Hak-hakan: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah Kategori:Warisan Takbenda Indonesia menggunakan HotCat |
Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5 |
||
(10 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''''Hak-hakan''''' menurut [[Kamus Besar Bahasa Indonesia]] berasal dari kata “hak” yang artinya memiliki.<ref>{{Cite book|title=Kamus Besar Bahasa Indonesia|last=Penyusun|first=Tim|publisher=Balai Pustaka|year=1990|isbn=|location=Jakarta|pages=292}}</ref>
Berawal dari sebuah dusun yang ditempati beberapa keluarga memiliki masalah dengan keberadaan air selama mereka bercocok tanam. Mereka pun mengadakan [[musyawarah]] dan mencari sumber air hingga ke daerah Muncar. Sumber air yang ditemukan diberi nama sumber ''buda'', yaitu sumber air yang dibuat saluran menuju daerah mereka. Pembuatan saluran ini tidak semudah yang dibayangkan. Mereka bekerja keras meratakan gunung dan tanah miring, menyingkirkan batu besar dan membersihkan pohon yang menghalangi jalur air. Hingga akhirnya air pun dapat dialirkan ke daerah mereka. Saluran tersebut dinamai “Kaliyoso” yang berarti sungai yang dibuat bersama. Tanah [[pertanian]] menjadi subur dan berangsur-angsur daerah tersebut menjadi [[Kampung|perkampungan]] yang ramai. [[Kampung|Perkampungan]] ini akhirnya dinamai juga “Kaliyoso” sama seperti saluran air yang dibuat.<ref>{{Cite book|title=Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2018|last=Penyusun|first=Tim|publisher=Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya|year=2018|isbn=|location=Jakarta|pages=213-214}}</ref>
Sebagai wujud syukur, mereka merefleksikan kegembiraannya dengan [[tradisi]] ''hak-hakan'' yang dilaksanakan setiap tahun, namun tidak ada ketetapan waktu dalam pelaksanaannya. Biasanya dilaksanakan setelah [[panen]] berakhir.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Sujarno|first=|date=Desember 2013|title=Tradisi Hak-Hakan di Wonosobo (Salah Satu Sarana Pendidikan Karakter di Masyarakat Pedesaan)|url=http://slims.radenfatah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=19532&keywords=|journal=Jantra (Jurnal Sejarah dan Budaya)|volume=Vol. 8, No. 2|issue=|doi=|pmid=|access-date=|archive-date=2023-02-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20230207130110/https://slims.radenfatah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=19532&keywords=|dead-url=no}}, p. 171</ref>
== Tahapan == Adapun tahapan [[tradisi]] ''hak-hakan'' sebagai berikut #: [[Tradisi]] ''hak-hakan'' diawali dengan melakukan [[ziarah]] ke [[petilasan]] dan makam para leluhur. Hal ini bertujuan untuk mengenang kembali jasa para pendahulunya yang telah berjuang untuk memakmurkan masyarakat Kaliyoso.<ref name=":0" />
▲# [[Ziarah]]
#: Seni ''tayub'' dalam [[tradisi]] ''hak-hakan'' merupakan suatu keharusan sebagai pesan para pendahulu agar selalu diikutsertakan. Selama pementasan seni ''tayub'' ada yang disebut ''nyawanggati'' (para warga yang membawa anak balitanya). Yakni mereka yang telah ber[[nazar]], misalnya “besok kalau ''merti dusun'' anak ini akan saya bawa ke ''tayuban''”. Di sini mereka akan meminta ''tledhek'' (penyanyi ''tayub'') menyanyi dan menari diperuntukkan bagi anak balitanya yang semata-mata untuk menghindari ''sawan'' (musibah) dan setelahnya akan memberi imbalan yang disebut ''saweran''.<ref name=":0" />
▲[[Tradisi]] ''hak-hakan'' diawali dengan melakukan [[ziarah]] ke [[petilasan]] dan makam para leluhur. Hal ini bertujuan untuk mengenang kembali jasa para pendahulunya yang telah berjuang untuk memakmurkan masyarakat Kaliyoso<ref name=":0" />.
#: Pementasan [[tari]] didahului upacara sederhana dengan menyiapkan [[Sesajen|sesaji]] yang diarak dari rumah kepala dusun menuju ke tempat pementasan. Adapun tarian itu berupa gerakan membabad hutan, membuat bendungan, membuat selokan, dan membersihkan selokan. Setiap tahap dalam tarian ini ditandai dengan senggakan ''alok-alok huse''.<ref name=":0" />
▲2. Pementasan seni ''tayub''
#: Dalam pementasannya, ada cerita atau [[Sandiwara|lakon]] yang dipentaskan yang dinamakan “Rama Tambak”. Dalam [[Sandiwara|lakon]] ini dalang harus mengerti kemauan dari masyarakat Kaliyoso, yakni musuh-musuh Sri Rama harus bisa dikalahkan bahkan harus mati. Di sini ada kekhawatiran dari kepercayaan masyarakat setempat, yakni jika [[prajurit]] dari [[Kerajaan Alengka|Alengka]] tidak dapat dikalahkan maka bendungan dan selokan yang mereka miliki akan mengalami kerusakan. Pementasan [[wayang]] dimulai pukul 22.00-05.00 WIB. Rangkaian [[tradisi]] ''hak-hakan'' ditutup dengan pengajian yang
▲Seni ''tayub'' dalam [[tradisi]] ''hak-hakan'' merupakan suatu keharusan sebagai pesan para pendahulu agar selalu diikutsertakan. Selama pementasan seni ''tayub'' ada yang disebut ''nyawanggati'' (para warga yang membawa anak balitanya). Yakni mereka yang telah ber[[nazar]], misalnya “besok kalau ''merti dusun'' anak ini akan saya bawa ke ''tayuban''”. Di sini mereka akan meminta ''tledhek'' (penyanyi ''tayub'') menyanyi dan menari diperuntukkan bagi anak balitanya yang semata-mata untuk menghindari ''sawan'' (musibah) dan setelahnya akan memberi imbalan yang disebut ''saweran''<ref name=":0" />.
▲3. Pementasan [[tari]] kolosal
▲Pementasan [[tari]] didahului upacara sederhana dengan menyiapkan [[Sesajen|sesaji]] yang diarak dari rumah kepala dusun menuju ke tempat pementasan. Adapun tarian itu berupa gerakan membabad hutan, membuat bendungan, membuat selokan, dan membersihkan selokan. Setiap tahap dalam tarian ini ditandai dengan senggakan ''alok-alok huse''<ref name=":0" />.
▲4. Pementasan [[Wayang kulit|wayang kulit]]
▲Dalam pementasannya, ada cerita atau [[Sandiwara|lakon]] yang dipentaskan yang dinamakan “Rama Tambak”. Dalam [[Sandiwara|lakon]] ini dalang harus mengerti kemauan dari masyarakat Kaliyoso, yakni musuh-musuh Sri Rama harus bisa dikalahkan bahkan harus mati. Di sini ada kekhawatiran dari kepercayaan masyarakat setempat, yakni jika [[prajurit]] dari [[Kerajaan Alengka|Alengka]] tidak dapat dikalahkan maka bendungan dan selokan yang mereka miliki akan mengalami kerusakan. Pementasan [[wayang]] dimulai pukul 22.00-05.00 WIB. Rangkaian [[tradisi]] ''hak-hakan'' ditutup dengan pengajian yang bertempat di Masjid Dusun Kaliyoso<ref name=":0" />.
[[Tradisi]] ''hak-hakan'' memiliki manfaat yaitu :▼
== Manfaat ==
# Pelestarian lingkungan alam
#: Tradisi ''hak-hakan'' dikatakan sebagai simbol dalam melestarikan alam, yakni wujud syukur akan keberadaan air dipermukaan bumi ini.
▲Tradisi ''hak-hakan'' dikatakan sebagai simbol dalam melestarikan alam, yakni wujud syukur akan keberadaan air dipermukaan bumi ini.
#: Dengan dilaksanakannya [[tradisi]] ''hak-hakan'' di setiap tahunnya diharapkan dapat menjadi warisan [[Budaya Indonesia|budaya]] bagi generasi muda. Hal ini karena tradisi ''hak-hakan'' diibaratkan sebagai gambaran perjalanan hidup manusia yang kesemuanya adalah anugerah Tuhan untuk dilestarikan.<ref name=":0" />
▲2. Pelestarian [[Budaya Indonesia|budaya]]
▲Dengan dilaksanakannya [[tradisi]] ''hak-hakan'' di setiap tahunnya diharapkan dapat menjadi warisan [[Budaya Indonesia|budaya]] bagi generasi muda. Hal ini karena tradisi ''hak-hakan'' diibaratkan sebagai gambaran perjalanan hidup manusia yang kesemuanya adalah anugerah Tuhan untuk dilestarikan<ref name=":0" />.
== Referensi ==
{{Reflist}}
[[Kategori:
|