Diselamatkan oleh anugerah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
-> fixed image |
|||
(329 revisi perantara oleh 32 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{POV|artikel ini merupakan penafsiran dari Protestan, mengandalkan beberapa rujukan yang tidak mewakili keseluruhan Kristen, dan tidak ada rujukan tulisan langsung tokoh yang disebutkan; sehingga}}
'''Diselamatkan oleh anugerah''' adalah suatu konsep dalam [[teologi Kristen]] yang menyatakan bahwa keselamatan manusia adalah pemberian [[Allah]].<ref name="McGrath">Alister E McGrath. 1997. ''Sejarah Pemikiran Reformasi''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 113-125.</ref> Dalam konsep ini, keselamatan manusia tidak ditentukan oleh perbuatan yang dilakukannya, melainkan berdasarkan anugerah dari Allah.<ref name="McGrath" /> Konsep ini terdapat di dalam tulisan-tulisan [[Rasul Paulus]] yang ada di [[Alkitab]] [[Perjanjian Baru]].<ref name="McGrath" /> Dalam sejarah kekristenan selanjutnya konsep ini banyak diperdebatkan, khususnya mengenai kontribusi manusia dalam mengusahakan keselamatannya.<ref name="McGrath" /> Tokoh-tokoh Kristen seperti [[Agustinus]] dan [[Martin Luther]] banyak memberi kontribusi dalam perkembangan konsep ini.<ref name="McGrath" />
== Diselamatkan oleh Anugerah Allah ==▼
== Latar belakang ==
Kata 'anugerah' berasal dari istilah ''kharis'' yang diterjemahkan sebagai "kasih karunia".<ref name="Guthrie">Donald Guthrie.1992.'' Teologi Perjanjian Baru II''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 248, 270-273.</ref> Di dalam Perjanjian Baru kata ini bermakna, "kemurahan hati Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang layak dihukum".<ref name="Guthrie" /> Istilah ini dipakai untuk mengungkapkan sikap Allah yang menyediakan [[keselamatan]] bagi manusia.<ref name="Guthrie" /> Dengan demikian keselamatan bukan berdasarkan kebaikan manusia tetapi semata-mata berdasarkan kehendak Allah sendiri.<ref name="Guthrie" /> Kehendak Allah ini salah satunya tercermin dalam tema pendamaian yang sangat menonjol dalam narasi-narasi [[Alkitab]].
== Perjanjian Lama ==
Salah satu wujud kasih karunia Allah yang tergambar di dalam Perjanjian Lama adalah tawaran pendamaian atas pelanggaran manusia dalam kisah penciptaan. Kisah ini dimulai dengan gambaran bumi kacau dan belum terbentuk.<ref name="Hakh">Hakh, Samuel Benyamin. 2009. ''Damai Itu Meneduhkan''. Bandung: Jurnal Info Media. 8-12,17.</ref> Keadaan gelap dan kekacauan ini menunjukkan situasi yang jauh dari Allah.<ref name="Hakh" /> Dalam keadaan kacau, Allah menunjukkan kesediaan dan inisiatif untuk memberi rupa dan bentuk kepada langit dan bumi.<ref name="Hakh" /> Akibatnya, dunia mulai teratur, teduh, tenang, dan damai.<ref name="Hakh" /> Allah melihat bahwa apa yang diciptakan-Nya baik dan sungguh amat baik (Kej. 1: 4,10, 12,18,21,25 dan 31).<ref name="LAI">LAI.2000.'' Alkitab dan Kidung Jemaat. Jakarta: LAI.1-32, teks tambahan.</ref> Langit dan bumi yang kacau diganti dengan langit dan bumi yang [[shalom]].<ref name="Hakh" /> Allah memiliki inisiatif (Allah sebagai inisiator) untuk menciptakan keteraturan dan relasi yang harmonis dengan seluruh ciptaan.<ref name="Hakh" /> Pendamaian juga terdapat dalam perjanjian antara [[Nuh]] dan Allah setelah peristiwa Air Bah.<ref name="Hakh" /> Di dalam Alkitab disebutkan bahwa air bah ini merupakan hukuman atas kejahatan manusia yang hidup pada zaman [[Nuh]]. Setelah penghukuman itu, Allah berinisiatif untuk melakukan pendamaian dengan alam semesta melalui Nuh.<ref name="Hakh" /> Pendamaian ini menjadi tanda dimulainya babak baru dalam kehidudupan manusia.<ref name="Hakh" />
== Perjanjian Baru ==
Istilah 'pendamaian' adalah suatu proses untuk meluruskan situasi yang tidak adil atau kacau.<ref name="Muller-Fahrenholz">Muller-Fahrenholz, Geiko. 2005. ''Rekonsiliasi: Cara Memecahkan Spiral Kekerasan Dalam Masyarakat''. Maumere: Ledalero.6.</ref> Sering kali 'pendamaian' dengan 'pengampunan' dipahami dalam pengertian yang sama, sebab keduanya sama-sama mengarah kepada kedamaian.<ref name="Muller-Fahrenholz" /> Kata 'pengampunan' adalah tindakan memberi ampun secara khusus, di mana ada seseorang menyesal dan yang lain memaafkan.<ref name="Muller-Fahrenholz" /> Baik 'pertobatan' ataupun 'pengampunan' merupakan dua sisi dari satu proses, di mana pelaku tindak kejahatan mengakui kesalahannya, sebaliknya korban tindakan itu memberi ampun.<ref name="Muller-Fahrenholz" /> Kata "pendamaian" terdapat dalam Matius 5:24 dan 1 Kor.7: 11, yang menggambarkan relasi antara manusia dengan [[Allah]].<ref name="Muller-Fahrenholz" /> Dalam bahasa Yunani yaitu '' katal-lage '' (kata benda), '' kalasso '' (kata kerja) menggambarkan suatu tindakan [[Allah]] yang hendak mendamaikan umat manusia atau kosmos dengan diri-Nya sendiri.<ref name="Muller-Fahrenholz" /> Manusia tidak berperan aktif dalam proses pendamaian[[Allah]], sebab pendamaian oleh [[Allah]] merupakan karunia bagi manusia.<ref name="Muller-Fahrenholz" /> Perubahan dari hasil proses pendamaian merupakan suatu pembaruan yang total dan hanya dapat diwujudkan oleh [[Allah]].<ref name="Muller-Fahrenholz" /> Paulus menekankan pendamaian di dalam 2 Kor. 5: 19-21, bahwa [[Allah]] mendamaikan dunia dengan diri-Nya melalui Kristus.<ref name="Muller-Fahrenholz" /> [[Allah]] telah membuat Kristus yang tidak berdosa menjadi penanggung dosa manusia, supaya manusia dibenarkan oleh iman di dalam Dia.<ref name="Muller-Fahrenholz" /> Peristiwa keselamatan [[Allah]] di Salib dan kebangkitan Yesus Kristus merupakan tindakan pendamaian sepihak oleh [[Allah]].<ref name="Kirchberger">Kirchberger, Georg & John Mansford Prior. 2009. '' Jati Diri Manusia dan Injil Pendamaian ''. Yogyakarta: Ledalero. 7-11.</ref> Melalui Kristus sebagai perantara, [[Allah]] telah mendamaikan seluruh dunia dengan diri-Nya (2 Kor. 5: 18-19).<ref name="Kirchberger" /> Pendamaian [[Allah]] di dalam Kristus memengaruhi relasi orang secara individu dengan [[Allah]], tingkah laku seseorang, dan juga relasi seseorang dengan yang lainnya.<ref name="Kirchberger" /> Pendamaian mengarah kepada suatu perubahan yang lebih baik di dalam relasi manusia.<ref name="Kirchberger" />
== Pandangan Paulus ==
=== Di dalam Surat Roma ===
Anugerah merupakan ciri utama dalam teologi Paulus.<ref name="Guthrie" /> Paulus dalam [[Surat Paulus kepada Jemaat di Roma|Surat Roma]] mengatakan bahwa manusia yang berdosa "telah diselamatkan dengan cuma-cuma melalui anugerah" (Roma 4:16).<ref name="Guthrie" /> Akan tetapi, manusia harus merespons anugerah [[Allah]] tersebut bagi dirinya sendiri melalui iman.<ref name="Guthrie" /> Melalui penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa "karena anugerah oleh iman" (Efesus 2:8), maka manusia diselamatkan.<ref name="Guthrie" /> Paulus menghubungkan konsep anugerah [[Allah]] itu dengan Taurat.<ref name="Guthrie" /> Menurut Paulus, Taurat juga mengungkapkan anugerah [[Allah]] (Roma 7:12).<ref name="Guthrie" /> Anugerah [[Allah]] menggenapi apa yang tidak dapat diperbuat oleh manusia melalui Taurat.<ref name="Guthrie" /> Persamaan antara anugerah dan Taurat adalah keduanya merupakan suatu sarana keselamatan dari [[Allah]].<ref name="Guthrie" />
=== Di dalam Surat Korintus ===
Anugerah [[Allah]] tidak hanya terdapat di dalam Surat Roma saja, melainkan juga di dalam Surat I dan II Korintus.<ref name="Guthrie" /> Dalam 1 Korintus 1:4 tertulis bahwa augerah [[Allah]] mendukung dan membimbing setiap manusia dalam perkataan dan perbuatannya.<ref name="Guthrie" /> Anugerah [[Allah]] juga yang memberi kekuatan bagi orang-orang Kristen untuk menjalani kehidupan yang saling melayani kepada sesama manusia. Dengan demikian, konsep keselamatan oleh anugerah berkaitan juga dengan dimensi keselamatan di kehidupan sehari-hari.<ref name="Guthrie" />
Paulus mengatakan bahwa [[Allah]] melalui Yesus Kristus telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya.<ref name="Ridderbos">Ridderbos, Herman N. 1975. ''Paul: An Outline Of His Theology''. Grand Rapids: W. B. Eerdmans. 182-185.</ref> Yesus memenuhi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mewujudkan perdamaian yang direncanakan oleh [[Allah]].<ref name="Verkuyl" /> Ketidaktaatan manusia telah digantikan oleh ketaatan-Nya.<ref name="Verkuyl" /> Segala sengsara yang seharusnya dialami oleh manusia telah diderita-Nya.<ref name="Verkuyl" /> Yesus telah menderita berupa keadaan di mana diri-Nya telah ditinggalkan oleh [[Allah]].<ref name="Verkuyl" /> Dia telah memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi manusia.<ref name="Verkuyl" /> Surat 2 Korintus 5:20 tertulis bahwa "berilah dirimu didamaikan dengan [[Allah]]".<ref name="Hakh" /> Ada persoalan dalam kalimat tersebut.<ref name="Hakh" /> Paulus menggunakan kata kerja pasif, seolah-olah inisiatif pendamaian berasal dari manusia dengan cara menghentikan kebencian dan permusuhan.<ref name="Hakh" /> Paulus menegaskan bahwa manusia membutuhkan pendamaian [[Allah]] karena adanya perseteruan antara [[Allah]] dan manusia.<ref name="Bultmann">Bultmann, Rudolf Karl. 1951. ''Theology of the New Testament''. New York: Scribner. 186-187, 286.</ref> Roma 5:1-10 tertulis bahwa "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan [[Allah]] oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!".<ref name="LAI" /> Pendamaian [[Allah]] sudah ada sebelum manusia berusaha mendapatkannya.<ref name="Bultmann" /> Perseteruan antara [[Allah]] dan manusia merupakan akibat dari keberdosaan manusia itu sendiri.<ref name="Bultmann" /> Perseteruan itu menggambarkan karakter manusia yang memberontak terhadap [[Allah]] dan itulah sebabnya manusia dipandang sebagai seteru yang membutuhkan pendamaian.<ref name="Taylor">Taylor, Vincent. 1948. ''Forgiveness And Reconciliation: A Study In New Testament Theology''. London: Macmillan. 74-75.</ref> Pemulihan hubungan yang berseteru ini tidak hanya sebagai cara manusia memandang [[Allah]], tetapi juga cara [[Allah]] memandang manusia.<ref name="Ridderbos" /> Perseteruan juga menggambarkan kebencian [[Allah]] terhadap dosa atau pemberontakan manusia.<ref name="Ridderbos" />
=== Perdebatan Antara Agustinus dan Pelagius ===
{{Other uses}}
{{More footnotes|date=October 2008}}
[[Berkas:Pelagius.jpg|jmpl|200px|A17th century [[Calvinist]]print depicting Pelagius. Pelagius merupakan tokoh yang menyuarakan pelagianisme."]]
[[Pelagius]] meyakini bahwa karya pencarian manusia dalam memilih dan mencari [[Allah]] memiliki peran yang sangat penting.<ref name="Curtis">Curtis, A. Kenneth. 2001. ''100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 25-27.</ref> Meskipun karya [[Allah]] memegang peranan,tetapi itu bukanlah semuanya.<ref name="Curtis" /> [[Pelagius]] menyangkal bahwa dosa diturunkan dari Adam, sebaliknya manusia terlahir tanpa dosa.<ref name="Sudarmo">Sudarmo R. 2010. ''Kamus Istilah Teologi''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 64.</ref> Akibat dari dosa manusia pertama bukan karunia keselamatan, melainkan pemberian teladan yang baik yaitu Kristus, hukum, dan pernyataan umum.<ref name="Sudarmo" /> Manusia dapat berusaha sendiri untuk menjadi sempurna.<ref name="Sudarmo" /> Ada tujuh pokok ajaran [[Pelagius]]:
* Pertama, Adam diciptakan untuk mati dan akan mati sekalipun ia tidak berdosa.<ref name="Willem" /> Kematian bukanlah akibat dosa.<ref name="Willem" />
* Kedua, kejatuhan Adam ke dalam dosa hanya dia sendiri dan tidak mempunyai akibat bagi keturunannya.<ref name="Willem" />
* Ketiga, anak-anak yang dilahirkannya tidak berdosa.<ref name="Willem" />
* Keempat, anak-anak yang tidak dibaptiskan dan meninggal pada masa bayi tetap memperoleh keselamatan.<ref name="Willem" />
* Kelima, manusia mati bukan karena kejatuhan Adam ke dalam dosa dan manusia bangkit di antara orang mati bukan didasarkan pada [[kebangkitan Yesus]] [[Kristus]].<ref name="Willem" />
* Keenam, hukum [[Taurat]] dapat memimpin orang ke dalam Kerajaan Surga sama seperti Injil.<ref name="Willem" />
* Ketujuh, sebelum Kristus ada orang yang berdosa.<ref name="Willem" />
[[Berkas:Augustine of Hippo.jpg|ka|jmpl|150px|Santo [[Agustinus]] merupakan tokoh gereja yang menyuarakan pemikiran tentang diselamatkan melalui anugerah.]]
Pernyataan [[Pelagius]] tidak serupa dengan pernyataan [[Agustinus]] yang mengatakan bahwa manusia diciptakan oleh [[Allah]] dengan karunia-karunia adikodrati.<ref name="Willem">Willem F.D. 1986. ''Riwayat Hidup Singkat: Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja''. 32, 211-212.</ref> Karunia-karunia itu hilang ketika Adam jatuh ke dalam dosa.<ref name="Willem" /> Pemikiran [[Augustinus]] didasari oleh perkataan [[Paulus dari Tarsus|Paulus]] dalam surat {{Alkitab|Roma 13:13-14}} yang tertulis, "kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya".<ref name="Lane" /> Berdasarkan surat Paulus tersebut, muncul pemikiran [[Agustinus]] bahwa manusia memiliki kebebasan kehendak.<ref name="Lane" /> Kejahatan merupakan prinsip negatif dan sebuah keadaan yang terpisah dari [[Allah]].<ref name="Lane" /> Kejahatan adalah suatu keadaan yang tadinya baik berubah menjadi keadaan yang rusak atau tidak baik.<ref name="Lane" /> Kehendak bebas hilang dan Adam serta keturunannya dikuasai oleh dosa.<ref name="Willem" /> Manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.<ref name="Willem" /> Manusia hanya dapat diselamatkan oleh rahmat [[Allah]] saja.<ref name="Willem" /> Peristiwa kejatuhan Adam ke dalam dosa, seluruh manusia berada dalam keadaan berdosa.<ref name="Willem" /> [[Allah]] akan memilih orang-orang yang akan menerima karunia-Nya.<ref name="Willem" />
Dosa bukanlah ciptaan [[Allah]] dan tidak bersifat kekal.<ref name="Lane">Tony Lane. ''Runtut Pijar''. Jakarta: BPK Gunung Mulia.</ref> Dosa muncul karena manusia telah menyalahgunakan kehendak bebas.<ref name="Lane" /> Oleh karena itu, setiap manusia bertanggungjawab atas perbuatannya dan manusia membutuhkan kasih karunia [[Allah]] yakni pertolongan batin dari Roh Kudus, agar manusia bisa hidup dengan baik.<ref name="Lane" /> [[Allah]] memberi kasih karunia-Nya (atau Roh Kudus) kepada manusia yang merespon Injil dengan imannya.<ref name="Lane" /> Iman merupakan karunia [[Allah]] dan hasil pekerjaan rahmat-Nya. Keselamatan merupakan sebuah karunia [[Allah]].<ref name="Lane" /> Namun, [[Allah]] tidak memberikan karunia itu kepada semua orang.<ref name="Lane" /> [[Allah]] memberikan karunia itu hanya kepada orang-orang yang menjadi umat pilihan-Nya saja.<ref name="Lane" /> Karunia itu tidak ada terkait dengan kehendak atau usaha seseorang (Rom.9:16).<ref name="Lane" /> Kasih karunia [[Allah]] berupa pertolongan batin dari Roh Kudus, agar manusia bisa hidup sebagai orang Kristen.<ref name="Lane" /> [[Allah]] memberi kasih karunia-Nya kepada manusia yang merespon Injil dengan imannya.<ref name="Lane" /> Iman merupakan karunia [[Allah]] dan hasil pekerjaan rahmat-Nya.<ref name="Lane" /> Keselamatan merupakan sebuah karunia [[Allah]].<ref name="Lane" /> Namun, [[Allah]] tidak memberikan karunia itu kepada semua orang.<ref name="Lane" /> [[Allah]] memberikan karunia itu hanya kepada orang-orang yang menjadi umat pilihan-Nya saja.<ref name="Lane" /> Karunia itu tidak ada terkait dengan kehendak atau usaha seseorang (Rom.9:16).<ref name="Lane" />
Ajaran [[Pelagius]] ditentang keras oleh [[Augustinus]], Uskup Hippo-Regius, tetapi [[Pelagius]] tidak mau sehingga ia diekskomunikasikan.<ref name="Willem" /> [[Augustinus]] menentang ajaran [[Pelagius]] dengan mengatakan bahwa manusia mati karena dosa-dosanya.<ref name="Sudarmo" /> Akhirnya, ajaran gereja kemudian adalah [[semi pelagianisme]] yang mengajarkan bahwa walaupun manusia sakit, manusia masih bisa berbuat baik tetapi ia membutuhkan bantuan [[Allah]].<ref name="Sudarmo" /> Anugerah melaksanakan iman dan kehendak ke arah kemurnian.<ref name="Lohse" />
== Pandangan Semi Pelagianisme ==
Meskipun [[Pelagius]] mendapat penolakan dari [[Agustinus]], tetapi ada juga orang-orang yang meyakini pemikiran [[Pelagius]] meskipun tidak semua sekitarnya diterima.<ref name="Lohse">Lohse, Benhard. 1990. ''Pengantar Sejarah Dogma Kristen''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 157-163</ref> Pada zaman modern, orang tersebut dianggap sebagai kelompok yang menganut [[semi pelagianisme]].<ref name="Lohse" /> Tokoh yang penting dalam [[semi pelagianisme]] adalah [[Yohanes Cassian]] dan [[Vincent]] dari Lerins.<ref name="Lohse" /> Paham ini mengajarkan bahwa walaupun manusia sakit, manusia masih bisa berbuat baik tetapi ia membutuhkan bantuan [[Allah]].<ref name="Sudarmo" /> Komunitas [[semi Pelagius]] menganut setengah ajaran [[Agustinus]] dan setengah ajaran [[Pelagius]].<ref name="Lohse" /> Komunitas [[semi pelagianisme]] sependapat dengan [[Agustinus]] mengenai dosa warisan.<ref name="Lohse" /> Meskipun demikian, komunitas ini menolak pandangan [[Agustinus]] mengenai dosa dan anugerah.<ref name="Lohse" /> Komunitas ini menolak pandangan mengenai keterikatan kehendak secara penuh mengenai pekerjaan dari kuasa anugerah yang tidak tertahankan dan mengenai predestinasi.<ref name="Lohse" /> [[Cassian]] mengatakan bahwa kehendak bebas yang terdapat pada manusia tidak dihapuskan semuanya.<ref name="Lohse" /> Dosa Adam memang diwariskan kepada generasi berikutnya dalam pengertian seperti seseorang mewariskan kesakitan sebagai akibatnya kehendak bebas menjadi lemah.<ref name="Lohse" /> [[Allah]] memberikan kepada manusia sebagai permulaan dari kehendak yang bijak.<ref name="Lohse" /> [[Cassian]] menilai pandangan [[Agustinus]] bahwa konsep anugerah tidaklah mesti mendahului kehendak bebas.<ref name="Lohse" /> Oleh karena manusia tetap mempunyai kehendak bebas, meskipun kehendak itu dilemahkan akibat dosa.<ref name="Lohse" /> [[Cassian]] mengatakan bahwa kehendak bebas memiliki inisiatif pertama untuk datang kepada [[Allah]].<ref name="Lohse" /> Kehendak manusia bebas memilih untuk menghargai ataupun menolak anugerah [[Allah]].<ref name="Lohse" /> Dengan kata lain, [[Cassian]] ingin mengatakan bahwa anugerah [[Allah]] dan kehendak bebas manusia haruslah bekerja sama.<ref name="Lohse" /> Selain [[Cassian]], ada juga [[Vincent]] yang menolak pandangan [[Agustinus]].<ref name="Lohse" /> [[Vincent]] menilai pandangan [[Agustinus]] melalui konsep tradisi dengan berkata, "iman yang telah dipercayai di mana-mana.<ref name="Lohse" /> Hal itulah yang benar dan katolik, sebagaimana nama itu sendiri dan alasan dari sesuatu menjelaskan dan mencakup segala universalitas".<ref name="Lohse" />
Komunitas [[semi pelagianisme]] mengajarkan dan menjanjikan bahwa di dalam lingkungan persekutuan mereka terdapat anugerah [[Allah]] yang bersifat pribadi, yang besar, khusus, tanpa bekerja, tanpa upaya, bahkan walaupun mereka tidak memintanya maka orang akan mendapat dispensasi dari [[Allah]] berupa pemeliharaan melalui perlindungan para malaikat.<ref name="Lohse" /> Komunitas ini mengakui keputusan [[Caesarius]] dari Arles bahwa melalui dosa Adam, maka ia dan cucu-cucunya mengalami kerusakan jiwa dan tubuh.<ref name="Lohse" /> Dosa dan kematian berasal dari ketidaktaatan Adam atas perintah [[Allah]].<ref name="Lohse" /> Sebagai akibatnya, kehendak bebas manusia dilemahkan begitu rupa, sehingga tidak mungkin lagi atas inisiatif sendiri seseorang dapat mengasihi dan percaya kepada [[Allah]] sebagaimana seharusnya.<ref name="Lohse" /> Melalui dirinya sendiri, manusia tidak dapat memperoleh anugerah [[Allah]].<ref name="Lohse" /> Anugerah melaksanakan iman dan kehendak ke arah kemurnian.<ref name="Lohse" /> Dalam konteks ini "anugerah" mengacu pada infusi Roh Kudus dan Karya-Nya.<ref name="Lohse" /> Kehendak disediakan oleh Tuhan.<ref name="Lohse" /> Iman menjadikan manusia mengiakan pemberitaan Injili.<ref name="Lohse" /> Iman menggerakkan hati manusia untuk datang pada baptisan yang memulihkan kehendak bebas.<ref name="Lohse" /> Orang yang dibaptis juga berada dalam situasi membutuhkan bantuan yang terus menerus dari anugerah Ilahi.<ref name="Lohse" /> Tanpa bantuan ini orang yang dibaptis tidak dapat bertekun dalam jalan-jalan yang baik atau mencapai akhir yang dikehendaki.<ref name="Lohse" />
== Pandangan Pada Abad Pertengahan ==
Pada abad pertengahan, anugerah dipandang sebagai suatu substansi adikodrati yang dicurahkan oleh [[Allah]] ke dalam jiwa manusia.<ref name="McGrath" /> Manusia membutuhkan anugerah karena adanya jurang pemisah dan tak terjembatani antara [[Allah]] dan manusia.<ref name="McGrath" /> Tidak ada jalan lain bagi manusia untuk mencapai [[Allah]] karena adanya jurang tersebut.<ref name="McGrath" /> Jurang pemisah antara [[Allah]] dan manusia dapat terjembatani bila ada sesuatu yang layak dan mampu membuat manusia diterima oleh [[Allah]].<ref name="McGrath" /> Hal yang mampu menjembatani [[Allah]] dan manusia itu adalah anugerah.<ref name="McGrath" />
== Pandangan Pada Masa Reformasi ==
=== Pandangan Martin Luther ===
[[Berkas:Martin_Luther,_1529.jpg|jmpl|ka|Martin Luther merupakan salah satu tokoh reformasi yang menyuarakan pemikiran mengenai "diselamatkan melalui anugerah"]]
[[Martin Luther]] mengatakan bahwa inti dari kepercayaan Kristen adalah manusia yang terbatas dapat memiliki hubungan dengan [[Allah]].<ref name="McGrath" /> Hal tersebut berhubungan dengan pertanyaan mengenai apa yang harus dilakukan oleh manusia supaya dirinya dapat selamat, yakni memiliki hubungan dengan [[Allah]].<ref name="McGrath" /> Bagaimana manusia sebagai individu dapat masuk ke dalam suatu hubungan dengan [[Allah]]?<ref name="McGrath" /> Bagi [[Martin Luther|Luther]], anugerah [[Allah]] adalah yang memungkinkan manusia diselamatkan.<ref name="McGrath" /> Anugerah [[Allah]] itu bagi [[Martin Luther|Luther]] terhubung dengan kebenaran [[Allah]] (''Iustitia Dei'').<ref name="McGrath" />
Pemikiran [[Martin Luther|Luther]] tersebut dipengaruhi pengalaman pribadinya, ketika [[Martin Luther|Luther]] pada awalnya berpikir bahwa manusia sesungguhnya tidak dapat memenuhi persyaratan untuk diselamatkan.<ref name="McGrath" /> Karena itu, selalu ada yang harus dilakukan oleh manusia untuk memenuhi syarat supaya mendapat keselamatan.<ref name="McGrath" /> [[Martin Luther|Luther]] menafsirkan "kebenaran [[Allah]]" sebagai kebenaran yang "menghukum".<ref name="McGrath" /> Akan tetapi, pada waktu kemudian, [[Martin Luther|Luther]] menemukan arti baru mengenai "kebenaran Allah", yakni sebagai suatu kebenaran yang "diberikan" [[Allah]] kepada orang berdosa.<ref name="McGrath" /> [[Allah]] bukanlah seperti "hakim" yang keras dan selalu memberikan ganjaran kepada setiap manusia sesuai dengan perbuatan baik manusia.<ref name="McGrath" /> Sebaliknya, [[Allah]] dipahami sebagai [[Allah]] yang Maha Pemurah dan penuh rahmat sehingga memberikan keselamatan kepada orang yang berdosa melalui anugerah.<ref name="McGrath" />
Iman dalam pemikiran [[Martin Luther|Luther]] mempunyai peran yang sangat penting terkait dengan ajaran mengenai pembenaran.<ref name="McGrath" /> Ada tiga pokok mengenai iman:<ref name="McGrath" />
* Pertama, iman mempunyai rujukan yang pribadi.<ref name="McGrath" />
* Kedua, iman menyangkut kepercayaan pada janji-janji [[Allah]].<ref name="McGrath" />
* Ketiga, iman mempersatukan orang percaya dengan Kristus.<ref name="McGrath" />
Ajaran mengenai pembenaran oleh iman menegaskan bahwa [[Allah]] menganugerahkan pengampunan kepada manusia, di mana pengampunan itu tidak dibeli dan dapat diperoleh oleh semua manusia terlepas dari kekayaan ataupun kondisi sosial yang dimilikinya.<ref name="McGrath" /> Melalui anugerah [[Allah]], orang percaya dapat melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keselamatannya sendiri tanpa harus menyandarkan diri pada imam atau gereja.<ref name="McGrath" />
Luther mengalami permasalahan di dalam dirinya sendiri.<ref name="McGrath" /> Dia merasa bahwa dirinya tidak dapat memenuhi persyaratan untuk keselamatan.<ref name="McGrath" /> Dia tidak mempunyai kemampuan yang diperlukan supaya dirinya dapat diselamatkan.<ref name="McGrath" /> Dirinya tidak layak menerima karunia keselamatan dari [[Allah]], melainkan hukuman.<ref name="McGrath" /> Pembenaran sebagai suatu perbuatan manusia berdosa sebelum dirinya diselamatkan.<ref name="McGrath" /> Awalnya [[Martin Luther|Luther]] mengartikan "Kebenaran" sebagai kebenaran yang "menghukum".<ref name="McGrath" /> Namun, pemikiran tersebut berubah, di mana [[Allah]] dari Injil bukanlah hakim yang keras yang memberikan ganjaran kepada setiap individu sesuai dengan perbuatan baiknya.<ref name="McGrath" /> Sebaliknya, Dia adalah [[Allah]] yang pemurah dan penuh rahmat yang memberikan kebenaran kepada manusia sebagai anugerah.<ref name="McGrath" />
Ide pemikiran [[Martin Luther|Luther]] mengenai pembenaran sebagai anugerah didasarkan dari pemikiran Paulus bahwa apabila manusia mengandalkan kekuatannya sendiri di hadapan [[Allah]], maka manusia itu akan binasa untuk selama-lamanya.<ref name="Verkuyl">Verkuyl J. 1989. ''Aku Percaya''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 189.</ref> Paulus menyuarakan supaya manusia menghentikan usaha menyelamatkan diri sendiri dan manusia mulai berserah kepada kasih karunia-Nya.<ref name="Verkuyl" /> Pembenaran sebagai anugerah diberikan oleh [[Allah]] kepada semua manusia.<ref name="McGrath" /> Namun, manusia hanya dapat memperolehnya melalui iman.<ref name="McGrath" /> Iman mempunyai rujukan yang pribadi.<ref name="McGrath" /> Iman terkait dengan kepercayaan pada janji-janji [[Allah]].<ref name="McGrath" /> Iman mempersatukan orang percaya dengan Kristus.<ref name="McGrath" /> Melalui anugerah [[Allah]], orang percaya dapat melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keselamatannya sendiri tanpa harus menyandarkan diri kepada imam dan gereja.<ref name="McGrath" /> Peran iman dalam pembenaran semakin diperjelas oleh [[Martin Luther|Luther]] melalui pernyataannya bahwa kalau kamu mempunyai iman yang benar, di mana Kristus adalah Juruselamatmu, maka saat itu juga kamu telah menggapai [[Allah]] yang rahmani karena iman menuntun kamu masuk serta membuka hati dan kehendak [[Allah]] sehingga kamu akan melihat anugerah yang murni dan kasih yang melimpah.<ref name="Urban">Urban, Linwood. 2003. ''Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 157.</ref>
== Referensi ==
{{reflist}}
[[Kategori:Teologi Kristen]]
[[Kategori:Soteriologi]]
|