Teruo Nakamura: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-di tahun +pada tahun) |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
(28 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Infobox Military Person
|name= Teruo Nakamura
|birth_date={{birth date|1919|10|8}}
|death_date= {{death date and age|1979|6|15|1919|10|8}}
|lived= 1919–1979
|image=
|caption=
|nickname=
|birth_place= [[Taiwan di bawah pemerintahan Jepang]]
|death_place= [[Taiwan]], [[Republik Tiongkok]]
|placeofbirth= [[Taiwan]]
|placeofdeath= {{flag|Taiwan}}
|allegiance= {{flagicon|Japan|alt}} [[Kekaisaran Jepang]]
|branch= [[Berkas:War flag of the Imperial Japanese Army.svg|22x20px|
|serviceyears= 1943–1974
|rank= [[Tamtama
|unit=
|commands=
|battles= [[Pertempuran Morotai]]
Baris 18 ⟶ 22:
|laterwork=
}}
== Dinas militer ==
Nakamura berasal dari suku [[penduduk asli Taiwan]],
Setelah pulau itu direbut, kelihatannya Nakamura tinggal bersama sejumlah prajurit Jepang lain yang tidak mau menyerah di pulau tersebut hingga dekade [[1950-an]], walau juga beberapa kali hidup sendirian selama jangka waktu cukup lama. Pada tahun [[1956]], ia kelihatannya berkeputusan untuk tak mengikatkan diri lagi dengan para prajurit lain yang tak mau menyerah di pulau tersebut, dan mulai membangun sebuah kamp kecil miliknya sendiri, yang terdiri dari sebuah pondok kecil di dalam ladang berpagar seluas 20 kali 30 meter. Ketika ditanyakan alasannya meninggalkan para [[prajurit]] yang lain, Nakamura mengklaim mereka mencoba membunuh dirinya; tapi, klaim ini disangkal oleh tiga prajurit lain dari kelompoknya, yang telah ditemukan pada dekade 1950-an.
== Penemuan
Pada pertengahan tahun [[1974]], Seorang warga Desa Pilowo, [[Pulau Morotai]], [[Kabupaten Maluku Utara]] bernama Luther Goge datang ke Markas Komando Sektor Kepolisian (Makosek) Pulau Morotai. Komandan Sektor (Dansek), [[Ajun Komisaris Polisi|Kapten Polisi]] Lawalata, yang menerima laporan tentang adanya prajurit [[Jepang]] tua yang hidup bersembunyi di hutan hujan tropis di kaki Pegunungan Galoka.
Luther mengatakan, bahwa ayahnya yang bernama Baicoli, bersahabat dengan Nakamura selama puluhan tahun. Ayahnya bertemu Nakamura saat sedang berburu babi hutan. Baicoli kerap mengunjungi Nakamura di tempat persembunyiannya untuk membawakan bahan-bahan makanan yang dibutuhkan seperti gula, garam, atau teh. Kegiatan Baicoli itu pada awalnya sama sekali tak diketahui oleh keluarganya. Hingga akhirnya, menjelang ayahnya meninggal, Luther diberi wasiat untuk melanjutkan persahabatan dengan Nakamura dan menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya.
Repatriasi dan persepsi publik Jepang atas Nakamura waktu itu sangat berbeda dari yang dialami serdadu yang terus bertahan sebelumnya, seperti [[Hiroo Onoda]], yang baru ditemukan hanya beberapa bulan sebelumnya. Salah satu alasannya adalah pertanyaan soal kewarganegaraan Nakamura. Ia lahir di Taiwan, secara etnis berasal dari suku Amis, dan secara legal tak punya negara asal; pertanyaan soal kewarganegaraan dianggap penting oleh publik Jepang pada waktu itu. Selain itu, walaupun Kedutaan Jepang menawarkan untuk [[Repatriasi|merepatriasinya]], muncul pula masalah diplomatis tentang bagaimana memperlakukan dirinya jika seandainya ia lebih suka kembali ke Taiwan. Pada saat ia diamankan, ia tak bisa berbahasa [[Bahasa Jepang|Jepang]] ataupun bahasa [[Bahasa Tionghoa|Cina]]. Kedua, jika [[Hiroo Onoda|Onoda]] adalah seorang perwira, pangkat Nakamura yang hanya Prajurit dan statusnya sebagai [[Wajib militer|wamil]] dari sebuah koloni Jepang tak menggugah imajinasi publik, dan kemungkinan justru membangkitkan pertanyaan soal peran kolonialisme Jepang selama perang. Satu isu sensitif lain adalah soal uang rapel dari tunjangan prajurit atas namanya. Sebagai prajurit kena wajib militer, Nakamura tak berhak menerima berbagai tunjangan setelah sebuah perubahan atas undang-undang tentang pensiun pada tahun 1953, sehingga ia hanya menerima jumlah minimal sebesar ¥68,000 (US$227.59 pada saat itu).<ref>[http://www.time.com/time/magazine/article/0,9171,917064,00.html?iid=chix-sphere "The Last Last Soldier?"] ''Time.'' January 13, 1975.</ref> Ini menimbulkan kegemparan yang cukup besar di kalangan pers, sehingga memotivasi pemerintah untuk mendonasikan jumlah yang lebih besar, kira-kira menyamai yang telah diberikan kepada Onoda. Ini pada gilirannya menghasilkan sejumlah pertanyaan di antara para serdadu asal Taiwan yang sempat bertahan tapi menyerah lebih dulu, dan memicu perdebatan publik yang cukup luas seputar perbedaan perlakuan oleh pemerintah atas para prajurit yang bertahan asal Jepang dengan yang berasal dari Taiwan.▼
Luther kemudian dikenalkan oleh ayahnya kepada Nakamura. Setelah ayahnya meninggal, Luther yang melanjutkan persahabatannya itu. Namun Luther mulai merasakan khawatir dengan keadaan Nakamura. Luther tak memiliki anak yang akan melanjutkan hubungannya dengan Nakamura. Akhirnya, ia melaporkan tentang persahabatannya itu kepada Kosek Pulau Morotai. Pada awalnya, Kapten Polisi Lawalata selaku Dansek belum meyakini laporan Luther tersebut. Sehingga, ia meneruskan laporan tersebut kepada Komandan [[Pangkalan Udara TNI AU]] (Lanud) Morotai. Laporan penemuan ini kemudian diteruskan ke Markas Besar [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|TNI-AU]] di Jakarta yang segera menghubungi Kedutaan Besar Jepang di Jakarta.
Awal November 1974, pihak Kedutaan Besar Jepang di [[Jakarta]] meminta bantuan [[pemerintah Indonesia]] untuk mengorganisasi sebuah misi pencarian, yang kemudian dilakukan oleh [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara|TNI-AU]]. Tim pencari tersebut beranggotakan 20 orang, dan dipimpin oleh Kapten Supardi AS dari KODAU XII/Morotai, Tim berangkat pada 18 Desember 1974 pagi hari. Namun, keberangkatan itu dirahasiakan dari penduduk. Tim berjalan dari pagi hingga petang mulai dari pusat kota Pulau Morotai ke kawasan hutan di Desa Pilowo, tempat persembunyian Nakamura.
Pada saat beristirahat malam harinya, seorang anggota tim yang fasih berbahasa Jepang, Sersan Mayor Hanz Anthony, mulai merancang merancang skenario penangkapan Nakamura. Ia mengajarkan lagu kebangsaan Jepang, [[Kimigayo]], kepada seluruh tim. Selain lagu, tim juga membawa foto Presiden [[Soeharto]], [[Perdana Menteri Jepang]] [[Kakuei Tanaka]], [[Bendera Merah Putih|bendera merah putih]] dan [[bendera Jepang]]. Skenarionya adalah, saat Nakamura muncul, maka tim penjemput menyanyikan lagu kebangsaan Jepang dan mengibarkan bendera Jepang dan Merah putih serta menunjukkan foto Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka.
Pagi harinya, tim penjemput kembali bergerak mencari Nakamura. Setelah beberapa saat berjalan, tim menemukan gubuk persembunyian Nakamura. Pada waktu ditemukan, Nakamura sedang tidak ada di tempat. Tim penjemput pun kemudian bersembunyi. Saat Nakamura kembali, tim kemudian mengepung gubuk itu.Nakamura terkejut dan raut wajahnya terlihat sangat tegang dan berusaha masuk ke dalam gubuk.
Sesuai sekenario, tim menyanyikan lagu Kimigayo dan mengibarkan foto serta bendera. Mendengar itu, Nakamura langsung berdiri tegak dan dalam keadaan siap. Saat itulah, Serma Hanz Anthony menyergap Nakamura. Tim kemudian menodongkan senjata ke arah Nakamura dan menyuruhnya angkat tangan. Sersan Mayor Hanz Anthony kemudian berbicara kepada Nakamura dalam bahasa Jepang. Hanz menginformasikan bahwa perang telah usai sejak 29 tahun lalu. Jepang, sebagai negara yang dibela Nakamura juga kalah dalam perang tersebut oleh Sekutu.
Hanz juga menginformasikan bahwa Pulau Morotai saat ini adalah daerah merdeka dan bergabung dengan negara yang bernama Indonesia. Hanz pun menunjukkan foto Presiden Soeharto sebagai kepala negara Indonesia saat itu. Tak lupa, Hanz juga menunjukkan foto Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka sebagai kepala pemerintahan Jepang.
Kondisi Nakamura saat ditemukan hanya memakai baju yang terbuat dari karung goni. Tubuhnya tinggi besar dan terawat. Kulitnya putih seperti kebanyakan orang [[Asia Timur]]. Tim kemudian masuk ke dalam gubuk Nakamura. Gubuk itu hanya seluas 2x2 meter. Terbuat dari kayu dan beratap rumbia. Di dalam gubuk, terdapat tumpukan kayu yang sudah melengkung. Kayu itu melengkung karena dijadikan tempat tidur Nakamura. Selain itu, Nakamura menggunakan itu untuk membakar dirinya sendiri, jika suatu saat ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
Di langit-langit gubuknya, ditemukan sepucuk senapan Arisaka yang disimpan dan dirawat sejak masa perang, 30 tahun sebelumnya. Di lantai yang terbuat dari tanah itu, ditemukan 14 peluru aktif. Di dalam rumahnya juga terdapat satu botol besar yang berisi minyak babi. Digunakan Nakamura untuk merawat senjatanya dan untuk bumbu makanan. Di sekitar gubuk itu, Nakamura menanam berbagai macam tanaman. Ia menanam jenis umbi-umbian seperti ubi dan singkong. Ia membangun pagar terbuat dari kayu untuk mengelilingi gubug dan pekarangannya itu.
Setelah ditangkap, Nakamura diberikan baju seragam oleh [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara]]. Tanpa diikat atau diborgol, Nakamura dibawa oleh tim ke pangkalan TNI AU melalui jalur laut menggunakan speed boat. Sampai di pelabuhan, warga ternyata sudah ramai. Pulau Morotai pun dihebohkan oleh penemuan Nakamura. Di Lanud Morotai, Nakamura dicek kesehatannya, dan hasilnya luar biasa, meskipun 30 tahun bersembunyi di dalam hutan, kesehatannya sangat baik.
Melalui terjemahan Serma Hanz, Nakamura mengaku bahwa ia bertahan di hutan untuk menghindari penangkapan Sekutu, yang menyerang Morotai pada awal 1945. Ia masih beranggapan pulau tersebut dikuasai oleh [[Blok Sekutu (Perang Dunia II)|Sekutu]], karena sering melihat pesawat-pesawat [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara]] terbang di atas Morotai, yang disangkanya pesawat-pesawat milik [[Amerika Serikat]]. Ia kemudian diterbangkan ke Jakarta ditemani [[Kepala Staf TNI Angkatan Udara|KSAU]] waktu itu, [[Marsekal]] [[Saleh Basarah]], lalu ditempatkan di [[Rumah Sakit PELNI]], [[Jakarta]], untuk beristirahat. Berita penemuannya diumumkan di Jepang pada tanggal 27 Desember 1974.<ref>[http://www.tempointeractive.com/hg/mbmtempo/arsip/1975/01/04/NAS/mbm.19750104.nas1.id.html "Hari Terakhir di Morotai"]{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }} ''Tempo.'' 10 Januari 1975.</ref>
== Repatriasi ==
Setiba di Jakarta, Nakamura diserahkan kepada Kedutaan Besar Jepang. Namun setelah diwawancarai lebih lanjut, ternyata Teruo Nakamura (中村 輝夫) bernama asli Attun Palalin, yang berasal dari etnis Amis, penduduk asli [[Formosa (Taiwan)|Pulau Formosa]] (sekarang [[Republik Tiongkok|Republik China Taipei]]), yang sebelum [[Perang Dunia II]] menjadi jajahan dari [[Kekaisaran Jepang]].
Pemerintah Jepang pun kebingungan dengan status kewarganegaraan Nakamura. Baik Jepang maupun Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan [[Republik Tiongkok]] yang menguasai [[Formosa (Taiwan)|Pulau Formosa (Taiwan)]] sekarang. Secara formal, Nakamura berstatus sukarelawan militer yang direkrut [[Angkatan Darat Kekaisaran Jepang]] (''Rikugun''), sehingga ia tidak punya hak pensiun atau tunjangan apapun. [[Repatriasi]] dan persepsi publik Jepang atas Nakamura waktu itu sangat berbeda dari yang dialami serdadu yang terus bertahan sebelumnya, seperti Letnan [[Hiroo Onoda]], yang baru ditemukan hanya beberapa bulan sebelumnya di Pulau Lubang, [[Filipina]]. Salah satu alasannya adalah pertanyaan soal kewarganegaraan Nakamura. Ia lahir di Taiwan, secara etnis berasal dari suku Amis, dan secara legal tak punya negara asal; pertanyaan soal kewarganegaraan dianggap penting oleh publik Jepang pada waktu itu. Selain itu, walaupun Kedutaan Besar Jepang menawarkan untuk [[Repatriasi|merepatriasinya]], muncul pula masalah diplomatis tentang bagaimana memperlakukan dirinya jika seandainya ia lebih suka kembali ke Taiwan.
▲
Nakamura sendiri sebenarnya ingin [[Repatriasi|direpatriasi]] langsung ke Taiwan, tanpa singgah di Jepang. Tetapi setelah melalui perundingan yang cukup alot, akhirnya Nakamura alias Attun Palalin alias Lee Guang-Hui pun dipulangkan ke [[Republik Tiongkok]]. Dia pun bertemu kembali dengan istrinya dan keluarga besarnya. Hingga akhirnya ia meninggal karena [[kanker paru-paru]] di kampung halamannya pada [[15 Juni]] [[1979]].
Saat ini, di Desa Deheglia, Morotai berdiri sebuah monumen tentang dirinya, dibangun oleh Pemerintah [[Kabupaten Pulau Morotai]], Provinsi [[Maluku Utara]].<ref>Monumen Teruo Nakamura, Wisata Sejarah di [[Morotai]]</ref>
== Lihat pula ==
* [[Tentara Jepang yang menolak menyerah]]
== Referensi ==
{{reflist}}
== Daftar pustaka ==
* Trefalt, Beatrice, ''Japanese Army Stragglers and Memories of the War in Japan, 1950-1975'', London: Routledge 2003, pp.
* Kisah Nakamura, Prajurit Jepang yang Bersembunyi 30 Tahun di Hutan Morotai, Republika, 25 Februari 2014
* [http://www.wanpela.com/holdouts/registry.html Kronologi Registri Para Serdadu Jepang yang Tidak Menyerah di wanpela.com]
* [http://www.wretch.cc/blog/chaotang/5043112 Artikel blog yang memuat foto Nakamura (di sebelah kanan)]
Baris 46 ⟶ 81:
{{lifetime|1919|1979|}}
[[Kategori:Teater Pasifik Perang Dunia II]]▼
[[Kategori:Pendudukan Jepang di Indonesia]]
|