Perang Saudara Islam II: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan visualeditor-wikitext |
||
(14 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox
| conflict =
| partof = Perang Saudara Islam awal
| image=
| image_size = 330
| caption
| date = 680–692
| place = [[Semenanjung Arab]], [[Syam]], Irak
| result = Kemenangan dinasti Umayyah
| combatant1 = [[Kekhalifahan Umayyah]]
| combatant2 = [[Abdullah bin Zubair#Revolusi|Kekhalifahan Ibnu
| combatant3 = Pendukung
| commander1 = [[Yazid bin Mu'awiyah]]<br/>[[Muslim bin Uqbah]]<br/>[[Marwan bin al-Hakam]]<br/>[[Abdul Malik bin Marwan]]<br/>[[Ubaidullah bin Ziyad]] (686){{KIA}}<br/>[[Al-Hushain bin Numair]] (686){{KIA}}<br/>[[Al-Hajjaj bin Yusuf]]
|
| commander3 = [[Husain bin Ali]] (680) {{KIA}}<br/>[[Sulaiman bin Surad]] (685){{KIA}}<br/>[[Mukhtar ats-Tsaqafi]] (687){{KIA}}<br/>Ibrahim bin al-Asytar ''(Membelot)''
}}
{{Campaignbox Second Fitna}}
{{Campaignbox Islamic Civil Wars}}
'''Perang Saudara Islam II''' (atau disebut juga '''Fitnah Kedua'''){{efn|1=Kata ''fitnah'' ({{lang-ar|فتنة}}, "ujian" atau "cobaan") dalam konteks ini berasal dari Al-Qur'an dalam arti ujian Allah terhadap iman umat Muslim maupun sebagai hukuman Allah terhadap dosa-dosa mereka. Dalam sejarah Islam, kata ini digunakan untuk menyebut perang saudara ataupun pemberontakan yang mengakibatkan pecahnya kesatuan umat dan menguji keimanan.{{sfn|Gardet|1965|p=930}}}} adalah sebuah periode kekacauan politik dan militer yang melanda umat Islam pada masa-masa awal [[kekhalifahan Umayyah]]. Perpecahan ini terjadi setelah meninggalnya khalifah pertama Umayyah, yaitu [[Mu'awiyah bin Abu Sufyan|Muawiyah]] pada 680 dan berlangsung selama sekitar dua belas tahun. Dalam perang ini, Dinasti Umayyah berhasil mengalahkan dua kelompok penentangnya: pendukung keluarga Ali yang awalnya dipimpin [[Husain bin Ali]] dan dilanjutkan [[Sulaiman bin Surad]] serta [[Mukhtar ats-Tsaqafi]] di Irak, maupun kekhalifahan tandingan yang didirikan [[Abdullah bin
Perang ini berakar dari [[Perang Saudara Islam I]] (Fitnah Pertama). Setelah terbunuhnya khalifah ketiga [[Utsman bin Affan]], umat Islam mengalami perang saudara untuk memperebutkan kepemimpinan, yang utamanya melibatkan [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Mu'awiyah bin Abu Sufyan|Muawiyah bin Abi Sofyan]]. Setelah [[pembunuhan Ali]] pada 661 dan mundurnya penerusnya [[Hasan bin Ali]] pada tahun yang sama, Muawiyah menjadi penguasa tunggal umat Islam. Sebelum Muawiyah meninggal, ia menunjuk putranya [[Yazid bin Muawiyah|Yazid]] sebagai pewaris takhta. Tindakan ini banyak ditentang karena penunjukan penerus melalui garis keturunan belum pernah dilakukan dalam sejarah Islam. Hal ini memicu ketegangan sepeninggal Muawiyah dan setelah berpindahnya tampuk kekhalifahan ke tangan Yazid. Husain bin Ali diajak oleh pendukung keluarganya di Kufah untuk melengserkan Dinasti Umayyah, tetapi ia terbunuh dalam perjalanan ke Kufah dalam [[Pertempuran Karbala]] pada Oktober 680. Abdullah bin
Setelah peperangan ini, Abdul Malik melakukan perubahan struktur pemerintahan kekhalifahan Umayyah dengan meningkatkan kekuasaan pusat khalifah, serta mereformasi angkatan tentara dan birokrasi. Perkembangan yang terjadi selama perang saudara ini memperkuat perpecahan sektarian dan menyebabkan pengembangan doktrin-doktrin dalam agama Islam yang kelak menjadi bagian dari kelompok [[Islam Sunni|Sunni]] dan [[Islam Syiah|Syiah]]. Hingga saat ini Peristiwa Karbala yang terjadi dalam perang ini diperingati umat Muslim Syiah pada [[Hari Asyura]].
Baris 32 ⟶ 30:
=== Yazid menggantikan Muawiyah ===
Perjanjian antara Hasan dan Muawiyah mengakhiri perang saudara pertama, dan dilanjutkan dengan periode pemerintahan yang relatif tenang di bawah Muawiyah selama kurang lebih dua dasawarsa.{{sfn|Donner|2010|pp=170–171}} Pada periode ini, Muawiyah beserta para wali negerinya melanjutkan perluasan wilayah Islam, dan membangun institusi-institusi pemerintahan baru,{{sfn|Donner|2010|pp=171–172}} tetapi periode ini tidak menghasilkan aturan yang jelas mengenai pengangkatan khalifah-khalifah selanjutnya.{{sfn|Donner|2010|p=177}}{{sfn|Lewis|2002|p=67}} Isu pergantian kepempimpinan ini berpotensi menimbulkan masalah lagi seperti sebelumnya.{{sfn|Wellhausen|1927|p=140}} Menurut pakar sejarah Islam [[Bernard Lewis]]: "Preseden yang tersedia bagi Muawiyah dari sejarah Islam hanyalah pemilihan [melalui syura] dan perang saudara. Pilihan pertama sulit dilaksanakan, sedangkan pilihan kedua tentu saja banyak masalahnya."{{sfn|Lewis|2002|p=67}} Muawiyah bermaksud menyelesaikan masalah ini dengan menunjuk anaknya [[Yazid bin Muawiyah]] sebagai penerusnya. Pada 676, ia mengumumkan pencalonan Yazid, tetapi pewarisan kekuasaan belum pernah dilakukan dalam sejarah Islam sehingga hal ini banyak ditentang berbagai kalangan dan dianggap merusak institusi kekhalifahan menjadi sebuah kerajaan.{{sfn|Madelung|1997|p=322}}{{sfn|Kennedy|2016|p=76}} Muawiyah mengadakan majelis syura di Damaskus dan membujuk perwakilan berbagai wilayah melalui diplomasi, suap, serta ancaman.{{sfn|Lewis|2002|p=67}}{{sfn|Wellhausen|1927|pp=141–145}} Putra-putra dari para sahabat terkemuka, termasuk [[Husain bin Ali]], [[Abdullah bin
[[Berkas:2nd Fitna Battles.png|jmpl|Lokasi pertempuran-pertempuran dalam Perang Saudara Islam II|alt=Lokasi pertempuran ditandai dalam sebuah peta Timur Tengah]]
Sebelum Muawiyah meninggal pada April 680, ia memperingatkan Yazid bahwa Husain serta Ibnu
== Pemberontakan terhadap Yazid ==
Baris 45 ⟶ 43:
=== Perlawanan di Mekkah dan Madinah ===
{{main|Pertempuran al-Harrah|Pengepungan Mekkah (683)}}
Setelah tewasnya Husain, tantangan utama terhadap Yazid datang dari Abdullah bin
Ibnu Uqbah meninggal dalam perjalanan menuju Mekkah dan pasukan Umayyah lalu dipimpin [[
== Kekhalifahan tandingan Ibnu
{{main|Abdullah bin
Setelah wafatnya Yazid serta mundurnya pasukan Umayyah, Ibnu
=== Konflik memperebutkan Syam ===
[[Berkas:Approximate map of areas under Ibn al-Zubayr's control after the death of Muawiya II.png|jmpl|Perkiraan daerah kekuasaan Ibnu
Setelah wafatnya Yazid, kekhalifahan Umayyah berpindah ke tangan putranya yang telah ia tunjuk, [[Muawiyah bin Yazid|Muawiyah II]]. Namun, kekuasaan Muawiyah bin Yazid hanya terbatas ke sebagian wilayah Syam.{{sfn|Wellhausen|1927|pp=168–169}} Setelah jatuhnya Mesir dan semenanjung Arab ke tangan Ibnu
Naiknya Marwan menjadi titik balik di Syam karena ia berhasil mengukuhkan kekuasaan Umayyah di daerah tersebut. Ia mulai beralih mengembalikan kekuasaan Umayyah di wilayah lain.{{sfn|Kennedy|2016|p=80}} Marwan dan anaknya [[Abdul Aziz bin Marwan]] mengusir wali negeri Ibnu
=== Di kawasan timur ===
Pada masa sekitar kematian Yazid, wali negeri Umayyah di [[Sijistan]] (kini timur Iran) [[Yazid bin Ziyad]] mengalami pemberontakan dari Dinasti [[Zunbil]], penguasa bawahan Umayyah di [[Zabulistan]], ujung timur kekhalifahan. Para pemberontak berhasil menawan saudara sang wali negeri, Abu Ubaidah. Yazid bin Ziyad menyerang kubu Zunbil tetapi kalah dan terbunuh. Saudaranya yang lain, [[Salm bin Ziyad]], wali negeri [[Khurasan]] (kini di utara Iran serta sebagian Asia Tengah dan Afganistan), mengirim Thalhah bin Abdullah al-
[[Berkas:Silver dirham of Abd Allah ibn al-Zubayr 690-91.jpg|jmpl|upright=0.8|[[Dirham]] perak Ibnu
=== Perpecahan kubu Ibnu
Awalnya, Ibnu
== Para pendukung keluarga Ali ==
Baris 71 ⟶ 69:
=== Pemberontakan Mukhtar ats-Tsaqafi ===
Mukhtar banyak beraktivitas setelah ia terpecah dari kubu Ibnu
== Kemenangan kubu Umayyah ==
{{main|Pertempuran Maskin|Pengepungan Mekkah (692)}}
Setelah berkuasanya Marwan pada Juni 684, ia mengirim Ibnu Ziyad untuk merebut Irak, dan ia berhasil mengalahkan kaum Tawwabin di Ain al-Warda. Setelah kekalahan mereka di Marj Rahith, Banu Qais menyusun kembali kekuatannya di utara Irak, melanjutkan perang untuk mendukung Ibnu
Sebulan kemudian, pasukan Mukhtar yang telah mendapat bala bantuan ganti mengalahkan Ibnu Ziyad dalam Pertempuran Khazir.{{sfn|Wellhausen|1927|p=186}} Ibnu Ziyad sendiri terbunuh, sehingga Abdul Malik menunda rencananya merebut Irak dan memusatkan perhatiannya untuk mengukuhkan kekuasaannya di Syam.{{sfn|Kennedy|2016|p=81}} Posisinya di Syam terancam oleh konflik internal dan serangan dari [[Kekaisaran Romawi Timur|Romawi Timur]].{{sfn|Gibb, H. A. R.|1960|p=76}} Meskipun demikian, ia sempat memimpin dua serangan ke Irak (689 dan 690),{{sfn|Dixon|1971|pp=126–127}} dan pesuruhnya menghasut sebuah pemberontakan di Bashrah terhadap Ibnu
Setelah gencatan senjata dengan Romawi Timur dan mengatasi masalah internal di Syam, Abdul Malik kembali menolehkan perhatiannya ke Irak.{{sfn|Gibb, H. A. R.|1960|p=76}} Pada 691, ia mengepung benteng Banu Qais di utara Irak. Setelah gagal menembus pertahanan Banu Qais, ia berhasil mengajak kabilah tersebut untuk bergabung dengan menawarkan konsesi politik serta janji pengampunan atas pemberontakan mereka.{{sfn|Kennedy|2016|p=84}}{{sfn|Dixon|1971|pp=92–93}} Dengan sekutu baru ini Abdul Malik maju untuk menghadapi Mush'ab,{{sfn|Gibb, H. A. R.|1960|p=76}} yang posisinya di Irak mulai melemah. Kaum Khawarij melakukan serangan-serangan terhadap pemerintah di Persia, Irak dan Semenanjung Arab. Di Irak dan Persia, kelompok [[Azariqah]], salah satu faksi Khawarij, merebut Fars serta Kirman pada 685 dan terus menentang Mush'ab.{{sfn|Rotter|1982|p=84}}{{sfn|Kennedy|2016|p=84}} Penduduk Kufah dan Bashrah juga mulai membencinya akibat tindakan tangan besinya serta pembunuhan terhadap pendukung Mukhtar dan Abdul Malik.{{sfn|Lammens|Pellat|1993|pp=649–650}} Alhasil, mantan pengikut Ibnu
Setelah Irak dan wilayah sekitarnya jatuh ke tangan Abdul Malik, khalifah Umayyah tersebut mengirim panglimanya [[Al-Hajjaj bin Yusuf]] untuk menghadapi Abdullah bin
== Tinggalan sejarah ==
Baris 89 ⟶ 87:
Setelah memenangkan perang saudara, Abdul Malik mulai menata ulang sistem pemerintahan kekhalifahan. Muawiyah berkuasa melalui berbagai hubungan pribadi dengan tokoh-tokoh yang setia kepadanya dan tak banyak mengandalkan hubungan kekerabatan.{{sfn|Wellhausen|1927|p=137}} Walaupun ia telah memiliki tentara profesional di Syam, satuan ini hanya dikerahkan dalam serangan terhadap Romawi Timur. Di dalam negeri, ia mengandalkan kemampuan diplomasi untuk menjalankan perintahnya.{{sfn|Kennedy|2016|p=72}} Para wali negeri mengandalkan para pemuka suku (''asyraf'') setempat untuk berhubungan dengan masyarakat, alih-alih pegawai pemerintah.{{sfn|Crone|1980|p=31}} Kekuatan militer di daerah mengandalkan kabilah-kabilah setempat dan dipimpin oleh para ''asyraf''.{{sfn|Crone|1980|p=31}} Penguasa daerah dapat menyimpan pendapatan wilayahnya setelah mengirim sedikit upeti ke istana.{{sfn|Kennedy|2016|p=72}}{{sfn|Crone|1980|pp=32–33}} Sistem pemerintahan pra-Islam, termasuk bekas pejabat Persia dan Romawi Timur dipertahankan. Bahasa daerah digunakan sebagai bahasa resmi setempat, dan mata uang Romawi Timur maupun Persia digunakan di bekas daerah kedua imperium tersebut.{{sfn|Kennedy|2016|pp=75–76}}
Bagi Abdul Malik, membelotnya para ''asyraf'' seperti Dahhak dan Ibnu Khazim ke kubu Ibnu
=== Perpecahan Sunni-Syiah dan konsep Mahdi ===
Baris 98 ⟶ 96:
Perang Saudara II juga mengembangkan gagasan "[[Imam Mahdi]]" atau juru selamat akhir zaman dalam Islam.{{sfn|Arjomand|2016|p=34}} Mukhtar menyematkan gelar Mahdi ke putra Ali yang ia dukung, Muhammad bin al-Hanafiyyah.{{sfn|Arjomand|2016|p=34}} Walaupun gelar ini (secara harfiah: "yang mendapat petunjuk") sebelumnya pernah disematkan untuk Muhammad, Ali, Husain, dan tokoh-tokoh lain sebagai penghormatan, Mukhtar menggunakan istilah ini dalam arti seseorang yang mendapat petunjuk dari Allah untuk menjadi juru selamat umat Islam.{{sfn|Madelung|1986|p=1231}}{{sfn|Sachedina|1981|p=9}} Gagasan ini kelak diterima luas sebagai doktrin agama Islam, terutama dalam Islam Syiah.{{sfn|Hawting|2000|p=52}}
Pemberontakan Ibnu
=== Konflik antarsuku ===
Baris 118 ⟶ 116:
* {{EI2|last=Gibb|first=H. A. R.|author-link=H. A. R. Gibb|title=ʿAbd Allāh ibn al-Zubayr|volume=1|pages=54–55}}
* {{EI2|ref=harv|author=Gibb, H. A. R.|title=ʿAbd al-Malik b. Marwān|volume=1|pages=76–77}}
* {{cite book|ref=harv|last=Halm|first=Heinz|year=1997|title=Shia Islam: From Religion to Revolution|url=https://archive.org/details/shiaislamfromrel0000halm|translator=Allison Brown|publisher=Markus Wiener Publishers|location=Princeton|isbn=1-55876-134-9}}
* {{The First Dynasty of Islam|edition=2}}
* {{The History of al-Tabari|volume=19|url=https://archive.org/stream/TabariEnglish/Tabari_Volume_19}}
|