Peutron Aneuk: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>")
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 5 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
 
(14 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 5:
 
== Asal Usul ==
Peutron Aneuk (dan tradisi Orang Aceh lainnya) merupakan bagian dari unsur kebudayaan Hindu. [[Agama Hindu]] lebih dahulu masuk ke bumi Aceh ketimbang [[Islam|Agama Islam]]. Meski tidak berkembang sepesat Islam, namuntetapi keberadaan agama Hindu tetap saja turut mempengaruhi kebudayaan dan adat istadatistiadat asli orang Aceh. Beberapa tradisi orang Aceh asli yang berakulturasi dengan kebudayaan Hindu adalah tradisi ''Peusijuek,'' upacara ''Boh Gaca'' (memberi inai), ''Kanduri Blang'' (syukuran ke sawah), termasuk upacara Peutron Aneuk itu sendiri{{Sfn|Riezal, dkk|(2018)|p=149 : “Sehingga ada beberapa kebudayaan masyarakat Aceh yang berakulturasi dengan kebudayaan Hindu, seperti tradisi Peu sijuek (tepung tawari), upacara boh gaca (memberi inai), kanduri blang (syukuran ke sawah) dan acara peutron aneuk (turun anak) ..."}}''.''
 
Namun seiringSeiring masuknya [[Islam di Indonesia|Ajaran Islam]] ke bumi Serambi Mekah, Peutron Aneuk dalam pelaksanaan dan maknanya kini disesuaikan dengan ajaran-ajaran agama Islam. Implikasinya, segala upacara adat orangOrang Aceh pasti dimulai dengan [[Basmalah|bismillah]]. Ada doa selamat dan lantunan [[Selawat|Shalawat]] kepada [[Muhammad|Nabi Muhammad SAW]]{{Sfn|Altas|(2017)|p=4 : “Namun masuknya islam ke Serambi Mekah upacara/ kepercayaan tersebut telah disesuaikan dengan nuansa keislaman. Segala sesuatu pekerjaan dimulai dengan bismillah dan doa selamat serta shalawat nabi ..."}}.
 
Upacara adat Peutron Anuek dipercaya Orangorang Aceh dilakukan turun-temurun sejak zaman pertengahan abad ke-13 Masehi, atau dimasa [[Kesultanan Samudera Pasai|Kesultanan Pasai]] (Kerajaan Islam Samudera Pasai) berkuasa. Diteruskan oleh [[Kesultanan Aceh|Kerajaan Aceh Darussalam]] (1496 - 1903), dan terus berlanjut hingga saat ini. Menurut catatan, [[Sultan Mansur Syah]]-Putri Raja Indra Bangsa pun turut melaksanan Patreun Aneuk, yakni ketika menyambut kelahiran bayi mereka yang dinamai [[Iskandar Muda dari Aceh|Sultan Iskandar Muda]] yang lahir pada tahun 1593 Masehi. Tentu saja upacara dilaksanakan dengan megah dan meriah. Prosesi tersebut lalu menginspirasi Orang Aceh sampai sekarang. Pada zaman itu jika bayinya laki-laki, biasanya meriam dibunyikan dnegan bersahut-sahutan. Para pendekar memotong tiga batang pisang dengan pedang. Aksi pendekar itu merupakan harapan agar si anak kelak menjadi orang yang pemberani, khususnya ketika berlaga di medan perang dan memiliki jiwa yang ksatria.<ref name=":2">{{Cite web|url=https://news.okezone.com/read/2014/11/02/340/1060117/tradisi-peutroen-aneuk-ada-sejak-kerajaan-samudera-pasai|title=Tradisi Peutroen Aneuk Ada Sejak Kerajaan Samudera Pasai|last=Mardira|first=Salman|date=2 November 2014|website=okezone|publisher=|access-date=22 Maret 2019}}</ref>
 
== Usia Bayi & Jenis Kelamin ==
Baris 16:
Bahkan untuk wilayah tertentu tradisi ini disepakati bersama dituangkan secara tertulis dalam hukum adat di daerah tersebut. Contoh untuk wilayah Kemukiman Cot [[Jeumpa, Bireuen|Jeumpa]] {{Sfn|Majelis Duek Pakat Kemukiman Cot Jeumpa & Imuem Mukim Cot Jeumpa|(2009)|p=26 : “Kenduri peutron aneuk: a. peutron aneuk sekalian syukuran; b. dilaksanakan saat usia anak tiga bulan atau lima bulan; c. boleh dilakukan pada usia anak sudah sampai tujuh bulan; ..."}} di Kabupaten Pidie, Kemukiman Glee Bruek{{Sfn|Majelis Duek Pakat Kemukiman Glee Bruek & Imuem Mukim Glee Bruek|(2009)|p=27 : “b. dilaksanakan saat usia anak tiga bulan atau lima bulan; c. boleh dilakukan pada usia anak sudah sampai tujuh bulan; ..."}} atau di Mukim Lhoong{{Sfn|Majelis Duek Pakat Kemukiman Lhoong & Imuem Mukim Lhoong|(2009)|p=30 : “a. peutron aneuk sekalian syukuran; b. dilaksanakan saat usia anak tiga bulan atau lima bulan; c. boleh dilakukan pada usia anak sudah sampai tujuh bulan; ..."}} tradisi ini dilakukan ketika bayi sudah berusia tiga bulan, lima bulan dan boleh dilakukan pada usia anak sudah sampai tujuh bulan. Pada [[Blang Me, Simpang Ulim, Aceh Timur|Kemukiman Blang Me]] ketentuan usia sama dengan Kemukiman (Gampong) Cot Jeumpa, bedanya Peutron Aneuk berlaku hanya untuk anak pertama saja{{Sfn|Majelis Duek Pakat Kemukiman Blang Me & Imuem Mukim Blang Me|(20XX)|p=40 : “Kenduri peutron aneuk: a. dilaksanakan saat usia anak tiga bulan atau lima bulan; b. boleh dilakukan pada usia anak sudah sampai tujuh bulan; c. dilakukan dengan membawa si anak turun dari rumah ke suatu tempat yang dianggap suci; d. peutron aneuk atau pengenalan dunia luar wajib dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan hanya berlaku pada anak pertama; ..."}}.
 
Hal berbeda soal umur berlaku pada Masyarakat Gampong Sawang. Mereka melakukannya dikaladi kala bayi berumur 44 hari{{Sfn|Maulida|(2017)|p=62 : “Dari hasil penelitian bahwa, “proses adat peutreun aneuk di Gampong Sawang diadakan setelah bayi berumur 44 hari dimana acara ini merupakan adat kebiasaan masyarakat yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu menjadi teadisi bagi para orang tua untuk mengenal anak tercintanya kepada seluruh masyarakat sekelilingnya ..."}}, Ketentuan tersebut berlaku juga untuk Gampong Kunyet{{Sfn|Majelis Duek Pakat Kemukiman Kunyet & Imuem Mukim Kunyet|(2013)|p=36 : “Kenduri peutron aneuk; a. Dilaksanakan saat usia anak 44 hari ..."}}. Sedangkan pada [[Suku Gayo|Masyarakat Gayo]], Peutron Aneuk dilakukan pada hari ke-7 setelah bayi lahir, berbarengan dengan tradisi Cuko’ok, Geuboh Nan dan Aqiqah. Dahulu bahkan dilaksanakan saat bayi berusia satu sampai dua tahun, apalagi jika bayi adalah anak sulung. Hal ini karena upacara Peutron Aneuk untuk anak pertama pasti lebih besar.<ref name=":7">{{Cite web|url=http://www.netralnews.com/news/rsn/read/113722/upacara-kelahiran-bayi-adat-aceh-sungguh-unik-tak-ada-bandingan|title=Upacara Kelahiran Bayi Adat Aceh, Sungguh Unik, Tak Ada Bandingan|last=Koten|first=Thomas|date=14 November 2017|website=netralnews|publisher=|access-date=25 Maret 2019|archive-date=2019-03-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20190325073900/http://www.netralnews.com/news/rsn/read/113722/upacara-kelahiran-bayi-adat-aceh-sungguh-unik-tak-ada-bandingan|dead-url=yes}}</ref>
 
Penerapan prosesi berbeda pada saat dituruntanahkan bergantung pula pada jenis kelamin. Jika bayi itu perempuan, para anggota keluarga menyapu dan menampi beras sebagai simbol dari kerajinan. DIharapkan kelak sang bayi perempuan itu menjadi anak yang rajin. Sebaliknya, jika bayi berjenis kelamin laki-laki, maka akan dilakukan prosesi mencangkul tanah dan mencincang batang pisang, keladi atau batang tebu. Harapannya agar kelak si anak menjadi seorang lelaki yang senantiasa bekerja keras dan berjiwa ksatria.<ref name=":0" />
Baris 29:
== Prosesi ==
Makna Peutron Aneuk secara luas adalah media untuk membangun tanggung jawab bersama terhadap tumbuh kembang si bayi.<ref name=":4">{{Cite web|url=https://news.okezone.com/read/2014/11/02/340/1060103/makna-di-balik-peutroen-anuek-puecicap|title=Makna di Balik Peutroen Anuek & Puecicap|last=Mardira|first=Salman|date=2 November 2014|website=okezone|publisher=|access-date=21 Maret 2019}}</ref> Upacara ini juga sebagai simbolisasi memperkenalkan lingkungan masyarakat kepada anak. Aceh merupakan tempat dimanadi mana Agama Islam dan adat menjadi dua pilar penting dalam kehidupan sosialnya. Tidak heran kebanyakan upacara adat orang Aceh mengandung unsur-unsur Islam, tidak terkecuali Petron Aneuk. [[Shalawat Nabi|Salawat Nabi]] (lagu-lagu islami), dan pembacaan [[Berzanji|Barzanji]] mengiringi bayi menuju tangga. Bayi digendong oleh [[Teungku]] Agam sambil memegang pedang.
 
Jika berjenis kelamin laki-laki maka yang menggendongnya adalah Teungku Agam (Teungku laki-laki). Sebaliknya, jika dia perempuan, yang menggendong adalah Teungku Inong (Teungku wanita). Sambil digendong bayi dipayungi oleh orang yang telah ditentukan sebelumnya. Saat melangkah di anak tangga pertama, yang berdiri di dekat Teungku Agam, membelah kelapa di atas payung. Belahan kelapa dilemparkan ke halaman sebelah kiri dan kanan. Setelah kelapa dibelah Teungku turun ke halaman rumah dengan lebih cepat. Ia pun mencincang dengan pedang pohon pisang dan pohon tebu yang sudah ditanam sebelumnya. Untuk anak perempuan prosesi mencincang tidak berlaku, makanya saat menggendong bayi Teungku Inong tidak memegang pedang{{Sfn|Samad|(2015)|p=121 : “Tujuan lebih lanjut dari upacara ini merupakan simbolisasi untuk memperkenalkan lingkungan masyarakat kepada anak ..."}}. Tidak berapa lama Teungku lalu menurunkan bayi di atas tanah. Saat kaki sang bayi menyentuh tanah diucapkan pula ''lagee tanoh nyoe teutap, beumeunankeuh teutap hate gata,'' selanjutnya bayi ditahtehkan (diajak berjalan) di atas tanah.<ref>{{Cite web|url=https://maa.acehprov.go.id/news/detail/anak-dalam-asuhan-adat|title=Anak Dalam Asuhan Adat|last=Zainun|first=Asnawi|date=|website=acehprov|publisher=|access-date=23 Maret 2019|archive-date=2019-03-26|archive-url=https://web.archive.org/web/20190326040500/https://maa.acehprov.go.id/news/detail/anak-dalam-asuhan-adat|dead-url=yes}}</ref>
 
Hal ini merupakan simbol perkenalan bayi dengan tanah dan lingkungan sekaligus harapan agar si bayi memiliki pendirian teguh dan iman yang kekal, sebagaimana sifat tanah, kekal. Teungku atau orang yang menjejakkan kaki bayi ke tanah biasanya akan mengucapkan secara lisan, diawali hitungan dari satu sampai tujuh. Ada juga yang sekadar meniatkan saja dalam hati sambil menyentuhkan kaki bayi ke bumi.<ref name=":4" /> Bayi kemudian digendong lagi dibawa menuju ke Meunasah, diikuti rombongan, lalu membasuhi muka bayi. Selesai itu rombongan kembali ke rumah, untuk kemudian menyerahkan kembali si bayi kepada ibunya{{Sfn|Samad|(2015)|p=121 : “Setelah itu ia menggendong lagi dan terus menuju ke meunasah dengan diikuti oleh rombongan. Mereka berkeliling meunasah, kemudian membasuhi muka bayi dengan air meunasah ..."}}
Baris 63:
== Aturan Adat Mukim & Gampong ==
 
* {{Cite web|url=http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|title=Pendokumentasian Aturan Adat Kemukiman Cot Jeumpa|last=Majelis Duek Pakat Kemukiman Cot Jeumpa & Imuem Mukim Cot Jeumpa|first=|date=2009|website=jkma-aceh|access-date=24 Maret 2019|ref={{sfnRef|Majelis Duek Pakat Kemukiman Cot Jeumpa & Imuem Mukim Cot Jeumpa(2009)}}|archive-date=2019-03-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20190327091114/http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|dead-url=yes}}
* {{Cite web|url=http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|title=Pendokumentasian Aturan Adat Kemukiman Blang Me|last=Majelis Duek Pakat Kemukiman Blang Me & Imuem Mukim Blang Me|first=|date=|website=jkma-aceh|access-date=24 Maret 2019|ref={{sfnRef|Majelis Duek Pakat Kemukiman Blang Me & Imuem Mukim Blang Me(20XX)}}|archive-date=2019-03-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20190327091114/http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|dead-url=yes}}
* {{Cite web|url=http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|title=Pendokumentasian Aturan Adat Kemukiman Kunyet|last=Majelis Duek Pakat Kemukiman Kunyet & Imuem Mukim Kunyet|first=|date=|website=jkma-aceh|access-date=24 Maret 2019|ref={{sfnRef|Majelis Duek Pakat Kemukiman Kunyet & Imuem Mukim Kunyet(2013)}}|archive-date=2019-03-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20190327091114/http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|dead-url=yes}}
* {{Cite web|url=http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|title=Pendokumentasian Aturan Adat Kemukiman Glee Bruek|last=Majelis Duek Pakat Kemukiman Glee Bruek & Imuem Mukim Glee Bruek|first=|date=|website=jkma-aceh|access-date=24 Maret 2019|ref={{sfnRef|Majelis Duek Pakat Kemukiman Glee Bruek & Imuem Mukim Glee Bruek(2009)}}|archive-date=2019-03-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20190327091114/http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|dead-url=yes}}
* {{Cite web|url=http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|title=Pendokumentasian Aturan Adat Kemukiman Lhoong|last=Majelis Duek Pakat Kemukiman Lhoong & Imuem Mukim Lhoong|first=|date=|website=jkma-aceh|access-date=24 Maret 2019|ref={{sfnRef|Majelis Duek Pakat Kemukiman Lhoong & Imuem Mukim Lhoong(2009)}}|archive-date=2019-03-27|archive-url=https://web.archive.org/web/20190327091114/http://www.jkma-aceh.org/peraturan/index.php?directory=PERATURAN%20TINGKAT%20MUKIM%20DAN%20GAMPONG&PHPSESSID=59bdde077b8cf12276c1aa09a87b8a1e|dead-url=yes}}
 
[[Kategori:Upacara adat di Indonesia]]