Kaghati: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Perubahan kosmetika |
k Menambah Kategori:Budaya Sulawesi Tenggara menggunakan HotCat |
||
(10 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Kaghati''' adalah layangan khas dari [[Pulau Muna]], [[Sulawesi Tenggara
== Asal Usul ==
Masyarakat Muna sudah mengenal dan memiliki bentuk [[Layang-layang|layangan]] tradisional yang bernama Kaghati. 'Kaghati' atau 'Kaghti' berarti layang-layang dalam bahasa setempat.<ref name="lifestyle.okezone.com">https://lifestyle.okezone.com/read/2013/05/27/408/813510/layang-layang-tertua-di-dunia-ada-di-pulau-muna</ref>
Layangan khas Pulau Muna ini memiliki perbedaan jika dibandingkan layangan biasa. Bahan dasar untuk membuat layangan ini adalah daun kolope. Kaghati dibuat secara tradisional dengan bahan-bahan yang berasal dari alam. Daun kolope atau umbi hutan sebagai bahan utama layarnya, kulit bambu untuk rangka, dan serat nanas hutan yang sudah dipintal menjadi tali.
Baris 10:
Kaghati diyakini sebagai peninggalan bersejarah yang telah berusia ribuan tahun. Layangan ini pun menjadi [[legenda]] di masyarakatnya.
Mereka memiliki kepercayaan bahwa Kaghati akan menjelma sebagai payung yang meneduhkan pemiliknya dari sinar matahari setelah meninggal dunia.<ref
Selain itu, Kaghati menjadi media hiburan bagi petani Muna pada masa lalu. Mereka biasanya menerbangkan layang-layang saat menjaga kebun.
Baris 16:
Masyarakat Pulau Muna biasanya menerbangkan Kaghati setelah panen raya. Layangan ini dapat disaksikan mengudara pada bulan Juni hingga September. Sebab, pada bulan-bulan itu angin timur sedang bertiup kencang.
Kaghati ini kedap air sehingga tahan berada di udara selama berhari-hari atau sekehendak pemiliknya kapan pun ingin diturunkan. Bila selama tujuh hari layang-layang yang diterbangkan tidak jatuh, pemilik layang-layang akan menggelar syukuran. Hobi ini telah ada sekitar 400 tahun di Muna. Bahkan, Pulau Muna telah beberapa kali menjadi tuan rumah festival layang-layang.<ref
Selain Kaghati, masyarakat Pulau Muna juga mengenal layangan bernama kamanu-manu. Layang-layang ini terbuat dari tiga helai daun kolope yang dirangkai dengan lidi (lio) dari bambu, dan dipasangi bulu ayam di sisi kiri dan kanannya.
Setiap layangan memiliki ukuran ''kamumu'' masing-masing sesuai seleranya. Suara yang dihasilkannya juga menjadi spesifik dan dapat mudah dikenali. ''Kamumu'' adalah semacam pita suara yang dibuat dari daun nyiur yang apabila ditiup angin akan bergetar dan menghasilkan bunyi khas, terutama saat layangan dibiarkan terbang pada malam hari.<ref
Bagi yang sering mendengar bunyi ''kamumu,'' dia akan segera dapat menebak pemilik layang-layang yang sedang terbang di langit.
Baris 27:
Membuat daun kolope menjadi kertas layang-layang tidaklah mudah. Kini hanya segelintir orang di Pulau Muna yang bisa membuat kaghati kolope. Kolope adalah tanaman yang familiar disebut gadung atau umbi hutan.
Kolope hanya merekahkan daunnya sekitar bulan Mei, saat musim penghujan tiba. Namun saat itu daun masih terlalu muda. Dan baru sekitar bulan Juli daun kolope sudah cukup matang untuk dipetik sebagai bahan layangan.<ref
Kualitas terbaik daun Kolope adalah dipetik saat daun menua lalu dipanaskan di atas bara api. Baru setelah itu daun dijemur selama dua hari. Hasilnya bahan layangan yang elastis dan kedap air.
Baris 40:
== Layangan Pertama di Dunia ==
Selama ini layang-layang asal negara [[Republik Rakyat Tiongkok|Cina]] atau Tiongkok diklaim sebagai yang tertua di dunia.<ref>{{Cite web |url=https://www.teen.co.id/read/4130/kaghati-layang-layang-pertama-di-dunia-ternyata-berasal-dari-indonesia |title=Salinan arsip |access-date=2017-12-10 |archive-date=2017-12-11 |archive-url=https://web.archive.org/web/20171211053339/https://www.teen.co.id/read/4130/kaghati-layang-layang-pertama-di-dunia-ternyata-berasal-dari-indonesia |dead-url=yes }}</ref>
Ketertarikan Wolfgang yang juga salah seorang Counsultant of Kite Aerial Photography Scientific Use of Kite Aerial Photography untuk meneliti keunikan Kaghati berawal dari sebuah festival layang-layang internasional, Berck sur Mer. Festival ini diselenggarakan di [[
Kaghati keluar sebagai juara pertama pada lomba layang-layang itu dan berhasil mengalahkan [[Jerman
Di dinding batu Gua Sugipatini, Wolfgang menemukan lukisan tangan manusia yang menggambarkan seseorang sedang menerbangkan layangan. Lukisan itu dibuat menggunakan tinta warna merah dari oker atau campuran tanah liat dengan getah pohon. Dia memperkirakan Kaghati telah berumur 4.000 tahun.<ref
Keberadaan lukisan di gua itu diperkirakan berasal dari masa 9.000 hingga 5.000 sebelum masehi (SM). Artinya, layangan itu lebih tua usianya dibandingkan permainan layang-layang di Tiongkok yang ditemukan pada 2.800 SM.<ref
Hasil penelitian Wolfgang ini telah dipublikasikan pada sebuah majalah di Jerman bertajuk ''The First Kitman'' pada 2003.
Kaghati kolope beberapa kali menjuarai festival layang-layang internasional.<ref>http://news.liputan6.com/read/2091862/6-negara-ramaikan-festival-layang-layang-sultra</ref>
Layangan ini sering kali diikutkan dalam berbagai festival layang-layang, baik dalam skala nasional maupun internasional.Kaghati pernah diterbangkan dalam Festival Layang-layang Nasional 2016 di [[Pantai Parangkusumo]], [[Kabupaten Bantul]], pada 27 dan 28 Agustus 2016. Festival yang diselenggarakan Perkalin (Perkumpulan Pekarya Layang-Layang Indonesia) dan Dinas Pariwisata ini diikuti 45 peserta. Para peserta datang dari berbagai daerah, mulai dari [[Jawa Tengah
Pada tahun 2014, Pemerintah Kabupaten Muna diminta untuk mengusulkan Kaghati, menjadi warisan dunia kepada [[Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB|UNESCO]]. Permintaan tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Leggong Indonesia, Sari Majid saat menghadiri pembukaan Festival Layang-layang Internasional di Raha.<ref>https://www.suara.com/lifestyle/2014/08/20/153130/kaghati-layang-layang-unik-dari-kabupaten-muna</ref>
== Rekor Dunia ==
Pertunjukan layang-layang menjadi salah satu suguhan di TAFISA Games 2016. Layang-layang daun kolope asal Sulawesi Tenggara berpeluang meraih rekor dunia.<ref>https://sport.detik.com/sport-lain/d-3316065/layang-layang-daun-kolope-dari-sulawesi-tenggara-berpeluang-catat-rekor-dunia</ref>
Layang-layang yang terbuat dari daun kolope itu berhasil diterbangkan di Arena Jakarta Garden City pada 8 Oktober 2016. Ukuran layang-layang itu 5 meter x 4,3 meter. Para pembuat layangan itu adalah La Masila, La Masili, Laode Pemusu, dan La Negara. La Masila bersaudara yang merupakan generasi ketiga pecinta layang-layang daun ini mengumpulkan sekitar1.300 daun kolope untuk dirajut.<ref
Layang-layang itu pun mampu mengudara lebih dari 20 menit, sebagai syarat untuk dicatat di [[Guinness World Records]].<ref
== Referensi ==
Baris 69:
{{reflist}}
[[Kategori:
[[Kategori:Budaya Sulawesi Tenggara]]
|