Sultanah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib) k menghapus Kategori:Gelar; menambahkan Kategori:Sultanah menggunakan HotCat |
Rescuing 0 sources and tagging 1 as dead.) #IABot (v2.0.9.5 |
||
(10 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Sultanah''' atau '''sultana''' ({{Lang-ar|سلطانه}} ''{{transl|ar|ALA|sulṭānah}}'', {{IPA-ar|səlˈtanə|pron}}) adalah bentuk wanita dari gelar [[sultan]] dan menjadi gelar resmi bagi wanita yang memimpin kesultanan dan istri utama sultan di beberapa wilayah. Penggunaan gelar sultanah berbeda-beda tergantung adat dan hukum di tiap-tiap kesultanan.
==
=== Penguasa monarki ===
Gelar ini digunakan secara resmi oleh beberapa wanita yang memimpin kesultanan.
==== Afrika Utara ====
==== Asia Tenggara ====
Di [[Aceh]], [[Indonesia]], terdapat lima Sultanas yang berkuasa:▼
Di Aceh Darussalam (sekarang bagian dari [[Indonesia]] dan [[Malaysia]]), terdapat empat orang sultanah yang memerintah:
* Sultanah [[Safiatuddin dari Aceh|Seri Ratu Ta'jul Alam Syafiatuddin Syah
* Sultanah [[Naqiatuddin dari Aceh|Seri Ratu
* Sultanah [[Zaqiatuddin dari Aceh|Seri Ratu Zaqiatuddin Inayat Syah]] (1678-1688).
* Sultanah [[Zainatuddin dari Aceh|Seri Ratu Kamalat Syah]] (1688-1699). Digantikan oleh suaminya atas fatwa dari Mufti Makkah.
==Lihat pula==▼
* Khadijah (1347–1363, 1364–1374, 1376–1380)
*[[Sultan]]▼
* Raadhafathi (1380)
* Dhaain (1383–1388)
* Kuda Kala Kamanafa’anu (1607–1609)
* Amina (1757–1759)
Pada tanggal 5 Mei 2015, [[Hamengkubuwono X]], Sultan dan Gubernur Yogyakarta, Indonesia, menetapkan anak perempuan tertuanya, GRA Nurmalita Sari (kemudian bergelar GKR Mangkubumi), sebagai putri mahkota. Jika dia naik tahta, sangat mungkin dia akan menyandang gelar sultanah dan menjadi wanita Jawa pertama yang menyandang gelar tersebut.
=== Permaisuri sultan ===
[[Berkas:Her Majesty Sultanah Terengganu Tuanku Nur Zahirah.jpg|jmpl|ka|[[Sultanah Nur Zahirah]], permaisuri Negeri [[Terengganu]]. Menjadi sultanah sebagai istri [[Mizan Zainal Abidin dari Terengganu|Sultan Mizan Zainal Abidin]].]]
Sultanah juga pernah digunakan secara resmi sebagai gelar untuk istri sultan. Antara tahun 1914 dan 1922, penguasa Mesir dari dinasti Muhammad Ali menggunakan gelar sultan dan istri mereka menyandang gelar sultanah secara resmi.<ref>{{cite journal |last=Rizk |first=Yunan Labib |date=13–19 April 2006 |title=A palace wedding |journal=Al-Ahram Weekly |issue=790 |url=http://weekly.ahram.org.eg/2006/790/chrncls.htm |accessdate=2010-02-27 |quote=... Britain granted the rulers among the family the title of sultan, a naming that was also applied to their wives. |archive-date=2014-08-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20140801102047/http://weekly.ahram.org.eg/2006/790/chrncls.htm |dead-url=yes }}</ref>
Sultanah juga merupakan gelar bagi istri pemimpin beberapa negara bagian di Malaysia.
* Sultanah Kalsom binti Abdullah, istri kedua Sultan Ahmad Syah. Menjadi [[Pahang|Sultanah Pahang]] mulai 30 September 1992.
* Sultanah Nur Zahirah, istri Mizan Zainal Abidin, Sultan Trengganu. Menjadi [[Terengganu|Sultanah Terengganu]] pada 12 Juli 1998.
* Sultanah Haminah Hamidun, istri kedua Abdul Halim, Sultan Kedah. Menjadi Sultanah Kedah pada 21 November 2003 setelah pendahulunya meninggal.
== Klaim ==
Gelar sultanah juga sering digunakan untuk merujuk pada wanita yang tidak pernah menyandang gelar ini secara resmi.
Pada abad pertengahan, [[Syajaruddur]] berkuasa pada tahun 1250 atas Mesir, mengakhiri masa kekuasaan keturunan [[Shalahuddin Al-Ayyubi]] di kawasan tersebut.<ref>{{cite book |last=Hitti |first=Philip Khuri |authorlink=Philip Khuri Hitti |title=History of Syria: including Lebanon and Palestine |chapter-url=http://books.google.com/books?id=91YymsCw5DIC&pg=PA629 |accessdate=2010-03-01 |edition=2nd |origyear=1951 |year=2004 |publisher=Gorgias Press |location=Piscataway, NJ |isbn=978-1-59333-119-1 |oclc=61240442 |page=629 |chapter=Chapter XLVII: Ayyūbids and Mamlūks }}{{Pranala mati|date=Juli 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Walaupun beberapa sumber menyatakan bahwa dia menyandang gelar sultanah,<ref>{{cite book |editor-last=Meri |editor-first=Josef W. |title=Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia |url=http://books.google.com/books?id=LaV-IGZ8VKIC&pg=PA730 |accessdate=2010-03-01 |volume=Volume 2: L–Z, index |year=2006 |publisher=Routledge |location=New York |isbn=978-0-415-96692-4 |oclc=314792003 |page=730 |quote=... Shajar al-Durr was proclaimed sultana (the feminine form of sultan) of the Ayyubid dominions, although this was not recognized by the Syrian Ayyubid princes.}}</ref> ''The Cambridge History of Islam'' menolak pernyataan tersebut dan menyatakan "bentuk wanita, sultanah, tidak dikenal di Arab: gelar ''sulṭān'' muncul pada koin Syajaruddur yang masih tersisa."<ref>{{cite book |editor1-last=Holt |editor1-first=P. M. |editor2-last=Lambton |editor2-first=Ann K. S. |editor3-last=Lewis |editor3-first=Bernard |editor3-link=Bernard Lewis |title=The Cambridge History of Islam |url=http://books.google.com/books?id=4AuJvd2Tyt8C&pg=PA210 |accessdate=2010-03-01 |year=1977 |publisher=Cambridge University Press |isbn=978-0-521-29135-4 |oclc=3549123 |page=210}}</ref>
Raziya al-Din, yang sering disebut sebagai [[Razia Sultana|Razia Sultan]], adalah Sultan Delhi di [[India]] dari 1236 sampai Mei 1240. Sebagaimana beberapa putri pada masa itu, dia dilatih untuk memimpin pasukan dan mengurus kerajaan bila diperlukan.<ref name="herstory">Gloria Steinem (Introduction), [http://www.crescentlife.com/thisthat/feminist%20muslims/razia.htm ''Herstory: Women Who Changed the World,''] eds. Deborah G. Ohrn and Ruth Ashby, Viking, (1995) p. 34-36. ISBN 978-0670854349 {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20090827171625/http://www.crescentlife.com/thisthat/feminist%20muslims/razia.htm |date=2009-08-27 }}</ref> Dia adalah pemimpin perempuan pertama dari [[Kesultanan Delhi]].<ref name=t>[http://dsal.uchicago.edu/reference/gazetteer/pager.html?objectid=DS405.1.I34_V02_404.gif Table of Delhi Kings: Muazzi Slave King] The Imperial Gazetteer of India, 1909, v. 2, ''p. 368.''.</ref> Dia menolak disebut sultanah lantaran makna sultanah di tempat itu bermakna "istri sultan," dan dia menggunakan gelar sultan sebagaimana penguasa laki-laki yang lain.<ref>{{cite book|last1=O’Brien|first1=Derek|title=Derek Introduces: 100 Iconic Indians|publisher=Rupa Publications|isbn=8129134136}}</ref> Sebagaimana Syajaruddur, Raziya juga sering disebut sultanah oleh Barat, sangat mungkin untuk membedakannya dengan sultan pria.
=== Kesultanan Utsmani ===
Sejak abad keenam belas, gelar sultan digunakan tidak hanya disandang oleh kaisar, tetapi juga anggota dinasti yang lain. Para putri menyandang gelar sultan di belakang namanya (misal: [[Mihrimah Sultan]]). Gelar ibu suri adalah [[valide sultan]] dan gelar ini juga disandang setelah namanya (misal: [[Ayşe Hafsa Sultan|Ayşe Hafsa Valide Sultan]]). Gelar bagi permaisuri adalah [[haseki sultan]] dan juga disandang setelah namanya (misal: [[Hürrem Sultan|Hürrem Haseki Sultan]]). Penggunaan ini menegaskan konsep Utsmani bahwa kekuasaan berada merupakan hak khusus keluarga Utsmani.<ref>{{cite book |title=The Imperial Harem: Women and Sovereignty in the Ottoman Empire |last=Peirce |first=Leslie P. |publicationplace=New York |publisher=Oxford University Press |year=1993 |isbn=0-19-507673-7 |location= |pages=}}</ref> Namun Barat kerap menerjemahkan gelar resmi mereka, ''sultan'', menjadi ''sultanah'', sangat mungkin untuk membedakan mereka dari Kaisar Utsmani.
▲== Lihat pula ==
* [[Valide sultan]]
▲* [[Sultan]]
* [[Ratu]]
* [[Permaisuri]]
* [[Ibu suri]]
== Catatan kaki ==
{{Reflist}}
[[Kategori:Gelar bangsawan]]
[[Kategori:Penguasa monarki]]
[[Kategori:Gelar kerajaan]]
|