Kampung Pitu: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Raflinoer32 (bicara | kontrib) Menyunting ejaan. |
k Menghapus Kategori:Desa Adat; Menambah Kategori:Desa adat menggunakan HotCat |
||
(7 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
'''Kampung Pitu'''
== Sejarah ==
Kampung Pitu merupakan sebuah perkampungan yang hanya dapat dihuni oleh tujuh kepala keluarga. Aturan tersebut tidak boleh dilanggar oleh penduduk di sana karena diyakini dapat mendatangkan sebuah bencana.<ref name=":0" /> Sejarah Kampung Pitu diawali dengan ditemukannya sebuah pusaka yang menempel pada pohon ''Kinah Gadung Wulung'' di puncak [[Gunung Nglanggeran|Gunung Nglenggeran]] oleh seorang abdi Keraton Yogyakarta bernama Eyang Iro Dikromo melalui sebuah sayembara.<ref name=":2">{{Cite news|last=AW|first=Titah|date=19 Juni 2019|title=Mengunjungi Kampung Pitu, Desa Berbahaya yang Cuma Bisa Dihuni Tujuh Keluarga|url=https://www.vice.com/id/article/zmpkxe/kampung-pitu-nglanggeran-gunung-kidul-berbahaya|work=vice.com|access-date=02 Agustus 2021}}</ref> Sebagai hadiah, Eyang Iro Dikromo mendapatkan tanah yang cukup untuk anak serta keturunannya dari pihak Keraton Yogyakarta. Kemudian, ia mengajak teman-temannya untuk menempati lahan dekat pohon ''Kinah Gadung Wulung'' dan membuat peraturan-peraturan sebagai berikut:
# kepala keluarga yang menempati daerah sekitar pohon ''Kinah Gadung Wulung'' hanya boleh berjumlah tujuh;
# jika ada keturunan dari tujuh orang tersebut yang ingin tinggal di sekitar pohon ''Kinah Gadung Wulung,'' mereka harus menunggu hingga ada kepala keluarga yang meninggal dunia;
# jika ingin tetap tinggal di sana, tetapi kepala keluarga sudah berjumlah tujuh, maka keluarga mereka harus menginduk pada satu di antara tujuh kepala keluarga yang ada.
Peraturan-peraturan di atas merupakan wasiat (''pepundhen'') dari leluhur masyarakat Kampung Pitu yang ditujukan kepada keturunannya agar wilayah tersebut hanya dapat dihuni oleh ''Empu Pitu'' atau tujuh kepala keluarga saja. Sampai saat ini, peraturan-peraturan tersebut masih diyakini dan ditaati oleh penduduk Kampung Pitu.<ref name=":1" />
== Tradisi ==
Masyarakat Kampung Pitu pantang menyelenggarakan pertunjukan [[wayang]]. Hal tersebut disebabkan karena gunung di sekitar desa tersebut diberi nama gunung wayang. Oleh sebab itu, penduduk di sana percaya untuk tidak menggelar pertunjukan wayang.<ref name=":0" /> Semua masyarakat Kampung Pitu menganut ajaran [[Islam]] dengan [[sinkretisme]] budaya [[Suku Jawa|Jawa]].<ref name=":2" /> Mereka selalu menyelenggarakan ''[[slametan]]'' untuk berbagai upacara keagamaan yang berkaitan dengan tahapan hidup manusia, seperti perkawinan, kelahiran, dan kematian. Meskipun masyarakat di sana mempercayai aturan kepala keluarga yang harus berjumlah tujuh, perkawinan yang ada di Kampung Pitu tidak memiliki aturan dalam memilih pasangan. Setiap warga di sana dapat menikah dengan siapa saja, baik warga Kampung Pitu ataupun warga luar lainnya. Namun, warga yang telah menikah dilarang menempati Kampung Pitu dan harus meninggalkan kampung tersebut. Apabila mereka tetap tinggal di sana, mereka tidak diizinkan membuat kartu keluarga sendiri, melainkan harus ikut dalam kartu keluarga orang tuanya.<ref name=":1" />
== Referensi ==
Baris 6 ⟶ 18:
[[Kategori:Kampung di Indonesia]]
[[Kategori:Yogyakarta]]
[[Kategori:Desa
|