Skandal Bank Bali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
DMR PROJECT (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 1 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
(21 revisi perantara oleh 7 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Terjemahan Kaku|en|Bank Bali scandal}}
{{Infobox organization
| name = Skandal Bank Bali
Baris 10 ⟶ 11:
 
== Latar belakang ==
[[Krisis finansial Asia 1997]]-98 mengakibatkan runtuhnya 64 bank di Indonesia.<ref name="BonginiChiarlone2009">{{cite book|author1=P. Bongini|author2=S. Chiarlone|author3=G. Ferri|title=Emerging Banking Systems|url=https://books.google.com/books?id=yaCJDAAAQBAJ&pg=PA91|date=30 January 2009|publisher=Palgrave Macmillan UK|isbn=978-0-230-58434-1|pages=91–}}</ref> Banyak bank yang bermasalah diambil alih oleh pemerintah, yang merestrukturisasi dan menggabungkan beberapa dari mereka. Sebelum krisis tersebut, Bank Bali adalah bank swasta terbesar keempat di Indonesia dan dianggap dikelola dengan baik. <ref name="The New York Times">{{cite news |last1=Landler |first1=Mark |title=Baligate, and Why It Matters; Indonesia's Recovery, and Democracy, Tested by Scandal |url=https://www.nytimes.com/1999/09/29/business/baligate-and-why-it-matters-indonesia-s-recovery-and-democracy-tested-by-scandal.html |accessdate=6 July 2020 |publisher=The New York Times |date=29 September 1999}}</ref>
 
Bank Bali telah memberikan pinjaman antar bank kepada [[Bank Dagang Nasional Indonesia]] (BDNI), [[Bank Umum Nasional]] (BUN) dan Bank Tiara Asia (Tiara) sebesar Rp1,477 triliun pokok dan bunga pada tanggal 31 Desember 1998.<ref>{{cite web |title=2005 Annual Report - Bank Permata |url=https://www.permatabank.com/sites/default/files/documents/pdf/_PermataBank%20AnnualReport%202005_Bilingual_1.pdf |website=Permatabank.com |publisher=Bank Permata |accessdate=6 July 2020}}</ref>
 
Pada tanggal 4 April 1998, BDNI, BUN dan Tiara termasuk di antara tujuh bank Indonesia yang berada di bawah pengawasan pemerintah karena masalah likuiditas yang cukup besar. <ref>{{cite news |title=Indonesia closes seven banks |url=http://news.bbc.co.uk/2/hi/events/indonesia/latest_news/73959.stm |accessdate=6 July 2020 |publisher=BBC News |date=4 April 1998}}</ref> Kewajiban dan aset mereka dipindahkan ke BPPN, yang telah dibentuk pada Januari 1998, mewakili pemerintah Indonesia.
 
Keputusan pedoman bersama yang dikeluarkan oleh BPPN dan [[Bank Indonesia]] pada bulan Maret 1998 menguraikan persyaratan untuk kelayakan klaim pembayaran berdasarkan jaminan pemerintah untuk pinjaman bank.<ref name="Deacon2004">{{cite book|author=John Deacon|title=Global Securitisation and CDOs|url=https://books.google.com/books?id=h56nj72MaJQC&pg=PA308|date=21 April 2004|publisher=John Wiley & Sons|isbn=978-0-470-87053-2|pages=308–}}</ref>
Baris 20 ⟶ 21:
Pada 11 Januari 1999, saldo pinjaman antar bank Bank Bali, setelah diimbangi oleh liabilitasnya kepada BDNI dan Tiara, dan penyesuaian kerugian selisih kurs, mencapai Rp1,235 triliun, terdiri dari Rp869,8 miliar untuk BDNI, Rp327,3 miliar untuk BUN dan Rp38 miliar untuk Tiara.
 
Juga pada tahun 1999, Presiden BJ Habibie sedang mengupayakan pemilihan ulang, yang akan membutuhkan dukungan dari mayoritas 27 kepala cabang provinsi Partai Golkar, dan kemudian dukungan dari anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam upaya untuk mendapatkan dukungan ini, penasihat utama Habibie, [[AA Baramuli]], mengorganisir penggalangan dan distribusi dana.<ref>{{cite news |last1=Saludo |first1=Ricardo |title=UNRAVELING BANK BALI The fallout could hobble Indonesia's economy - and its presidency |url=http://www.cnn.com/ASIANOW/asiaweek/99/0903/biz1.html |accessdate=8 July 2020 |publisher=Asiaweek |date=3 September 1999}}</ref><ref>{{cite news |last1=Taufik |first1=Ahmad |title=Golkar's Special Session |url=https://magz.tempo.co/read/3914/golkars-special-session |accessdate=8 July 2020 |publisher=Tempo |date=24 July 2001}}</ref><ref>{{cite news |last1=Bektiati |first1=Bina |title=Dana Politik Calon Tunggal |url=https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/95029/dana-politik-calon-tunggal |accessdate=8 July 2020 |publisher=Tempo |date=17 May 1999}}</ref>
 
== Peristiwa ==
=== Rapat, memo, dan permintaan ===
Direktur Utama Bank Bali Rudy Ramli, yang telah mewarisi bank dari ayahnya pada tahun 1992, tidak dapat memperoleh kembali pinjaman antar bank Bank Bali dari BPPN pada Januari 1999. Ia perlu menagih hutang untuk memenuhi persyaratan kapitalisasi dan mencegah BPPN mengambil alih banknya.<ref name="Kim2000">{{cite book|author=Samuel S. Kim|title=East Asia and Globalization|url=https://books.google.com/books?id=dQptAAAAQBAJ&pg=PA224|date=25 October 2000|publisher=Rowman & Littlefield Publishers|isbn=978-0-7425-7760-2|pages=224–}}</ref> Di bawah skema jaminan bank pemerintah, dana tersebut seharusnya secara otomatis dikembalikan ke Bank Bali.<ref name="SinghFreeman2000">{{cite book|author1=Daljit Singh|author2=Nick J Freeman|title=Regional Outlook: Southeast Asia 2000-20012000–2001|url=https://books.google.com/books?id=muoKcOVcOKoC&pg=PA4|year=2000|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|isbn=978-981-230-087-4|pages=4–}}</ref>
 
 
Rudy ditekan untuk menggunakan layanan dari perusahaan penagih utang, PT Era Giat Prima (EGP), yang setuju untuk membantu Bank Bali memulihkan uangnya dari BPPN, sebagai imbalan bagi EGP menerima komisi besar 60% dari semua hasil. EGP dimiliki oleh pengusaha properti [[Djoko Tjandra]] dan dijalankan oleh [[Setya Novanto]], yang merupakan wakil bendahara Partai Golkar dan bagian dari tim pemilihan kembali Habibie.
Baris 31:
Pada tanggal 11 Januari 1999, Bank Bali dan Setya Novanto menandatangani perjanjian cessie (sejenis sindikasi pinjaman) untuk pemulihan pinjaman antar bank, sejumlah Rp598,1 miliar yang terutang oleh BDNI dan Rp200 miliar yang terutang oleh BUN. Perjanjian tersebut tidak dicatat dalam laporan resmi Bank Bali pada saat itu, dan tidak terdaftar di Bank Indonesia. Rp38 miliar lainnya akan diperoleh kembali dari Tiara melalui perjanjian cessie dengan perusahaan bernama PT Persada Harum Lestari (PHL).
 
Pada 11 Februari 1999, sebuah pertemuan diadakan di Hotel Mulia
milik Direktur EGP, Djoko Tjandra di Jakarta untuk membahas masalah kredit Bank Bali. Di antara yang hadir adalah: Rudy Ramli, Djoko Tjandra, direktur Bank Bali Firman Soetjahja, ketua [[Dewan Pertimbangan Agung]] (DPA) Arnold Baramuli, menteri Badan Usaha Milik Negara [[Tanri Abeng]], gubernur Bank Indonesia [[Syahril Sabirin]], wakil ketua BPPN Pande Nasorahona Lubis, dan Presiden Direktur EGP Setya Novanto.<ref>{{cite news |last1=Manggut |first1=Wenseslaus |title=Political Free Fall |url=https://magz.tempo.co/read/8895/political-free-fall |accessdate=6 July 2020 |publisher=Tempo |date=12 August 2003}}</ref> Sebagian besar dari mereka kemudian membantah menghadiri pertemuan tersebut.
 
Pada 18 Februari 1999, Pande Lubis menginstruksikan Erman Munzir, direktur pengembangan perbankan di Bank Indonesia, untuk memeriksa kembali klaim Bank Bali. Erman ditugaskan ke tim dari divisi pemeriksaan bank Indonesia. Pada 22 Maret 1999, tim menyimpulkan bahwa klaim Bank Bali memenuhi syarat.<ref name="Kontan.co.id">{{cite news |last1=Winarto |first1=Yudho |title=Skandal Bank Bali: kongkalingkong berbau politik |url=https://lipsus.kontan.co.id/v2/perbankan/read/325/Skandal-Bank-Bali-kongkalingkong-berbau-politik |accessdate=6 July 2020 |publisher=Kontan.co.id |date=9 August 2016}}</ref> Erman mengirim surat kepada ketua BPPN Glenn Yusuf, memberitahukan kepadanya tentang kesimpulan dan menyebutkan perjanjian cessie antara Bank Bali dan EGP.<ref name="The Jakarta Post">{{cite news |last1=Lingga |first1=Vincent |title=Saga of the convicted central bank governor |url=http://vincentlingga-columnist.blogspot.com/2006/07/indonesia-business-review-2002-part-1a.html |accessdate=6 July 2020 |publisher=The Jakarta Post |date=19 March 2002}}</ref>
 
Pada tanggal 29 Maret 1999, EGP mengeluarkan dua surat, yang memberi wewenang kepada Bank Bali untuk menagih pinjaman dan bunga dari BUN dan BDNI atas namanya.
Baris 44:
Pada tanggal 14 Mei 1999, keputusan bersama Maret 1998 tentang persyaratan untuk kelayakan klaim untuk pembayaran di bawah naungan pemerintah diubah untuk membuat klaim Bank Bali memenuhi syarat untuk pembayaran.
 
Pada 26 Mei 1999, Rudy bertemu dengan tokoh Golkar Marimutu Manimaren dan rekan Habibie Hariman Siregar di Ascott Apartment Jakarta untuk meminta bantuan mereka agar pembayaran ke EGP dibatalkan. Manimaren dilaporkan mengatakan bahwa RI-1 (istilah untuk menyebut Presiden Habibie) membutuhkan "hanya Rp300 miliar". <ref>{{cite news |title=Catatan Harian dan Sangkalan Rudy Ramli |url=https://majalah.tempo.co/read/nasional/96533/catatan-harian-dan-sangkalan-rudy-ramli |accessdate=6 July 2020 |publisher=Tempo |date=29 August 1999}}</ref>
 
 
=== Transfer ===
Djoko Tjandra telah berulang kali mendesak kepala BPPN Glenn Yusuf untuk menyetujui pembayaran Rp904 miliar ke Bank Bali, tetapi Glenn menolak. Ketika Glenn berada di New York pada 1 Juni 1999, dua wakilnya, Pande Lubis dan Farid Harijanto, mengesahkan pembayaran tanpa kehadirannya, meskipun itu Minggu malam. Malam itu, transfer sebesar Rp904,6 miliar telah disetujui oleh Bank Indonesia dan dilakukan oleh BPPN ke Bank Bali untuk klaimnya kepada BDNI. Manimaren dan Hariman meminta Rudy untuk segera mentransfer biaya Rp546,4 miliar ke EGP. Firman Soetjahja kemudian mentransfer biaya pada 3 Juni 1999. Pada hari itu, rekening EGP mulai mentransfer dana ke perusahaan dan pejabat, termasuk para pemimpin Golkar. <ref name="The Jakarta Post" />
 
Menurut catatan Rudy Ramli, ia bertemu pada 29 Juni 1999 dengan pengusaha [[Anthony Salim]] dan adik Habibie, Timmy Habibie. <ref>{{cite news |last1=O'Clery |first1=Conor |title=Major Indonesian banking scandal threatens re-election of president |url=https://www.irishtimes.com/business/major-indonesian-banking-scandal-threatens-re-election-of-president-1.221008 |accessdate=6 July 2020 |publisher=The Irish Times |date=27 August 1999}}</ref> Anthony memperingatkan Rudy bahwa kesepakatan dengan EGP akan menimbulkan masalah karena Djoko Tjandra telah membual bahwa ia telah "membeli Patra Kuningan [Presiden Habibie]" dengan Rp300 miliar. Namun, Timmy Habibie mengatakan uang yang diterima hanya Rp200 miliar melalui Tanri Abeng. <ref>{{cite news |title=Catatan Harian Sang Bankir |url=https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/96453/catatan-harian-sang-bankir |accessdate=12 July 2020 |publisher=Tempo |date=22 August 1999}}</ref>
 
===Mencuatnya skandal===
Pada bulan April 1999, [[Standard Chartered]] setuju untuk membeli 20% dari Bank Bali, tergantung pada audit rekening bank. Selama pemeriksaan uji tuntas ini, ditemukan kekurangan uang sebesar Rp546 miliar yang dibayarkan ke EGP.<ref name="nytimes.com">{{cite news |last1=Landler |first1=Mark |title=An Indonesian Banker, on Trial, Finds Fame Is No Friend |url=https://www.nytimes.com/1999/11/18/business/international-business-an-indonesian-banker-on-trial-finds-fame-is-no-friend.html |accessdate=6 July 2020 |publisher=The New York Times |date=18 November 1999}}</ref> Kerugian ini dilaporkan oleh Standard Chartered pada 20 Juli 1999.<ref name="Kontan.co.id"/>
 
=== Mencuatnya skandal ===
Pada bulan April 1999, [[Standard Chartered]] setuju untuk membeli 20% dari Bank Bali, tergantung pada audit rekening bank. Selama pemeriksaan uji tuntas ini, ditemukan kekurangan uang sebesar Rp546 miliar yang dibayarkan ke EGP.<ref name="nytimes.com">{{cite news |last1=Landler |first1=Mark |title=An Indonesian Banker, on Trial, Finds Fame Is No Friend |url=https://www.nytimes.com/1999/11/18/business/international-business-an-indonesian-banker-on-trial-finds-fame-is-no-friend.html |accessdate=6 July 2020 |publisher=The New York Times |date=18 November 1999}}</ref> Kerugian ini dilaporkan oleh Standard Chartered pada 20 Juli 1999.<ref name="Kontan.co.id" />
 
Meskipun ditemukan kerugian, sebuah pesta masih berjalan pada malam 22 Juli 1999 untuk merayakan rencana pembelian saham Standard Chartered di bank tersebut. Sekitar 500 orang menghadiri acara mewah untuk para eksekutif dan staf senior Bank Bali dan Standard Chartered di hotel bintang lima Shangri-La di Jakarta. Tetapi pada hari berikutnya, Bank Indonesia mengumumkan bahwa Bank Bali telah diambil alih oleh pemerintah karena gagal memenuhi persyaratan rasio kecukupan modal; namun, penjualan ke Standard Chartered akan dilanjutkan.<ref>{{cite news |last1=Taufiqurrahman |first1=M. |title=Kisah Pemerkosaan di Malam Pengantin |url=https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/97917/kisah-pemerkosaan-di-malam-pengantin |accessdate=6 July 2020 |publisher=Tempo |date=14 November 1999}}</ref> Pada 26 Juli 1999, Standard Chartered mengumumkan telah mengambil alih kendali manajerial Bank Bali.<ref>{{cite web |title=IBRA AND STANDARD CHARTERED TO RECAPITALISE BANK BALI, Standard Chartered Acquires Management Control |url=https://www.investegate.co.uk/articlePrint.aspx?id=199907261324280046D |website=Investegate |publisher=Investegate |accessdate=7 July 2020}}</ref>
 
 
Pada seminar publik tentang perbankan di Jakarta pada 30 Juli, seorang analis hukum perbankan bernama Pradjoto ditanya mengapa Standard Chartered belum menyelesaikan investasinya di Bank Bali, karena tenggat waktu tiga bulan telah berlalu pada pertengahan Juli. Pradjoto menjawab bahwa kesepakatan itu macet karena Bank Bali adalah "korban politik uang". Dia menjelaskan bahwa lubang telah ditemukan di neraca Bank Bali. Dia mengatakan Rudy Ramli telah lebih dari setahun mencoba untuk mengamankan klaimnya dari BPPN dan Bank Indonesia tanpa hasil sampai dia dipaksa untuk membayar "komisi" besar untuk menggunakan layanan "fasilitasi".<ref name="Muhajir">{{cite book|author=Nur Sayidah; AminullahAssagaf; Sulis Janu Hartati; Muhajir|title=AKUTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF|url=https://books.google.com/books?id=u8bTDwAAQBAJ&pg=PA19|publisher=Zifatama Jawara|isbn=978-602-581-549-2|pages=19–}}</ref><ref>{{cite news |last1=Ellis |first1=Eric |title=Who watches the watchers? |url=https://www.archive.asia-pacific-solidarity.net/southeastasia/indonesia/netnews/1999/and34_v3.htm |accessdate=12 July 2020 |publisher=Time Magazine |date=23 August 1999}}</ref>
 
Setelah berita tentang pembayaran besar-besaran Bank Bali ke EGP dilaporkan oleh media, tim pemilihan kembali Habibie berupaya mengatasi kerusakan. Setya Novanto mengundurkan diri sebagai wakil bendahara Golkar. Kemudian, pada 14 Agustus, Baramuli mengatakan kepada media bahwa EGP akan mengembalikan biayanya ke Bank Bali, dan pembayaran kembali dilakukan beberapa hari kemudian. <ref name="jawawa.id">{{cite news |title=Case dismissed against ex Bank Bali bosses |url=https://jawawa.id/newsitem/case-dismissed-against-ex-bank-bali-bosses-1447893297 |accessdate=6 July 2020 |publisher=The Jakarta Post |date=2 December 1999}}</ref>
 
== Reaksi IMF dan audit PwC ==
 
Di bawah tekanan dari [[Dana Moneter Internasional]] (IMF) untuk mengungkap kebenaran di balik skandal itu, parlemen Indonesia menugaskan auditor independen [[PricewaterhouseCoopers]] untuk menyelidiki kasus ini.<ref name="ManningDiemen2000">{{cite book|author1=Chris Manning|author2=Peter Van Diemen|title=Indonesia in Transition: Social Dimensions of the Reformasi and the Economic Crisis|url=https://books.google.com/books?id=9Jw9GFsQ55gC&pg=PA54|date=5 August 2000|publisher=Zed Books|isbn=978-1-85649-924-8|pages=54–}}</ref> Setelah penyelidikan dua minggu yang melibatkan 20 auditor, Pricewaterhouse Coopers menyampaikan laporan setebal 123 halaman kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tanggal 7 September 1999. Laporan tersebut menemukan “banyak indikator penipuan, ketidakpatuhan, ketidakteraturan, penyimpangan, penyalahgunaan, tidak semestinya perlakuan istimewa, penyembunyian, penyuapan dan korupsi "sehubungan dengan transaksi, dan indikasi kemungkinan keterlibatan" menteri, pejabat senior dan anggota parlemen".<ref name="Kim2000" /><ref name="detikcom">{{cite news |title=Kronologi Djoko Tjandra, Buron yang Kini Jadi Warga PNG |url=https://news.detik.com/berita/d-1966963/kronologi-djoko-tjandra-buron-yang-kini-jadi-warga-png |accessdate=6 July 2020 |publisher=detikcom |date=17 July 2012}}</ref><ref name="As Bank Scandal Worsens, Indonesia">{{cite news |last1=Arnold |first1=Wayne |title=As Bank Scandal Worsens, Indonesia Assails the Auditors |url=https://www.nytimes.com/1999/09/16/business/international-business-as-bank-scandal-worsens-indonesia-assails-the-auditors.html |accessdate=6 July 2020 |publisher=The New York Times |date=16 September 1999}}</ref>
 
Skandal itu menyebabkan penangguhan pinjaman sebesar hampir US $ 1,4 miliar selama beberapa bulan yang dikoordinasikan oleh IMF, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia untuk membantu Indonesia mengatasi krisis ekonominya.<ref name="The New York Times" /><ref name="Asia Pacific Solidarity Network">{{cite news |title=Court rejects suit linked to Bank Bali graft case |url=https://www.asia-pacific-solidarity.net/news/2000-03-07/court-rejects-suit-linked-bank-bali-graft-case.html |accessdate=6 July 2020 |agency=Agence France Presse |publisher=Asia Pacific Solidarity Network |date=7 March 2000}}</ref> IMF menuntut pembebasan penuh laporan audit, tetapi kepala BPK Billy Yudono mengutip undang-undang kerahasiaan perbankan sebagai alasan untuk memberikan laporan hanya kepada polisi. Ringkasan 36 halaman, yang tidak menyebutkan nama, dipublikasikan.<ref>{{cite news |last1=McCawley |first1=Tom |title=The Truth About Bank Bali: It's still under wraps, stirring fears of cover-up |url=http://www.cnn.com/ASIANOW/asiaweek/magazine/99/1008/biz_bankbali.html |accessdate=6 July 2020 |publisher=Asiaweek |date=8 October 1999 |archive-date=2010-05-24 |archive-url=https://web.archive.org/web/20100524061405/http://www.cnn.com/ASIANOW/asiaweek/magazine/99/1008/biz_bankbali.html |dead-url=unfit }}</ref> Ringkasan ini juga menghilangkan rincian aliran dana, atas permintaan BPK.<ref>{{cite news |title=Police deny Indonesia bank scandal cover-up |url=http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/454614.stm |accessdate=6 July 2020 |publisher=BBC News |date=22 September 1999}}</ref>
 
Pada Oktober 1999, Mahkamah Agung memutuskan bahwa salinan lengkap dari laporan tersebut harus diberikan kepada parlemen nasional.<ref>{{cite news |title=Court orders release of report on Bank Bali scandal in Indonesia |url=https://www.deseret.com/1999/10/19/19471260/court-orders-release-of-report-on-bank-bali-scandal-in-indonesia |accessdate=6 July 2020 |agency=Associated Press |publisher=Deseret News |date=19 October 1999}}</ref> Parlemen kemudian mengeluh bahwa ada satu halaman yang hilang dari laporan.<ref>{{cite news |title=Page missing from Bank Bali scandal report |url=https://www.klik.com.my/item/story/2850383/page-missing-from-bank-bali-scandal-report |accessdate=6 July 2020 |agency=Reuter |publisher=The New Straits Times Press |date=6 November 1999}}</ref>
 
== Penutup-nutupan yang gagal dan penyelidikan parlemen ==
Meskipun Pradjoto, yang memicu skandal tersebut pada 30 Juli 1999, tidak menyebut Golkar terlibat, Baramuli menanggapi dengan mengatakan bahwa Pradjoto harus dituntut karena fitnah terhadap Golkar.
 
Majalah berita mingguan Gamma pada 15 Agustus 1999 mencetak transkrip rekaman percakapan antara Baramuli dan Setya Novanto. Percakapan itu, yang telah berlangsung pada 7 Agustus, menampilkan Baramuli menasihati Setya tentang bagaimana membenarkan komisi besar EGP.<ref name="Lesmana2009">{{cite book|author=Tjipta Lesmana|title=Dari Soekarno sampai SBY|url=https://books.google.com/books?id=E544kKzpSYIC&pg=PA146|year=2009|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=978-979-22-4267-6|pages=146–}}</ref> Dalam rekaman itu, Baramuli mengatakan kepada Setya bahwa kesepakatan itu seperti penjualan utang yang normal dan untuk menjaga nama mereka dari itu dan sebaliknya menggunakan nama Djoko Tjandra. Pakar telematika [[Roy Suryo]] mengatakan kepada parlemen bahwa analisisnya menunjukkan bahwa rekaman itu asli.<ref>{{cite web |last1=Suryo |first1=Roy |title=ROY SURYO: MAJU TERUS PANSUS DPR-RI KASUS BANK BALI |url=https://www.mail-archive.com/siarlist@minipostgresql.org/msg02074.html |website=SiaR News Service |publisher=SiaR |accessdate=12 July 2020}}</ref>
 
Pada 23 Agustus 1999, [[Indonesia Corruption Watch]] menerbitkan jurnal pertemuan Rudy Ramli seputar skandal itu.
 
Pada 25 Agustus 1999, Rudy bertemu dengan pengusaha beretnis Tionghoa Kim Yohannes, yang merupakan mantan mitra bisnis Baramuli. Rudy kemudian mengatakan Kim memperingatkannya bahwa jaksa agung akan menuntutnya karena korupsi kecuali dia menarik kembali catatannya. Rudy mengatakan Kim sedang berbicara di telepon dengan Baramuli saat itu. Merasa ancaman datang langsung dari Baramuli, Rudy meminta pengacaranya membuat serangkaian pencabutan, yang salah satunya dikirim Kim ke Baramuli pada hari itu.<ref name="Publishing2020">{{cite book|author=TEMPO Publishing|title=BJ Habibie : dan Cerita Penyelesaian Kemelut Bank Bali|url=https://books.google.com/books?id=0R7UDwAAQBAJ&pg=PA80|date=1 January 2020|publisher=Tempo Publishing|isbn=9786232621589|pages=80–}}</ref>
 
Pada 26 Agustus 1999, setelah rapat kabinet, Menteri Hukum dan HAM / Sekretaris Negara Muladi membacakan surat pencabutan yang dikaitkan dengan Rudy. Surat itu membantah bahwa catatan Rudy tentang skandal Bank Bali adalah asli. “Saya belum pernah membuat kronologi kasus Bank Bali, baik dalam bentuk huruf atau lisan. Kronologi tidak datang dari saya dan oleh karena itu saya tidak bertanggung jawab atas isinya,” kata surat itu. Surat itu seharusnya menunjukkan bahwa tim pemilihan Habibie tidak terlibat dalam skandal itu. Namun wartawan memperhatikan surat itu ditandatangani oleh "Rudi Ramli" sedangkan bankir selalu mengeja nama depannya sebagai "Rudy".
 
Ketika Rudy diinterogasi di hadapan komisi penyelidikan parlemen pada 9 September 1999, dia mengatakan telah dipaksa untuk menandatangani pencabutan, dan telah mengisyaratkan keengganannya dengan sengaja mengeja tanda tangannya secara tidak benar.<ref>{{cite news |last1=Howard |first1=John |title=The Ongoing Bali Bank Scandal |url=https://www.scoop.co.nz/stories/HL9909/S00205/the-ongoing-bali-bank-scandal.htm |accessdate=12 July 2020 |publisher=Scoop Media |date=24 September 1999}}</ref>
 
Muladi sangat marah dan menuntut Rudy Ramli melakukan tes pendeteksi kebohongan. Baramuli menanggapi dengan mengatakan kepada wartawan bahwa Rudy adalah pembohong dan “pengguna narkoba”.
 
Pada 10 September, pengacara HAM [[Adnan Buyung Nasution]], yang pernah menjadi pengacara Rudy pada akhir Agustus, mengungkapkan bahwa kantornya telah membantu Rudy menyusun empat versi pencabutan, tetapi Rudy tidak dapat memilih informasi apa yang akan ditarik. Buyung mengatakan bahwa surat yang dibacakan oleh Muladi adalah konsep yang seharusnya tidak pernah meninggalkan kantornya. Buyung kemudian mengundurkan diri sebagai pengacara Rudy dan bertemu dengan Habibie. Setelah pertemuan itu, dia mengatakan Habibie memberitahunya bahwa Baramuli telah memasok surat yang berisi pencabutan Rudy. Muladi kemudian mengkonfirmasi bahwa Baramuli telah mengamankan pencabutan tersebut.<ref>{{cite news |last1=Zulkifli |first1=Arif |title=Kim Johanes-Baramuli di Balik Bantahan Rudy |url=https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/96764/kim-johanes-baramuli-di-balik-bantahan-rudy |accessdate=12 July 2020 |publisher=Tempo |date=12 September 1999}}</ref>
 
Rudy enggan membahas rincian catatannya dengan parlemen, mengatakan bahwa dia dan keluarganya telah menerima ancaman pembunuhan. Namun dia mengaku mengirim catatan itu pada 13 Agustus 1999 ke seorang pengacara di [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan]] (PDIP), yang kemudian meneruskannya ke Indonesia Corruption Watch.
 
Pada 13 September 1999, Glenn Yusuf diperiksa oleh parlemen dan menyatakan Baramuli telah mendalangi skandal itu, berulang kali memintanya untuk mencairkan klaim Bank Bali dan dua bank lainnya. Dia mengatakan Baramuli telah mencoba untuk membuatnya diberhentikan sebagai ketua BPPN dan digantikan oleh Pande Lubis.
 
Glenn membenarkan kaki tangan Baramuli termasuk Tanri Abeng dan Syahril Sabirin. Dia mengatakan Baramuli ingin mengumpulkan dana untuk membeli suara di MPR dan bahkan mendiskusikan perhitungannya mengenai berapa kursi yang akan dibutuhkan oleh kemenangan.
 
Pada 14 September 1999, Menteri Keuangan Bambang Subianto juga menyalahkan Baramuli dan Tanri Abeng atas skandal itu. Namun, media lokal mencatat bahwa Bambang telah dikaitkan dengan Pande Lubis selama 36 tahun dan pasangan tersebut telah bekerja di Bank Bapindo milik negara, yang runtuh pada tahun 1994 karena kesalahan manajemen. Ketika diangkat menjadi menteri keuangan, Bambanglah yang membawa Pande Lubis bekerja di BPPN di bawah Glenn Yusuf.
 
Ketika ditanyai oleh parlemen, Baramuli membantah terlibat. “Ini konspirasi! Orang-orang ini amoral – mereka hanya ingin menjatuhkan saya, karena sayalah yang membuat Golkar menang [ [[pemilihan umum legislatif Indonesia 1999|pemilihan umum 1999]]]. Saya selalu mematuhi ajaran Nabi Muhammad, dan saya memohon kepada Allah untuk mengampuni mereka atas apa yang mereka lakukan. "
 
Berikutnya untuk bersaksi adalah Tanri Abeng, yang menolak untuk menjawab pertanyaan. Dia diikuti oleh Setya Novanto, yang mengaku memiliki hubungan dekat dengan Baramuli dan Tanri, tetapi dia bersikeras sebagian besar dana yang diterima EGP dari Bank Bali, Rp426 miliar, masuk ke rekening yang dipegang oleh Djoko Tjandra, sementara Rp112 miliar masuk ke perusahaan tekstil Ungaran Sari Garment milik Manimaren. Setya mengklaim telah memulai pembayaran kembali Rp546 miliar kepada Bank Bali.
 
Pada 24 September 1999, komisi penyelidikan parlemen mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan 13 orang yang terlibat dalam skandal itu. Ada tujuh pejabat pemerintah: Baramuli, Bambang Subianto, Tanri Abeng, Syahril Sabirin, Glenn Yusuf, Pande Lubis dan wakil direktur BPPN Farid Harijanto; dan enam pejabat non-pemerintah: Djoko Tjandra, Setya Novanto, Kim Yohannes, Rudy Ramli dan dua pejabat Bank Bali lainnya. Komisi itu ingin menyebut 16 orang yang terlibat, tetapi Ketua DPR Harmoko dan Wakil Ketua DPR Abdul Gafur – keduanya anggota Golkar – meyakinkannya untuk mencoret tiga nama: Marimutu Manimaren, Timmy Habibie dan Hariman Siregar. Mereka juga ingin nama Baramuli dihilangkan dari daftar, tetapi gagal.<ref name="O'Rourke2002">{{cite book|author=Kevin O'Rourke|title=Reformasi: The Struggle for power in post-Soeharto Indonesia|url=https://books.google.com/books?id=RdAE0xYWCZQC|date=1 July 2002|publisher=Allen & Unwin|isbn=978-1-74115-003-2|page=286}}</ref>
 
== Kasus perdata ==
Setelah skandal itu mencuat, BPPN membatalkan perjanjian cessie dan membatalkan hak EGP untuk biaya tersebut. Setya Novanto mengajukan gugatan perdata terhadap pembatalan biaya EGP. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada bulan April 2000 memutuskan untuk memenangkan EGP. Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan keputusan tersebut dan memberikan kewenangan kepada [[Kejaksaan Agung Republik Indonesia|Kejaksaan Agung]] untuk mengembalikan dana ke EGP.
 
Bank Bali mengajukan banding atas keputusan tersebut. Pada 8 April 2004, Mahkamah Agung mengabulkan banding. EGP mengajukan peninjauan kembali, yang ditolak Mahkamah Agung pada tanggal 29 Mei 2007, sehingga uang itu secara hukum milik Bank Bali (yang saat itu telah diganti namanya menjadi [[Bank Permata]]). Dalam keputusan terpisah, Mahkamah Agung pada Juni 2009 memutuskan dana tersebut harus dikembalikan ke kas negara.<ref name="Circuitous Court Rulings">{{cite news |last1=Aprianto |first1=Anton |title=Circuitous Court Rulings |url=https://magz.tempo.co/read/18848/circuitous-court-rulings |accessdate=6 July 2020 |publisher=Tempo |date=23 June 2009}}</ref>
 
== Investigasi dan persidangan hukum ==
=== Rudy Ramli ===
Pada Agustus 1999, kepolisian Indonesia memulai penyelidikan atas skandal itu. Di bawah pemerintahan Habibie, kepolisian memfokuskan penyelidikan mereka hanya pada Rudy Ramli dan tiga direktur Bank Bali lainnya: Firman Soetjahja, Hendri Kurniawan dan Rusli Suryadi. Rudy, yang beretnis Tionghoa dan menderita stroke pada Maret 1999, mengeluh bahwa ia dijadikan kambing hitam, karena polisi tidak menargetkan politisi Golkar dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam skandal itu.<ref>{{cite news |last1=Ford |first1=Maggie |title=The Scapegoat of Baligate |url=https://www.newsweek.com/scapegoat-baligate-162802 |accessdate=6 July 2020 |publisher=Newsweek |date=12 December 1999}}</ref>
 
Polisi menginterogasi Rudy pada September 1999 dan memenjarakannya selama 38 hari. Pada 11 November 1999, Rudy dan tiga direktur Bank Bali diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.<ref name="jawawa.id" /> Mereka dituduh melanggar undang-undang perbankan karena menyembunyikan pembayaran dari bank sentral dan menghadapi hukuman 15 tahun penjara jika terbukti bersalah. Keempatnya dibebaskan pada Desember 1999, di bawah administrasi pengganti Habibie, Abdurrahman Wahid, ketika pengadilan menolak tuduhan terhadap mereka.
 
=== Pande Lubis ===
Didakwa dengan tuduhan korupsi, Pande Lubis dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 23 November 2000. Ketua ketua majelis hakim Putra Jadnya memutuskan bahwa keputusan Pande untuk mentransfer dana BPPN ke Bank Bali dibuat atas nama BPPN, sehingga Pande tidak bertanggung jawab atas transaksi tersebut. karena dia belum membuat keputusan dalam kapasitas pribadi. Jaksa penuntut umum Tarwo Hadi Sadjuri mengajukan banding atas putusan tersebut, dengan alasan Pande menyalahgunakan kewenangannya dengan secara ilegal menyetujui suntikan Rp904,6 miliar ke Bank Bali. Dia mengatakan klaim Bank Bali terhadap BDNI telah diproses melalui delapan transaksi swap dan dua transaksi lainnya, yang semuanya ditolak oleh Bank Indonesia sampai Pande turun tangan. Jaksa juga mengatakan Lubis menerapkan bunga tambahan untuk pinjaman dan tahu bahwa setidaknya 50% dari total dana akan ditransfer ke EGP.<ref>{{cite news |last1=Taufik |first1=Ahmad |title=Odd Man Out |url=https://magz.tempo.co/read/10093/odd-man-out |accessdate=6 July 2020 |publisher=Tempo |date=16 March 2004}}</ref> Mahkamah Agung pada 10 Maret 2004 menghukum Pande empat tahun penjara.<ref>{{cite news |title=Days of Indonesian tycoon fugitive numbered |url=https://www.thenational.com.pg/days-of-indonesian-tycoon-fugitive-numbered/ |accessdate=6 July 2020 |publisher=The National |date=23 January 2013}}</ref> Ia dinyatakan bersalah karena menipu negara dan melakukan korupsi. Pande menanggapi dengan mengeluh bahwa dia hanya mengikuti perintah. Dia mengatakan transaksi telah disetujui oleh lima pejabat BPPN dan menteri keuangan saat itu. Pengacara Lubis, Asfiduddin, berpendapat transaksi itu sah karena didasarkan pada keputusan presiden dan surat edaran yang dikeluarkan oleh menteri keuangan.
 
=== Syahril Sabirin ===
Syahril Sabirin mengancam akan menuntut PricewaterhouseCoopers atas laporan auditnya atas skandal itu, yang menurutnya tidak adil dan spekulatif.<ref name="As Bank Scandal Worsens, Indonesia" /> Pada 13 Maret 2002, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman penjara tiga tahun kepada Sabirin karena melanggar prinsip-prinsip perbankan yang berhati-hati dengan persetujuannya atas suntikan dana ke Bank Bali.<ref>{{cite news |last1=Wicaksono |title=Sabirin's Lucky Star |url=https://magz.tempo.co/read/4433/sabirins-lucky-star |accessdate=6 July 2020 |publisher=Tempo |date=10 September 2002}}</ref> Ia tetap bebas dan menolak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala Bank Indonesia yang menunggu banding.<ref name="Shimizu2007">{{cite book|author=Yoshinori Shimizu|title=Economic Dynamism of Asia in the New Millenium: From the Asian Crisis to a New Stage of Growth|url=https://books.google.com/books?id=OBNhDQAAQBAJ&pg=PA74|year=2007|publisher=World Scientific|isbn=978-981-270-756-7|pages=74–}}</ref> Pengadilan Tinggi Jakarta membatalkan hukuman tersebut pada 29 Agustus 2002.<ref name="Eur2002">{{cite book|author=Eur|title=The Far East and Australasia 2003|url=https://books.google.com/books?id=LclscNCTz9oC&pg=PA531|year=2002|publisher=Psychology Press|isbn=978-1-85743-133-9|pages=531–}}</ref> Mahkamah Agung pada tahun 2004 menguatkan pembebasannya. Pada 11 Juni 2009, Mahkamah Agung memeriksa kembali kasus ini dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara.<ref>{{cite news |title=AGO names businessman Tjandra graft fugitive |url=http://ibc-club.sg/mediaFiles/TradeNews29062009.htm |accessdate=6 July 2020 |publisher=The Coordinating Ministry for Economic Affairs |date=29 June 2009}}</ref>
 
=== Djoko Tjandra ===
Pada 27 September 1999, Kejaksaan Agung mulai menyelidiki peran Djoko Tjandra dalam skandal itu. Dia ditahan oleh Kejaksaan Agung dari 29 September 1999 hingga 8 November 1999. Dia kemudian ditempatkan di bawah tahanan kota dari 9 November 1999 hingga 13 Januari 2000. Dia kemudian ditahan lagi oleh kantor dari 14 Januari 2000 hingga 10 Februari 2000. Kasusnya diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 9 Februari 2000. Pengadilan memutuskan bahwa ia harus ditahan di kota. Djoko dituduh melakukan korupsi dalam "mengatur dan terlibat dalam transaksi ilegal". Pada 6 Maret 2000, ia dibebaskan dari penangkapan kota, dengan wakil ketua majelis hakim R. Sunarto yang memutuskan kasus tersebut seharusnya didengar oleh pengadilan perdata, bukan pengadilan pidana.<ref name="Asia Pacific Solidarity Network" /> Jaksa penuntut meminta hukuman 18 bulan.<ref>{{cite news |title=Search Results Web results Portrait of a Judiciary in the South |url=https://magz.tempo.co/read/12244/portrait-of-a-judiciary-in-the-south |accessdate=6 July 2020 |publisher=Tempo |date=17 January 2006}}</ref> Jaksa Penuntut Umum meminta Pengadilan Tinggi Jakarta untuk meninjau putusan tersebut. Pada 31 Maret 2000, Pengadilan Tinggi Jakarta memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili Tjandra. Dia kembali ke pengadilan pada bulan April 2000. Jaksa penuntut lagi mencari hukuman 18 bulan untuk korupsi yang menyebabkan kerugian negara. Pada 28 Agustus 2000, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Tjandra bebas dari semua tuduhan. Hakim mengatakan meskipun dakwaan jaksa penuntut atas tindakan Tjandra terbukti secara hukum, tindakan itu bukan merupakan tindak pidana melainkan tindakan sipil. Pada 21 September 2000, jaksa penuntut negara mengajukan banding. Pada tanggal 26 Juni 2001, Mahkamah Agung membebaskan Tjandra dari semua dakwaan. Hakim Sunu Wahadi dan M. Said Harahap menyatakan dia tidak bersalah, sementara hakim Artidjo Alkostar mengeluarkan pendapat berbeda.
 
Pada Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas pembebasan Djoko Tjandra. Pada 10 Juni 2009, Djoko menerbangkan pesawat sewaan dari [[Bandara Halim Perdanakusuma]] Jakarta ke [[Port Moresby]], [[Papua Nugini]]. Keesokan harinya, panel peninjauan Mahkamah Agung, yang diketuai oleh Djoko Sarwoko, dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa dan Artidjo Alkostar, menerima peninjauan yudisial. Djoko dijatuhi hukuman penjara dua tahun, didenda Rp15 juta dan jumlah yang disengketakan sebesar Rp546.166.116.369 di Bank Permata diperintahkan disita untuk negara. Imigrasi terlambat melarang Djoko bepergian. Pada 16 Juni 2009, Djoko gagal memenuhi panggilan dari Kantor Kejaksaan Agung untuk mulai menjalani hukuman penjara. Ia mengabaikan panggilan kedua dan dinyatakan buron. I waa kemudian diberikan kewarganegaraan oleh Papua Nugini, yang juga memberinya paspor dengan nama baru dan dengan tanggal lahir baru.<ref name="detikcom" />
 
== Dampak terhadap Bank Bali ==
Di bawah Rudy Ramli, Bank Bali telah tumbuh menjadi bank swasta terbesar keempat di Indonesia. Bank Bali bergerak di bidang perbankan konsumen dan dihormati oleh para analis sekuritas untuk portofolio pinjaman yang relatif konservatif. [3]
 
Setelah BPPN mengambil alih manajemen Bank Bali pada Juli 1999, Rudy digulingkan sebagai presiden direktur dan manajemen kemudian diambil alih oleh Standard Chartered PLC London. Lebih dari 1.000 staf Bank Bali memprotes di Jakarta untuk menunjukkan dukungan kepada Rudy dan untuk menentang manajer asing yang ditunjuk untuk bank oleh Standard Chartered.<ref name="The New York Times" />
 
Pada bulan Februari 2001, Bank Bali bergabung dengan empat bank lain: [[Bank Artamedia]], Bank Patriot, Bank Prima Express dan [[Bank Universal]]. Pada Oktober 2002, bank-bank yang dimerger ini dinamai Bank Permata. Pada bulan September 2006, pemerintah Indonesia menjual saham mayoritasnya di Permata ke Standard Chartered dan Astra International seharga Rp5,6 triliun. Menurut perjanjian penjualan, dana yang disengketakan dalam rekening cessie akan tetap berada di Bank Permata.<ref name="Circuitous Court Rulings" />
 
== Dampak sosiopolitik ==
Korupsi politik telah berkembang selama 32 tahun di masa pemerintahan mantan presiden [[Soeharto]], tetapi jarang dilaporkan oleh media Indonesia. Baligate menjadi salah satu skandal korupsi terbesar pasca-Suharto dan dilaporkan secara luas oleh media Indonesia. Cakupan skandal dalam negeri sering kali membayangi berita [[referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|referendum Timor Timur]] tahun 1999 untuk memisahkan diri dari Indonesia.<ref>{{cite news |last1=Magnier |first1=Mark |title=Bank Scandal Stirs Up Trouble for Indonesia |url=https://www.latimes.com/archives/la-xpm-1999-sep-27-mn-14564-story.html |accessdate=6 July 2020 |publisher=Los Angeles Times |date=27 September 1999}}</ref>
 
Habibie menolak untuk mengambil tindakan terhadap pejabat pemerintah yang dituduh melakukan kesalahan dalam skandal itu. Dia menolak panggilan untuk menangguhkan Barramuli dari DPA dan sebagai gantinya pada 14 Agustus 1999 – ketika skandal itu berlangsung – menghadiahkannya dengan kehormatan tertinggi bangsa Indonesia, Anugerah Bintang.<ref>{{cite news |last1=Hidayati |first1=Nurul |title=Habibie Anugerahi Kabinet Penghargaan |url=https://www.mail-archive.com/kuli-tinta@indoglobal.com/msg04289.html |accessdate=12 July 2020 |publisher=detikcom |date=14 August 1999}}</ref> Tanggapan Habibie terhadap skandal tersebut berkontribusi pada kegagalannya untuk memenangkan pemilihan kembali, ketika Majelis Permusyawaratan Rakyat pada 19 Oktober 1999 menolak pidato pertanggungjawabannya dengan suara 355 hingga 322, meskipun ada lobi yang kuat untuk Habibie oleh Baramuli.<ref name="Kim2000" /><ref name="Bresnan2005">{{cite book|author=John Bresnan|title=Indonesia: The Great Transition|url=https://books.google.com/books?id=RRq_AAAAQBAJ&pg=PA202|date=6 October 2005|publisher=Rowman & Littlefield Publishers|isbn=978-1-4616-3772-1|pages=202–}}</ref><ref name="Suryadinata2002">{{cite book|author=Leo Suryadinata|title=Elections and Politics in Indonesia|url=https://books.google.com/books?id=vkmhx4GxMM8C&pg=PA147|year=2002|publisher=Institute of Southeast Asian Studies|isbn=978-981-230-127-7|pages=147–}}</ref> Skandal ini juga dikreditkan dengan berkontribusi pada berakhirnya kekuasaan Partai Golkar.<ref name="McCoy2019">{{cite book|author=Mary E. McCoy|title=Scandal and Democracy: Media Politics in Indonesia|url=https://books.google.com/books?id=34x8DwAAQBAJ&pg=PA190|date=15 March 2019|publisher=Cornell University Press|isbn=978-1-5017-3105-1|pages=190–}}</ref>
 
Sebuah laporan yang dikeluarkan pada Maret 2000 oleh [[Departemen Luar Negeri AS]] mencatat skandal Bank Bali "mensyaratkan operasi pencucian uang besar-besaran yang bertujuan menyembunyikan banyak penerima manfaat." Laporan tersebut mendesak Indonesia untuk menerapkan undang-undang anti-pencucian uang dan praktik pengawasan bank yang berhati-hati untuk mencegah bank-bank Indonesia menjadi korban skandal.<ref>{{cite web |title=Money Laundering and Financial Crimes |url=https://2009-2017.state.gov/j/inl/rls/nrcrpt/1999/928.htm |website=U.S. State Department Archive |publisher=The Office of Website Management, Bureau of Public Affairs |accessdate=7 July 2020}}</ref> Indonesia pada tahun 2002 membentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, kemudian pada tahun 2010 diberlakukan undang-undang anti pencucian uang dan pada tahun 2011 membentuk [[Otoritas Jasa Keuangan]].<ref name="LindseyButt2018">{{cite book|author1=Tim Lindsey|author2=Simon Butt|title=Indonesian Law|url=https://books.google.com/books?id=sB5pDwAAQBAJ&pg=PA31|date=6 September 2018|publisher=OUP Oxford|isbn=978-0-19-166556-1|pages=31–}}</ref>
 
== Referensi ==
{{Reflist|2}}
 
[[Kategori:Korupsi di Indonesia]]
== Referensi==
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1999]]
{{Reflist}}
[[Kategori:Ekonomi Indonesia]]