Banteng: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20230813sim)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(4 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 40:
}}
 
'''Banteng''' (dari [[bahasa Jawa]]/[[bahasa Sunda|Sunda]]: ''banthèng''; nama spesies: ''Bos javanicus'') atau '''tembadau''' adalah spesies [[hewan]] yang sekerabat dengan [[sapi]] dan ditemukan di berbagai wilayah [[Asia Tenggara]]. Banteng jantan dan betina memiliki perbedaan yang mencolok ([[dimorfisme seksual]]): pejantan biasanya berkulit cokelat gelap atau hitam, berbadan besar dan kekar, sedangkan banteng betina lebih langsing dan memiliki kulit cokelat muda. Banteng memiliki bercak besar berwarna putih di bagian bokong. Baik pejantan maupun betina memiliki tanduk, umumnya dengan panjang 60 hingga 75 cm. Ilmuwan umumnya membaginya menjadi tiga [[subspesies]]: banteng jawa, banteng indocina, dan banteng kalimantan. Banteng liar biasanya lebih besar dibandingkan banteng yang telah [[Domestikasi|didomestikasi]] oleh manusia.
 
Banteng aktif pada siang dan malam hari, tetapi aktivitas malam lebih umum di daerah yang banyak dikunjungi manusia. Kawanan banteng di alam liar terdiri dari 2 hingga 40 ekor banteng dengan hanya satu pejantan. Banteng adalah hewan dalam golongan herbivora dan memakan berbagai tumbuhan seperti rumput, [[Cyperaceae|teki]], tunas, daun, bunga, dan buah-buahan. Banteng sering minum air, terutama dari air yang tenang, tetapi mampu bertahan beberapa hari tanpa air di [[musim kemarau]]. [[Fisiologi]] reproduksi banteng tidak banyak diketahui, tetapi mungkin mirip dengan [[sapi eropa]] yang telah banyak diamati. Induk banteng [[Gestasi|mengandung]] dalam jangka 285 hari (lebih dari 9 bulan, atau seminggu lebih lama dibandingkan sapi eropa) dan kemudian melahirkan seekor anak banteng saja. Banteng ditemukan di berbagai jenis [[habitat]] di jangkauan alamiahnya, termasuk hutan ber[[tumbuhan peluruh]], setengah peluruh, bagian bawah hutan [[Ekosistem montana|montana]], lahan pertanian yang ditinggalkan, serta daerah rerumputan.
Baris 47:
 
== Taksonomi dan asal-usul ==
[[Deskripsi spesies]] banteng pertama kali dilakukan oleh seorang naturalis Jerman [[Joseph Wilhelm Eduard d'Alton]] pada tahun 1823.<ref name=hooijer/><ref name=d'alton/> Nama ''banteng'' yang diserap dari bahasa Jawa ''banthèng'' digunakan sebagai nama umum spesies ini, termasuk dalam bahasa luar Nusantara seperti bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman.<ref>{{cite Merriam-Webster|Banteng|accessdate=8 Mei 2020}}</ref><ref>{{cite book|title=An Abridged Malay-English Dictionary (Romanised)|page=16|chapter=Banteng|chapterurl={{Google Books|id=8SESAwAAQBAJ|page=16|plainurl=yes}}|publisher=F. M. S. Government Press|last=Wilkinson|first=R. J.|date=1908|location=Kuala Lumpur}}</ref><ref name=cambridge>{{cite book|author1=Gardner, P. C.|author2=Pudyatmoko, S.| author3=Bhumpakphan, N. | author4= Yindee, M.|author5=Ambu, D. L. N|author6=Goossens, B.|editors=Melletti, M. dan Burton, J.|chapter-url=https://www.cambridge.org/core/books/ecology-evolution-and-behaviour-of-wild-cattle/banteng-bos-javanicus-dalton-1823/54C2CFAC2C9EA1BF780E4CCB16E7F191|chapter=Banteng Bos javanicus d’Alton, 1823|title=Ecology, Evolution and Behaviour of Wild Cattle|date=2015|publisher=Cambridge University Press|access-date=2020-06-10|archive-date=2020-06-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20200609105737/https://www.cambridge.org/core/books/ecology-evolution-and-behaviour-of-wild-cattle/banteng-bos-javanicus-dalton-1823/54C2CFAC2C9EA1BF780E4CCB16E7F191|dead-url=no}}</ref> Nama-nama lokal lain yang digunakan di daerah jangkauan banteng adalah tembadau atau sapi hutan (Melayu), wau daeng (Thai), ngua pha (Laos), dan tsiane (Myanmar).<ref name=cambridge/> Deskripsi d'Alton berasal dari dua tengkorak yang berasal dari Pulau [[Jawa]] dari seekor pejantan dan seekor betina, tetapi hanya pejantannya yang disebut sebagai banteng oleh d'Alton, sedangkan betinanya ia sebut sebagai sapi liar dari Jawa.<ref name=d'alton>{{cite book|title=Die Skelete der Wiederkauer, abgebildet und verglichen|trans-title=The Skeletons of the Ruminants, shown and compared||language=Jerman|author=d'Alton, E. J.|date=1823|location=Bonn|publisher=E. Weber|page=plate VIII, gambar c dan d|authorlink=Eduard Joseph d'Alton}}</ref>
Tengkorak-tengkorak ini dibawa ke [[Rijksmuseum van Natuurlijke Historie|Museum Nasional Sejarah Alam]] di [[Leiden]], Belanda. Berbagai nama kemudian digunakan oleh komunitas ilmiah untuk spesies banteng, termasuk ''Bos leucoprymnus'', ''Bos banteng'', ''Bos bantinger'', dan ''Bos sondaicus''. Kemudian, [[Dirk Albert Hooijer]] yang bekerja di museum tersebut menyebut bahwa nama yang digunakan d'Alton pada 1823-lah yang merupakan nama pertama yang sah. d'Alton menggunakan nama ''Bibos javanicus'' untuk pejantan yang ia deskripsikan, atau bisa dianggap sebagai ''Bos (Bibos) javanicus'' jika ''Bibos'' adalah [[subgenus]] dari ''Bos''.<ref name=hooijer/><ref name="Pennant 1800 35">{{cite book|title=Outlines of the Globe: The View of the Malyan Isles, New Holland, and the Spicy Islands|last=Pennant|first=T.|authorlink=Thomas Pennant|volume=IV|publisher=Henry Hughes|location=London|date=1800|url={{Google Books|id=F3ZdAAAAcAAJ|page=35|plainurl=yes}} |page=35}}</ref>
 
Nama ''Bos leucoprymnus'' diajukan pada 1830, tetapi awalnya ditolak karena dianggap mendeskripsikan persilangan antara banteng dengan seekor sapi ternak; tetapi Hooijer menulis bahwa belum tentu deskripsi tersebut merujuk kepada spesies silang, dan kalaupun benar, nama tersebut tetap sah (sebagai [[Sinonim (taksonomi)|sinonim]]). Namun, nama ini muncul tujuh tahun setelah deskripsi d'Alton sehingga tidak mendapat prioritas. Demikian juga dengan nama ''Bos banteng'' yang tercatat pada 1836 dan ''Bos bantinger'' pada 1845. Dalam revisi deskripsi d'Alton yang dikeluarkan pada 1845, para penulisnya berpendapat bahwa kedua spesimen tersebut adalah sapi liar dan menyebutnya ''Bos sundaicus''. Salah satu kesalahan dalam tulisan ini adalah spesimen betina dianggap sebagai pejantan muda, dan kesalahan ini banyak diikuti tulisan-tulisan selanjutnya.<ref name=hooijer>{{cite journal|last=Hooijer|first=D. A.|authorlink=Dirk Albert Hooijer|title=The valid name of the banteng: ''Bibos javanicus'' (d'Alton)|url=https://www.repository.naturalis.nl/document/149669|pages=223-226|volume=34|issue=14|journal=Zoologische Mededelingen uitgegeven door het Rijksmuseum van Natuurlijke Historie et Leiden (Zoological Notices published by the National Museum of Natural History in Leiden)|access-date=2020-05-23|archive-date=2020-04-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20200407041640/https://www.repository.naturalis.nl/document/149669|dead-url=no}}</ref>
 
=== Subspesies ===
Baris 59:
* Banteng kalimantan atau banteng borneo (''B. j. lowi'') {{small|Lydekker, 1912}}: Hanya ada di [[Kalimantan]].
 
Penelitian [[filogeni]] yang dilakukan pada 2015 memperoleh [[DNA mitokondria|genom mitokondria]] lengkap dari banteng kalimantan. Hasil ini menunjukkan bahwa banteng kalimantan berkerabat lebih dekat dengan [[seladang]] atau gaur (''Bos gaurus'') dibandingkan subspesies banteng yang lain dan diperkirakan mengalami [[Divergensi genetis|divergensi]] sekitar 5,03 juta tahun yang lalu. Selain itu, banteng kalimantan memiliki [[jarak genetik]] yang lebih jauh dengan [[sapi eropa]] (''Bos taurus taurus'') maupun [[sapi Zebu|sapi zebu]] (''Bos taurus indicus''). Hal ini mengindikasikan banteng kalimantan liar tidak banyak bersilangan dengan kedua jenis sapi tersebut sejak divergensi genetik nenek moyang mereka. Peneliti tersebut juga mengusulkan kemungkinan banteng kalimantan dianggap sebagai spesies sendiri. Hubungan filogenetik antara subspesies-subspesies banteng dengan kerabat-kerabatnya ditunjukkan oleh [[kladogram]] berikut ini:<ref name=2015study>{{cite journal |last1=Matsubayashi |first1=H. |last2=Hanzawa |first2=K. |last3=Kono |first3=T. |last4=Ishige |first4=T. |last5=Gakuhari |first5=T. |last6=Lagan |first6=P. |last7=Sunjoto |first7=I. |last8=Sukor |first8=J. R. A. |last9=Sinun |first9=W. |last10=Ahmad |first10=A. H. |title=First molecular data on Bornean banteng ''Bos javanicus lowi'' (Cetartiodactyla, Bovidae) from Sabah, Malaysian Borneo |journal=Mammalia |date=2014 |volume=78 |issue=4 |doi=10.1515/mammalia-2013-0052 |url=https://www.researchgate.net/publication/260944693_First_molecular_data_on_Bornean_banteng_Bos_javanicus_lowi_Cetartiodactyla_Bovidae_from_Sabah_Malaysian_Borneo |access-date=2020-05-23 |archive-date=2020-06-16 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200616171021/https://www.researchgate.net/publication/260944693_First_molecular_data_on_Bornean_banteng_Bos_javanicus_lowi_Cetartiodactyla_Bovidae_from_Sabah_Malaysian_Borneo |dead-url=no }}</ref><ref>{{cite journal |last1=Ishige |first1=T. |last2=Gakuhari |first2=T. |last3=Hanzawa |first3=K. |last4=Kono |first4=T. |last5=Sunjoto |first5=I. |last6=Sukor |first6=J. R. A. |last7=Ahmad |first7=A. H. |last8=Matsubayashi |first8=H. |title=Complete mitochondrial genomes of the tooth of a poached Bornean banteng (''Bos javanicus lowi'' Cetartiodactyla, Bovidae) |journal=Mitochondrial DNA Part A |date=2015 |volume=27 |issue=4 |pages=2453–2454 |doi=10.3109/19401736.2015.1033694 |url=https://www.researchgate.net/publication/278302808_Complete_mitochondrial_genomes_of_the_tooth_of_a_poached_Bornean_banteng_Bos_javanicus_lowi_Cetartiodactyla_Bovidae |access-date=2020-05-23 |archive-date=2020-06-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200610220028/https://www.researchgate.net/publication/278302808_Complete_mitochondrial_genomes_of_the_tooth_of_a_poached_Bornean_banteng_Bos_javanicus_lowi_Cetartiodactyla_Bovidae |dead-url=no }}</ref>
 
{{clade| style=font-size:90%;line-height:75%;width:600px;
Baris 113:
Banteng aktif pada siang dan malam hari, walaupun aktivitas malam umumnya terjadi di wilayah dengan banyak interaksi manusia. Banteng umumnya ditemukan dalam kawanan beranggotakan 2 hingga 40 ekor dengan hanya satu pejantan. Pejantan yang lebih tua membentuk kelompok kecil beranggotakan dua atau tiga ekor banteng. Banteng memiliki sifat tertutup dan sangat waspada sehingga sulit didekati manusia. Banteng mencari tempat istirahat dan berlindung dari hujan maupun gangguan manusia di hutan-hutan yang lebat.<ref name=castello/><ref name=nrc/><ref name=phil/> Banteng, terutama anak-anak dan betinanya, mampu berjalan cepat dan melewati rintangan dengan mudah di hutan yang lebat.<ref name=hoogerwerf/> Di Indonesia, banteng liar memiliki reputasi buas dan berbahaya, tetapi para ilmuwan menganggap reputasi ini berlebihan; para peneliti sering berjalan tanpa perlindungan di habitat banteng tanpa masalah berarti. Banteng ternak juga kadang memiliki sifat agresif, tetapi dapat menjadi jinak jika banteng dipelihara dengan banyak kontak manusia. Anak banteng dapat menjadi agresif saat tertekan dan menyerang pagar atau tembok.<ref name=nrc/>
 
Salah satu hewan pemangsa utamanya adalah [[ajak]], kerabat anjing liar dari Asia;<ref name=castello/><ref name="rahman">{{cite journal |last1=Rahman |first1=D. A. |last2=Herliansyah |first2=R. |last3=Rianti |first3=P. |last4=Rahmat |first4=U. M. |last5=Firdaus |first5=A. Y. |last6=Syamsudin |first6=M. |title=Ecology and conservation of the endangered banteng (''Bos javanicus'') in Indonesia tropical lowland forest |journal=Hayati Journal of Biosciences |date=2019 |volume=25 |issue=2 |pages=68-80 |doi=10.4308/hjb.26.2.68 |url=https://www.researchgate.net/publication/336851732_Ecology_and_Conservation_of_the_Endangered_Banteng_Bos_javanicus_in_Indonesia_Tropical_Lowland_Forest |access-date=2020-05-23 |archive-date=2020-06-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200610213923/https://www.researchgate.net/publication/336851732_Ecology_and_Conservation_of_the_Endangered_Banteng_Bos_javanicus_in_Indonesia_Tropical_Lowland_Forest |dead-url=no }}</ref> sedangkan di [[Taman Nasional Ujung Kulon]] tercatat [[macan tutul jawa]] sebagai pemangsa anak-anak banteng.<ref name=alikodra/> Banteng memiliki indera penciuman yang kuat, yang berguna untuk mendeteksi predator dan sebagai sarana komunikasi dalam suatu kawanan. Banteng juga memiliki indera pendengaran yang kuat. Saat musim kawin, banteng banyak mengeluarkan suara seperti mengaum dan melenguh. Sementara itu, anak-anak banteng di bawah tujuh bulan dapat mengeluarkan suara "eng" yang lembut. Teriakan nada tinggi digunakan sebagai tanda bahaya.<ref name=hoogerwerf/>
 
=== Makanan ===
[[Berkas:Balinese cow.JPG|jmpl|Banteng merupakan [[herbivora]] yang memakan berbagai tumbuhan seperti rumput.]]
Banteng merupakan [[herbivora]] dan memakan tumbuhan seperti rumput, [[Cyperaceae|teki]], tunas, daun, bunga, dan buah. Hewan ini mencari makan pada malam hari di kawasan terbuka, diselingi istirahat selama dua atau tiga jam yang juga digunakan untuk [[memamah biak]].<ref name=nrc/><ref name=phil/> Saat musim hujan, banteng dapat pindah ke hutan yang lebih tinggi.<ref name=castello/> Penelitian di [[Jawa Barat]], Indonesia menunjukkan bahwa makanan utama banteng adalah rumput ''[[Axonopus compressus]]'', ''[[Cynodon dactylon]]'', ''[[Ischaemum muticum]],'' ''[[Rumput kerbau|Paspalum conjugatum]]'' (rumput kerbau), serta [[perdu]] ''[[Psychotria malayana]]''.<ref>{{cite journal|title=Vegetation analysis of the habitat of banteng (''Bos javanicus'') at the Pananjung-Pangandaran nature reserve, West Java|last1=Sumardja|first1=E. A.|last2=Kartawinata|first2=K.|issue=13|date=1977|journal=Biotrop Bulletin|url=https://www.cabdirect.org/cabdirect/abstract/19790779605}}</ref> Sementara itu, penelitian di cagar alam [[Hutan Simpan Deramakot|Hutan Deramakot]] di Sabah, Malaysia menunjukkan adanya biji [[putri malu]] (''Mimosa pudica'') dan rumput kerbau, bambu (kemungkinan ''[[Dinochloa]]''), serta getah pohon dalam sampel [[feses]] banteng.<ref>{{cite journal |last1=Matsubayashi |first1=H. |last2=Lagan |first2=P. |last3=Sukor |first3=J. R. A. |title=Herbal seed dispersal by the banteng (''Bos javanicus'') in a Bornean tropical rain forest |journal=Malayan Nature Journal |date=2007 |volume=59 |issue=4 |pages=297-303 |url=https://www.researchgate.net/publication/272238749_Herbal_seed_dispersal_by_the_banteng_Bos_javanicus_in_a_Bornean_tropical_rain_forest |access-date=2020-05-23 |archive-date=2020-06-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200610213508/https://www.researchgate.net/publication/272238749_Herbal_seed_dispersal_by_the_banteng_Bos_javanicus_in_a_Bornean_tropical_rain_forest |dead-url=no }}</ref> Banteng sering minum air jika keadaan memungkinkan, terutama dari air yang tenang, tetapi juga dapat bertahan beberapa hari tanpa air di [[musim kemarau]]. Banteng suka [[menjilat mineral|menjilat tanah yang mengandung garam]] untuk memenuhi kebutuhan garamnya. Jika tidak ada tanah yang sesuai, banteng dapat minum air laut. Banteng mampu meminum air dengan kadar garam yang tinggi, dan di Australia Utara banteng diketahui memakan [[rumput laut]].<ref name=nrc/>
 
=== Reproduksi dan daur hidup ===
[[Berkas:Bos javanicus, Diergaarde Blijdorp.jpg|jmpl|Induk banteng beserta anaknya]]
Fisiologi reproduksi banteng tidak diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan mirip dengan sapi eropa. Banteng ternak dapat mencapai [[kematangan seksual]] pada umur 13 bulan dan siap kawin 3 bulan berikutnya. Banteng dapat bunting dengan mudah; tingkat pembuahan 80% hingga 90% telah tercatat di Australia Utara.<ref name=nrc/> Di Myanmar, perkawinan banteng terjadi sepanjang tahun di alam liar maupun di penangkaran, tetapi di [[Semenanjung Cobourg]], Australia Utara, perkawinan hanya umum terjadi pada bulan Oktober dan November, sedangkan di Thailand puncak musim kawin terjadi pada bulan Mei dan Juni.<ref name=iucn/><ref name=nrc/><ref name=choquent/> Banteng [[Kehamilan|mengandung]] selama hingga 285 hari (antara sembilan dan sepuluh bulan, seminggu lebih lama dibanding sapi eropa), lalu melahirkan seekor anak. Banteng yang baru lahir memiliki berat 16–17&nbsp;kg jika jantan atau 14–15&nbsp;kg jika betina. Anak banteng disusui selama hingga 16 bulan, dan sebagian induk tetap menyusui anaknya hingga anak berikutnya lahir.<ref name=castello/><ref name=nrc/><ref name=phil/> Penelitian terhadap banteng liar di Semenanjung Cobourg menunjukkan bahwa banteng liar jantan mencapai kematangan seksual saat berumur tiga atau empat tahun dan mencapai pertumbuhan maksimal dalam umur lima hingga enam tahun. Sementara itu, banteng liar betina tumbuh hingga umur tiga atau empat tahun. Anak banteng mengalami tingkat kematian tinggi pada enam bulan pertamanya, setelah itu tingkat kematian ini menurun drastis seiring tumbuhnya banteng.<ref name=choquent>{{cite journal |last1=Choquent |first1=D. |title=Growth, body condition and demography of wild banteng (''Bos javanicus'') on Cobourg Peninsula, northern Australia |url=https://archive.org/details/sim_journal-of-zoology_1993-12_231_4/page/533 |journal=Journal of Zoology |date=1993 |volume=231 |issue=4 |pages=533–542 |doi=10.1111/j.1469-7998.1993.tb01936.x}}</ref> Banteng dapat hidup hingga 26 tahun.<ref name=castello/><ref name=phil/>
 
=== Penyakit dan parasit ===
Banteng menjadi inang beberapa endoparasit seperti [[cacing hati]] penyebab [[fasiolosis]]), [[cacing usus]] (seperti ''[[Strongyloides]] papillosus,'' penyebab [[strongiloidiasis]]), dan ''[[Paramphistomum]]'' (penyebab [[paramfistomiasis]]).<ref name=nrc/><ref name=hoogerwerf>{{cite book|pages=159; 173-174; 219; 220-227 |url={{Google Books|plainurl=yes|page=159|id=pc4UAAAAIAAJ}}|title=Udjung Kulon: The Land of the Last Javan Rhinoceros|last=Hoogerwerf|first=A.|authorlink=Andries Hoogerwerf|location=Leiden|publisher=E. J. Brill|date=1970}}</ref> Banteng juga dapat terkena [[demam kataral malignan]] yang diakibatkan oleh [[gamaherpesvirus]] domba 2 (OvHV-2),<ref name=nrc/><ref>{{Cite journal|last=Frontoso|first=R.|last2=Autorino|first2=G. L.|last3=Friedrich|first3=K. G.|last4=Li|first4=H.|last5=Eleni|first5=C.|last6=Cocumelli|first6=C.|last7=Di Cerbo|first7=P.|last8=Manna|first8=G.|last9=Scicluna|first9=M. T.|date=Desember 2016|year=|title=An Acute Multispecies Episode of Sheep-Associated Malignant Catarrhal Fever in Captive Wild Animals in an Italian Zoo|url=http://doi.wiley.com/10.1111/tbed.12321|journal=Transboundary and Emerging Diseases|language=en|volume=63|issue=6|pages=621–627|doi=10.1111/tbed.12321}}</ref> terutama jika mereka hidup berdampingan dengan domba sebagai [[Reservoir alami|reservoir penyakit]].<ref name="Susilawati2017" /><ref>{{Cite journal|last=Damayanti|first=Rini|last2=Wiyono|first2=Agus|year=2005|title=Infeksi Alami Malignant Catarrhal Fever pada Sapi Bali: Sebuah Studi Kasus|url=http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/jitv/article/view/468/477|journal=Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner|volume=10|issue=2|pages=150–159|doi=|access-date=2020-06-13|archive-date=2020-02-18|archive-url=https://web.archive.org/web/20200218130443/http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/jitv/article/view/468/477|dead-url=no}}</ref> [[Penyakit Bali]] ([[bahasa Belanda]]: ''Balische ziekte'') adalah penyakit kulit yang hanya diderita oleh banteng, dengan tanda klinis yang dimulai dari [[eksem]], kemudian memburuk menjadi [[nekrosis]] dan robeknya [[membran mukosa]] di bagian yang terkena. [[Penyakit Jembrana]] menyerang banteng ternak (sapi bali) di [[Kabupaten Jembrana]], Provinsi Bali, pada tahun 1964 dan kemudian menyebar ke wilayah-wilayah lain. Penyakit ini terus muncul tetapi tidak seganas kemunculan pertama.<ref name=nrc/> Awalnya penyebab penyakit ini tidak diketahui, tetapi selanjutnya ditemukan bahwa penyakit ini disebabkan oleh [[Lentivirus]] yang dinamakan [[Virus jembrana|virus penyakit jembrana]] (''Jembrana disease virus'', disingkat JDV).<ref>{{cite journal |last1=Wilcox |first1=G. E. |last2=Chadwick |first2=B. J. |last3=Kertayadnya |first3=G. |title=Recent advances in the understanding of Jembrana disease |journal=Veterinary Microbiology |date=1995 |volume=46 |issue=1-3 |pages=249–255 |doi=10.1016/0378-1135(95)00089-S}}</ref> Banteng juga dapat menderita [[bruselosis]], penyakit sangat menular yang menyebabkan kemandulan dan keguguran, yang juga dapat menyerang hewan ternak lainnya. Banteng di Australia Utara diketahui dapat [[zoonosis|menyebarkan penyakit ini kepada manusia]] dan hewan ternak.<ref name="megafauna" /> Keberadaan bruselosis pada sapi di Indonesia sudah banyak diteliti, tetapi penelitian yang spesifik untuk banteng ternak belum banyak dilakukan. Sebuah studi yang diterbitkan pada 2013 menunjukkan [[seroprevalensi]] sebesar 19,3% di [[Kabupaten Pinrang|Pinrang]], [[Sulawesi Selatan]].<ref>{{cite journal|doi=10.1186/1746-6148-9-233|title=Brucellosis seroprevalence in Bali cattle with reproductive failure in South Sulawesi and Brucella abortus biovar 1 genotypes in the Eastern Indonesian archipelago|first1=H.|last1=Muflihanah|first2=M.|last2=Hatta|first3=E.|last3=Rood|display-authors=etal|journal=BMC Veterinary Research |volume=9| page=233|year=2013}}</ref> Penyakit lain pada banteng adalah [[radang paha]] dan [[diare ganas sapi|diare ganas]], yang telah menyebabkan sejumlah kematian.<ref name=nrc/>
 
Di antara [[ektoparasit]] yang tercatat pada banteng adalah [[caplak]] (sengkenit) dari spesies ''[[Amblyomma testudinarium]]'' dan ''[[Haemaphysalis]] cornigera'', serta dari genus ''[[Rhipicephalus]]''. Seperti halnya [[kerbau]], banteng juga memiliki imunitas tinggi terhadap caplak serta penyakit yang dibawanya.<ref name=nrc/><ref name=hoogerwerf/> Penelitian di Australia Utara menunjukkan adanya [[simbiosis mutualisme]] antara banteng dan burung [[gagak Torres|gagak torres]] yang memakan ektoparasit (kemungkinan besar caplak) dari bagian tubuh banteng, terutama daerah di antara kedua kaki belakangnya. Hal ini merupakan penemuan berarti karena menunjukkan simbiosis pertama yang diketahui antara burung asli suatu tempat dengan mamalia liar yang bukan hewan asli tempat itu, yang terjadi hanya 150 tahun setelah dibawanya banteng oleh manusia ke Australia Utara.<ref>{{cite journal |first1=C. J. A. |last1=Bradshaw |first2=W. W. |last2=White |title=Rapid development of cleaning behaviour by Torresian crows ''Corvus orru'' on non-native banteng ''Bos javanicus'' in northern Australia |journal=Journal of Avian Biology |date=2006 |volume=37 |issue=4 |pages=409–411 |doi=10.1111/j.2006.0908-8857.03595.x}}</ref>
 
== Habitat dan distribusi ==
Banteng dapat ditemukan di berbagai [[habitat]], termasuk hutan ber[[tumbuhan peluruh]], setengah peluruh, bagian bawah hutan [[montana]], lahan pertanian yang ditinggalkan, serta daerah rerumputan.<ref name=iucn/><ref name=phil/> Padang penggembalaan dominan sebagai pusat aktivitas banteng dalam memenuhi kebutuhan pakan, serta tempat berinteraksi dengan banteng lainnya, kawin, melahirkan, dan membesarkan anak. Sungai merupakan sumber air yang penting, demikian pula pantai sebagai sumber air asin untuk memenuhi kebutuhan akan [[natrium klorida|garam]]. Sementara itu, hutan adalah tempat berlindung yang penting bagi banteng dari gangguan [[cuaca]], [[pemangsa]], dan juga dari kehadiran manusia.<ref name=alikodra>[[Hadi Sukadi Alikodra|Alikodra, H.S.]] (1983). "Ekologi Banteng (''Bos javanicus'' d'Alton) di Taman Nasional Ujung Kulon". Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB (tidak diterbitkan). ([https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/1042 Repositori IPB] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20200608064147/https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/1042 |date=2020-06-08 }})</ref> Hewan ini ditemukan di ketinggian hingga 2.100 m di atas permukaan laut.<ref name=iucn/><ref name=phil/>
 
Populasi banteng liar terbesar ditemukan di Kamboja, Jawa, serta kemungkinan Kalimantan (terutama Sabah) dan Thailand. Hewan liar ini juga ada di pulau Kalimantan bagian Indonesia serta di Myanmar. Keberadaan banteng liar di Bali, [[Sarawak]], Tiongkok, Laos, dan Vietnam tidak diketahui dengan pasti, sedangkan di Bangladesh, Brunei, serta India dikhawatirkan banteng liar telah punah atau memang tidak pernah ada. Banteng ternak terdapat di Bali, Sulawesi, Sumbawa, Sumba, dan pulau-pulau Indonesia bagian timur lainnya, Australia, Malaysia, dan Papua Nugini. Populasi [[feral]] (hewan ternak yang telah lepas dan menjadi liar kembali) ditemukan di [[Australia Utara]], serta kemungkinan di [[Kalimantan Timur]], pulau [[Pulau Enggano|Enggano]], dan [[Kepulauan Sangihe]] di Indonesia. Belum ada penelitian genetika yang jelas untuk mengetahui apakah terjadi percampuran antara banteng feral yang kemungkinan ada di Kalimantan Timur dengan populasi banteng liar setempat.<ref name=iucn/><ref name=mason/><ref name=recon>{{cite report|title=Reconnaissance Survey for Banteng (Bos javanicus) and Banteng Survey Methods Training Project, Kayan-Mentarang National Park, East Kalimantan, Indonesia|url=https://www.researchgate.net/publication/235249133_Reconnaissance_Survey_for_Banteng_Bos_javanicus_and_Banteng_Survey_Methods_Training_Project_Kayan-Mentarang_National_Park_East_Kalimantan_Indonesia|author1=Hedges, S.|author2= Meijaard, E.|year=1999|publisher=World Wide Fund for Nature - Indonesia dan Centre for International Forestry Research|access-date=2020-06-09|archive-date=2020-07-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20200705071929/https://www.researchgate.net/publication/235249133_Reconnaissance_Survey_for_Banteng_Bos_javanicus_and_Banteng_Survey_Methods_Training_Project_Kayan-Mentarang_National_Park_East_Kalimantan_Indonesia|dead-url=no}}</ref>
 
Pada masa lalu, banteng banyak ditemukan di [[Yunan]] (di Tiongkok) dan daratan Asia Tenggara, kemudian menyebar ke Kalimantan dan Jawa melalui [[Semenanjung Malaya]]. Kemungkinan penyebaran banteng ini juga mencapai India timur laut serta dan Bali. Sebagian ilmuwan menganggap Bali tidak termasuk wilayah jangkauan alami banteng karena tidak adanya bukti fosil dan menganggap penyebaran banteng ke pulau tersebut terjadi akibat tindakan manusia.<ref name=iucn/> [[Seni batu|Peninggalan gambar-gambar]] di gua-gua Kalimantan Timur yang berasal dari sekitar 10.000 SM menunjukkan adanya hewan mirip sapi yang tanduknya mirip tanduk banteng, sehingga ada spekulasi bahwa banteng telah mencapai [[Garis Wallace]] pada masa tersebut.<ref name=chazine>{{cite journal|last=Chazine|first=J.-M.|pages=219-230|url=https://core.ac.uk/download/pdf/5105503.pdf|volume=44|issue=1|date=2005|journal=Asian Perspectives|title=Rock art, burials, and habitations: Caves in East Kalimantan|access-date=2020-05-23|archive-date=2020-06-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20200602013817/https://core.ac.uk/download/pdf/5105503.pdf|dead-url=no}}</ref> Naturalis Belanda [[Andries Hoogerwerf]] menulis bahwa banteng kemungkinan telah ada sejak zaman prasejarah di Jawa, dengan berdasarkan peninggalan yang diperkarakan berasal dari tahun 1000 SM di Gua Sampung, [[Kabupaten Ponorogo]], [[Jawa Tengah]].<ref name=hoogerwerf/>
 
== Interaksi dengan manusia ==
Baris 141:
[[Berkas:Feeding the Banteng.jpg|jmpl|ka|Seorang peternak memberi makan banteng ternak yang dikenal dengan nama [[sapi bali]].]]
{{utama|Sapi bali}}
Domestikasi banteng diperkirakan telah berlangsung sejak 3500 SM di Jawa dan daratan Asia Tenggara. Saat ini, sebagian besar populasi banteng ternak dikenal sebagai sapi bali dan diternakkan di Indonesia.<ref name=mason/><ref name="mohd2009">{{cite journal |last1=Mohamad |first1=K. |last2=Olsson |first2=M. |last3=van Tol |first3=H. T. A. |last4=Mikko |first4=S. |last5=Vlamings |first5=B. H. |last6=Andersson |first6=G. |last7=Rodríguez-Martínez |first7=H. |last8=Purwantara |first8=B. |last9=Paling |first9=R. W. |last10=Colenbrander |first10=B. |last11=Lenstra |first11=J. A. |last12=DeSalle |first12=R. |title=On the origin of Indonesian cattle |journal=PLOS ONE |date=2009 |volume=4 |issue=5 |pages=e5490 |doi=10.1371/journal.pone.0005490}}</ref> Pada tahun 2016, hampir 25% dari populasi "sapi" Indonesia adalah sapi bali yang sebenarnya adalah banteng, termasuk 80% dari sapi di kawasan timur yang kebanyakan dimiliki peternak kecil.<ref name=mason/> Banteng ternak bersifat jinak dan mampu bertahan di cuaca panas dan lembap. Selain itu, hewan ini mampu tumbuh dan mempertahankan bobot tubuh normal sekalipun diberi pakan kualitas rendah. Peternakan hewan ini terutama dilakukan untuk dagingnya, yang banyak diminati dan disebut empuk dan lembut.<ref name=nrc/><ref>{{cite book|title=Beef Cattle Production Systems|last=Herring|first=A. D.|date=2014|publisher=CAB International|isbn=978-1-78064-507-0|location=Boston|pages=22-23|url={{Google Books|plainurl=yes|page=22|id=NSExBQAAQBAJ}} }}</ref> Kadang banteng ini juga digunakan untuk hewan pekerja di bidang pertanian, walaupun dilaporkan tidak sekuat sapi zebu dalam menarik gerobak di jalan.<ref name=fao>{{cite report|author=Hall, D.|date=2006|chapter=Asian livestock benefiting from innovation|editor= McLeod, A. |title= Livestock Report 2006 |publisher=Animal Production and Health Division, FAO|pages=77–83|chapter-url=http://www.fao.org/3/a0255e/a0255e09.htm|access-date=2020-06-03|archive-date=2020-06-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200603134211/http://www.fao.org/3/a0255e/a0255e09.htm|dead-url=no}}</ref> Namun banteng memiliki produksi susu yang rendah, hanya selama enam hingga sepuluh bulan pertama dan hanya 0,9 hingga 2,8&nbsp;kg per hari. Hewan ini juga rentan penyakit seperti demam kataral malignan. Pada 1964, terjadi wabah di Bali yang disebut "penyakit Jembrana" yang membunuh 10% hingga 60% dari banteng ternak di berbagai tempat di Bali dan diikuti gelombang-gelombang susulan yang tidak seganas gelombang pertama.<ref name=nrc/>
 
==== Persilangan ====
[[Berkas:Sapi Madura - panoramio.jpg|jmpl|Sepasang [[sapi madura]], hasil persilangan banteng dengan [[sapi zebu]]]]
Banteng ternak juga disilangkan dengan hewan kerabat-kerabatnya. [[Sapi Madura|Sapi madura]] yang diternakkan di Jawa dan Madura adalah hasil persilangan banteng dengan sapi zebu dan bersifat fertil atau mampu menghasilkan keturunan. Sapi madura berukuran relatif kecil, dengan berat pejantan 250–300&nbsp;kg dan betina sekitar 150&nbsp;kg. Hewan ini digunakan dalam acara-acara tradisional, termasuk balapan sapi dan lomba sapi hias. Selain sapi madura, terdapat hasil persilangan lainnya yaitu sapi donggala, sapi galekan, dan sapi jabres (Jawa Brebes).<ref>{{cite journal |last1=Nijman |first1=I. J. |last2=Otsen |first2=M. |last3=Verkaar |first3=E. L. C. |last4=de Ruijter |first4=C. |last5=Hanekamp |first5=E. |last6=Ochieng |first6=J. W. |last7=Shamshad |first7=S. |last8=Rege |first8=J. E. O. |last9=Hanotte |first9=O. |last10=Barwegen |first10=M. W. |last11=Sulawati |first11=T. |last12=Lenstra |first12=J. A. |title=Hybridization of banteng (''Bos javanicus'') and zebu (''Bos indicus'') revealed by mitochondrial DNA, satellite DNA, AFLP and microsatellites |url=https://archive.org/details/sim_heredity_2003-01_90_1/page/10 |journal=Heredity |date=2003 |volume=90 |issue=1 |pages=10–16 |doi=10.1038/sj.hdy.6800174 |pmid=12522420}}</ref><ref>{{cite book|url={{Google Books|id=Ee2n9IG4EH4C|page=119|plainurl=yes}} |title=Rural Indonesia: Socio-Economic Development in a Changing Environment |isbn=9780814781975 |year=1993 |last1=Thorbecke |first1=E. |last2=Van der Pluijm |first2=T.|page=119|publisher=New York University Press |location=New York}}</ref> Hasil persilangan sapi zebu dengan banteng selalu bersifat fertil, sedangkan pejantan yang merupakan hasil persilangan banteng dengan sapi eropa bersifat steril atau mandul.<ref name=iucn/> Pada Juni 2011, pemerintah Jawa Timur melakukan program persilangan banteng ternak dengan banteng liar yang diambil dari [[Taman Nasional Baluran]] di [[Situbondo]], yang menghasilkan lima sapi bunting. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas banteng ternak.<ref>{{cite web |last=Harsaputra |first=I. |url=http://www.thejakartapost.com/news/2012/04/02/bali-cows-meet-java-bulls-east-java.html |title=Bali cows to meet Java bulls in East Java |date=2 April 2012 |accessdate=12 Mei 2020 |archive-date=2020-06-12 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200612004301/https://www.thejakartapost.com/news/2012/04/02/bali-cows-meet-java-bulls-east-java.html |dead-url=no }}</ref>
 
=== Sebagai simbol ===
Baris 152:
 
=== Kemunculan di Australia ===
Banteng ternak awalnya dibawa oleh kolonis Britania ke Australia pada 1849, tepatnya ke sebuah permukiman dan posko militer di Semenanjung Cobourg yang bernama [[Port Essington]]. Sebanyak 20 ekor banteng dibawa ke [[Arnhem Land]] bagian barat, kini bagian dari Teritori Australia Utara, sebagai sumber makanan. Setahun kemudian, permukiman tersebut ditinggalkan akibat kondisi buruk, termasuk kegagalan panen dan menyebarnya penyakit tropis. Banteng-banteng tersebut kemudian dilepas dari padang gembalanya sehingga menjadi menjadi populasi feral (hewan ternak yang menjadi liar kembali).<ref>{{cite report|author1=Letts, G. A.|author2=Vos, A. W. E. L. B. |date=1979 |title=Feral animals in the Northern Territory - Report of the Board of Inquiry |publisher=Northern Territory Government}}</ref> Populasi feral ini terus berkembang biak dan pada tahun 1960-an para peneliti menemukan bahwa populasi banteng di hutan tropis Semenanjung Cobourg telah mencapai sekitar 1.500 ekor.<ref>{{cite journal|author=Letts, G. A.|date= 1964 |title=Feral animals in the Northern Territory|journal=Australian Veterinary Journal |volume=40 |issue=3 |pages=84–88|doi=10.1111/j.1751-0813.1964.tb01703.x}}</ref> Pada tahun 2007, populasi ini diperkirakan mencapai 8.000–10.000, terutama di [[Taman Nasional Garig Gunak Barlu]], Semenanjung Cobourg, Australia Utara.<ref name=bradshaw2007>{{cite journal |author1=Bradshaw, C. J. |author2= Brook, B. W. |date=2007 |title=Ecological-economic models of sustainable harvest for an endangered but exotic megaherbivore in northern Australia |journal=Natural Resource Modeling |volume=20 |issue=1 |pages=129–156 |doi=10.1111/j.1939-7445.2007.tb00203.x }}</ref><ref name=bradshaw2006>{{cite journal |last1=Bradshaw |first1=C. J. |last2=Isagi |first2=Y. |last3=Kaneko |first3=S. |last4=Bowman |first4=D. M. J. S. |last5=Brook |first5=B. W. |title=Conservation value of non-native banteng in northern Australia |url=https://archive.org/details/sim_conservation-biology_2006-08_20_4/page/1306 |journal=Conservation Biology |date=2006 |volume=20 |issue=4 |pages=1306–1311 |doi=10.1111/j.1523-1739.2006.00428.x |pmid=16922247 }}</ref> Dalam sebuah survei yang hasilnya diterbitkan pada 1990, kepadatan populasi di hutan tempat banteng-banteng ini hidup mencapai 70/km<sup>2</sup>, mendekati kepadatan awal saat kedatangan awalnya di Port Essington.<ref name="Bowman1990">{{cite journal |doi=10.1071/BT9900593 |title=Dynamics of forest clumps on Chenier Plains, Cobourg Peninsula, Northern Territory |url=https://archive.org/details/sim_australian-journal-of-botany_1990_38_6/page/593 |year=1990 |last1=Bowman |first1= D. M. J. S. |journal=Australian Journal of Botany |volume=38 |pages=593 |last2=Panton |first2=W. J. |last3=McDonough |first3=L. |issue=6 }}</ref>
 
Banteng Australia dianggap spesies nonasli yang bersifat [[vermin]] atau pengganggu karena dilaporkan merusak tumbuhan lokal dengan menginjak dan memakan terlalu banyak, serta membahayakan bahkan membunuh manusia yang mendekat. Selain itu, banteng juga dapat menularkan penyakit mematikan seperti [[bruselosis]] kepada manusia maupun sapi. Karena itu, banteng di Australia terkadang diburu untuk mengurangi jumlahnya, tetapi pegiat pelestarian marga satwa telah menyatakan kekhawatiran terhadap ancaman ini karena terus berkurangnya populasi banteng di luar Australia.<ref name=megafauna>{{cite book|title=Corridors to Extinction and the Australian Megafauna|isbn=978-0-12-407790-4|page=274|url={{google books|id=C0blLvmdp04C|page=274|plainurl=yes}}|location=London|date=2013|publisher=Elsevier|last=Webb|first=S.}}</ref><ref>{{cite book|chapter=Banteng cattle|pages=8-9|chapterurl={{Google Books|id=g5VUDwAAQBAJ|plainurl=yes|page=8}}|last=West|first=P.|title=Guide to Introduced Pest Animals of Australia|publisher=CSIRO Publishing|date=2018|location=Victoria, Melbourne}}</ref> Sebuah penelitian di [[hutan musiman tropis]] di Taman Nasional Garig Gunak Barlu menemukan bahwa kerusakan yang ditimbulkan banteng saat memakan tumbuhan tergolong kecil, terutama jika dibandingkan dengan populasi [[babi feral]] di kawasan tersebut.<ref name="Bowman1991">{{cite journal |author1=Bowman, D. M. J. S. |author2=Panton, W. J. |year=1991 |title=Sign and habitat impact of Banteng (''Bos javanicus'') and pig (''Sus scrofa'') Cobourg Peninsula, Northern Australia |journal=Australian Journal of Ecology |volume=16 |issue=1 |pages=15–17 |doi=10.1111/j.1442-9993.1991.tb01477.x}}</ref> Penelitian lain juga menunjukkan bahwa konsumsi rumput oleh banteng mungkin mengurangi menumpuknya rumput-rumput kering sehingga mengurangi menyebarnya [[Kebakaran liar|kebakaran]] musiman ke kawasan hutan musiman tropis, dan berpotensi membantu [[Penyebaran biji|penyebaran]] dan [[perkecambahan]] biji rumput.<ref name="Bowman1990"/>
Baris 162:
 
[[Berkas:Bos javanicus, (wild) Banteng - Huai Kha Khaeng (20536293581).jpg|jmpl|Sekawanan banteng di [[Suaka Alam Huai Kha Khaeng]] (Thailand)]]
Survei di Kamboja Timur antara tahun 2008 hingga 2011 menunjukkan populasi banteng sejumlah 1.980–5.170 di [[Suaka Alam Sre Pok]] dan [[Suaka Alam Phnom Prich|Phnom Prich]].<ref>{{cite journal |last1=Gray |first1=T. N. E. |last2=Prum |first2=S. |last3=Pin |first3=C. |last4=Phan |first4=C. |title=Distance sampling reveals Cambodia's Eastern Plains Landscape supports the largest global population of the endangered banteng ''Bos javanicus'' |journal=Oryx |date=2012 |volume=46 |issue=4 |pages=563–566 |doi=10.1017/S0030605312000567}}</ref> Survei yang dilakukan pada tahun-tahun selanjutnya (hingga 2016) yang juga melibatkan kawasan sekitarnya (termasuk Hutan Perlindungan Seima) menghasilkan perkiraan 4.600 ekor banteng. Di luar Kamboja, populasi banteng berjumlah kecil, terfragmentasi, dan banyak mengalami penurunan. Di Thailand, satu-satunya populasi banteng yang berjumlah lebih dari 50 ekor berada di [[Suaka Alam Huai Kha Khaeng]] dan kemungkinan [[Taman Nasional Kaeng Krachan]].<ref name=iucn/> Survei antara 2000 dan 2003 di Jawa menemukan empat atau lima populasi besar, dengan angka tertinggi di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat (300 hingga 800 ekor), serta Taman Nasional Baluran (206 ekor) dan [[Taman Nasional Meru Betiri]] (200 ekor), keduanya terletak di Jawa Timur.<ref>{{cite report|last=Pudyatmoko|first= S. |date=2004|chapter=Does the banteng (''Bos javanicus'') have a future in Java? Challenges of the conservation of a large herbivore in a densely populated island|title=Knowledge Marketplace Reports of the 3rd IUCN World Conservation Congress|page=6}}</ref> Survei di Jawa Timur antara tahun 2011 dan 2013 mencatat penurunan populasi banteng secara drastis di Taman Nasional Baluran dan populasi yang stabil di Taman Nasional Meru Betiri. Para peneliti menyebut perburuan liar, gangguan habitat, persaingan dengan spesies lain, perubahan [[vegetasi]], dan hilangnya habitat sebagai ancaman utama.<ref>{{cite journal|title=Recent status of banteng (''Bos javanicus'') conservation in East Java and its perspectives on ecotourism planning|last1=Hakim|first1=L.|last2=Guntoro|first2=D. A.|last3=Waluyo|first3=J.|last4=Sulastini|first4=D.|last5=Hartanto|first5=L.|last6=Nakagoshi|first6=N.|pages=152-157|volume=5|issue=3|journal=Journal of Tropical Life Science|url=https://pdfs.semanticscholar.org/8d71/875929344d6329db8f9729868f73aeedc3f5.pdf|access-date=2020-05-25|archive-date=2020-06-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20200610215528/https://pdfs.semanticscholar.org/8d71/875929344d6329db8f9729868f73aeedc3f5.pdf|dead-url=no}}</ref> Di Pulau Kalimantan, populasinya juga menurun akibat gangguan manusia dan perburuan liar. Antara 1970 hingga 2000 terjadi penurunan lebih dari 50% akibat [[penggundulan hutan]] yang digantikan oleh lahan perkebunan. Di Sabah, sejumlah kecil populasi banteng telah dilaporkan di [[Suaka Alam Kulamba]], Hutan Simpan Deramakot, dan [[Hutan Simpan Sipitang]] antara 2009 dan 2015. Beberapa ekor banteng juga mungkin masih tersisa di kawasan Belantikan Hulu ([[Kalimantan Tengah]]), [[Taman Nasional Kayan Mentarang]] ([[Kalimantan Utara]]), dan [[Taman Nasional Kutai]] (Kalimantan Timur).<ref name=iucn/>
 
Kemungkinan ancaman lain terhadap "kemurnian" genetik banteng adalah [[introgresi]] atau masuknya gen dari spesies kerabat yang hidup di lokasi yang sama dengan tempat tinggal alamiah banteng atau akibat program persilangan buatan.<ref name=iucn/><ref name=fao/> Contohnya di Sabah, hal ini disebut sebagai masalah besar oleh IUCN karena adanya kerbau yang dapat kawin dengan banteng, dan kurangnya [[keanekaragaman genetika]] banteng liar akibat populasi yang terfragmentasi. Namun, baru sedikit penelitian genetika yang dilakukan untuk memastikan akibat persilangan seperti ini terhadap kelestarian banteng.<ref name=iucn/> Pemerintah Provinsi Bali melarang jenis sapi lain dan melarang dikeluarkannya bibit sapi bali betina dari provinsi ini untuk mempertahankan "kemurnian" gen sapi bali.<ref name="Susilawati2017">{{cite book|last=Susilawati|first=T.|title=Sapi Lokal Indonesia|url=https://books.google.com/books?id=ZIJVDwAAQBAJ&pg=PA28|year=2017|publisher=Universitas Brawijaya Press|isbn=978-602-432-233-5|page=28}}</ref><ref name=fao/>
 
=== Kloning ===
Banteng adalah spesies terancam kedua yang berhasil diklon, dan yang pertama yang klonnya mampu bertahan hidup hingga dewasa (pengklonan pertama dilakukan terhadap seladang, tetapi mati saat berumur dua hari).<ref>{{cite journal |title=In brief |url=https://archive.org/details/sim_nature-biotechnology_2003-05_21_5/page/473 |journal=Nature Biotechnology |date=2003 |volume=21 |issue=5 |pages=473–475 |doi=10.1038/nbt0503-473}}</ref><ref>{{cite news |title=Banteng clone leads charge for endangered animals |url=https://www.smh.com.au/world/banteng-clone-leads-charge-for-endangered-animals-20030409-gdgklk.html |accessdate=12 Mei 2020 |newspaper=The Sydney Morning Herald |date=9 April 2003 |archive-date=2020-06-10 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200610215740/https://www.smh.com.au/world/banteng-clone-leads-charge-for-endangered-animals-20030409-gdgklk.html |dead-url=no }}</ref> Pengklonan ini dilakukan oleh ilmuwan di perusahaan [[Astellas Institute for Regenerative Medicine|Advanced Cell Technology]] dari [[Worcester, Massachusetts]] dengan cara mengekstraksi [[Asam deoksiribonukleat|DNA]] dari sel kulit banteng jantan yang telah mati, yang telah dibekukan di fasilitas "Kebun Binatang Beku" milik [[Kebun Binatang San Diego]], Kalifornia, AS. Sel itu lalu dipindahkan ke sel-sel telur sapi betina lokal melalui proses yang disebut [[transer inti sel somatik]]. Dari proses ini dihasilkan 30 [[embrio]] yang dikirim ke perusahaan bernama Trans Ova Genetics, yang kemudian ditanam ke induk sapi lokal. Dua di antaranya dikandung hingga akhir kehamilan dan dilahirkan dengan [[operasi sesar]]. Banteng pertama lahir pada 1 April 2003 dan yang kedua pada 3 April. Bayi kedua dimatikan melalui [[eutanasia]] karena mengalami kelainan [[:wikt:lewah tumbuh|lewah tumbuh]], tetapi bayi pertama hidup selama tujuh tahun di Kebun Binatang San Diego hingga meninggal pada April 2010, ketika kakinya patah dan selanjutnya dieutanasia.<ref>{{cite news|work=Advanced Cell Technology |url=http://www.advancedcell.com/press-release/collaborative-effort-yields-endangered-species-clone |title=Collaborative effort yields endangered species clone |archiveurl=https://web.archive.org/web/20061023235648/http://www.advancedcell.com/press-release/collaborative-effort-yields-endangered-species-clone |archivedate=23 Oktober 2006 |date=8 April 2003 }}</ref><ref>{{cite news |last1=Ro |first1=C. |title=The increasingly realistic prospect of ‘extinct animal’ zoos |url=https://www.bbc.com/future/article/20180328-the-increasingly-realistic-prospect-of-extinct-animal-zoos |accessdate=12 Mei 2020 |work=BBC |archive-date=2020-06-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20200601041239/https://www.bbc.com/future/article/20180328-the-increasingly-realistic-prospect-of-extinct-animal-zoos |dead-url=no }}</ref>
 
== Referensi ==