== Rangkaian pertunjukan ==
Kesenian rakyat Panjidur, disadur dari cerita ''[[serat menak]]'', yang bercerita tentang ''[[Amir Ambyah]]'' dalam lakon ini sering juga disebut [[Wong Agung Jayengrana.|''Wong Agung Jayengrana''.]] Mempunyai dua komandan prajurit andalannya, yakni ''Umarmaya'' dan ''Umarmadi''.<ref name=":2">{{Cite web|url=https://budayajawa.id/kesenian-panjidor-yogyakarta/|title=Kesenian Panjidor Yogyakarta - Informasi Budaya Jawa Kesenian Panjidor Yogyakarta|date=2018-12-12|website=Informasi Budaya Jawa|language=id-ID|access-date=2019-03-27}}</ref> Digambarkan ''Umarmaya'' dan ''Umarmadi'' sedang melatih prajuritnya dalam olah keterampilan berperang. Para [[prajurit]] yang sedang berlatih tersebut memakai kostum seperti [[Militer|tentara]], dengan pakaian [[celana hitam]], [[kain]], [[ikat pinggang]], [[kaossarung tangan]] warna putih, baju putih lengan panjang, lengkap dengan aksesori pangkat, topi pet, dan [[kacamata]] hitam. Ragam gerak para [[prajurit]] itu dikembangkan menjadi suatu pola tari yang mempunyai [[simbol]] dan [[makna]]. Sehingga, walaupun sesederha, ragam gerak tersebut memberikan aksen-aksen semakin dinamis. [[Pola lantai]]<nowiki/>nya pun dikembangkan tidak lagi sejajar dan berbaris, tetapi bisa menjadi diagonal, lingkaran, pecah, dan rakit. Kebutuhan p[[properti|roperti]], meliputi senapan yang terbuat dari kayu yang bisa dibawa dan diputar, serta bisa memberi kesan tembakan seperti senapan yang utuh. Sedangkan untuk perlengkapan alat musiknya antara lain, [[Kendhang|kendang]], [[bedug]], [[rebana]], dan perkembangannya memakai ''[[drumset]]''. Dengan diiringi rampak tetabuhan musik ''hadrah'' yang bernuansa Islami. Alunannya terdengar lirih, tetapi terkadang juga bisa cepat dan keras beriringan mengikuti tabuhan rebana bersama jidor, dan stambul yang saling berganti. Jumlah penari, biasanya mencapai 20 orang, yang diperankan oleh laki-laki.<ref name=":1">{{Cite web|last=Media|first=Harian Jogja Digital|date=2015-05-21|title=Tari Tradisional: Panjidur Langen Kridotomo, Simbol Semangat Juang Generasi Muda|url=https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2015/05/21/514/606495/tari-tradisional-panjidur-langen-kridotomo-simbol-semangat-juang-generasi-muda|title=TARI TRADISIONAL : Panjidur Langen Kridotomo, Simbol Semangat Juang Generasi Muda|last=Media|first=Harian Jogja Digital|date=2015-05-21|website=Harianjogja.com|access-date=2019-03-27}}</ref> Kesenian Panjidor ditampilkan di malam hari, dengan jalan cerita yang utuh. Untuk keperluan ini, mereka kerap menghadirkan beberapa penari perempuan sebagai daya tariknya. Honorarium untuk kelompok ini biasa mematok harga sekitar 5-6 juta rupiah.<ref name=":1" /> Pertunjukan ini dibagi menjadi tiga bagian.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Sayuti|first=Suminto A.|last2=Ratmoko|first2=Suhari|date=2018|title=PERKEMBANGANPerkembangan FUNGSIFungsi DANdan BENTUKBentuk PENYAJIANPenyajian KESENIANKesenian PANJIDURPanjidur LANGENLangen KRIDOKrido TOMOTomo DIdi DUSUNDusun JAMBONJambon DONOMULYODonomulyo NANGGULANNanggulan KULONPROGOKulonprogo|url=http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/tari/article/view/13588|journal=Pendidikan Seni Tari - S1|language=id|volume=7|issue=2}}</ref> Bagian pertama, seorang ''rois'' memberikan aba-aba kepada [[penari]] untuk melakukan penghormatan. Bagian kedua, bagian ini merupakan inti dari pertunjukan dimana terdapat salah satu penari yang mengalami ''intrance''. Kemudian pada bagian akhir ''rois'' kembali memberikan aba-aba kepada penari untuk memberikan salam penutup.
== Fungsi pertunjukan ==
'''Periode Pertama'''<ref name=":3" /> ▼
▲'''=== Periode Pertama '''<ref name= ":3" />==
Kesenian Panjidur pada periode pertama berfungsi sebagai tuntunan, media [[dakwah]], dan syiar agama [[Islam]], sehinga dalam penyajiannya hanya menggunakan busana dan rias yang sederhana. Busana yang dipakai pada masa periode pertama yaitu celana hitam kain, baju putih, srempang, slepe dan topi (pet).<ref name=":3" />
'''=== Periode Kedua'''<ref name=":3" />==
Periode kedua kesenian Panjidur telah mengalami sedikit perkembangan. Fungsi dari kesenian Panjidur pada periode kedua ini telah bergeser atau berkembang dari dakwah syiar agama islam[[Islam]] menjadi hiburan. <ref name=":3" />▼
'''=== Periode Ketiga '''<ref name= ":3" />==▼
▲Periode kedua kesenian Panjidur telah mengalami sedikit perkembangan. Fungsi dari kesenian Panjidur pada periode kedua ini telah bergeser atau berkembang dari dakwah syiar agama islam menjadi hiburan.
Periode ketiga sampai sekarang kesenian Panjidur selain besrfungsiberfungsi sebagai media [[dakwah ]], juga berfungsi sebagai hiburan. <ref name=":3" />▼
▲'''Periode Ketiga'''<ref name=":3" />
▲Periode ketiga sampai sekarang kesenian Panjidur selain besrfungsi sebagai media dakwah juga berfungsi sebagai hiburan.
== Isi cerita ==
Cerita utamanya adalah permusuhan antara ''Wong Agung Jayeng Rana'' yang beragama [[Islam]] dengan Prabu Nursewan yang belum memeluk agama Islam.<ref name=":2" /> Sehingga cerita yang melatarbelakangi banyak berasal dari kisah kepahlawankepahlawanan atau heroisme, penaklukan perang oleh pasukan paserbumi sebagai prajurit [[perang]] dalam kesenian Panjidor.
== Referensi ==
|