memoeat statistik dari boeah penanja toean (Rt. Rev) L.W.T Manning, bischop (penghoeloe dari agama Christen) di New York menerangkan bahwa sekarang ini di United States (Amerika) tiap-tiap orang berlaki-isteri 7, ada satoe jang bertjerai. Di Tokjo tiap-tiap 5, satoe jang bertjerai. Di Texas tiap-tiap 3,9 djoega ada satoe. Di Oregon tiap-tiap 2,6 ada satoe jang bertjerai. Di kota Nevada dalam satoe tahoen ada orang 800 jang dipelaikan, dan seriboe jang bertjerai. Soerat chabar Dailj Express jang terbit pada hari 27 boelan Nopember 1926 memoeat statistik jang disiarkan oleh Departement of Commers (Kantor Besar Pengoeroes Perniagaan) menerangkan bahwa: di Amerika tiap-tiap 13 orang berlaki isteri ada 2 jang madjoe ke hadapan madjelis pengadilan oentoek minta tjerai.</small>
 
<small>Demikianlah kisah jang telah terdjadi dari golongan perempoean Barat.</small>
 
<small>Keadaan-keadaan jang begini roepa bagi kita kaoem perempoean dan teroetama pemimpin-pemimpin Indonesia adalah soeatoe koeadjiban jang berat, jang haroes diamat-amati beanar-benar, dan jang tidak boleh abaikan atas tanggoengan kita.</small>
 
<small>Gedang ertinja dan tidak dinilai harganja. Congres kita perempoean Indonesia ini, bahwa dengan dia nistjaja keadaan-keadaan jang sangat moengil bagi kita itoe dapatlah agak tertolak !</small>
 
<small>Moedah-moedahan Allah menolong kita tertjapailah toedjoean dan maksoednja Congres ini agar soepaja kelak hari bangsa kami, perempoean, moelia dan tinggi martabatnja. Amin.</small>
 
<small>Sesoenggoehnja bangsa kita ini soedah poenja sendiri adat-istiadat dan kelakoean (kesoesilaan Java) jang aloes, jang agaknja tidak akan kalah dengan kebarat-baratan dan lain-lainja bangsa. Akan tetapi lantaran terdorong dari pengaroeh peredaran doenia jang pada sangkanja molek, permai, berkilaoe-kilaoe dan sebagainja, istimewa poela menang maka tergelintjirlah keadaan bangsa kita Ja... barang siapa jang beroe ketempatan alah, maka tidak oeroeng serba apa sadja nistjaja djelek, hina-dina dan tidak menarik penglihatan.</small>
 
<small>Boekan maksoed kami bahwa semoea kemadjoean bangsa Eropa itoe tidak seharoes ditjontoh, itoe tidak: sebab diantaranja ada poela jang patoet kita tiroe. Kita wadjib memilih mana jang baik dan lajak kita tiroe, dan mana poela jang tidak pada kepatoetan semoea itoe dengan djalan jang dingin, tenang, dan berfikir. Kemadjoean bangsa Barat menoentoet ilmu pengetahoean, adalah satoe-satoenja kemadjoean jang tidak boleh kita bangsa Indonesia mentjotohnja dengan boelat-boelat. Pada soeatoe maksoet jang beloem tertjapai maka tidaklah ia soeka memberhentikan diri melainkan teroes-meneroes ditjarinja hingga dapat, dan sekiranja soedah terdapat, maka lantas didjalankan sebagaimana mestinja. Inilah ada sifat mempertinggi deradjat bangsa ! Bagi bangsa kita perempoean Indonesia tidak demikian halnja, ada pada keblaikannja itoelah jang njata, dan hanja hal-hal jang koerang berharga itoelah ditiroenja, seperti apa jang soedah kami oeraikan di atas tadi.</small>
 
<small>Besar pengharapan kami moga-moga mendjadi toentoenan bagi bangsa kita akan kemadjoean mentjari ilmoe pengetahoean baik dimana sadja tidak takoet djerih-lelah, berani menempoeh sesoeatoe maksoed jang moelia walaoepoen hingga pada djangka oesianja, bekerja mentjari hasil (berniaga) dengan koeat-koeat tidak takoet roegi. Inilah jang haroes kita perhatikan, soepaja dengan kekoeatan hati tegoeh itoe maka tjatatlah agaknja bangsa kita mendjadi bangsa jang tidak rendah, dan tidak poela mendjadi miskin.</small>
 
<small>Beloem kita dengar, bahwa bangsa kita jang soedah banjak djadi professor; paling tinggi pada abad ini hanja Mr. Dr. Ir. dan bangsa kita itoe kalaoe berdagang koeatir meroegi. Bilakah kita dapat mendjadi moelia, sekiranja perasaan jang demikian itoe masih terletak dalam sanoebari bangsa kita, ini oentoek kaoem lelaki.</small>
 
<small>Congres, njonja-njonja, dan toean-toean jang terhormat,</small>
 
<small>Sekarang sampailah pada pembitjaraan tentang pemandangan dalam lingkoengan Islam. Dalam pada pembitjaraan ini tidak sadja paksa-paksa soepaja saoedara-saoedara masoek ke agama Islam, bahwa sesoenggoehnja hal ini adalah terserah atas hadjatnja masing-masing.</small>
 
<small>Hoekoem Islam diterangkan bahwa “perempoean dan lelaki” itoe bedalah. Perbedaan ini boekan dari fehak lelaki lebih tinggi deradjatnja, dan fehak perempoean itoe lebih rendah, tidak.</small>
 
<small>Perempoean dan lelaki Islam itoe masing-masing berhak berkemadjoean dan berkesempoernaan, dan bahwasanja jang dikata kemadjoean dan kesempoernaan itu jalah menoeroet hak batas-batasnja sendiri-sendiri.</small>
 
<small>Ketahoeilah, bahwa orang perempoean dilahirkan di doenia itoe memang soedah membawa kodrat berbeda dengan orang lelaki. Oempamanja: fehak lelaki mempoenjai kekoeatan badan, sehingga dengan itoe maka dapatlah ia mengerdjakan sesoeatoe pekerdjaan jang berat-berat; tetapi fehak perempoean tidak demikian halnja, kekoeatan badannja haloes. Begitoelah seteroesnja. Bahwasanja kaoem perempoean itoe soedah mempoenjai koewadjiban sendiri, jang tidak dapat dikerdjakan oleh kaoem lelaki, ja’ni:</small>
 
<small>a. Boenting;</small>
 
<small>b. Melahirkan anak dari kandoengannja; dan</small>
 
<small>c. Memberi air soesoe, memelihara, dan mendidik.</small>
 
<small>Tidak tjelanja orang perempoean tidak tjakap mengerdjakan sesoeatoe pekerdjaan dari bagiannja lelaki, sebaliknja poen tidak tertjertja sekiranja orang lelaki itoe tidak dapat mengerdjakan dari koewadjibannja orang perempoean. Inilah memang soedah ada haknja masing-masing jang tidak dapat dipoengkiri.</small>
 
<small>Sebagai djoega dengan hal “boeroeng dan harimaoe”; harimaoe dapat menggigit dan menelan dengan koeat-koeat, akan tetapi tidak dapat terbang. Sebaliknja; boeroeng tidak tjakap menggigit dan menelan, tetapi terbang itoelah jang paling tjakap. Kedoea-doeanja ini nistjaja tidak akan mendjadi tjela di antara satoe sama lain.</small>
 
<small>Teranglah soedah, bahwa beban koewadjiban oerang perempoean menanggoeng keselamatan hidoep bersama, itoe berat, dan sekiranja tanggoengan ini ditambah poela, maka boekankah ini namanja menganiaja dan merendahkan diri sendirinja ? Fikirlah dengan soenggoeh-soenggoeh.</small>
 
<small>Seorang saatrawan berkata: orang perempoean itoe mendjadi boenganja doenia. Boenga jang pelik lagi permai seharoesnja ditarik pada vaas tempat jang indah ada di atas medja jang baik lagi mengkilap; boekan patoetnja boenga jang demikian itoe ditaroeh pada tempat sembarangan. Walaoepoen bouquet jang elok poen tidak akan berharga boenga itoe.</small>
 
<small>Adapoen kewadjiban orang perempoean dan lelaki akan menoentoet ilmoe pengetahoean dan mengerdjakan (amal) kebadjikan sama sadjalah haknja, tidak sepatahpoen dikoerangkan akan haknja, terlebih poela dalam erti melakukan agamanja.</small>
 
<small>Kepada njonja-njonja dan toean-toean jang beloem mengerti akan seloek-beloeknja agama kita Islam ada jang bertanja demikian: apakah sebabnja Islam mengadakan peratoeran bermadoe, dan thalaq itoe ada di atas kekoeasaanja orang lelaki ? Boekankah ini ada sesoeatoe djalan perendahan bagi kaoem perempoean ?</small>
 
<small>Kalaoe ada oerang jang bertanja demikian, maka kami poen timboel pertanjaan kepadanja: adakah kebadjikan dan kehargaan bagi perempoean jang diboeat permainan, tertimbang dengan perempoean itoe dikawinnja ?</small>
 
<small>Saoedara-saoedara,</small>
 
<small>Moedah-moedahan dalam pembitjaraan saja ini tidak salah terima, boekan sama sekali saja bermaksoed menggerakkan permadoean, dan tidak poela mengandjoeri pikiran kaoem lelaki bermadoe; fehak perempoean dengan suka ridla menerima permadoean ini. Pertanjaan itoe karena timboel dari beberapa dakwa-dakwa jang tidak sebenarnja kepada agama kita Islam, dikatakan bahwa Islam merendahkan deradjat perempoean sebab Islam memperkenankan bermadoe, dan bahwa thalaq ada pada tangan lelaki.</small>
 
<small>Fehak perempoean tidak memegang thalaq, itoe soedah pada tempatnja. Pada galibnja sifat perempoean itoe sangat tergesa-gesa barang apa jang mendjadi hadjadnja, koerang sabar dan tahan, lemah gampang sakit hati, dan seteroesnja. Tidak koerang-koerang perempoean jang menentang soeaminja meminta thalaq dengan seketikanja. Oentoeng bahwa lelaki jang bersifat sabar dan koeat fikirnja memegang thalaq itoe. Djika tidak, nistjaja moengkin terdjadi tiap-tiap boelan sekali bertjerai: dan seoempama fehak perempoean jang memegang itoe maka bolehlah dipastikan tiap-tiap pekan bertjerai. Tjelakanja dari fehak perempoean, bahwa lantaran dari lemah fikirnja itoe dan dari sebab tergesa-gesa sebarang hadjatnja, maka moengkinlah kemenjesalan hatinja atas perboeatannja terseboet. Fehak lelaki memegang thalaq, artinja bahwasanja thalaq ataoe perempoean itoe dalam tangannja si lelaki, bolehlah ia berboeat barang apa jang diperkenankan menoeroet hoekoem agama dan sesoenggoehnja Toehan Allah Soebhannahoewata’ala itoe tidak senang melihat sikap lelaki jang gegabah melepaskan thalaq kepada isterinja, hendaklah fehak lelaki berhati-hati dengan bidjaksana melepas itoe, maka tidak akan mendjadi sebab akan sesoeatoe hal jang sangat penting lagi menghalang-halangi akan hidoep bersama antara lelaki dan isteri. Sebaliknja bagi fehak perempoean, sekiranja ditimbang-timbang dengan seksamanja bahwa hidoep mereka dalam soeami bini itoe tidak membawa manfaat dan bahagia maka tidak halangannja fehak perempoean minta thalaq kepada soeaminja, dan si soeami haroes meloeloeskan.</small>
 
<small>Saoedara-saoedara,</small>
 
<small>Kami seroekan pidato saja ini dengan koeat-koeat ke hadapan saoedara-saoedara, teroetama pemimpin bangsa kami, perempoean Indonesia jang hendak memperdjoeangkan peridaran doenia perempoean agar soepaja “moelia dan oetama”, hendaknjalah dengan teliti lagi seksama mempeladjari sesoeatoe masalah, dan dapat menimbang sendiri manakah jang baik dan djelek, sebab keterangan saja ini sangat singkatnja, sehingga oentoek memberi sesoeloeh jang loeas nistjaja tidak pada tempatnja diterangkan pada madjelis ini, hanjalah sekedar perloe mendjadi pemandangan bagi gerak ladjoenja kita poenja “Congres Perempoean Indonesia”.</small>
 
<small>Sekianlah pidato ini saja koentjikan dengan meminta banjak maaf barang apa jang koerang ataoe djanggalnja perkataan saja.</small>
 
<small>Wassalamoe ‘alaikoem warochmatoellohi wabarakatoeh.</small>
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ibnu Al Qadhi Ibnu Suraij
Jump to navigation
Jump to search
 
Nama lengkap Abu al-'Abbas Ahmad bin Umar bin Suraij al-Baghdadi. Dia merupakan imam besar mazhab Syafi'i serta menjadi rujukan para pengikut mazhab Syafi'i di zamannya. Dia berperan dalam penyebaran Madzhab Syafi’i serta menjadi pembela yang tangguh untuk madzhab ini. Sehingga dia diberi gelar asy-Syafi’i ats-Tsani (Syafi'i kedua).
Contents
 
1 Riwayat Hidup
1.1 Lahir
1.2 Wafat
2 Pendidikan dan Sanad Keilmuan
3 Penerus
4 Perkataan Para Ulama tentang Ibnu Al Qadhi Ibnu Suraij
5 Karya
 
Riwayat Hidup
Lahir
 
Lahir di Baghdad pada tahun 248 H.
Wafat
 
Wafat pada bulan Jumadil Ula tahun 306 H. Dia wafat di usia 57 tahun lebih 6 bulan.
Pendidikan dan Sanad Keilmuan
 
Ibnu Al Qadhi Ibnu Suraij belajar fiqih kepada Al Muzani, dan Abu Al Qasim Al Anmathi. Belajar hadits kepada Hasan bin Muhammad Azza'farani, Abu 'Abbas bin Muhammad Ad Duri, Muhammad bin Abdul Malik Ad Daqiqi, Abu Daud As Sijistani. Selain belajar kepada mereka, dia juga belajar kepada ulama yang lain. Berikut ini adalah daftar guru-gurunya:
 
Al Muzani
Abu Al Qasim Al Anmathi
Hasan bin Muhammad Azza'farani
Abu 'Abbas bin Muhammad Ad Duri
Muhammad bin Abdul Malik Ad Daqiqi
Abu Daud As Sijistani
Ali Ibnu Asykab
Ar Ramadi
 
Penerus
 
Ibnu Al Qadhi Ibnu Suraij menjadi hakim di Syiraz, dan menjadi teladan dengan penegakan keadilan dan moral. Dalam keilmuan ia mengungguli pendahulu-pendahulunya termasuk Al Muzani (gurunya) sendiri. Dia merupakan penulis yang produktif, karyanya mencapai 400 buah. Keilmuan yang tinggi dan kepribadiannya yang patut diteladani membuat para pencari ilmu berbondong-bondong datang untuk berguru kepadanya dan meneruskan sanda keilmuannya. Di antara para muridnya adalah:
 
Abu al-Qasim Ath-Thabrani
Abu Ahmad al-Ghithraifi
Abu al-Walid Hassan bin Muhammad al-Faqih
 
Perkataan Para Ulama tentang Ibnu Al Qadhi Ibnu Suraij
 
Abu 'Ashim al-'Ibadi mengatakan, "Ibnu Suraij adalah panutannya mazhab Syafi'i, pemilik ilmu yang mendalam, penulis kitab ushul dan fiqih, serta ahli matematika."
 
Abu Hafsh al-Muthawwi'i mengatakan, "Ibnu Suraij adalah pemimpin para ulama di masanya, dan para ulama sepakat atas kebaikannya. Dia juga layak dijuluki sebagai Imam Besar, Syafi'i junior, mujtahid mutlak dan pakar yang tidak ada tandingannya. Dialah ulama pertama yang menggagas ilmu dialektika dan psikologi massa dalam perdebatan."
 
Dalam kitab Ghayah al-Maram, Imam adh-Dhiya' al-Khatib mengatakan, "Abu al-'Abbas adalah tokoh mazhab Syafi'i yang mumpuni dalam ilmu kalam, sebagaimana pengetahuannya yang mendalam tentang fiqih."
 
As-Subki berkata, "Guru kami (adz-Dzahabi) menegaskan; prediksi Nabi Muhammad saw. bahwa setiap abad akan ada orang yang tampil sebagai reformis harus dipahami secara komprehensif. Artinya, orang tersebut bukan satu individu, tetapi sejumlah orang. Contohnya, reformis di abad ke 3 Hijriah adalah Ibnu Suraij di bidang fiqih, al-Asy'ari di bidang teologi, An-Nasai di bidang hadis."
Karya
 
Ar-Radd 'ala Ibni Dawud fi al-Qiyas.
Al taqrib bain Al Muzani wa asy-Syafi'i.
Ar Radd ‘ala Muhammad bin Hasan
Mukhtasar fi ahl fiqh
Ar radd ‘ala Isa bin Abban
Jawad al Qosyani.
 
 
Sumber: 1. Kitab Thabaqat ‘Ulama’ al-Hadits Juz 2 karya Abdul Hadi ad-Dimasyqi ash-Shalihi, hlm. 518-520. 2. Kitab Thabaqat Syafi’iyyah juz 1 karya ‘Imaduddin Ismail bin Umar Ibnu Katsir, hlm 188-190. 3. Ensiklopedia Imam Syafi’i karya Dr. Ahmad Nahrawi Abdussalam al-Indunisi, hlm. 573. 4. https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/6-masyaikh/imam-abul-abbas-ibnu-suraij-as-syafi-i-al-baghdad