Gurut uma: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
 
(8 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
[[Berkas:Mentawai Uma.jpg|[[Rumah panjang Uma|Uma]], rumah tradisional Mentawai. Setelah uma selesai, anggota suku pemilik uma atau disebut ''sikebbukat uma'' akan mempersiapkan pesta perayaan atau peresmian yang disebut gurut uma|jmpl|291x291px|al=]]
 
'''Gurut uma''' atau disebut juga sebagai '''punen gurut uma''' adalah upacara adat dalam [[Suku Mentawai]] yang dilakukan untuk merayakan penyelesaian pembuatan sebuah [[Rumah panjang Uma|''uma'']], yakni rumah tradisional suku Mentawa yang dihuni satu kelompok suku. Upacara ini diselenggarakan oleh kelompok suku pemilik uma baru atau disebut ''sikebbukat uma'' dan dipimpin oleh seorang [[sikerei]]. Prosesinya diwarnai ritual-ritual yang dianggap sakral menggunakan daun-daun yang menurut kepercayaan [[Arat Sabulungan]] bisa menjadi perantara hubungan manusia dengan tuhan. Seluruh anggota suku terlibat dalam masa persiapan hingga pelaksanaan gurut uma, yang pelaksanaannya membutuhkan waktu satu hingga dua bulan.{{sfn|Tarida Hernawati (ed)|2015|pp=2-5}}{{sfn|Pirja Pirus Satairarak|14 September 2015|pp=23}}
 
== Tujuan ==
Suku Mentawai meyakini semua benda dan makhluk hidup memiliki roh sehingga layak untuk dihormati. Rangkaian ritual dalam gurut uma merupakan bentuk penghormatan manusia adapterhadap alam sekitarnya yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan hidun masyarakat setempat, khususnya dalam pembuatan uma yang bahan-bahanya diperoleh dari hutan. Upacara ini dipimpin oleh seorang [[sikerei]], yakni dukun tradisional Mentawai. Sikerei meyakini bahwa roh-roh leluhur dan roh penguasa alam memiliki peran terhadap keselamatan pemilik uma yang akan ditempati.{{sfn|Tarida Hernawati (ed)|2015|pp=5}}
 
Dalam kehidupanBagi suku Mentawai, keberadaan uma tidak sekadar tempat hunian, melainkan mempunyai fungsi sebagai wadah terjadinya interaksi sosial. Di uma, dilakukan berbagai kegiatan kebersamaan seperti gotong royong. Setelah uma selesai, anggota suku pemilik uma atau disebut ''sikebbukat uma'' akan mempersiapkan pesta perayaan atau peresmian yang disebut gurut uma.{{sfn|M. Gullit Agung W., dkk|2014|pp=44-45}} Dengan upacara gurut uma, penghuni uma diharapkan merasa nyaman untuk tinggal di uma.{{sfn|Yayasan Pendidikan Suku Mentawai|2018}}
 
== Persiapan ==
Baris 24:
 
== Upacara inti ==
[[Berkas:Sikerei_mengobati_warga_yang_sakit.jpg|pra=https://wiki-indonesia.club/wiki/Berkas:Sikerei_mengobati_warga_yang_sakit.jpg|jmpl|291x291px|Sikerei memimpin upacara inti gurut uma dengan perlengkapan pakaian lengkap]]
Setelah serangkaian persiapan dilakukan, ''sikebbukat uma'' akan meminta seorang [[sikerei]] untuk memulai upacara inti. Upacara inti biasanya dilakukan pada malam hari. Apabila di suku yang mengadakan upacara gurut uma tidak ada sikerei, harus mengudang sikerei dari suku atau uma lain. Setelah semua anggota suku berada di uma, Sikerei memimpin upacara menurut kepercayaan [[Arat Sabulungan]], pertama-tama dengan menyebutkan nama-nama semua daerah tempat bersemayamnya roh-roh para leluhur. Dalam mantra-mantra sikerei, disampaikan maksud dan tujuan upacara yang sedang mereka lakukan serta mengundang roh para leluhur untuk ikut serta dalam punen gurut uma. Selain itu, Sikerei lewat mantra meminta izin kepada penguasa hutan, bukit, laut dan sungai agar semua bahan pembuatan uma tidak menimbulkan masalah atau musibah.{{sfn|Tarida Hernawati (ed)|2015|pp=5}}{{sfn|Pirja Pirus Satairarak|14 September 2015|pp=23}}
 
Pada keesokan harinya, sikerei melakukan ritual pembersihan uma dari roh-roh halus yang disebut ''masijaineng uma sibeu'', ritual pengusiran atau menjauhkan roh-roh jahat atau disebut ''bibibit sakatai'', dan ritual memohon rezeki dan umur panjang atau disebut ''bibit simaheru''.{{sfn|Pirja Pirus Satairarak|15 September 2015|pp=23}}{{sfn|M. Gullit Agung W., dkk|2014|pp=45-46}}
 
Setelah ritual selesai, dilakukan kembali upacara di uma. Sikerei melafalkan mantra-mantra dan menyanyikan lagu diiringi alunan gendang dari tukang gendang. Sikerei meminta salah seorang anggota suku menyerahkan dua ekor ''gouk-gouk simaingo'', yakni ayam jantan yang berwarna merah. ''Gouk-gouk simaingo'' akan diserahkan kepada kepada salah satu anggota suku untuk disembelih. ''Gouk-gouk simaingo'' dipotong sama besar dan dibagi rata kepada semua anggota suku. Sebelum upacara selesai, ''sikebbukat uma'' mengingatkan agar semua kepala keluarga datang di uma dengan membawa ''subbet'' dan beberapa potong daging untuk acara penutupan yang disebut Irik''irik''. Tidak boleh ada satu keluarga yang boleh makan sebelum irik selesai.{{sfn|Pirja Pirus Satairarak|15 September 2015|pp=23}}
 
== Penutupan ==
Apabila ''sikebbukat uma'' sudah siap untuk melaksanakan irik, gong dibunyikan tanda irik akan dimulai. ''Subbet'' bersama daging yang dibawa oleh masing-masing kepala keluarga tidak dimakan di acara irik tapi dimakan pada waktu makan yang sudah ditentukan waktunya oleh kepala suku.{{sfn|Pirja Pirus Satairarak|15 September 2015|pp=23}}
 
Setelah ritual irik selesai, ''sikebbukat uma'' menyuruh anggota suku kembali ke rumah masing-masing. Selagi menunggu bunyi gong sebagai tanda anggota suku sudah boleh makan, anggota suku mempersiapkan makanan untuk acara puncak atau penutupan uma yang dilakukan pada malam hari. Sesudah gong berbunyi dan semua anggota suku makan, dilakukan acara hiburan seperti tari-tarian.{{sfn|Pirja Pirus Satairarak|15 September 2015|pp=23}}
Baris 41:
; Daftar pustaka
{{refbegin}}
* {{cite news|author=Pirja Pirus Satairarak|title=Gurut Uma|work=Puailiggoubat |url=https://issuu.com/zulfikar.issuu.co/docs/edisi_319__1_-_14_september_2015_|date=14 September 2015|accessdate=23 April 2019|ref= {{sfnRef|Pirja Pirus Satairarak|14 September 2015}}|archive-date=2022-07-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20220716125352/https://issuu.com/zulfikar.issuu.co/docs/edisi_319__1_-_14_september_2015_|dead-url=no}}
 
* {{cite news|author=Pirja Pirus Satairarak|title=Gurut Uma|work=Puailiggoubat |url=https://issuu.com/zulfikar.issuu.co/docs/edisi_320__15_-__30_september_2015_|date=15 September 2015|accessdate=23 April 2019|ref= {{sfnRef|Pirja Pirus Satairarak|15 September 2015}}|archive-date=2022-07-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20220712191735/https://issuu.com/zulfikar.issuu.co/docs/edisi_320__15_-__30_september_2015_|dead-url=no}}
 
* {{Cite book|title=Upacara Adat Mentawai|editor=Tarida Hernawati|publisher=Yayasan Citra Mandiri Mentawai|year=2015|isbn=978-979-98602-9-3|location=Padang|ref= {{sfnRef|Tarida Hernawati (ed)|2015}}}}
 
* {{Cite book|title=Turuk Sikerei|author1=M. Gullit Agung W.|author2=Eni Purwaningsih|author3=Lucky Zamzami|author4=Sugeng Rahanto|editor=Tri Juni Angkasawati|url=http://www.pusat4.litbang.depkes.go.id/buku/2014/tusuk%20sikerei.pdf|publisher=Lembaga Penerbitan Balitbangkes|year=2014|isbn=978-602-1099-11-7|location=Padang|ref= {{sfnRef|M. Gullit Agung W., dkk|2014}}|access-date=2019-04-23|archive-date=2019-07-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20190713042552/http://www.pusat4.litbang.depkes.go.id/buku/2014/tusuk%20sikerei.pdf|dead-url=yes}}
 
* {{Cite book|language=Inggris|chapter=Program Curriculum Update|title=Progress Report March 2018|url=https://www.iefprograms.org/images/PDFs/YayasanPSM_March2018.pdf|publisher=Yayasan Pendidikan Suku Mentawai|year=2018|ref= {{sfnRef|Yayasan Pendidikan Suku Mentawai|2018}}|access-date=2019-04-23|archive-date=2019-04-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20190423054809/https://www.iefprograms.org/images/PDFs/YayasanPSM_March2018.pdf|dead-url=yes}}
 
{{refend}}