Aswatama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(6 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = AshwatthamaAswatama withBalinese Vyasapainting.jpg
| Caption = Ilustrasi Aswatama (kiri)menurut danlukisan ResiBali. Nama Aswatama ditulis 'Bangbang Swatama' dalam [[Byasaaksara Bali]].
| Nama = Aswatama
| Devanagari = अश्वत्थामा
Baris 11:
| Gelar = ''maharathi''
| Tempat = [[Hastinapura]]; [[Kerajaan Panchala|Panchala]]
| Kasta = [[brahmana-kesatria]]
| Golongan = [[ciranjiwi]]
| Ayah = [[Drona]]
Baris 18:
Dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', '''Aswatama''' {{Sanskerta|अश्वत्थामा|Aśvatthāmā}} alias '''Droni''' {{Sanskerta|द्रौनि|Drauni}} adalah seorang [[brahmana]]-[[kesatria]], putra [[Drona]] dengan Krepi. ''Mahabharata'' menceritakannya sebagai putra kesayangan Drona. Dalam [[mitologi Hindu]], ia dikenal sebagai salah satu dari tujuh [[ciranjiwi]] (makhluk abadi), yang dikutuk untuk hidup selamanya tanpa memiliki rasa cinta, setelah melakukan pembunuhan terhadap lima putra [[Pandawa]] dan mencoba menggugurkan janin yang dikandung oleh [[Utari]], istri [[Abimanyu]].
 
''Mahabharata'' mendeskripsikan Aswatama sebagai lelaki bertubuh tinggi, dengan kulit gelap, bermata hitam, dan dilekati oleh sebuah permata di dahinya. Sebagaimana [[Bisma]], [[Drona]], [[Krepa]], [[Karna]], dan [[Arjuna]], ia merupakan seorang ahli ilmu perang dan dipandang sebagai salah satu kesatria ulung pada masanya.<ref>K M Ganguly(1883-1896)[http://www.sacred- texts.com/hin/m08/m08020.htm The Mahabharata,Book 8 Karna Parva,SECTION 20] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170220175602/http://acn.com.ve/ |date=2017-02-20 }} sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref> Aswatama juga menyandang gelar ''maharathi'', dan merupakan salah satu jenderal andalan [[Korawa]] dalam [[perang Kurukshetra]].<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m05/m05168.htm The Mahabharata,Book 5 Udyoga Parva,Section CLXVIII] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref> Setelah perang di [[Kurukshetra]] berakhir, hanya ia bersama [[Kertawarma]] dan [[Krepa]] yang menjadi [[:wikt:sintas|penyintas]] dari pihak [[Korawa]]. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah [[Pandawa]] saat tengah malam dan melakukan pembantaian membabi buta.
 
Seperti halnya Resi [[Parasurama]] dan Resi [[Byasa]], Aswatama juga dikenal sebagai [[resi]] terkemuka. Menurut mitologi Hindu, Aswatama akan menjabat sebagai penyandang gelar ''wyasa'' pada [[Yuga|mahayuga]] ke-29, di [[manwantara]] ke-7. Aswatama juga akan menjabat sebagai salah satu resi di antara tujuh resi agung (''[[Saptaresi]]'') pada manwantara ke-8.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m13/m13b115.htm The Mahabharata,Book 13 Anusasana Parva,SECTION CL] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref>
Baris 47:
 
=== Senjata Narayanastra ===
 
[[Berkas:Ashwatthama uses Narayanastra.jpg|jmpl|Ilustrasi Aswatama menggunakan senjata Narayanastra, dari kitab ''Mahabharata'' terbitan Gorakhpur Geeta Press.]]
Setelah mengetahui bahwa ayahnya terbunuh karena suatu tipuan, Aswatama pun murka. Ia mengeluarkan senjata [[Narayanastra]] untuk memusnahkan Pandawa. Pengeluaran senjata tersebut diiringi dengan tiupan angin kencang, sambaran petir, dan kemunculan jutaan [[anak panah]] yang siap menyasar setiap orang bersenjata di kubu Pandawa. Hal tersebut menggentarkan pihak Pandawa, sampai akhirnya Kresna menyuruh semua orang di kubu Pandawa untuk menjatuhkan senjata dan bersikap menyerah kepada Narayanastra. Sebagai [[awatara]] [[Wisnu]] ([[Narayana]]), Kresna tahu bahwa Narayanastra hanya menyerang orang-orang yang bersenjata saja. Setelah semua orang di kubu Pandawa menjatuhkan senjata, Narayanastra pun kehilangan target serangannya, lalu kembali kepada Aswatama. Saat pertempuran berlanjut kembali, Duryodana menyuruh Aswatama agar mengeluarkan Narayanastra sekali lagi, tetapi Aswatama menerangkan bahwa apabila senjata tersebut dipakai lagi, maka pemakainyalah yang akan menjadi sasaran.
 
Baris 58:
Terinsiprasi dari [[burung hantu]] yang menyambar [[gagak]] di tengah malam, Aswatama menggagas untuk melakukan serangan pada malam hari. Namun niatnya ditentang oleh Krepa karena itu merupakan perbuatan yang tidak adil. Aswatama pun mengutarakan bahwa peperangan memang tidak adil, dan semua pihak memang tidak adil. Pada akhirnya Krepa dan Kertawarma tetap mengikuti instruksi Aswatama untuk melakukan serangan malam di perkemahan para Pandawa. Di pintu gerbang perkemahan, mereka bertiga dihadang raksasa penjaga. Segala senjata yang diluncurkan Aswatama tidak mampu mengalahkan makhluk itu. Kemudian Aswatama memohon bantuan Dewa [[Siwa]]. Sang dewa muncul lalu memberikan kesaktian bagai [[Rudra]] kepada Aswatama, yang membuatnya tak terkalahkan dan berhasil merangsek masuk dengan mudah ke perkemahan Pandawa.
 
Pertama-tama, Aswatama mencari tenda [[Drestadyumna]] lalu membunuhnya. Keributan yang terjadi membuat [[SrikandiYudamanyu]] dan [[PancakumaraUtamoja]] (lima putra Pandawa) bangun lalu bergegas ke tenda Drestadyumna. Namun mereka terbunuh oleh Aswatama yang telah mendapatkan kekuatan dari Siwa. Aswatama juga membunuh [[YudamanyuPancakumara]] (lima putra Pandawa), [[UtamojaSrikandi]], dan para kesatria yang ada di perkemahan, kemudian mengamuk bagaikan Rudra. Sementara itu, Krepa dan Kertawarma berjaga di gerbang perkemahan, dan membunuh para prajurit yang melarikan diri dari amukan Aswatama.
 
Setelah melakukan pembantaian di perkemahan Pandawa, ketiga kesatria kembali menghadap Duryodana dan menyatakan bahwa para perwira [[kerajaan Panchala|Panchala]] (Drestadyumna, Srikandi, Yudamanyu, Utamoja) telah binasa, dan anak-anak para Pandawa telah punah. Duryodana merasa senang mendengarkan berita keberhasilan Aswatama; sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh [[Bisma]], [[Drona]], dan [[Karna]] untuknya. Tak lama kemudian, Duryodana menghembuskan napas terakhirnya. Aswatama, Krepa, Kertawarma, beserta para prajurit Korawa yang tersisa melaksanakan upacara [[kremasi|pembakaran jenazah]] untuknya.
 
===Konfrontasi terakhir===
[[File:Draupadi and Ashvatthaman, Punjab Hills c. 1730.jpg|right|360px|thumb|Lukisan dari [[Punjab]], menggambarkan [[Dropadi]] menerima permata dari lima [[Pandawa]] (kiri), yaitu permata yang sebelumnya melekat di dahi Aswatama (kanan) sebagai tanda kekalahan brahmana tersebut.]]
[[Berkas:Narada and Vyasa came to stop Brahmasironamakastra used by Aswatthama and Arjuna.jpg|ka|jmpl|[[Narada]] dan [[Byasa]] menghentikan senjata brahmastra yang dilepaskan [[Arjuna]] dan Aswatama, serta melerai mereka berdua.]]
Pada saat serangan malam, [[Pandawa]] sedang tidak berada di perkemahan sehingga selamat dari amukan Aswatama. Seorang kusir kereta Drestadyumna berhasil meloloskan diri dari serangan Krepa dan Kertawarma di pintu gerbang. Ia melaporkan kejadian kepada Yudistira sehingga para Pandawa bergegas kembali ke perkemahan mereka. Ketika kembali, mereka mendapati bahwa perkemahan telah porak poranda. Sementara itu, Aswatama mengungsi ke asrama [[Resi]] [[Byasa]] setelah menyesali perbuatannya. Pandawa memburu Aswatama hingga ke asrama sang bagawan. Di sana, ia bertarung dengan [[Arjuna]].
 
Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata Brahmastra, yang dulu ingin ditukar dengan cakra milik [[Kresna]] namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, Resi Byasa menyuruh agar kedua kesatria tersebut menarik senjatanya kembali. Sementara Arjuna berhasil melakukannya, Aswatama yang belum diberi pengetahuan untuk menarik Brahmastra diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Aswatama mengarahkan senjatanya menuju rahim [[Utari]] (menantu Arjuna) yang sedang hamil, dengan tujuan memutus garis keturunan Pandawa. Senjata itu berhasil membakar janin Utari, tetapi Kresna menghidupkannya lagi.
 
== Kutukan bagi Aswatama ==