Haroa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ~ref
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 14 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
Tag: menambah URL dengan parameter pelacak
 
(5 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
'''Haroa''' adalah tradisi menyambut bulan Ramadan oleh masyarakat [[Suku Buton|Buton]] dan [[Suku Muna|Muna]] di [[Sulawesi Tenggara]]. Kata ''haroa'' berarti [[sesajen]] (sajian makanan) yang disiapkan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan. Sedangkan dalam [[bahasa Muna]], Haroa berasal kata “haro” yang artinya ‘sapu’ atau ‘membersihkan’. Haroa yang juga dilaksanakan oleh masyarakat [[Liya Togo, Wangi-Wangi Selatan, Wakatobi|Liya]] bukan sekedar ritual belaka, tetapi merupakan kebiasaan turun temurun dan memiliki nilai tertentu.
 
Pada tradisi Haroa akan disajikan makanan berupa sepiring nasi minyak tertutup telur yang berada ditengah talang <ref name=":0">{{Cite book|last=Damayanti|first=Feli|date=2020|url=https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/9588-Full_Text.pdf|title=KEARIFAN LOKAL HAROA DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT BUTON DI DESA TALAGA II KECAMATAN TALAGA RAYA KABUPATEN BUTON TENGAH|location=Makassar|publisher=UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PPKn|url-status=live|access-date=2022-08-21|archive-date=2023-08-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20230816105211/https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/9588-Full_Text.pdf|dead-url=no}}</ref> dan kue tradisional berupa [[Klepon|onde-onde]], [[wajik]] (waje), ubi goreng (ngkaowi-owi), [[Kue cucur|cucur]] (cucuru), kue beras ([[baruasa]]), pisang goreng (sanggara), kue pasta ([[epu-epu]]), dan [[bolu]] serta Manu nasu wolio (ayam masak khas wolio) yang disajikan dalam cangkir.<ref>{{Cite web|date=2022-04-04|title=Tradisi Haroa Menyambut Awal Ramadhan|url=https://www.suarakendari.com/read/tradisi-haroa-menyambut-awal-ramadhan|website=Suarakendari.com|language=id-ID|access-date=2022-08-20|archive-date=2023-02-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20230206025223/https://www.suarakendari.com/read/tradisi-haroa-menyambut-awal-ramadhan|dead-url=no}}</ref> Sajian tersebut akan diletakkan di wadah bernama ''Tala'' (talang berkaki) dengan penutup yang oleh masyarakat Liya menyebutnya dengan ''katubangko.''
 
Sajian ini akan berbeda yang meliputi tata letak/piranti saji maupun perbedaan jumlah kuliner yang didasarkan pada status sosial. Pada beberapa wilayah memiliki tata cara pengisian talang yang berbeda-beda, misalnya masyarakat Wajo-[[Lamangga, Murhum, Baubau|Lamangga]], [[Melai, Murhum, Baubau|Melai]], [[Wameo, Batu Poaro, Baubau|Wameo]] dan [[Kadolo, Kokalukuna, Baubau|Kadolo]].<ref>{{Cite news|last=Wataullah|first=Haerul|date=2021-10-06|title=Latih Tata Cara Pengisian Talang Adat Wolio, Dikbud Baubau Harapkan Ada Persamaan Persepsi|url=https://rri.co.id/kendari/kesra/budaya/1215809/latih-tata-cara-pengisian-talang-adat-wolio-dikbud-baubau-harapkan-ada-persamaan-persepsi?utm_source=news_populer_widget&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign|work=rri.co.id|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821021934/https://rri.co.id/kendari/kesra/budaya/1215809/latih-tata-cara-pengisian-talang-adat-wolio-dikbud-baubau-harapkan-ada-persamaan-persepsi?utm_source=news_populer_widget&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign|dead-url=no}}</ref> Juga ada perbedaan jumlah setiap makanan yang akan disajikan, yaitu satu piring untuk satu jenis makanan dan berjumlah ganjil jika Haroa tersebut untuk bulan baik sedangkan untuk Haroa orang yang telah meninggal jumlah sajian akan berjumlah genap.<ref>{{Cite web|last=Ali|first=La Ode|last2=Abas|first2=Maliana|date=2017-05-27|title=Sambut Awal Ramadan, Warga Buton Gelar Tradisi Haroa|url=https://sultrakini.com/sambut-awal-ramadan-warga-buton-gelar-tradisi-haroa/|website=SultraKini.com|language=id-ID|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821021934/https://sultrakini.com/sambut-awal-ramadan-warga-buton-gelar-tradisi-haroa/|dead-url=no}}</ref>
 
Selain menjadi upacara mengucap syukur, tradisi Haroa juga bisa berfungsi sebagai media penyelesaian konflik dan penyatuan masyarakat yang beda suku, dikarenakan acara ini mengundang para kenalan tidak terbatas oleh suku tertentu saja.<ref name=":1">{{Cite book|last=Mahrudin|url=https://digilib.uinsby.ac.id/7682/1/Buku%203%20Fix_426.pdf|title=TRADISI HAROA MASYARAKAT ISLAM BUTON SEBAGAI MEDIA RESOLUSI KONFLIK DALAM MENCIPTAKAN PERDAMAIAN UMAT SEKALIGUS MEDIA INTEGRASI ANTARA SUKU BANGSA|pages=1446|url-status=live|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821021934/https://digilib.uinsby.ac.id/7682/1/Buku%203%20Fix_426.pdf|dead-url=yes}}</ref>
 
== Sejarah ==
Bagi masyarakat Muna, tradisi Haroa atau ''Baca-Baca'' telah diperkenalkan sejak lama yaitu saat [[Kerajaan Muna|Kerajaan Wuna]] dipimpin oleh Raja Muna yang bernama [[La Ode Abdul Rahman]] (Sangia Latugho). Sedangkan di masyarakat Buton, telah ada ''Haroa Qunut'' yang dilaksanakan secara turun temurun sejak Abad ke-16 saat masuknya Islam di wilayah Kesultanan Buton.<ref name=":1" />
 
Pada tahun 1990-an, kesibukan mempersiapkan Haroa telah terlihat sejak seminggu sebelum hari pelaksanaan. Para ibu di [[Raha]] akan mulai berbelanja di pasar, membawa pulang barang berupa ''utas bontu''–tali yang terbuat dari kulit kayu [[waru]] yang dijemur hingga kering lalu disebit untuk dijadikan tali pengikat [[lapa-lapa]]. Selain itu bahan-bahan yang tidak mudah layu atau membusuk telah disiapkan sejak jauh hari seperti ayam kampung, gula merah, kelapa, beras ketan, [[beras merah]], dan telur ayam. Hal ini dikarenakan masakan tradisional Muna akrab dengan santan, gula merah, dan telur yang dinamakan dengan ''kauwei'' atau bumbu [[gulai]].<ref>{{Cite web|date=2018-05-26|title=Haroa di Raha 1990|url=https://panjikendari.com/haroa-di-raha-1990/|website=Panji Kendari|language=id-ID|access-date=2022-08-20|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821023452/https://panjikendari.com/haroa-di-raha-1990/|dead-url=no}}</ref>
 
Saat lebaran tinggal sehari atau dua hari barulah mereka membeli janur, pisang raja dan bahan lain yang gampang layu atau membusuk. Di sela-sela itu mereka mulai menganyam kulit pembungkus lapa-lapa dari [[janur]] serta menapis beras. Sambil melengkapi menu Haroa yang mensyaratkan adanya lapa-lapa, gulai ayam, wajik, cucur, kue srikaya, [[Pisang raja sereh|pisang raja]] dan telur rebus.
Baris 17:
 
== Prosesi ==
Sebelum Haroa, biasanya orang tersebut akan pergi [[Ziarah|ziarah kubur]] di pagi, siang dan sore, barulah pada sore atau malam hari usai waktu Magrib ataupun Isya akan dilaksanakan Haroa.
 
Dalam pelaksanaan Haroa terdapat tudung saji dibungkus mukena putih diletakkan ditengah-tengah keluarga yang duduk melingkar.<ref name=":0" /> Berikutnya tuan rumah akan memanggil orang tua atau yang akan membacakan doa untuk panjang umur, banyak rejeki, dan terhindarkan dari segala musibah. Tradisi Haroa akan dipimpin oleh ''lebbe'' atau ''Modhi'' dalam masyarakat Muna <ref>{{Cite web|last=Inilahsultra|first=Rido|title=Ritual Haroa dan Berebut “Menculik” Modhi di Muna|url=https://inilahsultra.com/2019/05/05/ritual-haroa-dan-berebut-menculik-modhi-di-muna/|website=INILAHSULTRA.COM|language=id-ID|access-date=2022-08-20|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821021953/https://inilahsultra.com/2019/05/05/ritual-haroa-dan-berebut-menculik-modhi-di-muna/|dead-url=no}}</ref>, yaitu salah seorang ''sarana masigi'' atau syara‟ masjid atau tokoh adat.
 
Dalam prosesi Haroa biasanya juga dilakukan membakar [[dupa]] dengan maksud untuk memberikan suasana [[khusyuk]] atau harum dalam suasana pembacaan doa.<ref name=":2">{{Cite web|last=ZonaSultra|first=Admin|date=2018-05-19|title=Tradisi Haroa di Kota Sinonggi, Makna Hingga Pengaruh Islam|url=https://zonasultra.id/tradisi-haroa-di-kota-sinonggi-makna-hingga-pengaruh-islam.html|language=id-ID|access-date=2022-08-20|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821021940/https://zonasultra.id/tradisi-haroa-di-kota-sinonggi-makna-hingga-pengaruh-islam.html|dead-url=no}}</ref> Bahan dupa yang dibakar biasanya adalah gula pasir, kulit langsat yang dikeringkan, dan lilin sarang lebah. Bahan dupa dibakar dalam sebuah wadah sebesar mangkuk sabun colek yang terbuat dari tanah liat oleh ''Modji'' sedikit demi sedikit sambil melafalkan doa-doa.
 
Selanjutnya mengucapkan [[syahadat]] dan [[istighfar]], kemudian membaca beberapa ayat suci Al-Qur’an, dilanjutkan dengan membaca [[Subhan Allah|tasbih]], [[tahmid]], [[tahlil]] dan [[takbir]] sebanyak 100 kali. Setelah itu dilanjutkan membaca doa selamat, doa tolak bala, doa kemudahan rezeki, dan doa pengampunan dosa untuk keluarga yang telah meninggal dunia. Setelah doa selesai, maka diakhiri dengan menjabat tangan orang yang memimpin Haroa, lalu saling berjabat tangan dengan semua anggota keluarga yang hadir. Setelah itu dilanjutkan dengan makan bersama.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Bauto|first=La Ode|last2=Nisma|first2=Wa Ode|date=2019|title=NILAI SOSIAL DAN TUJUAN HAROA PADA ACARA SYUKURAN MASYARAKAT MUNA DI DESA LIABALANO|url=http://ojs.uho.ac.id/index.php/PUBLICUHO/article/view/8278/6040|journal=Jurnal Publicuho|volume=2|issue=3|doi=1035817|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821021933/http://ojs.uho.ac.id/index.php/PUBLICUHO/article/view/8278/6040|dead-url=no}}</ref>
 
== Macam-macam Haroa ==
Kegiatan Haroa juga bisa dilaksanakan untuk menyambut perayaan besar Islam lainnya seperti [[Maulid Nabi Muhammad|Maulid Nabi]], berakhirnya Ramadan dan [[Nisfu Sya'ban|nisfu sya’ban]] atau hajatan terkait pekerjaan, usaha, pendidikan, hasil panen, kematian, kelahiran, baru sembuh dari sakit, pindah rumah dan lainnya.
 
Adapun Haroa yang umum dilaksanakan dalam masyarakat Buton adalah: <ref name=":1" />
 
=== Pekandeana anana maelu ===
''Pekandeana anana maelu'' atau makan-makannya anak yatim adalah Haroa yang dilakukan setiap tanggal 10 Muharram yang merujuk pada peristiwa meninggalnya [[Husain bin Ali]]. Haroa ini dilaksanakan dengan harapan memberi kekuatan bagi [[Ali bin Husain|Imam Ali Zainal Abdiin]] agar kuat dalam meneruskan amanah Rasululah untuk menegakkan agama Islam.
 
Tradisi ini bermula pada masa Kesultanan Buton di tahun 1824 saat [[Sultan Ibnu Badaruddin Al Butuni]] menegur para punggawanya perihal ibadah, dimanadi mana si [[punggawa]] telah menunaikan salat namun belum menyantuni anak yatim. Sehingga Sulan Badaruddin pun menerangkan perihal memperlakukan anak yatim yang dikutip dari surah Al Amaun ayat 1-7. Sehingga Kesultanan Buton menggelar tradisi Pakandeana Anaana Maelu dan menetapkan sebagai kewajiban bagi seluruh dermawan serta menganjurkan memberi pendidikan layak kepada anak yatim piatu.<ref name=":4">{{Cite webnews|last=Mawandili|first=Risno|date=2021-08-20|title=Mengenal Pakandeana Anaana Maelu, Tradisi Masyarakat Buton untuk Membahagiakan Anak Yatim Piatu|url=https://sultra.tribunnews.com/2021/08/20/mengenal-pakandeana-anaana-maelu-tradisi-masyarakat-buton-untuk-membahagiakan-anak-yatim-piatu|websitework=Tribunnewssultra[[Tribunnews|Tribunnews.com]]|language=id-ID|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20221005152908/https://sultra.tribunnews.com/2021/08/20/mengenal-pakandeana-anaana-maelu-tradisi-masyarakat-buton-untuk-membahagiakan-anak-yatim-piatu|dead-url=no}}</ref>
 
Pelaksanaannya adalah dengan cara memanggil dua orang anak yatim berusia 4-7 tahun (sesuai umur Imam Ali). Ritual ini akan dimulai dengan acara memandikan anak yatim oleh tetua adat. Anak laki-laki akan dibasuh dengan bunga "[[Cempaka wangi|jampaka]]" sedangkan anak perempuan dengan bunga kamba manuru, sebanyak tiga kali sambil mengucapkan [[Salawat Tarhim|salawat]]. Menurut keyakinan, bunga "jampaka" melambangkan keperkasaan pria dan Bunga "kamba manuru" lambang dari kelembutan wanita.<ref name=":4" /> Anak-anak tersebut dibasuh dari leher, muka hingga kepala dan diberikan pakaian bagus. Setelahnya mereka disuapi dengan hidangan yang telah disiapkan menggunakan wadah talang. Adapun makna filosofis dari pengusapan air tersebut adalah agar anak yatim itu mendapat pahala sebanyak helaian rambut.<ref>{{Cite web|last=ZonaSultra|first=Admin|date=2019-09-15|title=Pakandeana Anaana Maelu, Tradisi Masyarakat Buton Membina Anak Yatim {{!}} ZonaSultra.id|url=https://zonasultra.id/pakandeana-anaana-maelu-tradisi-masyarakat-buton-membina-anak-yatim.html|language=id-ID|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821021938/https://zonasultra.id/pakandeana-anaana-maelu-tradisi-masyarakat-buton-membina-anak-yatim.html|dead-url=no}}</ref>
 
=== Haroa na Maludu ===
''Haroana Maludu'' yaitu Haroa yang dilaksanakan pada bulan [[Rabiulawal|Rabiul Awal]] untuk memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Menurut adat Buton, Haroa maludu dibuka oleh sultan Buton pada malam ke-12 hari. Kemudian untuk kalangan masyarakat biasa bisa memilih salah satu waktu antara hari ke-13 hingga ke-29 bulan Rabiul Awal. Setelah itu ditutup oleh ''Haroana Hukumu'' pada hari ke-30 Rabiul Awal.
 
Haroa na Maludu di masyarakat Baubau dan Buton akan didahului oleh acara [[Gorana Oputa]]. Tradisi ini akan dilaksanakan oleh ''Sara Ogena'' (Sultan dan Perangkat-perangkatnya) dengan melibatkan ''Sara Kidina'' (Perangkat Masjid Agung Keraton) sebagai pembaca [[Berzanji|Barasanji]] dan Do’a dan sudah dilakukan sejak turun temurun di Buton sejak masa [[Kesultanan Murhum]]. Sekarang, tradisi ''Gorana Oputa'' ini diselenggarakan setiap tahunnya di rumah jabatan Wali Kota Baubau dan penanggung jawabnya adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Baubau.<ref>{{Cite web|last=Satulis|first=Admin|date=2020-10-30|title=Pemkot Baubau Gelar Ritual Adat Gorana Oputa, Sebagai Tanda Dimulainya Haroa Maludu|url=https://satulis.com/2020/10/31/pemkot-baubau-gelar-ritual-adat-gorana-oputa-sebagai-tanda-dimulainya-haroa-maludu/|website=SATULIS.COM|language=id-ID|access-date=2022-08-21|archive-date=2020-11-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20201101111233/https://satulis.com/2020/10/31/pemkot-baubau-gelar-ritual-adat-gorana-oputa-sebagai-tanda-dimulainya-haroa-maludu/|dead-url=no}}</ref>
 
Di masa kini, prosesi 'Haroana Maludhu' dilaksanakan sejak satu malam sebelum perayaan. Prosesi dimulai dengan '<nowiki/>''Antokiana Haroa Rasulu''<nowiki/>', menyiapkan perlengkapan untuk ritual keesokan harinya disertai pembacaan doa oleh para sesepuh dan pemuka masyarakat. Selanjutnya dilakukan '<nowiki/>''Panimpa''<nowiki/>' (pelaksanaan nadzar bagi yang bernadzar) dan '''Tapayana Maludhu Wolio''<nowiki/>' yaitu menengarkan syair lagu ''maludhu'' yang dibawakan oleh seorang pemuka agama diiringi gendang ''maludhu'' oleh para sesepuh dengan harapan mendapat keberkahan dari Tuhan yang maha Esa.<ref>{{Cite web|title=Haroana Maludhu, Tanda Cinta Warga Buton Pada Rasulullah SAW|url=https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/haroana-maludhu-tanda-cinta-warga-buton-pada-rasulullah-saw/|website=Indonesia Kaya|access-date=2022-08-20|archive-date=2021-12-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20211224090607/https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/haroana-maludhu-tanda-cinta-warga-buton-pada-rasulullah-saw/|dead-url=no}}</ref>
 
=== Haroa na Rajabu ===
''Haroana Rajabu'' yaitu Haroa untuk memperingati para [[syuhada]] yang gugur di medan perang dalam memperjuangkan Islam bersama-sama Nabi Muhammad SAW. Haroana Rajabu dilakukan pada hari Jumat pertama di bulan [[Rajab]] dengan melakukan tahlilan serta berdoa semoga para syuhada tersebut diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah.
 
Haroa na Rajabu diciptakan oleh [[Sultan Muhammad Salihi]] (1871-1885) untuk memperingati roh-roh keluarga yang telah meninggal dunia.<ref>{{Cite web|title=Kepercayaan “Rohi Polimba” di Buton|url=https://www.butonmagz.id/2018/12/kepercayaan-rohi-polimba-di-buton.html|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-05-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20220516173647/https://www.butonmagz.id/2018/12/kepercayaan-rohi-polimba-di-buton.html|dead-url=yes}}</ref> Maka haroa ini bagi masyarakat Buton dianggap sama dengan Haroa “Sumangga” yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai bentuk acara adat untuk terhindar dari hal-hal buruk yang akan terjadi. Haroa ini juga kesempatan bagi mereka untuk mengirimkan doa kepada para orang tua kita yang telah berpulang. Haroa Rajab ini akan dipandu oleh seorang Tokoh Adat atau biasa disebut sebagai “''Mouji''” dalam bahasa Indonesia disebut perangkat petugas Masjid.<ref>{{Cite web|last=Admin|date=2020-02-27|title=Haroa Rajab Adat Budaya Buton Dalam Kehidupan|url=https://spionnews.com/2020/02/27/haroa-rajab-adat-budaya-buton-dalam-kehidupan/|website=SPIONNEWS.COM|language=id-ID|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-07-06|archive-url=https://web.archive.org/web/20220706135933/https://spionnews.com/2020/02/27/haroa-rajab-adat-budaya-buton-dalam-kehidupan/|dead-url=yes}}</ref>
 
=== Poalana Mate ===
''Poalana Mate'' adalah Haroa yang dilakukan dengan tujuan mengiringi kematian seseorang. Tradisi ini dilaksanakan pada hari pertama kematian, hari ke-tujuh, hari ke-empat puluh dan hari ke-seratus dua puluh.<ref>{{Cite journal|last=Karim|first=Nurdin|date=1 Mei 2017|title=KONTRIBUSI TRADISI HAROA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER MASYARAKAT BUTON|url=https://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/al-izzah/article/view/533|journal=Al Izzah|volume=12|issue=1|doi=10.313332|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-08-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20220821021934/https://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/al-izzah/article/view/533|dead-url=no}}</ref>
 
=== Haroa Kasongkono ===
Baris 62:
 
=== Haroa No Tau ===
Haroa No Tau adalah Haroa tahunan yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat [[Suku Kulisusu|Kulisusu]] dengan tujuan mengucap syukur atas rejeki dan harapan agar memiliki hidup yang selamat serta bertambahnya rejeki. Haroa tahunan ini dilaksanakan di [[Keraton Kulisusu|Baruga Keraton Kulisusu]], desa [[Wasalabose, Kulisusu, Buton Utara|Wasalabose]], kecamatan [[Kulisusu, Buton Utara|Kulisusu]], [[kabupaten Buton Utara]]. Acara diawali dengan lantunan ayat suci Alquran, pembacaan doa, prosesi ritual dan selanjutnya menyantap makanan berupa 23 jenis makanan tradisional.<ref>{{Cite web|last=R|first=Dadang|date=2018-10-12|title=Bentuk Rasa Syukur, Pemangku Adat di Buton Utara Gelar Ritual Tahunan|url=https://mitrapol.com/2018/10/12/bentuk-rasa-syukur-pemangkut-adat-di-buton-utara-gelar-ritual-tahunan/|website=Mitrapol|language=id-ID|access-date=2022-08-21|archive-date=2022-05-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20220519082818/https://mitrapol.com/2018/10/12/bentuk-rasa-syukur-pemangkut-adat-di-buton-utara-gelar-ritual-tahunan/|dead-url=yes}}</ref>
 
Sedangkan selama [[Ramadan|bulan ramadan]], ada empat waktu pelaksanaan Haroa, yaitu:
 
=== Malona Bangua ===
atau Haroa pertama pada awal Ramadan, tetapi tidak dilaksanakan pada hari pertama puasa melainkan pada hari ke-30 di bulan sya’ban. Haroa yang dilaksanakan pada awal memasuki bulan Ramadan adalah bentuk ungkapan rasa senang masyarakat atas datangnya bulan ramadan karena dapat berjumpa kembali dengan bulan puasa dan diwujudkan dengan membuat sejumlah sajian untuk dicicipi secara bersama. Pada zaman dahulu, hari pertama Ramadan dimeriahkan dengan dentuman [[meriam]]. Kini masyarakat merayakannya dengan doa bersama di rumah serta membakar lilin di kuburan pada malam hari.
 
=== Qunua ===
atau Haroa kedua dilaksanakan pada hari ke-15 atau pada pertengahan Ramadan. Haroa kedua bermaksud untuk menambah semangat agar puasa yang tinggal lima belas hari lagi dapat diselesaikan. Makanan yang disajikan dalam haroa dianggap sebagai 'hadiah' atas puasa lima belas hari yang lalu sekaligus sebagai 'stimulus' untuk menuntaskan kewajiban puasa yang tinggal lima belas hari lagi.
 
Haroa Qunut telah dilaksanakan secara turun temurun sejak [[Abad ke 16|Abad ke-16]] saat masuknya Islam di wilayah Kesultanan Buton. Haroa Qunut tidak hanya dilaksanakan di Masjid Agung Keraton, tapi juga digelar di rumah-rumah warga masyarakat [[Kota Baubau]]. Pelaksanaan Haroa ini akan dilengkapi dengan kelengkapan adat, seperti ''Kanturu Wolio/Padhamara Koae'' (lampu pijar yang terbuat dari bahan kuningan/logam tembaga), juga ''Palako, Tobha'' atau wadah menyimpan daun sirih yang oleh masyarakat adat Buton disebut ''gili'', ''Pangana'' atau buah [[pinang]] dan buah [[gambir]].
 
Adapun makanan yang disajikan adalah makanan khas Wolio seperti onde-onde, [[Wajik|waje]], ''palu'', ''loka yihole'', ''kaowi oei yihole'', yang diletakan diatas ''Tala Koae'' atau Talang yang terbuat dari bahan kuningan/logam tembaga dan ditutupi Panamba.
 
=== Kadhiria ===
atau Haroa ketiga dilaksanakan pada hari ke-27 Ramadan, yakni khusus dilakukan untuk menyambut datangnya malam [[Lailatulqadar]]. Haroa ketiga dilaksanakan bersamaan dengan menyalakan ''tutungi'' atau lampu tembok yang wadahnya dari kulit kerang, menggunakan [[minyak kelapa]], dan sumbunya dari kapas yang dipasang di tiang dan sudut-sudut tiap rumah warga sehingga suasana menjadi terang. Adapun masyarakat Muna lebih banyak melakukan doa sendiri tanpa ada baca-baca dan sajian makanan tetap disediakan dalam rumah dan tidak boleh dihabiskan.<ref>{{Cite web|last=Asyrofi|first=Muhammad|date=2022-03-09|title=Mengenal Tradisi Haroa Etnis Muna di Sulteng: Tradisi untuk Sambut Malam Nisfu Sya'ban - Jatim Network - Halaman 2|url=https://www.jatimnetwork.com/nasional/pr-432897580/mengenal-tradisi-haroa-etnis-muna-di-sulteng-tradisi-untuk-sambut-malam-nisfu-syaban|website=Jatimnetwork.com|language=id|access-date=2022-08-20|archive-date=2023-08-16|archive-url=https://web.archive.org/web/20230816105212/https://www.jatimnetwork.com/nasional/pr-432897580/mengenal-tradisi-haroa-etnis-muna-di-sulteng-tradisi-untuk-sambut-malam-nisfu-syaban|dead-url=no}}</ref>
 
=== Haroa Rorayaha ===
Baris 84:
== Referensi ==
{{reflist}}
 
{{budaya-stub}}
 
[[Kategori:Upacara adat di Indonesia]]
Baris 93 ⟶ 91:
[[Kategori:Tradisi Buton]]
[[Kategori:Kabupaten Buton]]
 
 
{{budaya-stub}}