Tragedi Yunani: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: halaman dengan galat kutipan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(30 revisi perantara oleh 3 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1:
{{Short description|Bentuk pertunjukan teater dari zaman Yunani Kuno}}
'''Tragedi Yunani''' adalah
Banyak pihak meyakini bahwa tragedi Yunani
== Etimologi ==
Baris 11:
Asal-usul kata ''tragedi'' sudah menjadi pokok bahasan sedari Abad Kuno. Sumber primer pengetahuan seputar pokok bahasan ini adalah risalah ''[[Peri poietikes|Peri Poyetikes]]'' (''Ihwal Puisi'') karangan [[Aristoteles]]. Aristoteles berhasil menghimpun dokumentasi tangan-pertama dari pertunjukan teater di [[Attika|Atika]], yang mustahil diakses para peneliti dewasa ini. Oleh karena itu ''Peri Poyetikes'' merupakan sumber pustaka yang tidak ternilai harganya bagi studi tragedi kuno, sekalipun beberapa pokok pikiran di dalam paparan kesaksian Aristoteles masih dapat dipertanyakan keandalannya.
Menurut Aristoteles, cikal bakal tragedi adalah [[ditirambos]], [[himne|gita puja]] Yunani Kuno yang dinyanyikan sembari menari-nari memuliakan Dionisos. Istilah ''τραγῳδία'' (tragodia) terbentuk dari penggabungan kata ''τράγος'' (tragos) yang berarti "kambing" dan kata ''ᾠδή'' (ode) yang berarti "nyanyian", sehingga berarti "nyanyian kambing-kambing," merujuk kepada paduan suara para [[satir
=== Hipotesis Aleksandria ===
Baris 37:
=== Dari ditirambos ke drama ===
[[Image:Dionysos satyrs Cdm Paris 575.jpg|thumb|right|Dionisos dikelilingi kawanan satiros]]
Di dalam ''Peri Poyetikes'', Aristoteles mengemukakan bahwa pada mulanya tragedi adalah [[teater improvisasional|improvisasi]] "orang-orang yang bertugas menyanyikan [[ditirambos]]",<ref name=Aristotle1/> yaitu gita puja untuk memuliakan Dionisos. Nyanyian ini singkat dan bernada jenaka karena mengandung unsur-unsur [[lakon satiros]]. Lambat laun bahasanya berubah semakin serius dan metrumnya berganti dari [[tetrametrum trokhayos]] menjadi [[trimetrum yambos]] yang bersifat prosa. Risalah ''[[Historia (Herodotos)|Historiai]]'' (''Bunga Rampai Sejarah'') karangan [[Herodotos]]<ref name=Herodotus1/> dan sumber-sumber pustaka terkemudian<ref name=
Para peneliti telah mengajukan beberapa dugaan mengenai cara ditirambos berubah menjadi tragedi.
Baris 59:
Apabila tragedi-tragedi perdana dibandingkan dengan tragedi-tragedi yang digubah kemudian hari, gubahan Aiskhilos menampakkan evolusi dan pengayaan unsur-unsur hakiki drama tragedi, yakni dialog, kontras, dan efek-efek teatrikal.<ref name=Italica1/> Perkembangan ini dipicu oleh lomba pementasan yang mengadu Aiskhilos dengan para pujangga sandiwarawan lain, teristimewa [[Sofokles]], pujangga muda yang memperkenalkan pelakon ketiga, sehingga kian memperumit alur cerita dan menghadirkan lebih banyak tabiat manusia, yang dapat dipahami dan dihayati penonton.
Askhilos setidaknya cukup terbuka menerima inovasi-inovasi Sofokles, tetapi setia mempertahankan moralitas yang sangat ketat dan religiusitas yang intens. Oleh karena itu, sebagai contoh, sosok [[Zeus]] di dalam sandiwara gubahan Aiskhilos senantiasa memiliki peran berpikir dan bertindak etis.{{refn|group=keterangan|name=
=== Pembaharuan-pembaharuan Sofokles ===
Baris 135:
Sandiwara-sandiwara tragedi dipentaskan di Atena dalam perhelatan Dionisia Besar, perayaan yang digelar untuk memuliakan Dionisos pada bulan [[Elafebolion]], menjelang akhir bulan Maret.{{refn|group=keterangan|name=Dionisia1}} Pementasan sandiwara-sandiwara tersebut diselenggarakan oleh negara dan [[eponimos arkhon]], yang memilih tiga warga kaya untuk mengongkosinya. Di dalam tatanan demokrasi Atena, warga kaya diwajibkan mendanai kegiatan-kegiatan pelayanan masyarakat. Adat semacam ini disebut [[liturgi (Yunani Kuno)|''liturgi'']].
Pada perhelatan Dionisia, [[Agon|dipertandingkan]] tiga sandiwara yang dipilih ''
Minat orang Yunani akan tragedi memang kelewat besar. Menurut para kritikus, orang Atena menghabiskan lebih banyak uang untuk teater ketimbang untuk armada. Manakala pengongkosan pertunjukan-pertunjukan tersebut menjadi pokok permasalahan yang sensitif, pemerintah menetapkan bea masuk bagi penonton dan juga ''[[teorikon]]'', dana khusus untuk mengongkosi seluruh perhelatan tersebut.<ref name=Plutarch1/>
Baris 143:
=== Aiskhilos ===
Dari sekitar sembilan puluh sandiwara yang pernah digubah [[Aiskhilos]], yang dapat diketahui judulnya cuma tujuh puluh sembilan sandiwara<ref name=
* '' [[Orang-Orang Persia]]'' ({{lang-el|Πέρσαι
* '' [[Tujuh
* '' [[Para Pemohon (Aiskhilos)|Para Pemohon]]'' ({{lang-el|Ἱκέτιδες
* Trilogi '' [[Oresteia|Oresteya]]'' ({{lang-el|Ὀρέστεια
** ''[[Oresteia#Agamemnon|Agamemnon]]'' ({{lang
** ''[[Oresteia#Para Pembawa Persembahan Curah|Para Pembawa Persembahan Curah]]'' ({{lang-el|Χοηφόροι
** ''[[Oresteia#Para Eumenides|Dewi-Dewi Agung]]'' ({{lang-el|Εὐμενίδες
* ''[[Prometeus
=== Sofokles ===
* ''[[
* ''[[Antigone (
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[
=== Euripides ===
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[Ion (
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[Herakles (Euripides)|
* ''[[
* ''[[Orestes (
* ''[[
* ''[[
* ''[[
* ''[[
== Demos: Suatu Eksplorasi Masyarakat dan Demokrasi di Dalam Tragedi Yunani ==
Peran penonton di dalam sebuah tragedi Yunani
Dengan menggali lebih dalam peran paduan suara, penulis melihat dampak yang mungkin timbul dari sudut pandang demos. Penulis mencermati bahwa sering kali paduan-paduan suara tragedi berasal dari satu macam kedudukan sosial (baik umur, jenis kelamin, kebangsaan, maupun lapisan masyarakat).<ref name=":0" /> Sehubungan dengan jenis kelamin, penulis mendapati bahwa kendati paduan suara perempuan terdapat di dalam sandiwara-sandiwara Yunani pada umumnya, perempuan-perempuan tersebut, sebagaimana orang-orang lain yang diperbudak maupun orang asing, tidak sejajar statusnya dengan kaum lelaki Yunani.<ref name=":0" /> Orang-orang yang tidak dianggap sebagai warga negara bukanlah representasi demos.<ref name=":0" /> Penulis memberi satu contoh betapa paduan suara perempuan di dalam sandiwara ''Tujuh Melawan Thebai'' gubahan [[Aiskhilos]] dikecam karena berpengaruh buruk terhadap semangat juang warga negara.<ref name=":0" />
== Tragedi Yunani: Sebuah Pertunjukan ==
Tragedi Yunani sering kali membingungkan bilamana orang berusaha menilainya sebagai drama, kejadian terperinci, pertunjukan, bahkan sebagai sesuatu yang menyampaikan sebuah tema mendasar.<ref name=":2">{{Cite journal|last=Frendo|first=Mario|date=February 2019|title=Ancient Greek Tragedy as Performance: the Literature–Performance Problematic|journal=New Theatre Quarterly|volume=35|issue=1|pages=19–32|doi=10.1017/S0266464X18000581|s2cid=191998802|issn=0266-464X}}</ref> Sebuah artikel yang ditulis Mario Frendo, menyoroti tragedi Yunani selaku penyampai sebuah tema mendasar sebagai suatu fenomena pertunjukan, suatu pemisahan makna sandiwara tersebut dari pokok pikiran yang sesungguhnya disampaikan, dan bukan suatu usaha untuk melakukan pendekatan terhadap Tragedi Yunani melalui konteks (misalnya kelaziman-kelaziman pertunjukan, fakta-fakta kesejarahan, dsb).<ref name=":2" /> Melakukan pendekatan terhadap zaman purba dari kacamata masa kini, terutama dalam kaitannya dengan konstruksi dan bentuk sandiwara-sandiwara, menghambat pemahaman akan masyarakat Yunani klasik.<ref name=":2" />
Asal-muasal Tragedi Yunani lebih banyak didasarkan atas nyanyian atau tuturan ketimbang naskah lakon tertulis.<ref name=":2" /> Dengan pemahaman semacam ini Frendo mengemukakan bahwa Tragedi pada hakikatnya performatif (dilakonkan).<ref name=":2" /> Frendo lebih lanjut menjabarkan argumennya dengan mengutip hasil-hasil penelitian tragedi Yunani sebelumnya. Ia menguraikan hakikat musikal, sering kali nyanyian yang dinyanyikan, dari sandiwara-sandiwara Yunani, dan menyoroti tradisi lisan sebagai latar belakang konstruksi sandiwara-sandiwara tersebut (misalnya, tradisi lisan bisa jadi turut berperan di dalam proses-proses yang bermuara pada penciptaan tragedi Yunani).<ref name=":2" /> Frendo mengutip pendapat yang mengatakan bahwa penghayatan tragedi mengharuskan suatu pergelaran teatrikal, dan oleh karena itu tragedi terpisah dari kesusastraan.<ref name=":2" /> Ia menandaskan lebih lanjut bahwa penting sekali memandang tragedi sebagai pra-drama, bahwasanya tragedi tidak bersesuaian dengan pemahaman yang lebih mutakhir akan "drama" sebagaimana yang sudah kita ketahui pada zaman Renaisans.<ref name=":2" />
Baris 204:
== ''Deus Ex Machina'': Suatu Teknik Intervensi ==
Sebuah artikel yang ditulis Thomas Duncan membahas tentang dampak teknik dramatis terhadap pengaruh sandiwara-sandiwara tragedi dan penyampaian akibat-akibat yang penting atau pokok, khususnya melalui pemanfaatan ''[[Deus ex machina|Deus Ex Machina]]''.<ref name=":3">{{Cite journal|last=Duncan|first=Thomas Shearer|date=January 1935|title=The Deux ex Machina in Greek Tragedy|journal=Philological Quarterly|volume=14|pages=16|id={{ProQuest|1290993493}}}}</ref> ''Deus Ex Machina'' adalah teknik yang dipakai untuk menghentikan suatu tindakan dengan memunculkan tokoh yang tidak disangka-sangka atau lewat campur tangan dewata, yang pada hakikatnya menciptakan akhir bagi sebuah sandiwara.<ref name=":3" /> Salah satu contohnya terlihat di dalam sandiwara ''[[Hipolitos (sandiwara)|Hipolitos]]'' gubahan Euripides. Di dalam sandiwara ini, Hipolitos disumpahi supaya lekas mati oleh ayahnya sendiri, [[Theseus|Raja Teseus]], yang menyangka Hipolitos sudah merudapaksa ibu tirinya, [[Faedra (mitologi)|Permaisuri Faidra]], sehingga membuat sang permaisuri bunuh diri.<ref name=":3" /> Padahal, Permaisuri Faidra bunuh diri lantaran dilanda nafsu berahi menyimpang kepada Hipolitos (yang ditimbulkan Dewi Afrodite di dalam hatinya), sehingga menyalahkan Hipolitos sebagai sebab kematiannya.<ref name=":4">{{Cite book|url=https://www.academia.edu/35333308|title=MISERY AND FORGIVENESS IN EURIPIDES: Meaning and Structure in the Hippolytus|last=Nikolsky|first=Boris|date=Juni 2015|isbn=9781910589076}}</ref>
Hipolitos dijemput ajal akibat campur tangan dewata, yakni Dewi Afrodite, yang membenci Hipolitos karena kesetiaannya untuk berbakti kepada Dewi [[Artemis]] berpangkal dari sikap meremehkan atau mendustakan kuasa Dewi Afrodite.<ref name=":4" /> Dengan kata lain, lantaran memilih untuk mengabdikan diri kepada Dewi Artemis, pemangku ''temai'' (kewenangan dewata) atas kemurnian diri, untuk beberapa alasan Hipolitus memutuskan untuk mendustakan kewujudan ''temai'' Dewi Afrodite, yakni nafsu berahi, lawan dari kemurnian diri.<ref name=":4" /> Lakon ''Hipolitos'' menunjukkan bagaimana campur tangan dewata menggerakkan tema utama sandiwara ini, yakni balas dendam, dan bagaimana campur tangan tersebut mengakibatkan sebuah wangsa binasa.<ref name=":4" /> Kendati demikian, kenyataan bahwa Hipolitos adalah mangsa angkara Afrodite baru terungkap menjelang akhir sandiwara, yakni pada saat Artemis turun tangan memberi tahu Raja Teseus bahwa sumpah serapahnya sudah merenggut nyawa anaknya sendiri.<ref name=":4" />
Baris 211:
== Aiskhilos: Identifikasi Insani Lewat Representasi Tokoh Cerita ==
Identifikasi tokoh cerita terlihat dalam banyak sandiwara gubahan Aiskhilos, misalnya ''[[
== Keterangan ==
Baris 220:
<!--unused<ref name=Emilio1>Paul Judges Emilio berasumsi bahwa karena alasan inilah teater perlu dibangun dengan ukuran tertentu guna menampung segenap warga merdeka Atena. Lih. bukunya, ''History of Theatre in Italy'' hlm. 18.</ref>-->
<ref name=Griffith1>Meskipun demikian, ada beberapa diskusi mengenai lakon-lakon satiros. Lih.: Griffith (2002).</ref>
<ref name=
<ref name=
<ref name=reduced1>Semasa [[Perang Peloponnesos|Perang Peloponesos]] berkecamuk, jumlah komedi berkurang menjadi tiga, untuk dipentaskan sekali sehari, pada akhir pertunjukan tetralogi-tetralogi. Ada pendapat bahwa warga Atena mengambil keputusan semacam ini dengan mempertimbangan keadaan keuangan mereka saat itu.</ref>
}}
Baris 254:
<ref name=Sinisi2>Sinisi & Innamorati, 2003, hlm. 3.</ref>
<ref name=Sophocles1>Untuk rekacipta teatrikal Sofokles, lih. Easterling, 1989, hlmn. 43-63; Sinisi & Innamorati, 2003, hlm. 3.</ref>
<ref name=
<ref name=
<ref name=
<ref name=
<ref name=Winkler1>Winkler, J.J. & Zeitlin, F. (penyunting), 1992, ''Nothing to Do With Dionysus?: Athenian Drama in Its Social Context'', Princeton, Badan Penerbit Universitas Princeton, hlm. 60.</ref>
}}
|