Candi Muara Takus: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(23 revisi perantara oleh 15 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1:
{{Infobox cagar budaya
[Berkas:Muara Takus temple.jpg|jmpl|300px|Candi Muara Takus]]
| Name habil = Komplek Garuda sakti Percandian Muara Takus
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een steen met inscripties uit de Candi Bungsu op het tempelcomplex Candi Muara Takus TMnr 10016240.jpg|jmpl|300px|Batu tulis dari Candi Bungsu di Muara Takus]]
| Image = 003 Site from South-West (38244920665).jpg
{{commonscat|Candi Muara Takus}}
| caption = Candi Muara Takus
| Type =
| Criteria = Kawasan
| ID = CB.453
| Location = [[XIII Koto Kampar, Kampar|XIII Koto]], [[Kabupaten Kampar]], [[Riau]]
| Year = 2003
| ownership = {{INA}}
| management = Balai Pelestarian Cagar Budaya Riau / Pemerintah Kabupaten Kampar
| Link = https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2016052500001/kompleks-percandian-muara-takus
| Session =
| map_location = Indonesia Riau
| map_caption =Lokasi {{PAGENAME}} di [[Kabupaten Kampar]], [[Riau]]
| coordinates = {{coord|0.3332554|100.6419115}}
}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een steen met inscripties uit de Candi Bungsu op het tempelcomplex Candi Muara Takus TMnr 10016240.jpg|jmpl|300px250px|Batu tulis dari Candi Bungsu di Muara Takus]]
 
'''Situs Candi Muara Takus''' adalah sebuah situs [[candi]] [[Buddha]] yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan [[XIII Koto Kampar, Kampar|XIII Koto]], [[Kabupaten Kampar]], [[Riau]], [[Indonesia]]. Situs ini berjarak kurang lebih 135 kilometer dari [[Kota Pekanbaru]].
 
Situs Candi Muara Takus dikelilingi oleh tembok berukuran 74 x 74 meter, yang terbuat dari batu putih dengan tinggi tembok ± 80 cm, di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer, mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir [[Sungai Kampar|Sungai Kampar Kanan]]. Di dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan ''Candi sulung /tua'', ''Candi Bungsu'', ''Mahligai Stupa'' dan ''Palangka''.
 
Para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan situs candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad ke-4, ada yang mengatakan abad ke-7, abad ke-9 bahkan pada abad ke-11. Namun candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan [[Sriwijaya]], sehingga beberapa sejarahwansejarawan menganggap kawasan ini merupakan salah satu pusat pemerintahan dari kerajaan [[Sriwijaya]].<ref>''Forgotten Kingdoms in Sumatra'', Brill Archive</ref><ref>Soekmono, R., (2002), ''Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2'', Kanisius, ISBN 979-413-290-X.</ref>
 
Pada tahun 2009 Candi Muara Takus dicalonkan untuk menjadi salah satu [[Situs Warisan Dunia UNESCO]].
 
== Deskripsi situs ==
Candi Muara Takus adalah situs candi tertua di [[SumateraSumatra]], merupakan satu-satunya situs peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan bukti bahwa agama [[Buddha]] pernah berkembang di kawasan ini.
 
Candi ini dibuat dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Berbeda dengan candi yang ada di [[Jawa]], yang dibuat dari batu andesit yang diambil dari pegunungan. Bahan pembuat Candi Muara Takus, khususnya tanah liat, diambil dari sebuah desa yang bernama ''Pongkai'', terletak kurang lebih 6&nbsp;km di sebelah hilir situs Candi Muara Takus. Nama Pongkai kemungkinan berasal dari [[Bahasa Tionghoa]], ''Pong'' berati lubang dan ''Kai'' berarti tanah, sehingga dapat bermaksud lubang tanah, yang diakibatkan oleh penggalian dalam pembuatan Candi Muara Takus tersebut. Bekas lubang galian itu sekarang sudah tenggelam oleh genangan waduk [[PLTA Koto Panjang]]. Namun dalam [[Bahasa Thailand|Bahasa Siam]], kata ''Pongkai'' ini mirip dengan ''Pangkali'' yang dapat berarti ''sungai'', dan situs candi ini memang terletak pada tepian sungai.
Baris 25 ⟶ 40:
 
=== Candi Bungsu ===
[[Berkas:011 Candis Palangka, Mahligai and Bungsu (27349654419).jpg|jmpl|250px|ki|Komplek Candi Muara Takus]]
Candi Bungsu bentuknya tidak jauh beda dengan Candi Sulung. Hanya saja pada bagian atas berbentuk segi empat. Ia berdiri di sebelah barat Candi Mahligai dengan ukuran 13,20 x 16,20 meter. Di sebelah timur terdapat stupa-stupa kecil serta terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu putih. Bagian fondasi bangunan memiliki 20 sisi, dengan sebuah bidang di atasnya. Pada bidang tersebut terdapat teratai. Penelitian yang dilakukan oleh Yzerman, berhasil menemukan sebuah lubang di pinggiran [[padmasana stupa]] yang di dalamnya terdapat tanah dan abu. Dalam tanah tersebut didapatkan tiga keping potongan emas dan satu keping lagi terdapat di dasar lubang, yang digores dengan gambar-gambar tricula dan tiga huruf Nagari. Di bawah lubang, ditemukan sepotong batu persegi yang pada sisi bawahnya ternyata digores dengan gambar [[tricula]] dan sembilan buah huruf. Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian menurut jenis bahan yang digunakan. Kurang lebih separuh bangunan bagian Utara terbuat dari batu pasir, sedangkan separuh bangunan bagian selatan terbuat dari bata. Batas antara kedua bagian tersebut mengikuti bentuk profil bangunan yang terbuat dari batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bangunan yang terbuat dari batu pasir telah selesai dibangun kemudian ditambahkan bagian bangunan yang terbuat dari bata.
 
Candi Bungsu bentuknya tidak jauh beda dengan Candi Sulung. Hanya saja pada bagian atas berbentuk segi empat. Ia berdiri di sebelah barat Candi Mahligai dengan ukuran 13,20 x 16,20 meter. Di sebelah timur terdapat stupa-stupa kecil serta terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu putih. Bagian fondasi bangunan memiliki 20 sisi, dengan sebuah bidang di atasnya. Pada bidang tersebut terdapat teratai. Penelitian yang dilakukan oleh Yzerman, berhasil menemukan sebuah lubang di pinggiran [[padmasana stupa]] yang di dalamnya terdapat tanah dan abu. Dalam tanah tersebut didapatkan tiga keping potongan emas dan satu keping lagi terdapat di dasar lubang, yang digores dengan gambar-gambar tricula dan tiga huruf Nagari. Di bawah lubang, ditemukan sepotong batu persegi yang pada sisi bawahnya ternyata digores dengan gambar [[triculatrisula]] dan sembilan buah huruf. Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian menurut jenis bahan yang digunakan. Kurang lebih separuh bangunan bagian Utara terbuat dari batu pasir, sedangkan separuh bangunan bagian selatan terbuat dari bata. Batas antara kedua bagian tersebut mengikuti bentuk profil bangunan yang terbuat dari batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bangunan yang terbuat dari batu pasir telah selesai dibangun kemudian ditambahkan bagian bangunan yang terbuat dari bata.
 
=== Candi Palangka ===
Baris 31 ⟶ 48:
 
== Arsitektur ==
[[Berkas:007 Candi Tua from East, Main Entrance (38244913275).jpg|jmpl|250px|Candi Muara Takus]]
Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci agama Budha yang ada di Riau. Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan bangunan agama Budha adalah stupa. Bentuk stupa sendiri berasal dari seni India awal, hampir merupakan anak bukit buatan yang berbentuk setengah lingkaran tertutup dengan bata atau timbunan dan diberi puncak meru. Stupa adalah ciri khas bangunan suci agama Budha dan berubah-ubah bentuk dan fungsinya dalam sejarahnya di India dan di dunia Budhisme lainnya. Berdasarkan fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 
Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci agama Budha yang ada di Riau. Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan bangunan agama Budha adalah stupa. Bentuk stupa sendiri berasal dari seni India awal, hampir merupakan anak bukit buatan yang berbentuk setengah lingkaran tertutup dengan bata atau timbunan dan diberi puncak meru. Stupa adalah ciri khas bangunan suci agama Budha dan berubah-ubah bentuk dan fungsinya dalam sejarahnya di India dan di dunia Budhisme lainnya. Berdasarkan fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 
# Stupa yang merupakan bagian dari sesuatu bangunan.
Baris 38 ⟶ 57:
 
Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan di kompleks Candi Muara Takus menduduki fungsi yang kedua, yaitu stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tetapi masing-masing sebagai bangunan lengkap.
[[Berkas:Muara Takus.jpg|jmpl]]
 
Arsitektur bangunan stupa Candi Muara Takus sendiri sangatlah unik karena tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk candi ini memiliki kesamaan dengan stupa Budha di [[Myanmar]], stupa di [[Vietnam]], [[Sri Lanka]] atau stupa kuno di [[India]] pada periode [[Ashoka,]] yaitu stupa yang memiliki [[ornamen sebuah roda dan kepala singa]], hampir sama dengan arca yang ditemukan di kompleks Candi Muara Takus.
 
Patung singa sendiri secara filosofis merupakan unsur hiasan candi yang melambangkan aspek baik yang dapat mengalahkan aspek jahat atau aspek ‘terang’ yang dapat mengalahkan aspek ‘jahat’. Dalam ajaran agama Budha motif hiasan singa dapat dihubungkan maknanya dengan sang Budha, hal ini terlihat dari julukan yang diberikan kepada sang Budha sebagai ‘singa dari keluarga Sakya’. Serta ajaran yang disampaikan oleh sang Budha juga diibaratkan sebagai ‘suara’ (simhanada) yang terdengar keras di seluruh penjuru mata angin.
 
Dalam naskah ''Silpa Prakasa'' dituliskan bahwa terdapat empat tipe singa yang dianggap baik, antara lain :
 
# ''Udyatā'': singa yang digambarkan di atas kedua kaki belakang, badannya dalam posisi membalik dan melihat ke belakang. Sikap ini disebut ''simhavalokana''.
Baris 49 ⟶ 68:
# ''Udyatā'': singa yang digambarkan dalam sikap duduk dengan kaki belakang dan biasanya ditempatkan di atas suatu tempat yang tinggi. Terkenal dengan sebutan ''jhmpa-simha''.
# ''Gajakrānta'': singa yang digambarkan duduk dengan ketiga kakinya di atas raja gajah. Satu kaki depannya diangkat di depan dada seolah-olah siap untuk menerkam. Singa ini disebut ''simha kunjara''.
[[Berkas:Penggalian Candi Muara Takus temple.jpg|jmpl|300px|Proses penggalian Candi Muara Takus]]
 
Di kompleks Candi Muara Takus sendiri terdapat dua candi yang memiliki patung singa, yaitu Candi Sulung dan Candi Mahligai. Di Candi Sulung arca singa ditemukan di depan candi atau di tangga masuk candi tersebut. Di Candi Mahligai arca singa ditemukan di keempat sudut pondasinya. Penempatan patung singa ini, berdasarkan konsep yang berasal dari kebudayaan India, dimaksudkan untuk menjaga bangunan suci dari pengaruh jahat karena singa merupakan simbol dari kekuatan terang atau baik.
 
Baris 55 ⟶ 74:
 
== Latar belakang pendirian ==
Candi merupakan bangunan suci yang berkembang pada masa [[Hinduisme|Hindu]]-[[Buddhisme|Buddha]]. Bangunan suci ini dibuat sebagai sarana pemujaan bagi dewa-dewi agama Hindu maupun agama Buddha. Agama Hindu dan Buddha berasal dari India sehingga konsep yang digunakan dalam pendirian sebuah bangunan suci sama dengan konsep yang berkembang dan digunakan di India, yaitu konsep tentang [[air suci]]. Bangunan suci harus berada di dekat air yang dianggap suci. Air itu nantinya digunakan sebagai sarana dalam upacara ritual. Peran air tidak hanya digunakan untuk upacara ritual saja, namun secara teknis juga diperlukan dalam pembangunan maupun pemeliharaan dan kelangsungan hidup bangunan itu sendiri. Didirikannya bangunan suci di suatu tempat memang tempat tersebut potensi untuk dianggap suci, dan bukan bangunannya yang potensi dianggap suci. Maka dalam usaha pendirian bangunan suci para seniman bangunan selalu memperhatikan potensi kesucian suatu tempat dimanadi mana akan didirikan bangunan tersebut.
 
Agar tetap terjaga dan terpeliharanya kesucian suatu tempat, maka harus dipelihara daerah sekitar titik pusat bangunan atau [[Brahmasthana]] serta keempat titik mata angin dimanadi mana [[dewa Lokapala]] (penjaga mata angin) berada untuk melindungi dan mengamankan daerah tersebut sebagai Wastupurusamandala yaitu perpaduan alam gaib dan alam nyata. Kemudian dilakukan berbagai upacara untuk mensucikan tanah tersebut. Dalam hal ini air sangat berperan selama upacara berlangsung, karena air selain mensucikan juga untuk menyuburkan daerah tersebut. Sehingga dalam upaya pendirian suatu bangunan suci, selain potensi kesucian tanah yang perlu diperhatikan adalah keberadaan atau tersedianya air di daerah tersebut. Hal ini sama dengan konsep kebudayaan India yang menyatakan bahwa keberadaan gunung meru sebagai tempat tinggal para dewa dikeilingi oleh tujuh lautan. Maka secara nalar dan umun dapat diketahui bahwa pendirian sebagian besar bangunan suci tempatnya selalu berada di dekat air.
 
Keadaan geografis wilayah [[SumateraSumatra]] yang memiliki aliran sungai yang besar sangat mendukung konsep dari kebudayaan India tersebut. Dengan adanya aliran sungai besar tersebut air dengan mudah didapat untuk keperluan dari upacara ritual. Selain faktor air, faktor [[ekonomi]] juga dapat melatarbelakangi berdirinya suatu bangunan suci. Aliran sungai di SumateraSumatra pada masa lampau merupakan jalur transportasi untuk perdagangan. Pada awalnya jumlah pedagang yang datang sedikit. Namun lama kelamaan karena menunggu waktu yang tepat untuk berlayar maka mereka bermukim di sekitar daerah tersebut. Maka diperlukanlah tempat peribadatan untuk umat beragama, dan didirikanlah bangunan suci. Karena tidak mungkin berdirinya suatu bangunan sakral atau candi tanpa didukung masyarakat pendirinya demi kelangsungan hidup bangunan suci tersebut. Maka seirama dengan tumbuh dan pesatnya perdagangan di suatu tempat pada umumnya akan muncul pula bangunan-bangunan suci atau candi untuk digunakan sebagai tempat menjalankan upacara ritual oleh para pelaku ekonomi tersebut yang telah mengenal magis terhadap bangunan candi, berperan dalam fungsi perkembangan sosial/ekonomi dan perdagangan.
 
Faktor [[kuasa|kekuasaan]] juga berpengaruh dalam pembangunan suatu candi. Suatu kerajaan yang berhasil menaklukkan suatu wilayah, tentunya terdapat tinggalan yang dapat menggambarkan ciri khas suatu kerajaan tersebut. Tinggalan tersebut dapat berupa prasasti maupun candi.
 
== Beberapa aspek dalam pendirian candi ==
 
Dari suatu bangunan candi kita dapat melihat beberapa aspek kehidupan. Pada candi Muara Takus ini aspek-aspek yang dapa kita lihat antara lain:
# Aspek teknologi: Bahan yang digunakan adalah batu bata. Ukuran bata yang dipakai membangun candi ini bervariasi, panjang antara 23 sampai 26&nbsp;cm, lebar 14 sampai dengan 15,5&nbsp;cm dan tebalnya 3,5&nbsp;cm sampai 4,5&nbsp;cm. Bata pada masa lampau memiliki kualitas yang lebih baik dari bata pada masa sekarang. Ini dikarenakan tanah liat yang digunakan disaring sampai benar-benar tidak ada komponen lain selain tanah liat, misalnya pasir. Selain itu, terdapat ”isian” di dalam bata, biasanya berupa sekam. Maksud dari isian ini, supaya bata kuat. Perekatan antar batu bata menggunakan sistem [[kosod]]. Sistem kosod merupakan sistem perekatan bata dengan cara menggosokkan bata dengan bata lain dimanadi mana pada bidang gosokannya tersebut diberi air. Sistem ini juga dapat ditemukan pada situs-situs di [[Jawa Timur]] dan masih dapat ditemukan di daerah [[Bali]]. Perekatan bata yang menggunakan sistem kosod menyebabkan perekatan antar bata akan bertambah erat dari tahun ke tahun.
 
# Aspek teknologi: Bahan yang digunakan adalah batu bata. Ukuran bata yang dipakai membangun candi ini bervariasi, panjang antara 23 sampai 26&nbsp;cm, lebar 14 sampai dengan 15,5&nbsp;cm dan tebalnya 3,5&nbsp;cm sampai 4,5&nbsp;cm. Bata pada masa lampau memiliki kualitas yang lebih baik dari bata pada masa sekarang. Ini dikarenakan tanah liat yang digunakan disaring sampai benar-benar tidak ada komponen lain selain tanah liat, misalnya pasir. Selain itu, terdapat ”isian” di dalam bata, biasanya berupa sekam. Maksud dari isian ini, supaya bata kuat. Perekatan antar batu bata menggunakan sistem [[kosod]]. Sistem kosod merupakan sistem perekatan bata dengan cara menggosokkan bata dengan bata lain dimana pada bidang gosokannya tersebut diberi air. Sistem ini juga dapat ditemukan pada situs-situs di [[Jawa Timur]] dan masih dapat ditemukan di daerah [[Bali]]. Perekatan bata yang menggunakan sistem kosod menyebabkan perekatan antar bata akan bertambah erat dari tahun ke tahun.
# Aspek sosial: Pembangunan candi ini dilakukan secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai. Begitu juga pada saat upacara pemujaan terdapat perbedaan status, yaitu pemimpin upacara dan pengikutnya.
 
# Aspek religi: terlihat dari bentuk candi Muara Takus yang berupa stupa, yang menunjukkan candi ini sebagai tempat pemujaan umat agama Buddha, khususnya aliran [[Mahayana]].
 
== Referensi ==
{{reflist}}
 
=== Daftar Pustaka ===
* {{id}} Balai Arkeologi Medan. 1998. Berkala Arkeologi SANGKHAKALA.
* {{id}} Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Hasil Pemugaran dan Temuan Benda Cagar Budaya PSP I. Proyek pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat. Jakarta
* {{id}} Haryono, Timbul. 1986. Relief dan Patung Singa Pada Candi-Candi Periode Jawa Tengah : Penelitian Atas Fungsi dan Pengertiannya. Laporan Penelitian. Yogyakarta
* {{en}} Kempers, A. J. Bernet. 1959. Ancient Indonesian Art. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press
* {{id}} Siagian, Renville. 2002. CANDI sebagai warisan seni dan budaya Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Cempaka Kencana
Baris 79 ⟶ 102:
* {{id}} Suaka PSP Prov. Sumbar dan Riau. 1995. Buletin Arkeologi AMOGHAPASA. Batusangkar
 
== ReferensiPranala luar ==
{{commonscat|Candi Muara Takus}}
{{reflist}}
 
== Lihat pula ==
* [[Candi]]
* [http://indonesia.travel/id/destination/415/candi-muara-takus Situs Resmi Kementrian pariwisata]
 
{{Situs Warisan Dunia di Indonesia}}
{{Candi Buddha Indonesia}}
{{Authority control}}
 
[[Kategori:CandiKawasan Buddha|Muaracagar Takusbudaya di Indonesia]]
[[Kategori:Candi di Sumatera|Muara TakusBuddha]]
[[Kategori:RiauCandi di Sumatra]]
[[Kategori:Cagar budaya Indonesia di Riau]]