Energi ramah lingkungan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Bot5958 (bicara | kontrib)
k WPCleaner v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Subjudul dengan bold)
 
(2 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 3:
Istilah '''energi ramah lingkungan''' hingga saat ini dikenal luas sebagai energi yang bersumber dari alam dan bukan energi fosil, seperti energi terbarukan yang didefinisikan sebagai energi yang dapat diperbarui dan tidak pernah habis. Energi ramah lingkungan kerap pula didefinisikan sebagai sumber energi yang tidak mencemari lingkungan. Hal ini dikaitkan dengan emisi karbon dan gas rumah kaca lainnya yang diyakini sebagai penyebab utama dari efek yang dikenal sebagai [[pemanasan global]] yang mendorong terjadinya [[perubahan iklim]].
 
Terdapat sebuah kajian akademik berjudul '''“Nuklir Sebagai Solusi dari Energi Ramah Lingkungan yang Berkelanjutan untuk Mengejar Indonesia Sejahtera dan Rendah Karbon pada Tahun 2050'''<ref name=":1">{{Cite web|title=Pendaftaran lomba {{!}} Login|url=http://nuklirenergihijau.id/Login|website=nuklirenergihijau.id|access-date=2021-12-13|archive-date=2021-12-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20211213051235/http://nuklirenergihijau.id/Login|dead-url=yes}}</ref>'''”''' yang disusun oleh tim dari [[Universitas Sebelas Maret]] (UNS). Kajian akademik ini telah menghasilkan beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai seberapa ramah lingkungan sebuah sumber energi.
 
Kriteria energi ramah lingkugan tersebut adalah:
Baris 38:
|}
 
== Minim penggunaan lahan   ==
Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia di permukaan bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang sangat pesat dan akan memengaruhi kebutuhan hidup manusia. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sering kali mengorbankan fungsi lahan sebagai ekosistem, hutan, dan habitat biologis. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan energi membutuhkan teknologi pembangkit listrik yang menggunakan lahan semininal mungkin. Namun harus menghasilkan output dalam skala besar agar fungsi lahan untuk kebutuhan lain tetap dapat terpenuhi.<ref name=":1" /> Energi yang ramah lingkungan seharusnya memiliki densitas energi yang tinggi sehingga penggunaan lahan menjadi minimal.
{| class="wikitable"
Baris 67:
Diketahui bahwa [[tenaga angin]] berpotensi mengancam populasi burung dan kelelawar. Tenaga angin mengeluarkan [[polusi suara]], efek kedipan cahaya (''shadow flicker effect''), dan derau suara frekuensi rendah dari putaran turbin serta beberapa dampak lainnya yang berpengaruh pada kesehatan manusia maupun lingkungan di sekitarnya. Tenaga surya juga berpotensi mengancam populasi burung. Bahkan ladang tenaga surya yang berada di gurun dapat mengancam populasi reptil dan kura-kura gurun. Pemasangan [[panel surya]] juga memerlukan pembukaan lahan yang luas, sehingga dapat menimbulkan risiko [[erosi]] dan pemadatan tanah.
 
Sementara itu, [[Pembangkit listrik tenaga air|tenaga hidro]] juga memerlukan lahan yang sangat luas untuk dijadikan bendungan. Habitat alami bagi hewan, tumbuhan, bahkan penduduk menjadi rentan terganggu. Bendungan juga dapat mengubah suhu air alami, kimia air, beban lumpur, dan karakteristik aliran sungai. Pegalihan sistem aliran juga dapat menganggumengganggu jalur migrasi ikan. [[Energi panas bumi|Tenaga geothermal]] berpotensi menyebabkan kerusakan geiser dan lansekap akibat pengeboran ke bawah permukaan. Pencemaran sumber air dan penyakit gangguan pernapasan yang disebabkan oleh paparan gas asam sulfida. Selain itu juga berpotensi menyebabkan ''fracking'' dan gempa minor serta amblesan.
 
[[Daya nuklir|Tenaga nuklir]] memiliki potensi dampak dari penggunaan air sebagai pendingin. Selain itu, kemungkinan kontaminasi akibat zat radioaktif jika terjadi kebocoran maupun kecelakaan yang menyebabkan zat radioaktif lepas ke lingkungan. Seperti kecelakaan Chernobyl (1986) yang terjadi mengakibatkan pelepasan zat radiaoaktif ke lingkungan. Namun, UNSCEAR mengatakan bahwa "selain peningkatan kasus kanker tiroid, tidak ada bukti adanya dampak kesehatan masyarakat yang besar akibat paparan radiasi 20 tahun setelah kecelakaan”. Selain itu, hal yang berkaitan dengan zat radioaktif sangat ketat diatur dan diawasi oleh regulator nasional maupun internasional.