Aswatama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(24 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{TMH Infobox|
| Image = Aswatama Balinese painting.jpg
| Caption = Ilustrasi Aswatama dalam sebuahmenurut lukisan IndiaBali. Nama Aswatama ditulis 'Bangbang Swatama' dalam [[aksara Bali]].
| Nama = Aswatama
| Devanagari = अश्वत्थामा; अश्वत्थामन्
| Ejaan_Sanskerta = Aśvatthāmā; Aśvatthāman
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Nama_lain = Droni, Droniyana;, Acaryanandana;, Acaryaputra
| Senjata = panah, [[Narayanastra]], [[Brahmastra]]
| Kitab = ''[[Mahabharata]]'', ''[[Purana]]''
| Gelar = ''maharathi''
| Tempat = [[Hastinapura]]; [[Kerajaan Panchala|Panchala]]
| Kasta = Ksatriya
| ProfesiKasta = Kesatria[[brahmana]]
| OrangtuaGolongan = [[Dronaciranjiwi]] dan Krepi
| Ayah = [[Drona]]
| Ibu = Krepi
}}
Dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', '''Aswatama''' ([[{{Sanskerta]]: |अश्वत्थामा, ''|Aśvatthāmā'')}} ataualias '''AshwatthamanDroni''' ({{Sanskerta|द्रौनि|Drauni}} adalah seorang [[Sanskertabrahmana]]-[[kesatria]]: अश्वत्थामन्, ''Aśvatthāman'') adalah putra [[Drona]] dengan Krepi. Sebagai''Mahabharata'' menceritakannya sebagai putra tunggal,kesayangan Drona. sangatDalam menyayanginya.[[mitologi IaHindu]], ia jugadikenal merupakansebagai salah satu dari tujuh [[Ciranjiwinciranjiwi]] (makhluk abadi), karenayang dikutuk untuk hidup selamanya tanpa memiliki rasa cinta., Saatsetelah [[perangmelakukan dipembunuhan Kurukshetra]]terhadap berakhir,lima hanya ia bersamaputra [[KertawarmaPandawa]] dan [[Krepa]]mencoba yangmenggugurkan bertahanjanin hidup.yang Olehdikandung karenaoleh dipenuhi dendam atas kematian ayahnya[[Utari]], ia menyerbu kemahistri [[PandawaAbimanyu]] saat tengah malam dan melakukan pembantaian membabi buta.
 
''Mahabharata'' mendeskripsikan Aswatama sebagai lelaki bertubuh tinggi, dengan kulit gelap, bermata hitam, dan dilekati oleh sebuah permata di dahinya. Sebagaimana [[Bisma]], [[Drona]], [[Krepa]], [[Karna]], dan [[Arjuna]], ia merupakan seorang ahli ilmu perang dan dipandang sebagai salah satu kesatria ulung pada masanya.<ref>K M Ganguly(1883-1896)[http://www.sacred- texts.com/hin/m08/m08020.htm The Mahabharata,Book 8 Karna Parva,SECTION 20] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20170220175602/http://acn.com.ve/ |date=2017-02-20 }} sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref> Aswatama juga menyandang gelar ''maharathi'', dan merupakan salah satu jenderal andalan [[Korawa]] dalam [[perang Kurukshetra]].<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m05/m05168.htm The Mahabharata,Book 5 Udyoga Parva,Section CLXVIII] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref> Setelah perang di [[Kurukshetra]] berakhir, hanya ia bersama [[Kertawarma]] dan [[Krepa]] yang menjadi [[:wikt:sintas|penyintas]] dari pihak [[Korawa]]. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah [[Pandawa]] saat tengah malam dan melakukan pembantaian membabi buta.
Kemunculan tokoh Aswatama jarang muncul dalam kitab ''[[Mahabharata]]''. Kisahnya yang terkenal adalah pembunuhan terhadap lima putera [[Pandawa]] dan janin yang dikandung oleh [[Utari]], istri [[Abimanyu]]. Janin tersebut berhasil dihidupkan kembali oleh [[Kresna]], namun lima putera Pandawa tidak terselamatkan nyawanya.
 
Seperti halnya Resi [[Parasurama]] dan Resi [[Byasa]], Aswatama juga dikenal sebagai [[resi]] terkemuka. Menurut mitologi Hindu, Aswatama akan menjabat sebagai penyandang gelar ''wyasa'' pada [[Yuga|mahayuga]] ke-29, di [[manwantara]] ke-7. Aswatama juga akan menjabat sebagai salah satu resi di antara tujuh resi agung (''[[Saptaresi]]'') pada manwantara ke-8.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m13/m13b115.htm The Mahabharata,Book 13 Anusasana Parva,SECTION CL] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-02-11</ref>
 
== Arti nama ==
Menurut ''Mahabharata'', Aswatama berarti "bersuara [seperti] kuda".<ref>http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01132.htm</ref><ref>http://www.sacred-texts.com/hin/m07/m07193.htm</ref><ref>http://www.google.co.in/search?hl=en&as_q=&as_epq=horse-voiced&as_oq=&as_eq=&as_nlo=&as_nhi=&lr=&cr=&as_qdr=all&as_sitesearch=http%3A%2F%2Fwww.sacred-texts.com&as_occt=any&safe=images&tbs=&as_filetype=&as_rights=</ref> Ia diberi nama demikian karena tangisannya saat lahir seperti suara ringkikan kuda.<ref>http://spokensanskrit.de/index.php?tinput=azvatthAma&direction=SE&script=HK&link=yes&beginning=</ref> Ia juga dikenal sebagai Acaryanandana (आचार्यनन्दन; ''Ācāryanandana''), yang artinya "[anak] kesayangan guru", dan Acaryaputra (आचार्यपुत्र; ''Ācāryaputra''), arti harfiahnya "putra guru".
 
== Masa muda dan pendidikan ==
 
Aswatama merupakan puteraputra dari pasangan Bagawan [[Drona]] dengan KripiKrepi, adik [[Krepa]] dari(pendeta agung [[Hastinapura]]. Saatpada kecilmasa keluarganyapemerintahan hiduppara misikin,raja namun[[Dinasti mengalamiKuru]]). perubahanIa setelahterlahir Dronadengan diterimasebuah sebagaibatu gurupermata di(''mani'') istanayang Hastinapuramelekat di dahinya. IaSaat mengenyamkecil ilmuia militerhidup bersamadalam dengankemiskinan; para''Mahabharata'' pangeranmendeskripsikan [[Kerajaanbahwa Kuru|Kuru]],keluarga yaituAswatama [[Korawa]]bahkan tidak mampu danmenyediakan [[Pandawasusu]], minuman yang lazim pada masyarakat saat itu. KekuatannyaDemi hampirmemberikan setarakehidupan denganyang lebih layak kepada Aswatama, Drona mencoba mencari bantuan kepada teman lamanya yang bernama [[ArjunaDrupada]], terutamatetapi dalamberujung ilmupada memanahpermusuhan karena Drupada menghina status sosial Drona.
 
Status sosial keluarganya mengalami perubahan setelah Drona diangkat sebagai guru kerajaan oleh keluarga [[Dinasti Kuru]] di [[Hastinapura]]. Ia mengenyam ilmu militer bersama dengan para pangeran Dinasti Kuru, yaitu seratus [[Korawa]] (putra [[Dretarastra]], Raja Hastinapura) dan lima [[Pandawa]] (putra [[Pandu]], adik Dretarastra: [[Yudistira]], [[Bima (Mahabharata)|Bima]], [[Arjuna]], [[Nakula]], [[Sadewa]]). Kekuatannya hampir setara dengan Arjuna, terutama dalam ilmu memanah. Di antara para pangeran Kuru, ia berteman baik dengan [[Duryodana]], putra sulung [[Dretarastra]]. Mereka berdua memiliki kecemburuan kepada Pandawa. Duryodana merasa bahwa [[Yudistira]] adalah penghalangnya dalam mewarisi takhta Hastinapura, sementara bakat Arjuna membuat Aswatama iri karena merasa bahwa kasih sayang ayahnya telah terbagi, sebab Arjuna adalah murid kesayangan Drona.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m05/m05168.htm The Mahabharata,Book 5 Udyoga Parva,Section CLXVIII] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2013-11-14</ref>
== Pertempuran di Kurukshetra ==
 
Dalam rangka menyelesaikan pendidikan para pangeran Kuru, Drona memerintahkan para [[Korawa]] untuk melakukan tugas akhir, yaitu mengalahkan [[Drupada]], Raja [[Panchala]], dan membawanya hidup-hidup ke hadapan Drona. Setelah para Korawa gagal melaksanakan tugasnya, Drona mengutus Arjuna dan saudara-saudaranya untuk menunaikan tugas tersebut. Arjuna berhasil membawa Drupada ke hadapan Drona. Drona menjelaskan bahwa dendamnya kepada Drupada telah berakhir pada saat itu juga. Ia juga membagi kerajaan Panchala menjadi dua wilayah, dan mengangkat Aswatama sebagai raja di sebagian wilayah Panchala tersebut.
Saat perang di antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]] meletus, ia memihak kepada Korawa, sama dengan ayahnya, dan berteman dengan [[Duryodana]]. Untuk membangkitkan semangat pasukan [[Korawa]] setelah dipukul mundur, ia memanggil senjata Narayanastra yang dahsyat. Mengetahui hal tersebut, [[Kresna]] membuat sebuah taktik dan karenanya senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil senjata Agneyastra untuk menyerang [[Arjuna]], namun berhasil ditumpas dengan senjata Brahmastra. Pertarungannya dengan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dalam [[Bharatayuddha]] berakhir secara "skakmat".
 
== Pertempuran diPerang Kurukshetra ==
Kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam [[perang di Kurukshetra]] membuat ayahnya meninggal di tangan pangeran [[Drestadyumna]] dari [[kerajaan Panchala]]. Aswatama yang menaruh dendam mendapat izin dari [[Duryodana]] untuk membunuh Drestadyumna secara brutal setelah perang berakhir secara resmi. Saat akhir peperangan, Aswatama berjanji kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh [[Pandawa]], dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam, namun karena kesalahan ia membunuh lima putera Pandawa dengan [[Dropadi]] ([[Pancawala]]).
{{seealso|Perang Kurukshetra}}
 
Saat perang di antara [[Pandawa]] dan [[Korawa]] meletus, iaAswatama memihak kepada Korawa,. samaKeputusannya denganmemaksa ayahnya,Drona danuntuk bertemanbergabung dengan [[Duryodana]]Korawa. Untuk membangkitkan semangat pasukan [[Korawa]] setelah dipukul mundur, ia memanggil senjata Narayanastra yang dahsyat. Mengetahui hal tersebut, [[Kresna]] membuat sebuah taktik dan karenanya senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil senjata Agneyastra untuk menyerang [[Arjuna]], namuntetapi berhasil ditumpas dengan senjata Brahmastra. Pertarungannya dengan [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]] dalam [[Bharatayuddha]] berakhir secara "[[skakmat]]".
[[Pandawa]] yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan [[Arjuna]]. Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata 'Brahmastra' yang sangat dahsyat, yang dulu ingin ditukar dengan cakra milik [[Kresna]] namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, Bhagawan [[Byasa]] menyuruh agar kedua kesatria tersebut menarik senjatanya kembali. Sementara [[Arjuna]] berhasil melakukannya, Aswatama (yang mungkin kurang pintar) tidak bisa melakukannya dan diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjata menuju rahim para wanita di keluarga [[Pandawa]]. Di antara mereka adalah [[Utara (Mahabharata)|Utara]], menantu Arjuna.
 
=== KutukanKematian bagi AswatamaDrona ===
[[File:Sadiq, bhima uccide l'elefante asvatthama, india del nord, periodo mogul, 1598.jpg|thumb|kanan|Lukisan Bima membunuh [[gajah perang]] bernama Aswatama. Ilustrasi untuk ''[[Razmnama]]'', atau ''Mahabharata'' ber[[bahasa Persia]].]]
Pada pertempuran di hari ke-10, [[Drona]] diangkat sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa, menggantikan [[Bisma]] yang telah kalah. Drona berjanji bahwa ia akan menangkap [[Yudistira]] dan membawanya ke hadapan Duryodana, tetapi janji itu senantiasa gagal ditunaikan. Duryodana pun mulai mencela Drona, yang menyebabkan Aswatama marah. Akhirnya timbul perselisihan antara Duryodana dengan Aswatama.
 
[[Kresna]] menyadari bahwa mustahil bagi para Pandawa untuk mengalahkan Drona yang bersenjata lengkap. Sebagai penasihat, ia menyarankan agar [[Yudistira]] dan para Pandawa membuat kesan seolah-olah Aswatama gugur dalam pertempuran. Menurut Kresna, hal itu akan menjatuhkan semangat tempur Drona, sehingga ia akan lebih mudah untuk dikalahkan. Kresna pun menyuruh [[Bhima|Bima]] untuk membunuh seekor [[gajah perang]] yang bernama Aswatama, lalu berseru setelah berhasil membunuhnya. Hal itu dilakukan dengan baik oleh Bima.
Setelah Aswatama mengarahkan Brahmastra menuju perut Utari yang sedang mengandung, senjata itu berhasil membakar janin Utari, namun [[Kresna]] menghidupkannya lagi dan mengutuk Aswatama agar menderita [[kusta]] dan mengembara di bumi selama 6.000 tahun sebagai orang buangan tanpa rasa kasih sayang. Dalam versi lain, dipercaya bahwa ia dikutuk Kresna agar terus hidup sampai akhir zaman [[Kaliyuga]]. Legenda mengatakan bahwa Aswatama pergi mengembara ke daerah yang sekarang dikenal sebagai [[semenanjung Arab]]. Ada juga legenda yang mengatakan bahwa Aswatama masih mengembara di dunia dalam wujud badai dan angin topan. Sebuah benteng kuno di dekat [[Burhanpur]], [[India]], yang dikenal dengan [[Asirgarh]] memiliki kuil [[Siwa]] di puncaknya. Konon setiap subuh, Aswatama mengunjungi kuil tersebut untuk mempersembahkan bunga [[mawar]] merah. Masyarakat yang tinggal di sekitar benteng mencoba untuk menyaksikannya namun tidak pernah berhasil. Konon orang yang bisa menyaksikannya akan menjadi buta atau kehilangan suaranya. Di [[Gujarat]], [[India]], ada [[Taman Nasional Hutan Gir]] yang dipercaya sebagai tempat Aswatama mengembara dan konon ia masih hidup di sana sebagai seorang [[Chiranjiwin]].
 
Saat mendengar bahwa "Aswatama mati", Drona segera bertanya kepada Yudistira, orang yang ia ketahui tidak pernah berbohong. Yudistira pun menyatakan bahwa Aswatama telah mati, tetapi bukan Aswatama putra Drona. Menurut salah satu versi ''Mahabharata'', Yudistira mengucapkan kalimat seutuhnya dan sejelas mungkin, tetapi [[klausa]] terakhir tersamarkan oleh suara genderang dan terompet yang bertalu-talu, sehingga klausa yang didengar oleh Drona hanya "Aswatama mati" saja. Menurut versi lain, Yudistira mengucapkan bahwa Aswatama mati, tetapi diikuti dengan bisikan bahwa bukan Aswatama putra Drona. Setelah mendengar bahwa "Aswatama mati", Drona langsung merasa lemas dan tidak melanjutkan pertempuran. Ia segera duduk dalam posisi ''[[asanas]]''. Melihat Drona sudah tak bersemangat lagi, [[Drestadyumna]], panglima tertinggi pihak Pandawa bergegas mengambil pedangnya, kemudian memenggal leher Drona.
Menurut legenda, Aswatama menyerahkan batu permata berharga (''Mani'') yang terletak di dahinya, yaitu permata yang membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para [[dewa (Hindu)|Dewa]], [[danawa]], dan [[naga]]. Setelah permatanya dilepaskan, keluar darah berbau tak sedap yang tidak akan pernah berhenti mengalir sampai akhir zaman Kaliyuga.
 
=== Senjata Narayanastra ===
== Aswatama dalam pewayangan Jawa ==
[[Berkas:Aswatama-kl.jpg|right|240px|thumb|Sosok Aswatama versi pewayangan Jawa.]]
 
Setelah mengetahui bahwa ayahnya terbunuh karena suatu tipuan, Aswatama pun murka. Ia mengeluarkan senjata [[Narayanastra]] untuk memusnahkan Pandawa. Pengeluaran senjata tersebut diiringi dengan tiupan angin kencang, sambaran petir, dan kemunculan jutaan [[anak panah]] yang siap menyasar setiap orang bersenjata di kubu Pandawa. Hal tersebut menggentarkan pihak Pandawa, sampai akhirnya Kresna menyuruh semua orang di kubu Pandawa untuk menjatuhkan senjata dan bersikap menyerah kepada Narayanastra. Sebagai [[awatara]] [[Wisnu]] ([[Narayana]]), Kresna tahu bahwa Narayanastra hanya menyerang orang-orang yang bersenjata saja. Setelah semua orang di kubu Pandawa menjatuhkan senjata, Narayanastra pun kehilangan target serangannya, lalu kembali kepada Aswatama. Saat pertempuran berlanjut kembali, Duryodana menyuruh Aswatama agar mengeluarkan Narayanastra sekali lagi, tetapi Aswatama menerangkan bahwa apabila senjata tersebut dipakai lagi, maka pemakainyalah yang akan menjadi sasaran.
Riwayat hidup Aswatama dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab ''[[Mahabharata]]'' yang berasal dari [[India|Tanah Hindu]], yaitu [[India]], dan berbahasa [[Sanskerta]]. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.
 
Menurut versi ''Mahabharata'' terjemahan [[Kisari Mohan Ganguli]], senjata Narayanastra berhasil memusnahkan satu [[aksohini]] laskar Pandawa. Setelah menggunakan Narayanastra, pertempuran sengit antara kedua belah pihak berlanjut kembali. Aswatama mengalahkan Drestadyumna dalam pertarungan langsung, tetapi gagal untuk membunuhnya karena [[Satyaki]] dan [[Bima (Mahabharata)|Bima]] segera menolongnya.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m07/m07197.htm The Mahabharatha Book 7: Drona] page 478-479 Aswathama defeated Satyaki, Bhima, Drishtadyumna, October 2003, Retrieved 2015-01-13</ref> Setelah pertempuran berlanjut, Aswatama berhasil membunuh Raja Nila dari [[Mahismati]].
=== Riwayat ===
 
=== Serangan malam ===
Aswatama adalah putra [[Drona|Bhagawan Drona]] alias Resi Drona dengan Dewi Kripi, puteri Prabu Purungaji dari negara Tempuru. Ia berambut dan bertelapak kaki [[kuda]] karena ketika awal mengandung dirinya, Dewi Krepi sedang beralih rupa menjadi kuda sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi [[Drona]]) terbang menyeberangi lautan. Aswatama berasal dari padepokan Sokalima dan seperti ayahnya, ia memihak para [[Korawa]] saat perang [[Bharatayuddha]]. Ketika ayahnya menjadi guru Keluarga [[Pandawa]] dan [[Korawa]] di [[Hastinapura]], Aswatama ikut serta dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan. Ia memiliki sifat pemberani, cerdik dan pandai mempergunakan segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa panah bernama Panah Cundamanik.
 
Dalam kitab ''[[Sauptikaparwa]]'' dikisahkan bahwa pada hari ke-18 (hari berakhirnya berperang), penyintas perang dari pihak Korawa ada tiga orang: Aswatama, [[Krepa]], dan [[Kertawarma]]. Setelah perang di hari terakhir usai, mereka mendapati bahwa [[Duryodana]] terluka parah setelah berduel dengan [[Bhima|Bima]]. Dalam keadaan sekarat, Duryodana mengangkat Aswatama sebagai panglima tertinggi Korawa, dan memohon agar ia membalaskan dendam Duryodana. Aswatama—yang juga memiliki dendam—berjanji untuk membunuh para perwira pihak Pandawa demi Duryodana setelah perang berakhir secara resmi.
=== ''Aswatama Gugar'' ===
 
Terinsiprasi dari [[burung hantu]] yang menyambar [[gagak]] di tengah malam, Aswatama menggagas untuk melakukan serangan pada malam hari. Namun niatnya ditentang oleh Krepa karena itu merupakan perbuatan yang tidak adil. Aswatama pun mengutarakan bahwa peperangan memang tidak adil, dan semua pihak memang tidak adil. Pada akhirnya Krepa dan Kertawarma tetap mengikuti instruksi Aswatama untuk melakukan serangan malam di perkemahan para Pandawa. Di pintu gerbang perkemahan, mereka bertiga dihadang raksasa penjaga. Segala senjata yang diluncurkan Aswatama tidak mampu mengalahkan makhluk itu. Kemudian Aswatama memohon bantuan Dewa [[Siwa]]. Sang dewa muncul lalu memberikan kesaktian bagai [[Rudra]] kepada Aswatama, yang membuatnya tak terkalahkan dan berhasil merangsek masuk dengan mudah ke perkemahan Pandawa.
Pada perang [[Bharatayuddha]], Drona gugur karena terkena siasat oleh para [[Pandawa]]. Mereka berbohong bahwa Aswatama telah gugur, tetapi yang dimaksud bukan Aswatama manusia, melainkan seekor [[gajah]] yang bernama Hestitama (''Hesti'' berarti "Gajah") namun terdengar seperti Aswatama. Lalu Drona menjadi putus asa setelah ia menanyakan kebenaran kabar tersebut kepada [[Yudistira]] yang dikenal tak pernah berbohong. Aswatama merasa kecewa dengan sikap [[Duryodana]] yang terlalu membela [[Salya]] yang dituduhnya sebagai penyebab gugurnya [[Karna]]. Aswatama memutuskan untuk mundur dari perang [[Bharatayudha]]. Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga [[Pandawa]] pindah dari Amarta ke [[Hastinapura]], secara bersembunyi Aswatama masuk menyelundup ke dalam istana Hastinapura. Ia berhasil membunuh [[Drestadyumna]] (pembunuh ayahnya), [[Pancawala]] (putera Puntadewa alias [[Yudistira]]), [[Banowati]] (Janda [[Duryodana]]) dan [[Srikandi]]. Diceritakan bahwa akhirnya ia mati oleh [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]], karena badannya hancur dipukul Gada Rujakpala.
 
Pertama-tama, Aswatama mencari tenda [[Drestadyumna]] lalu membunuhnya. Keributan yang terjadi membuat [[Yudamanyu]] dan [[Utamoja]] bangun lalu bergegas ke tenda Drestadyumna. Namun mereka terbunuh oleh Aswatama yang telah mendapatkan kekuatan dari Siwa. Aswatama juga membunuh [[Pancakumara]] (lima putra Pandawa), [[Srikandi]], dan para kesatria yang ada di perkemahan, kemudian mengamuk bagaikan Rudra. Sementara itu, Krepa dan Kertawarma berjaga di gerbang perkemahan, dan membunuh para prajurit yang melarikan diri dari amukan Aswatama.
 
Setelah melakukan pembantaian di perkemahan Pandawa, ketiga kesatria kembali menghadap Duryodana dan menyatakan bahwa para perwira [[kerajaan Panchala|Panchala]] (Drestadyumna, Srikandi, Yudamanyu, Utamoja) telah binasa, dan anak-anak para Pandawa telah punah. Duryodana merasa senang mendengarkan berita keberhasilan Aswatama; sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh [[Bisma]], [[Drona]], dan [[Karna]] untuknya. Tak lama kemudian, Duryodana menghembuskan napas terakhirnya. Aswatama, Krepa, Kertawarma, beserta para prajurit Korawa yang tersisa melaksanakan upacara [[kremasi|pembakaran jenazah]] untuknya.
 
===Konfrontasi terakhir===
[[File:Draupadi and Ashvatthaman, Punjab Hills c. 1730.jpg|right|360px|thumb|Lukisan dari [[Punjab]], menggambarkan [[Dropadi]] menerima permata dari lima [[Pandawa]] (kiri), yaitu permata yang sebelumnya melekat di dahi Aswatama (kanan) sebagai tanda kekalahan brahmana tersebut.]]
Pada saat serangan malam, [[Pandawa]] sedang tidak berada di perkemahan sehingga selamat dari amukan Aswatama. Seorang kusir kereta Drestadyumna berhasil meloloskan diri dari serangan Krepa dan Kertawarma di pintu gerbang. Ia melaporkan kejadian kepada Yudistira sehingga para Pandawa bergegas kembali ke perkemahan mereka. Ketika kembali, mereka mendapati bahwa perkemahan telah porak poranda. Sementara itu, Aswatama mengungsi ke asrama [[Resi]] [[Byasa]] setelah menyesali perbuatannya. Pandawa memburu Aswatama hingga ke asrama sang bagawan. Di sana, ia bertarung dengan [[Arjuna]].
 
[[Pandawa]] yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan [[Arjuna]]. Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata 'Brahmastra' yang sangat dahsyat, yang dulu ingin ditukar dengan cakra milik [[Kresna]] namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, BhagawanResi [[Byasa]] menyuruh agar kedua kesatria tersebut menarik senjatanya kembali. Sementara [[Arjuna]] berhasil melakukannya, Aswatama (yang mungkinbelum kurangdiberi pintar)pengetahuan tidakuntuk bisamenarik melakukannya danBrahmastra diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjatasenjatanya menuju rahim para[[Utari]] wanita(menantu Arjuna) yang sedang hamil, dengan ditujuan keluargamemutus garis keturunan [[Pandawa]]. DiSenjata antaraitu merekaberhasil adalahmembakar [[Utarajanin (Mahabharata)|Utara]]Utari, menantutetapi ArjunaKresna menghidupkannya lagi.
 
== Kutukan bagi Aswatama ==
 
MenurutPada legenda,akhir buku ''[[Sauptikaparwa]]'' dinyatakan bahwa Kresna mengutuk Aswatama agar menderita [[kusta]] dan mengembara di Bumi sampai akhir zaman [[Kaliyuga]]. Aswatama juga dipaksa menyerahkan batu permata berharga (''Manimani'') yang terletakmelekat di dahinya, yaitu permata yang membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para [[dewa (Hindu)|Dewadewa]], [[danawaraksasa]], [[detya]], dan [[naga]]. Setelah permatanya dilepaskan, keluarbekas lekatannya meninggalkan luka di dahinya, yang mengeluarkan darah berbau taktidak sedap yang tidak akan pernah berhenti mengalir sampai akhir zaman Kaliyuga.<ref>K M Ganguly(1883-1896). [http://www.sacred-texts.com/hin/m10/m10016.htm The Mahabharata,Book 10: Sauptika Parva Section 16] sacred-texts.com,October 2003,Retrieved 2014-07-04</ref>
 
Di [[India]] masa kini, Aswatama telah menjadi [[legenda urban]], dan dipercaya masih hidup serta mengembara ke berbagai kuil [[Siwa]], memohon agar lukanya dapat disembuhkan.<ref name="india.com">{{citation| url=https://www.india.com/festivals-events/mahabharat-mythology-is-ashwatthama-still-alive-even-after-5000-years-4048516/| title=Is Ashwatthama Still Alive Even After 5000 Years?| editor=Dianne Nongrum| author=India.com Staff| publisher=India.Com | date=4 Juni 2020}}</ref>
 
== Pewayangan Jawa ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Wajangpop voorstellende Aswatama TMnr 3582-kl93.jpg|right300px|240pxka|thumbjmpl|Sosok Aswatama versi pewayangan Jawa.]]
 
Riwayat hidup Aswatama dalam [[pewayangan]] [[Jawa]] memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab ''[[Mahabharata]]'' yang berasal dari [[India|Tanah Hindu]], yaitu [[India]], dan berbahasa [[Sanskerta]]. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.
 
Dalam pewayangan Jawa, Aswatama adalahjuga dikenal sebagai putra [[Drona|BhagawanBegawan DronaDurna]] alias Resi Drona dengan Dewi Kripi, puteriputri Prabu Purungaji dari negara Tempuru. Ia berambut dan bertelapak kaki [[kuda]] karena ketika awal mengandung dirinya, Dewi KrepiKripi sedang beralih rupa menjadi kuda sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi [[Drona]]) terbang menyeberangi lautan. Aswatama berasal dari padepokan Sokalima. dan sepertiSeperti ayahnya, ia memihak para [[Korawa]] saat perang [[Bharatayuddha]]. Ketika ayahnya menjadi guru Keluarga [[Pandawa]] dan [[Korawa]] di [[HastinapuraAstina]] (Hastinapura), Aswatama ikut serta dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan. Ia memiliki sifat pemberani, cerdik dan pandai mempergunakan segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa [[panah]] bernama Panah Cundamanik.
 
Pada perang [[Bharatayuddha]], DronaDurna gugur karena terkena siasat oleh para [[Pandawa]]. Mereka berbohong bahwa Aswatama telah gugur, tetapi yang dimaksud bukan Aswatama manusia, melainkan seekor [[gajah perang]] yang bernama HestitamaHastitama (''Hestihasti'' berarti "Gajahgajah") namun terdengar seperti Aswatama. Lalu DronaDurna menjadi putus asa setelah ia menanyakan kebenaran kabar tersebut kepada [[Yudistira]] yang dikenal tak pernah berbohong. Aswatama merasa kecewa dengan sikap [[Duryodana]] yang terlalu membela [[Salya]] yang dituduhnya sebagai penyebab gugurnya [[Karna]]. Aswatama memutuskan untuk mundur dari perang [[Bharatayudha]]. Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga [[Pandawa]] pindah dari [[Indraprastha|Amarta]] (Indraprastha) ke [[HastinapuraAstina]], secara bersembunyi Aswatama masuk menyelundupmenyelinap ke dalam istanakeraton HastinapuraAstina. Ia berhasil membunuh [[Drestadyumna]] (pembunuh ayahnya), [[Pancawala]] (puteraputra Puntadewa alias [[Yudistira]]), [[Banowati]] (Jandajanda [[Duryodana]]) dan [[Srikandi]]. Diceritakan bahwa akhirnya ia mati oleh [[Bima (tokoh Mahabharata)|Bima]], karena badannya hancur dipukul Gada Rujakpala.
 
== Lihat pula ==
 
* [[Drona]]
* [[ChiranjīwinCiranjiwi]]
 
== Referensi ==
{{reflist|2}}
 
== Pranala luar ==
{{Commonscat|Ashwatthama}}
* {{en}} [http://www.indiaparenting.com/stories/krishna/mahabharata05.shtml Pembalasan dendam Aswatama]